Anda di halaman 1dari 19

TINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP PENGANIAYAAN YANG

MENGAKIBATKAN HILANGNYA NYAWA SESEORANG


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan zaman sekarang tidak hanya membawa pengaruh besar pada Negara
Indonesia melainkan juga berdampak pada perkembangan masyarakat, perilaku,
maupun pergeseran budaya dalam masyarakat. Masalah ini menyebabkan semakin
tingginya angka kriminalitas dan maraknya terjadi pelanggaran dan perbuatan tindak
pidana yang baik terjadi ditengah-tengah masyarakat maupun dilingkungan keluarga.
Arus globalisasi yang diikuti oleh perkembangan ekonomi, ilmu pengetahuan dan
tekhnologi menimbulkan dampak positif dan negatif.1
Meningkatnya angka kriminalitas di masyarakat banyak menimbulkan Tindakan
kejahatan, yang salah satu hal yang sering terjadi dan dialami oleh masyarakat yaitu
adalah kejahatan kekerasan atau penganiayaan. Tindakan penganiayaan tidak hanya
merugikan diri sendiri tetapi juga merugikan orang lain dan masyarakat luas.
Kejahatan kekerasan atau penganiayaan suatu problem yang senantiasa muncul
ditengah – tengah masyarakat. Masalah tersebut muncul dan berkembang membawa
akibat tersendiri baik bagisi pelaku lebih parah lagi bagi si korban yang mungkin
berakibat pada bentuk teroma fisikis yang berkepanjangan. Dalam berbagai referensi
hukum Penganiayaan adalah istilah yang digunakan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana untuk tindak pidana terhadap tubuh. Namun KUHP tidak memuat arti
penganiayaan tersebut, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti penganiayaan
adalah perlakuan yang sewenang-wenang. Pengertian dimuat dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia tersebut adalah pengertian dalam arti luas, yakni yang termasuk
menyangkut “perasaan” atau “batiniah”. Sedangkan penganiayaan yang dimaksud
dalam hukum pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Meskipun penganiayaan
tidak ada dimuat dalam KUHP, namun kita dapat melihat pengertian penganiayaan
menurut pendapat sarjana, doktrin, dan penjelasan menteri kehakiman.2

1
Marlina,Peradilan Pidana Anak di Indonesia,Bandung:2009,Refika Aditama,hlm.1.
2
Hisar Situmorang,Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidana Penganiayaan Yang Mengakibatkan
Kematian,Medan:2007,Universitas Sumatera Utara,hlm.13.
Dalam banyak kasus, tidak sedikit orang atau sekelompok orang sengaja
merencanakan untuk melakukan penganiayaan kepada orang lain disebabkan beberapa
faktor seperti dendam, pencemaran nama baik, perasaan dikhianati atau dirugikan,
merasa harga diri dan martabatnya direndahkan dan motif-motif lainnya. Selainitu,
tidak sedikit pula pelaku dari tindak pidana penganiayaan juga terlibat perselisihan
paham, dendam, perkelahian atau pertengkaran yang mendorong dirinya melakukan
penganiayaan secara tidak sengaja karena peranan dari korban.3
Terjadinya suatu tindak pidana dalam masyarakat akan menimbulkan korban dan
juga pelaku tindak pidana, korban menjadi peran yang sangat tidak diuntungkan dalam
terjadinya tindak pidana termasuk dalam konteks pidana penganiayaan. Menurut
Muladi (victims) adalah orang-orang yang baik secara individual maupun kolektif
telah menderita kerugian, termasuk kerugian fisik atau mental, emosional, ekonomi,
atau gangguan substansial terhadap hak - haknya yang fundamental, melalui perbuatan
atau komisi yang melanggar hukum pidana di masing-masing negara, termasuk
penyalahgunaan kekuasaan.4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tinjauan kriminologi tindak pidana penganiayaan di Indonesia ?
2. Apa saja kendala yang dihadapi dalam penanggulangan tindak pidana penganiayaan
yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui penanggulangan tindak pidana di Indonesia
2. Untuk mengetahui dan menemukan solusi kendala yang dihadapi dalam
penanggulangan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa
seseorang

3
Rahmat Soesilo,Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal demi
Pasal,Bogor:1991,Politeia,hlm.241.
4
Muladi,Hak Asasi Manusia,Politik dan Sistem Peradilan Pidana,Semarang:1997,Universitas Diponegoro,hlm.108.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kriminologi dan Penganiayaan


