Anda di halaman 1dari 19

KRIMINOLOGI

Eny harjati,SH MH
Istilah
Antropologi kriminal ( Asal mula )

Kriminologi ( istilah pertama kali digunakan oleh P.Topinard th.1879 )

Crimen = Kejahatan
Logos = Pengetahuan/ ilmu pengetahuan

ILMU PENGETAHUAN TENTANG KEJAHATAN

TUJUAN MEMPELAJARI KRIMINOLOGI


Secara umum kriminologi bertujuan untuk mempelajari kejahatan
dari berbagai aspek sehingga diharapkan dapat memperoleh
pemahaman mengenai fenomena kejahatan dengan baik
Pengertian DEFINISI isi :

E. Sutherland,
Kriminologi adalah seperangkat pengetahuan yang memandang kejahatan
sebagai fenomena sosial. Termasuk didalamnya proses pembuatan UU,
pelanggaran UU dan reaksi terhadap pelanggaran UU.

W.A. Bonger ,
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala
kejahatan seluas-luasnya.
Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan karena :
 mempunyai metode tersendiri
 mepunyai sistem
 mempunyai obyektivitas.
 Paul Moedigdo Moeliono
ilmu pengetahuan yang ditunjang oleh
berbagai ilmu yang membahas kejahatan
sebagai masalah manusia.
 Stephen Hurwitz :
bagian dari criminal science yang dengan
penelitian empiris berusaha memberi
gambaran tentang faktor-faktor
kriminalitas ( ethiology of crime )
 Thorsten Sellin :
mempelajari perbuatan-perbuatan yang
melanggar nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat ( conduct norm ) tidak
selalu disebut kejahatan.
Tempat KRIMINOLOGI
KELOMPOK ILMU PENGETAHUAN
Social sciences Humanities, humaniora Natural sciences

KRIMINOLOGI

Skema Saure :

1 2 3

1. ILMU PENGETAHUAN ALAM


2. ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
3. ILMU PENGETAHUAN NORMATIF
4. KRIMINOLOGI
ILMU BANTU Kriminologi

ILMU BANTU
Obyek Forma

KRIMINOLOGI
Obyek Materi

ILMU BANTU

 Ilmu filsafat, ingin mengerti sedalam-dalamnya tentang manusia dan


dunianya (manusia makhluk yang tidak sejajar denngan hewan).
 kriminil Sosiologi, mempelajari faktor sosial yang menyebabkan
timbulnya serta reaksi masyarakat dan akibat kejahatan.
 Antropologi kriminil, mengintroduser sebab-sebab kejahatan
karena kelainan anatomis yang dibawa sejak lahir (seorang penjahat
adalah jenis homosapiens yang dapat ditentukan secara anatomis)
 Psikologi Kriminil, meneliti sebab kejahatan terletak pada
penyimpangan kejiwaan, meneliti relasi watak, penyakit (jiwa) dengan
bentuk kejahatan, serta situasi psikologi yang memotiper tindakan
jahat. Juga meneliti aspek psikis dari para oknum yang terlibat dalam
persidangan ( jaksa, penasehat hukum, hakim, panitera dan lain
sebagainya ).
 Penologi, membahas timbulnya dan pertumbuhan hukuman, arti
hukuman serta faedah hukuman.
 Nauro-pathologi kriminil, ilmu yang meneliti penyimpangan urat
syaraf terhadap timbulnya kejahatan ( ketidak beresan urat syaraf
mendorong berbuat jahat )
 Kriminologi yang dilaksanakan, dapat meliputi Hygiene kriminil yang
meneliti usaha-usaha pencegahan kejahatan, dan politik kriminil
meneliti tindakan-tindakan yang harus diambil terhadap penjahat.
 Kriminalistik, ilmu ini menyidiki teknik berbuat jahat serta pengusutan
penjahat. Dalam ilmu terpadu ilmu jiwa kriminal, kimia, grapologi.
Aliran Pemikiran dalam Kriminologi :