1. Kriminologi
Definisi yang tercakup dalam “kriminologi” menunjukkan bahwa ilmu ini bukan
berarti ilmu yang mempelajari bagaimana cara berbuat kejahatan, melainkan “kejahatan”
dipelajari guna dalam rangka untuk menanggulangi kejahatannya5
Kriminologi dapat ditinjau dari dua segi yaitu kriminologi dalam arti sempit yang
hanya mempelajari kejahatan dan kriminologi dalam arti luas, yang mempelajari
teknologi dan metode-metode yang berkaitan dengan kejahatan dan masalah prevensi
kejahatan dengan tindakan-tindakan yang bersifat punitif. Kriminologi dalam arti sempit
adalah ilmu yang mempelajari tentang phaaenomenologi, aetiologi, dan penologi :
a. Phaaenomenology
Phaaenomenology adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk-bentuk
kejahatan. Bentuk kejahatan dapat dilihat dari cara seseorang ketika melakukan
kejahatan, korban kejahatan, TKP, atau dapat dilihat dari frekuensi kejahatan
tersebut dilakukan.
b. Aetiology
Aetiology adalah ilmu yang mempelajari tentang sebab-sebab kejahatan .
Dalam kriminologi sering kali membahas tentang penyebab terjadinya sebuah
kejahatan. Dengan diketahuinya penyebab seseorang melakukan kejahatan
tentunya akan lebih mudah untuk menanggulangi kejahatan yang terjadinya.
c. Penology
Penology adalah ilmu yang mempelajari tentang akibat-akibat kejahatan dan
perkembangan sanksi. Penologi merupakan bagian dari kriminologi yang
mempelajari dasar-dasar pemberian hukuman.6
Kriminologi dalam arti luas adalah kriminologi dalam arti sempit ditambah dengan
mempelajari kejahatan dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi

5
Alam,Kriminologi (Suatu Pengantar),Jakarta:2018,Prenamedia,hlm.2.
6
Muhammad Sadi,Pengantar Ilmu Hukum,Jakarta:2015,Prenadamedia Group,hlm.4.
teknologi untuk kepentingan peradilan. Dalam kriminologi arti luas mencakup
Kriminalistik. Kriminalistik adalah subdivisi dari ilmu forensik. Ilmu forensik adalah
ilmu untuk melakukan pemeriksaan, pengumpulan, dan penganalisaan bukti-bukti fisik
yang ditemukan ditempat kejadian perkara dan kemudian dihadirkan di dalam sidang
pengadilan.7
Selain pembagian tersebut di dalam kriminologi hakikatnya terkandung sejumlah ilmu
pengetahuan, antara lain sebagai berikut:
a. Antropologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari pribadi penjahat.
Kajian utamanya lebih kepada ciri-ciri jasmani penjahat dan hubungan antara satu
suku bangsa dengan sifat jahat seseorang.
b. Sosiologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari kriminalitas sebagai
gejala kemasyarakatan, yang menitikberatkan kepada kondisi social yang
menyebabkan terjadinya kejahatan.
c. Psikologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala
kejiwaan seseorang didalam terjadinya suatu kejahatan.
d. Psiko dan neuropatologi criminal, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari
penjahat yang menderita penyakit jiwa.
e. Penologi, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari timbul berkembangnya sanksi
pidana serta arti dan manfaat sanksi pidana itu.
f. Kriminalistik, yaitu ilmu pengetahuan terapan yang mempelajari teknik-teknik
kejahatan atau modus operandi dan teknik-teknik penyelidikan.
Objek kriminologi adalah orang yang melakukan kejahatan. Sedangkan tujuannya
adalah agar mengerti sebab-sebab seseorang melakukan kejahatan. Apakah sesesorang
yang melakukan kejahatan itu disebabkan oleh kondisi sosial atau masyarakat di
sekitarnya atau karena memang orang itu memiliki bakat untuk menjadi seorang
penjahat.8
Pada hakikatnya tiga hal pokok yang menjadi pokok pembahasan kriminologi :
a. Proses pembentukan hukum pidana dan acara pidana (making laws).

7
Munir Fuady,Metode Riset Hukum Pendekatan Teori dan Konsep,Depok:2018,Raja Grafindo Persada,hlm.10-11.
8
Mahrus Ali,Dasar-dasar Hukum Pidana,Jakarta:2015,Sinar Grafika,hlm.54.
b. Etiologi kriminal, dimana dalam pembahasannya meliputi teoriteori yang menjadi
penyebab terjadinya kejahatan (breaking of laws)
c. Reaksi terhadap pelanggaran hukum (reacting toward the breaking of laws), rekasi
yang dimaksud dalam hal ini ialah bukan hanya dimaksudkan kepada pelanggar
hukum berupa tindakan represif melainkan juga termasuk reaksi terhadap“calon”
pelanggar hukum berupa upaya-upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
kejahatan (criminal prevention).
2. Penganiayaan
Secara umum tindak pidana terhadap tubuh yang diatur dalam KUHP disebut dengan
“penganiayaan” .Dibentuknya aturan mengenai kejahatan terhadap tubuh manusia ini
dimaksudkan bagi perlindungan suatu kepentingan hukum atas tubuh dari perbuatan-
perbuatan berupa penyerangan atas tubuh atau bagian dari tubuh yang menimbulkan luka
atau rasa sakit, bahkan luka yang sedemikian rupa pada tubuh yang dapat mengakibatkan
kematian9
Sedangkan menurut dari Sudarsono, memberikan pengertian bahwa penganiayaan
merupakan perbuatan menyakiti atau menyiksa terhadap manusia dengan kesengajaan
mengurangi atau merusak kesehatan orang lain10 Dengan demikian dari beberapa
pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa penganiayaan merupakan perbuatan yang
dapat mengakibatkan tubuh seseorang menjadi luka atau dapat mengakibatkan kematian
dengan cara kesengajaan.
a. Jenis-jenis Penganiayaan
Kejahatan terhadap tubuh dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yakni:
1) Penganiayaan Dalam Bentuk Pokok
Tindak pidana penganiayaan atau biasa disebut dengan mishandeling
yakni diatur dalam Bab ke-XX Buku ke-II KUHP, yang dalam bentuknya
yang merupakan pokok diatur dalam Pasal 351 ayat (1) sampai dengan ayat
(5) KUHP. Yang dimaksud dengan penganiayaan yaitu kesengajaan
terhadap orang lain yang menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan luka
pada tubuh orang lain. Dengan demikian, untuk menyebut seseorang itu

9
Ismu Gunadi,Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana,Jakarta:2014,Kencana,hlm.98.
10
Sudarsono,Kamus Hukum,Jakarta:1992,Rineka Cipta,hlm.34.
telah melakukan yang namanya penganiayaan terhadap orang lain, maka
orang memiliki opzet atau kesengajaan yang dapat :
a) Mengakibatkan rasa sakit terhadap orang lain,
b) Mengakibatkan luka terhadap tubuh orang lain,dan
c) Merugikan kesehatan orang lain. Dengan demikian orang itu memiliki
suatu kesengajaan atau opzet yang ditujukan pada suatu perbuatan
untuk menimbulkan rasa sakit terhadap orang lain atau untuk
menimbulkan luka pada orang lain ataupun dengan merugikan
kesehatan orang lain11
2) Penganiayaan Ringan
Kejahatan yang diberi dengan kualifikasi sebagai penganiayaan ringan
atau biasa disebut dengan lichte mishandeling oleh undangundang ialah
penganiayaan yang diatur dalam Pasal 352 KUHP. Penganiayaan dalam
bentuk ringan tidak terdapat dalam WvS Belanda. Dengan dibentuknya
penganiayaan ringan kedalam KUHP, Hindia Belanda adalah pengecualian
dari asas Concor dantie. Batas penganiayaan ringan yakni penganiayaan
yang :
a) Bukan merupakan penganiayaan berencana sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 353 KUHP.
b) Bukan suatu penganiayaan yang dilakukan :
 terhadap ibu atau bapaknya yang sah, istri atau anaknya,
 terhadap pegawai negeri yang sedang dan atau dengan
menjalankan tugasnya yang sah,
 dengan memasukkan suatu bahan yang memiliki bahaya bagi
nyawa atau bahaya terhadap kesehatan untuk dimakan atau
diminum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 356 KUHP.
c) Yang pertama tidak menimbulkan penyakit atau yang kedua halangan
untuk menjalankan pekerjaan suatu jabatan atau pencaharian.12