 Kriminologi Klasik

 Kriminologi Positivis

 Kriminologi Kritis
 Kriminologi Klasik :
Aliran pemikiran ini mendasarkan pada pandangan bahwa intelegensi
dan rasionalitas merupakan ciri fundamental manusia dan menjadi
dasar bagi penjelasan prilaku manusia, baik yang bersifat perorangan
maupun masyarakat. Intelegensi membuat manusia mampu
mengarahkan dirinya sendiri, dalam arti dia adalah penguasa dari
nasibnya, makhluk yang mampu memahami dirinya dan bertindak untuk
mencapai kepentingan dan kehendaknya.
Dalam pemikiran ini, kejahatan dipandang sebagai hasil pilihan bebas
dari individu dalam menilai untung ruginya melakukan kejahatan.
Kejahatan didefinisikan sebagai setiap pelanggaran terhadap perbuatan
yang dilarang undang-undang pidana, penjahat adalah setiap orang
yang melakukan kejahatan.
Dalam hubungan dengan ini tugas Kriminologi adalah untuk membuat
pola dan menguji sistem hukuman yang dapat meminimalkan terjadinya
kejahatan. Dengan demikian mengarahkan pada persoalan penjeraan,
baik yang bersifat teoritis maupun yang bersifat studi empirik dalam
mengukur seberapa jauh perbedaan dalam isi undang-undang atau
pelaksanaan hukuman mempengaruhi terjadinya kejahatan. Termasuk
dalam lingkup ini adalah Penologi.
 Kriminologi Positive :
Aliran pemikiran ini bertolak pada pandangan bahwa perilaku manusia
ditentukan oleh faktor-faktor di luar kontrolnya, baik yang berupa faktor
biologik maupun kultural. Ini berarti bahwa manusia bukan makhluk yang
bebas untuk menuruti dorongan keinginan dan intelegensinya, akan tetapi
makhluk yang dibatasi atau ditentukan perangkat biologiknya dan situasi
kulturnya.
Aliran pemikiran positive ini menghasilkan dua pandangan yang berbeda
yaitu determinis biologik yang menganggap bahwa organisasi sosial
berkembang sebagai hasil individu dan perilakunya dipahami dan diterima
sebagai pencerminan umum dari warisan biologik. Sebaliknya
determinisme kultural menganggap bahwa perilaku manusia dalam segala
aspeknya selalu berkaitan dan mencerminkan ciri-ciri dunia sosio kultural
yang melingkupinya. Dunia kultural secara relatif tidak tergantung pada
dunia biologik. Dengan demikian biologi bukan penghasil kultur, begitu
juga penjelasan biologik tidak mendasari fenomena kultural.
Tugas kriminologi adalah menganalisis sebab-sebab perilaku kejahatan
melalui studi ilmiah terhadap ciri-ciri penjahat dari aspek fisik, sosial, dan
kultural. Karena itu dasar sesungguhnya dari positivisme dalam kriminologi
adalah konsep tentang sebab kejahatan yang banyak (multiple factor
causation), yakni faktor-faktor yang alami atau yang dibawa manusia dan
dunianya, yang sebagian bersifat biologik dan sebagian karena pengaruh
lingkungan.
 Kriminologi Kritis :
Aliran pemikiran kritis tidak berusaha menjawab pertanyaan apakah perilaku
manusia itu bebas atau ditentukan, akan tetapi lebih mengarahkan pada mempelajari
proses-proses manusia dalam membangun dunianya di mana dia hidup. Kriminologi
kritis bukan sekedar mempelajari perilaku dari orang-orang yang didefinisikan
sebagai kejahatan, akan tetapi juga dari perilaku dari agen-agen kontrol sosial
(aparat penegak hukum), di samping mempertanyakan dijadikannya tindakan-
tindakan tertentu sebagai kejahatan.
Tugas kriminologi kritis adalah menganalisis proses-proses bagaimana cap jahat
tersebut diterapkan terhadap tindakan dan orang-orang tertentu. Pendekatan kritis
ini secara relatif dapat dibedakan antara pendekatan “iteraksionis” dan “konflik”.
Pendekatan interaksionis berusaha untuk menentukan mengapa tindakan-tindakan
dan orang-orang tertentu didefinisikan sebagai kriminal di masyarakat tertentu
dengan cara mempelajari “persepsi” makna kejahatan yang dimiliki masyarakat yang
bersangkutan. Sedang menurut kriminologi konflik, orang berbeda karena memiliki
perbedaan kekuasaan dalam mempengaruhi perbuatannya dan bekerjanya hukum.
Secara umum mereka yang mempunyai tingkat kekuasaan yang lebih besar
mempunyai kedudukan yang lebih baik (menguntungkan) dalam mendefinisikan
perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai dan kepentingannya
sebagai kejahatan. Semakin besar kekuasaan yang dimilkinya seseorang atau
kelompok orang-orang, semakin kecil kemungkinannya untuk dijadikannya sebagai
kejahatan, dan begitu pula sebaliknya.