11
Lamintang,Delik-delik Khusus Kejahatan Terhadap Nyawa,Tubuh,Dan Kesehatan,Jakarta:2012,Sinar
Grafika,hlm.131.
12
Adam Chazawi,Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa,Jakarta:2010,Raja Grafindo Persada,hlm.22-23
3) Penganiayaan Berencana
Mengenai penganiayaan yang berencana, yakni dirumuskan dalam Pasal
353 KUHP yang berbunyi :
a) Penganiayaan yang dilakukan dengan direncanakan terkebih dahulu
dihukum penjara paling lama empat tahun;
b) Jika perbuatan itu menimbulkan luka-luka berat,yang bersalah
dipidana dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun;
c) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah dipidana
dengan pidan penjara paling lama sembilan tahun.
Kemudian penganiayaan berrencana digolongkan menjadi tiga bagian
yakni:
a) Penganiayaan yang didahului dengan rencana yang mengakibatkan
luka berat atau kematian.
b) Penganiayaan yang didahului dengan rencana yang menimbulkan luka
berat.
c) Penganiayaan yang didahului dengan rencana yang mengakibatkan
kematian.
4) Penganiayaan Berat
Penganiayaan berat dalam rumusannya diatur dalam Pasal 354 KUHP
yakni sebagai berikut :
a) Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, dipidana
karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling
lama delapan tahun;
b) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah dipidana
dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.
Dengan menghubungkan rumusan penganiayaan berat diatas dengan
mengingat pengertian penganiayaan yang dijelaskan sebelumnya, maka
penganiayaan berat mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
a) Kesalahannya dengan kesengajaan
b) Perbuatan dengan melukai berat
c) Objeknya yakni tubuh orang lain
d) Serta akibatnya yakni adanya luka berat yang ditimbulkan.
5) Penganiayaan Berat Berencana
Penganiayaan berat berencana dirumuskan dalam Pasal 355 KUHP,
yakni sebagai berikut:
a) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu,
dipidana dengan penjara paling lama dua belas tahun.
b) Jika perbuatan tersebut menimbulkan kematian, maka yang bersalah
dipidana dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Jika dipandang dari sudut pandang terjadinya penganiayaan berat
berencana ini, maka kejahatan yang dimaksud dalam hal ini merupakan
gabungan dari penganiayaan berat yang dimaksud dalam Pasal 354 ayat 1
KUHP dengan penganiayaan berencana sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 353 ayat 1 KUHP. Oleh karena itu harus terjadi secara bersamaan atau
serentak, maka harus terpenuhi baik unsur penganiayaan berat maupun
unsur dari penganiayaan berencana. Kemudian unsur penganiayaan
berencana bukan merupakan suatu syarat untuk dapat dipidana, akan tetapi
merupakan syarat diperberatnya pidana.
6) Penganiayaan Terhadap Orang-orang Berkualitas Tertentu Atau Dengan
Cara Tertentu Yang Memberatkan
Bentuk atau macam penganiayaan yang dimaksud yakni penganiayaan
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 356 KUHP, Pidana yang
ditentukan dalam Pasal 351, 353, 354, dan 355 KUHP dapat pula ditambah
sepertiganya:
a) Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang
sah, istrinya atau anaknya;
b) Jika kejahatan itu terhadap seorang pejabat ketika atau karena
menjalankan tugasnya yang sah;
c) Jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang
berbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum.
Bahwa dalam bentuk khusus dari suatu penganiayaan yang dijelaskan
diatas, sifat yang memberatkan pidananya pada penganiayaan biasa (351),
penganiayaan berencana (353), penganiayaan berat (354), dan penganiayaan
berat berencana (355) KUHP, yakni terletak pada dua hal :
a) Pada kualitas pribadi korban sebagai:
 Ibunya
 Ayah yang sah
 Istrinya
 Anaknya
 Pegawai Negeri ( X ) ketika atau ( Y ) karena menjalani suatu
pekerjaan atau tugas yang sah
b) Pada cara melakukan suatu penganiayaan, yakni dengan memberikan
makanan atau minuman untuk dimakan dan diminum yang berbahaya
terhadap nyawa atau kesehatan orang lain.
B. Faktor-faktor yang Mengakibatkan Penganiayaan Hingga Hilangnya Nyawa
Seseorang
1. Modus Kejahatan
Kriminologi yang menunjuk pada pada studi ilmiah tentang sifat, tingkat, penyebab,
dan pengendalian perilaku kriminal baik yang terdapat dalam diri individu maupun dalam
kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi.13 Dengan demikian, cakupan studi
kriminologi, tidak hanya menyangkut peristiwa kejahatan, tapi juga meliputi bentuk,
penyebab, konsekuensi dari kejahatan, serta reaksi sosial terhadapnya, termasuk reaksi
lewat peraturan perundang dan kebijakan-kebijakan pemerintah di berbagai bidang.
Modus kejahatan adalah cara yang dilakukan oleh para pelaku untuk melakukan
kejahatan. Dengan mengetahui modus kejahatan maka akan diperoleh gambaran yang
jelas tentang bentuk kejahatan yang dialkukan oleh pelaku Bentuk gejala kejahatan dibagi
menurut perbuatan atau perbuatan kelompok.14 Tetapi perbuatan itu dapat juga dilihat
sebagai ungkapan pelaku dan kemudian para pelaku dijadikan dasar pembagian.
a. Pangkal Tolak Perbuatan

13
Abintoro,Kriminologi dan Hukum Pidana,Yogyakarta:2013,Lasbang Grafika,hlm.270.
14
Anang Priyanto,Kriminologi,Yogyakarta:2012,Penerbit Ombak,hlm.77.
Pembagian menurut perbuatan dibagi dua bila dilihat dari cara perbuatan
dilakukan, pada benda hukum dan nilai hukum yang menderita karena tindak
pidana itu. Menurut cara melakukan sebagai suatu kemungkinan pembagian:
1) Perbuatan dilakukan sedemikian rupa, sehingga korban dapat mengamati
perbuatan pelaku dan mengamati pelaku, tanpa mempertimbangkan
apakah korban menyadari perbuatan tersebut sebagai tindak pidana atau
bukan. Misalnya penganiayaan, penghinaan, perampokan, sejumlah
bentuk perbuatan curang, tindak pidana seksual. Sebaliknya, perbuatan
dilakukan sedemikian rupa sehingga korban tidak melihat pada perbuatan
pelaku atau tidak melihat pelakunya saat perbuatan dilakukan.
2) Perbuatan itu dilakukan dengan menggunakan atau tanpa menggunakan
sarana-sarana bantu khusus (alat-alat pertukangan, bahan-bahan kimia)
3) Perbuatan dilakukan dengan kekerasan fisik, dengan cara biasa atau cara
memaksa
Perisitiwa kejahatan yang sering terjadi saat ini pasti tidak jauh dari kata kekerasan,
penelitian yang dikemukakan oleh penulis sekarang ini merupakan salah satu kejahatan
dengan kekerasan yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa yang dialami oleh Rian
Pahni sebagai korban pelaku kejahatan. Bentuk-bentuk kekerasan ini berbagai macam
salah satunya kekerasan seperti penganiayaan, Jenis-jenis penganiayan tergolong banyak
seperti penganiayaan biasa, penganiayaan ringan, penganiayaan berencana, penganiayaan
berat, penganiayaan berat berencana dan turut serta dalam penyerangan dan perkelahian.
disini penulis akan membahas kejahatan-kejahatan seperti penganiayaan yang sedang
penulis teliti. Kejahatan berupa kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain dalam
pengertiannya yang umum, tentang kejahatan mana pembentuk undang-undang
selanjutnya juga masih membuat perbedaan antara kesengajaan menghilangkan nyawa
orang yang tidak direncanakan lebih dahulu yang telah diberinya nama dooslag dengan
kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain dengan direncanakan lebih dahulu yang
telah disebutnya moord15.
Sangat banyaknya golongan atau jenis-jenis kejahatan dalam KUHP, berarti begitu
juga banyaknya kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum pidana. Walaupun

15
Dellyana,Konsep Penegakan Hukum,Yogyakarta:1988,Liberty,hlm.32.
begitu banyak kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum pidana, tetapi
kepentingan hukum itu dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan besar, yakni:
a) Kepentingan hukum perorangan
b) Kepentingan hukum masyarakat
c) Kepentingan hukum negara
Sebagian besar motif kejahatan-kejahatan yang terjadi saat ini ialah kejahatan yang
dilakukan terhadap nyawa, kita bisa melihat hampir beberapa bulan belakangan ini di
media seperti televisi, sosial media seperti facebook, instagram maupun sosial media
lainnya adapun dari koran-koran tentang terjadinya tindakan penyerangan terhadap
nyawa ini, baik itu dilakukan oleh satu orang maupun beberapa orang bahkan kejahatan
yang terjadi terhadap nyawa ini menimbulkan korban jiwa, baik itu luka berat hingga
mengakibatkan kematian.16
2. Pangkal Tolak Pelaku
Terdapat dua cara yang dimulai dari berdasarkan motif pelaku atau berdasarkan sifat-
sifat pelaku. Kedua cara tersebut harus dilakukan penelitian yang mendalam terhadap
pelaku. Karena motif dan sifat-sifat pelaku tidak dapat disimpulkan berdasarkan seseuatu
yang kelihatan dari luar saja. Dalam perkembangannya, modus kejahatan yang dilakukan
dalam masyarakat selalu berubah-ubah dan bahkan mengikuti perkembangan masyarakat
itu sendiri. Misalnya saja dahulu jarang sekali terdengar berita tentang penganiayaan
seperti ini yang dilakukan beramai-ramai. Namun saat ini tidak sedikit pelaku kejahatan
yang melakukan penganiayaan yang mengakibatkan korbanya meninggal dunia.
Modus kejahatan semakin berkembang seiring moderisasi dan perkembangan
teknologi baik di bidang komunikasi, transportasi, dan informatika modern. Modernisasi
dan globalisasi disamping membawa manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, juga
membawa masalah yang sangat serius. Adapun kejahatan yang dinamakan kejahatan
agresif kajahatan agesif adalah tindakan yang dilakukan oleh inidividu yang ditujukan
untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka kejahatan agresif mencakup empat
faktor tingkah laku, yaitu :
a. Tujuan untuk melukai atau mencelakakan,