Dari pendekatan konflik ini, pada tahun 1970-an muncul apa yang disebut sebagai
“kriminologi Marxis” yang dalam penjelasannya mendasarkan pada konsep rulling
class, dan dalam perkembangannya banyak yang menentangkannya.
Social Welfare policy

SOCIAL TUJUAN
POLICY Social Defence
Policy
Penal
Criminal Policy
Non Penal

KRIMINOLOGI
( Hukum Pidana Empirik )

Memberikan :
 Pemahaman sosiologi terhadap kejahatan
 Proses pembentukan hukum
 Penegakkan hukum pidana dalam
 Kerangka penanggulangan kejahatan di masyarakat.
ARTI KRIMINOLOGI BAGI HUKUM PIDANA

KRIMINOLOGI

Kriminalisasi Dekriminalisasi

UNDANG-UNDANG PIDANA

H.Mannheim : terdapat berbagai bentuk perbuatan anti sosial yang tidak dijadikan tindak
pidana dan banyak diantara yang seharusnya tdk boleh dijadikan tindak pidana karena tiga alasan :

1. Bahwa efisiensi dlm menjalankan UU Pidana banyak tergantung pada adanya


dukungan dari masyarakat luas, sehingga hrs diselidiki apakah tentang yang
bersangkutan itu ada sikap yang sama dalam masyarakat.
2. Sekalipun ada sikap yang sama, maka harus diselidiki pula apakah tingkah laku
yang bersangkutan merupakan tingkah laku yang penindakannya secara teknis
sangat sulit atau tidak. Sebab apabila ini terjadi, akan menimbulkan manipulasi
dalam pelaksanaannya.
3. Perlu diingat pula apakah tingkah laku yang bersangkutan sebenarnya
merupakan sesuatu yang tidak sesuai untuk dijadikan obyek hukum pidana,
artinya apakah nantinya tdk terlalu banyak mencampuri kehidupan pribadi dari
individu.
RUANG LINGKUP KRIMINOLOGI
Menurut Sutherland, kriminologi ada tiga bagian utama yaitu :
o Etiologi kriminil, yaitu usaha secara ilmiah untuk mencari sebab-
sebab kejahatan
o Penologi, yaitu pengetahuan yang mempelajari tentang sejarah lahirnya
hukuman, perkembangannya serta arti dan faedahnya.
o Sosiologi hukum (pidana), yaitu analisis ilmiah terhadap kondisi-kondisi
yang mempengaruhi perkembangan hukum pidana.

OBYEK STUDI KRIMINOLOGI


Secara garis besar kriminologi mempelajari :
 KEJAHATAN yaitu perbuatan yang disebut sebagai kejahatan.

Meskipun kriminologi terutama mempelajari perbuatan-perbuatan yang


oleh undang-undang dinyatakan sebagai tindak pidana, namun
perkembangan kriminologi setelah tahun 1960-an khususnya studi
sosiologis terhadap perundang-undangan pidana telah menyadarkan bahwa
dijadikannya perbuatan tertentu sebagai kejahatan (tindak pidana) tidak
semata-mata dipengaruhi oleh besar kecilnya kerugian yang
ditimbulkannya atau karena bersifat amoral, melainkan lebih dipengaruhi
oleh kepentingan-kepentingan (politik).
Sebagai akibatnya kriminologi memperluas studinya terhadap perbuatan-
perbuatan yang dipandang merugikan masyarakat luas. Konggres ke-5
tentang “Pencegahan Kejahatan dan Pembinaan Pelanggar Hukum” yang
diselenggarakan oleh PBB pd bulan September 1975 di Jenewa
memberikan rekomendasi dengan memperluas pengertian kejahatan
seperti :
 Illegal abuses of economic power => pelanggaran terhadap perburuhan, penipuan
konsumen, lingkungan, perdagangan, pajak dll.
 Illegal abuses of public power => pelanggaran HAM, penyalahgunaan wewenang
alat penguasa dll.