16
Chairil Ali,Cakrawala Baru Kriminologi,Bandung:1980,Trasito,hlm.399.
b. Individu yang menjadi pelaku,
c. Individu yang menjadi korban dan
d. Ketidakinginan si korban menerima perilaku si pelaku
Banyak pendapat tentang penyebab kejahatan. Ada yang berpendapat bahwa
lingkungan adalah hal yang dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan kejahatan,
ada juga yang berpendapat bahwa struktur kepribadian pelakulah yang menyebabkan
seseorang melakukan kejahatan. Secara Umum ada beberapa faktor penyebab
kejahatan,yaitu antara lain :
a. Perangkat hukum yang kurang melindungi masyarakat
Banyak anggota masyarakat menginginkan agar setiap pelaku kejahatan dapat
dihukum dengan hukuman yang seberat-beratnya bahkan harus dijatuhi pidana mati.
Beberapa peraturan yang berisikan sanksi pidana bagi pelaku kejahatan tidak
memiliki pidana minimal, sehingga pelaku kejahtan dapat saja dipidana dibawah
pidana maksimal.
b. Penegakan hukum yang lemah
Penegakan hukum pada hakekatnya merupakan kebijakan penerapan substansi
hukum oleh penguasa atau rezim sesuai dengan kebijakan social yang telah
digariskan. Tiadanya percantuman pidana minimal didalam beberapa peraturan
mengisyaratkan seseorang yang melakukan tindak pidana dapat dijatuhi pidana
dibawah pidana maksimal yang telah ditetapkan sebelumya, padahal ketika terjadi
sebuah peristiwa kejahatan, maka yang paling diinginkan oleh masyarakat adalah
pelaku harus dijatuhi hukuman yang seberat-beratnya atau dijatuhi hukuman mati.
Terkadang vonis yang dijatuhkan hakim kepada terdakwa dianggap belum memenuhi
rasa keadilan dalam masyarakat. Di sisi lain, hukum selalu dianggap tidak berpihak
kepada orang-orang yang memiliki jabatan, pengaruh, dan atau uang. Sebaliknya
hukum dianggap tidak berpihak kepada orang-orang yang lemah. Hukum tajam ke
bawah tetapi tumpul ke atas.
c. Kerusakan moral
Hubungan antara kejahatan dalam arti yuridis dengan moral dapat digambarkan
sebagai dua buah lingkaran dengan berbagai bentuk sebagai berikut:
1) Pandangan ini menganggap bahwa semua tindak pidana merupakan perbuatan
yang melanggar moral. Pada kelompok ini termasuk mereka yang
menganggap kejahatan sebagai dosa dan mereka yang percaya bahwa
pemerintah adalah pemberian Tuhan.
2) Pada pandangan ini mereka berpendapat bahwa hampir semua tindak pidana
merupakan perbuatan yang melanggar moral, hanya sebagian kecil saja yang
tidak melanggar moral. Pandangan ini melihat moral sebagai pengertian
absolut yaitu semata-mata sebagai generalisasi dari kode moral mereka.
3) Pandangan ini menganggap bahwa hanya kejahatan yang sangat berat
merupakan perbuatan yang bertentangan dengan moral, sedangkan sebagian
besar tindak pidana tidak bertentang dengan moral. Pandangan ini
mendasarkan pada kenyataan bahwa dalam masyarakat terdapat berbagai
kelompok masyarakat yang seringkali memiliki pandangan moral yang
berbeda-beda.
4) Pandangan ini memisahkan antara moral pribadi dengan kelompok dan
hukum pidana. Hal ini karena mereka tidak melihat norma tercermin dalam
perundang-undangan pidana karena alasan yang sama sekali berbeda.
d. Kurangnya kesadaran masyarakat akan bahaya kejahatan
Kejahatan menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi masyarakat,
terutama bagi korban dan keluarganya. Namun di sisi lain masih ada di antara
anggota masyarakat yang kurang menyadari bahaya dari kejahatan. Hal ini terlihat
dari sikap anggota masyarakat yang masih kurang berupaya untuk melakukan
pencegahan terjadinya kejahatan. Pencegahan kejahatan memang harus dimulai dari
individu.
e. Terbukanya peluang bagi pelaku kejahatan
Kejahatan ada karena kesempatan. Kesempatan ada karena peluang terbuka bagi
pelaku. Tidak sedikit peluang itu dibuka oleh masyarakat melalui sikap yang
memberikan kesempatan bagi pelaku kejahatan untuk melakukan kejahatan.
Misalnya:
1) Perilaku demonstrative kekayaan dan perilaku konsumtif.
2) Minimnya pengawasan terhadap anak.
3) Ucapan yang tidak senonoh.
4) Meninggalkan rumah dalam keadaan tidak terkunci.
5) Terlalu mudah dan cepat percaya kepada orang yang baru dikenal.
6) Tidak mematuhi aturan atau norma-norma yang berlaku.
7) Tidak melaporkan individu baru dalam lingkungan.

f. Teknologi Canggih
Teknologi canggih mengubah kondisi masyarakat. Banyak hal yang dahulu tidak
dikenal, tidak mudah diperoleh, atau tidak cepat kita ketahui, dengan teknologi
canggih akan mudah untuk merealisasikannya. Di satu sisi, teknologi canggih akan
mempermudah pekerjaan banyak orang, namun tidak demikian di sisi lainnya.
Misalnya saja teknologi dalam bidang informasi yang berdampak pada kemudahan
berkomunikasi, akses, dan memasukkan informasi. Saat ini, oranng dapat melakukan
komunikasi tanpa batas dan tanpa mengganggu mobilitas, sehingga kelihatan tiada
kendala antara waktu dan jarak.
Kemajuan teknologi informasi tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi
juga mendatangakan tantangan dan efek negative dimana kemajuan teknologi
informasi juga memberikan pintu masuk bagi pelaku kejahatan untuk melaksanakan
kegiatannya. Teknologi bersifat netral, bergantung pada niat penggunanya. Artinya
melalui teknologi informasi itu pula kejahtan dapat dilakukan. Semakin tinggi
kemampuan manusia dalam ilmu pengetahuan dan mengembangkan teknologi
membawa dampak negatif di samping dampak positif. Perkembangan teknologi yang
tidak disertai dengan peningkatan nilai-nilai moral menyebabkan banyak manusia
yang terhanyut dalam dampak negatif teknologi. Semakin canggih teknologi maka
berdampak kepada modus kejahatan yang semakin canggih pula. Kejahatan saat ini
tidak hanya berdimensi nasional, tetapi juga berdimensi transnasional, bahkan
dilakukan oleh kelompok-kelompok yang terorganisir.
C. Upaya Penanggulangan Terhadap Penganiayaan Yang Mengakibatkan Hilangnya
Nyawa Seseorang
Upaya penanggulangan kejahata secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu:
1. Lewat Jalur Penal ( Hukum Pidana )
Usaha ini dilakukan untuk mengurangi atau menekan jumlah kejahatan dan
berusaha melakukan atau berbuat sesuatu dengan memperbaiki pelaku yang telah
berbuat kejahatan. Tindakan represif pada hakikatnya juga dapat dilihat sebagai
tindakan preventif dalam arti luas. Usaha penanggulangan kejahatan dengan hukum
pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian dari usaha penegakan hukum
(khususnya penegakan hukum pidana). Oleh karena itu sering pula dikatakan bahwa
politik atau kebijakan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan penegakan
hukum.17
Menanggulangi dengan cara penal, polisi atau pihak yang berwajib lebih
menekankan pada penjatuhan sanksi atau hukuman kepada pelaku, atau yang biasa
disebut upaya represif, upaya represif sebagai bentuk dari upaya penanggulangan
tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang yang
dilakukan beberapa orang kepada seseorang, Penanggulangan yang dilakukan
dilakukan secara represif adalah upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum,
berupa penjatuhan atau pemberian sanksi pidana kepada pelaku kejahatan, dalam hal
ini dilakukan oleh Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, dan Lembaga
Permasyarakatan.
2. Lewat Jalur Non Penal ( Bukan atau Diluar Hukum Pidana )
Konsepsi kebijakan penanggulangan kejahatan yang integral mengandung
konsekuensi bahwa segala usaha yang rasional untuk menanggulangi kejahatan harus
merupakan satu kesatuan yang terpadu. Ini berarti kebijakan untuk menanggulangi
kejahatan dengan menggunakan sanksi pidana, harus pula dipadukan dengan usaha-
usaha lain yang bersifat non penal. Dengan demikian dilihat dari sudut politik
kriminal, keseluruhan kegiatan preventif yang non penal itu sebenarnya mempunyai
kedudukan yang sangat strategis. Usaha non penal memegang posisi kunci yang
diintensifkan dan diefektifkan. Kegagalan dalam menggarap posisi strategis itu justru
akan berakibat fatal bagi usaha penanggulangan kejahatan. Oleh karena itu suatu
kebijakan kriminil harus dapat mengintegrasikan dan mengharmoniskan seluruh