 PELAKU yaitu orang yang melakukan kejahatan, disebut “PENJAHAT”


Studi ini biasanya dilakukan oleh kriminologi positivis dengan tujuan mencari
sebab-sebab orang melakukan kejahatan dengan cara mencari pada ciri-ciri
biologiknya (determinis biologik) dan aspek kultural (determinis kultural).
Keberatan yang utama terhadap kriminologi positivis ini adalah bahwa bukan
saja asumsi dasar tersebut tidak pernah terbukti, akan tetapi juga karena
kejahatan adalah Kontruksi Sosial, Perbuatan tertentu diperlakukan sebagai
kejahatan karena perbuatan tersebut “ditunjuk” sebagai kejahatan oleh
masyarakat, masuk dalam hal ini adalah :
 Kejahatan White-collar => dari kelompok atau lapisan sosial tertentu.
 Viktimologi => peranan korban terhadap timbulnya kejahatan.
 Kejahatan Korporasi => bukan dilakukan manusia tapi korporasi ( badan hukum).
 REAKSI MASYARAKAT TERHADAP KEJAHATAN & PELAKU

Studi mengenai reaksi masyarakat terhadap “Kejahatan” bertujuan untuk


mempelajari pandangan serta tanggapan masyarakat terhadap perbuatan-
perbuatan atau gejala yang timbul di masyarakat yang dipandang sebagai
merugikan atau membahayakan masyarakat luas, akan tetapi UU belum
mengaturnya. Berdasarkan studi ini bisa dihasilkan apa yang disebut sebagai
kriminalisasi, dekriminalisasi atau depenalisasi.

Studi mengenai reaksi masyarakat terhadap pelaku (penjahat) bertujuan


untuk mempelajari pandangan-pandangan dan tindakan-tindakan masyarakat
terhadap pelaku kejahatan. Bidang ini khususnya dipelajari oleh Penologi.

Dengan perkembangan kriminologi setelah tahun 1960-an, yaitu sebagai


pengaruh berkembangnya perspektif labelling dan kriminologi kritis, studi
mengenai reaksi masyarakat ini terutama diarahkan untuk mempelajari
proses bekerjanya (dan pembuatan) hukum, khususnya bekerjanya aparat
penegak hukum.
PENGERTIAN KEJAHATAN :
 E.H. Sutherland :
perilaku yang dilarang negara karena merupakan perbuatan yang
merugikan dan terhadap perbuatan itu negara bereaksi dengan hukuman
sebagai upaya pamungkas.

 W.A. Bonger :
Perbuatan yang sangat anti sosial yang memperoleh tantangan dengan
sadar dari negara berupa pemberian penderitaan (hukuman maupun
tindakan).

PENGERTIAN POKOK

KEJAHATAN

Yuridis Sosiologis Kriminologis


Perbuatan yang Perbuatan yang Kejahatan dari segi
bertentangan/melanga bertentangan/melanggar yuridis dan sosiologis
r dengan ketentuan dengan norma-norma yang
UU yang berlaku berlaku di masyarakat
SEJARAH PENGERTIAN KEJAHATAN

Kejahatan dipandang sbg persoalan Kejahatan hanya untuk Pengkhianatan


pribadi atau keluarga, tdk ada campur kepada raja ~ Kejahatan pd individu
tangan penguasa terhadap kejahatan masih menjadi urusan pribadi ~
(konsep pembalasan) kemudian kejahatan menjadi urusan
raja (sekarang : Negara).

Akhir abad 19 (mazhab positif) ~


Konsep kejahatan yang non hukum ~ Pada abad 18 (mazhab klasik) :
mengartikan kejahatan sebagai Kejahatan sbg perbuatan melanggar UU
perbuatan yang melanggar hukum – “nullum crimen sine lege” ~ sbg reaksi
alam (natural law) ~ pelopor atas ketidakpastian hukum dan
C.Lombroso. ketidakailan serta kesewenang-
wenangan penguasa pada waktu itu

E.Durkheim, pakar sosiologi menyatakan bahwa kejahatan bukan saja


normal, dalam arti tidak ada masyarakat tanpa kejahatan ~ kejahatan
merupakan sesuatu yang diperlukan, sebab ciri setiap masyarakat adalah
“Dinamis”, dan perbuatan yang telah menggerakkan masyarakat tersebut
pada mulanya seringkali disebut sebagai kejahatan, misalnya dengan
dijatuhkannya hukuman mati terhadap Socrates dan Glileo-galilea atas buah
pikirannya. ~ kejahatan bukanlah fenomena alamiah, melainkan sosial dan
historis.

Anda mungkin juga menyukai