17
Andri Laksana Winjaya,Upaya Kepolisian Dalam Mengatasi Tindak Kejahatan,Jurnal Pembaharuan Hukum
Volume 1 Nomor 3 Desember 2014,hlm.304.
kegiatan preventif yang non penal itu ke dalam suatu sistem kegiatan negara yang
teratur dan terpadu.18

18
Andri Laksana Winjaya,Ibid,hlm.309.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kejahatan merupakan salah satu indikasi dari pada banyaknya konflik-konflik yang
terjadi dalam masyarakat, semakin banyak terjadinya konflik kepentingan-kepentingan
semakin banyak pula terjadi formulasi terhadap perilaku yang dianggap jahat atau
menyimpang. Setiap perilaku yang jahat tidak pernah jauh dari kata modus, pelaku
yang melakukan kejahatan pasti telah mengantongi yang namanya modus, seperti
kasus yang tela penulis angkat saat ini yaitu dengan modus pelaku meminta uang
keamanan kepada para korban tetapi korban tidak mau memberikannya lalu para
pelaku pun memukuli korban.
Upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi hambatan penganiayaan yang
mengakibatkan hilangnnya nyawa seseorang ini dengan penanggulangan secara
represif adalah upaya yang dilakukan aparat penegak hukum, berupa penjatuhan atau
pemberian pidana kepada pelaku kejahatan. Dalam hal ini dilakukan oleh kepolisian,
kejaksaan pengadilan dan lembaga permasyarakatan, dengan cara preventif upaya ini
adalah upaya yang sangat dibutuhkan karena upaya ini lebih mendekatkan dengan
kegiatan yang positif salah satunya adalah dengan perbanyak beribadah bergabung di
suatu organisasi yang positif sering mengikuti penyuluhan hukum yang di berikan oleh
pihak-pihak terkait
DAFTAR PUSTAKA

Abintoro. (2013). Kriminologi dan Hukum Pidana. Yogyakarta: Lasbang Grafika.

Alam. (2018). Kriminologi (Suatu Pengantar). Jakarta: Prenamedia.

Ali, C. (1980). Cakrawala Baru Kriminologi. Bandung: Trasito.

Ali, M. (2015). Dasar-dasar Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.

Chazawi, A. (2010). Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Dellyana. (1988). Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta: Liberty.

Fuady, M. (2018). Metode Riset Hukum Pendekatan Teori dan Konsep. Depok: Raja Grafindo
Persada.

Gunadi, I. (2014). Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana. Jakarta: Kencana.

Lamintang. (2012). Delik-delik Khusus Kejahatan Terhadap Nyawa,Tubuh,Dan Kesehatan.


Jakarta: Sinar Grafika.

Marlina. (2009). Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Bandung: Refika Aditama.

Muladi. (1997). Hak Asasi Manusia,Politik dan Sistem Peradilan Pidana. Semarang: Universitas
Diponegoro.

Priyanto, A. (2012). Kriminologi. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Rahmat Soesilo. (1991). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentar


Lengkap Pasal demi Pasal. Bogor: Politeia.

Sadi, M. (2015). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Prenadamedia .

Situmorang, H. (2007). Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidana Penganiayaan Yang
Mengakibatkan Kematian. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Sudarsono. (1992). Kamus Hukum. Jakarta: Rineka Cipta.

Winjaya, A. L. (Desember 2014). Upaya Kepolisian Dalam Mengatasi Tindak Kejahatan. Jurnal
Pembaharuan Hukum, Volume 1 Nomor 3 , 304.

Anda mungkin juga menyukai