Anda di halaman 1dari 9

REVIEW BUKU : ALIRAN DAN TEORI DALAM KRIMINOLOGI

PENULIS : DR. INDAH SRI UTARI, SH, M. HUM

NAMA : SAMUEL CHRISTIAN PARDEDE

NIM : 180902035

KEJAHATAN DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI

Kriminologi adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan


kejahatan. Pertama kali istilah kriminologi digunakan oleh Raffaele Garofalo pada tahun 1885
denga nama criminologia.

Kriminologi (berasal dari bahasa Latin crimen; yunani- logia) yang menunjuk pada studi
ilmiah tentang sifat, tingkat, penyebab, dan 23 pengendalian perilaku kriminal baik yang terdapat
dalam diri individu maupun dalam kehidupan social, budaya, politik, dan ekonomi. Dengan demikian,
cakupan studi krimonologi, tidak hanya menyangkut kejahatan, tapi juga meliputi bentuk, penyebab,
konsekuensi dari kejahatan serta reaksi sosial terhadapnya, termasuk reaksi lewat peraturan
perundangan dan kebijakan-kebijakan pemerintah di berbagai bidang.

Aliran dalam kriminologi

Yang dimaksud dengan aliran disini adalah cara pandang (kerangka acuan, paradigm,
perspektif) yang digunakan oleh para kriminolog dalam melihat, menafsirkan, menanggapi,
dan menjelaskan fenomena kejahatan

Ada Tiga pendekatan dalam upaya mempelajari kejahatan. Pertama pendekatan


deskriptif, yakni pendekatan dengan cara melakukan observasi dan pengumpulan data yang
berkaitan dengan fakta-fakta tentang kejahatan dan pelaku kejahatan seperti bentuk tingkah
laku criminal, bagaimana kejahatan dilakukan, frekuensi kejahatan pada waktu dan tempat
yang berbeda, ciri-ciri khas pelaku kejahatan, seperti usia, jenis kelamin dan sebagainya,
serta perkembangan karir seorang pelaku kejahatan. Kedua, pendekatan sebab-akibat.
Dalam pendekatan seba-akibat, fakta-fakta yang terdapat dalam masyarakat dapat
ditafsirkan untuk mengetahui sebab-musabab kejahatan, baik dalam kasus yang bersifat
individual maupun yang bersifat umum. Ketiga, pendekatan secara normatif.
Perbedaan-perbedaan aliran pemikiran/paradigma dalam kriminologi Secara umum
aliran dalam kriminologi dapat dilihat dari 2 pendekatan yaitu :

 pendekatan demonologik/spiristik

Pendekatan Spiritistik berdasar pada adanya kekuasaan lain/spirit (roh).


Unsur utama yang terdapat dalam pendekatan Spiritistik ini adalah sifatnya yang
melalui dunia empirik (tidak terikat oleh batasan-batasan kebendaan/fisik, dan
beroperasi dalam cara-cara yang bukan menjadi subjek dari kontrol atau
pengetahuan manusia yang terbatas).

 pendekatan naturalistic
pendekatan Naturalistik sendiri, yaitu penjelasan yang diberikan didalamnya lebih
terperinci dan bersifat khusus, serta melihat dari segi objek dan kejadian-kejadian
dunia dalam lingkuo kebendaan dan fisik. Pendekatan naturalistik dibagi menjadi :
1. Aliran klasik

Aliran klasik merupakan label umum untuk kelompok pemikir tentang kejahatan dan
hukuman pada abad 18 dan awal abad 19. Anggota paling menonjol dari kelompok pemikir tersebut
antara lain Cesare Beccaria dan Jeremy Bentham. Dua pemikir ini mempunyai gagasan yang sama,
bahwa perilaku kriminal bersumber dari sifat dasar manusia sebagai mahkluk hedonistic sekaligus
rasional. Hedonistik, karena manusia cenderung bertindak demi kepentingan diri sendiri. Sedangkan
rasional, karena mampu memperhitungkan untung rugi dari perbuatan tersebut bagi dirinya menurut
aliran klasik ini, seorang individu tidak hanya hedonis tetapi juga rasional, dan dengan demikian
selalu mengkalkulasi untung rugi dari setiap perbuatannya termasuk jika melakukan kejahatan.
Ciri-ciri landasan kriminologi klasik dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Manusia dilahirkan dengan kehendak bebas (free will) untuk menentukan pilihannya
sendiri.
2. Manusia memiliki hak asasi di antaranya hak untuk hidup, kebebasan serta memiliki
kekayaan.
3. Pemerintah Negara dibentuk untuk melindungi hak-hak tersebut dan muncul sebagai hasil
perjanjian sosial antara yang diperintah dan yang memerintah.
4. Setiap warga Negara henya menyerahkan sebagian dari hak asasinya kepada Negara
sepanjang diperlukan oleh Negara untuk mengatur masyarakat dan demi kepentingan
sebagian terbesar dari masyarakat.
5. Kejahatan merupakan pelanggaran terhadap perjanjian sosial. Oleh karena itu, kejahatan
merupakan kejahatan moral.
6. Hukuman hanya dibenarkan selama hukuman itu ditujukan untuk memelihara perjanjian
sosial. Oleh karena itu tujuan hukuman adalah untuk mencegah kejahatan pada kemudian
hari.
7. Setiap orang dianggap sama di muka hukum. Oleh karena itu, seharusnya setiap orang
diperlakukan sama.

Aliran ini mengakui bahwa manusia memiliki akal disertai dengan kehendak bebas
untuk menentukan pilihannya. Akan tetapi, aliran ini berpendapat bahwa kehendak bebas
tersebut tidak terlepas dari pengaruh lingkungan. Secara singkat aliran ini berpengang teguh
pada factor lingkungan, yang dikuasai oleh hukum sebab akibat. Karena pengaruh lingkungan
tersebut, orang dapat membedakan 2 faktor. Pertama, factor linngkungan yang interen dan
humoral (berperikemmanusiaan dan netral), yaitu mengenai sistem syaraf sentral. Kedua,
yang ekstern (luar), yaitu mengenai lingkungan individu.
Dalam pandangan aliran kriminologi klasik, manusia dianggap mempunyai kemampuan
untuk memilih mana yang baik dan mana yang jahat. Pemikiran klasik ini mendasarkan
pandangannya bahwa intelegensi dan rasionalitas merupakan ciri fundamental manusia dan
menjadi dasar bagi penjelasan perilaku manusia, baik yang bersifat perorangan maupun yang
bersifat kelompok. Intelegensi mampu mengarahkan dirinya sendiri, dalam arti manusia
adalah penguasa dalam dirinya, nasibnya, pemimpin dari jiwanya, makhluk yang mampu
bertindak bagi dirinya dan bertindak untuk mencapai kepentingan dan kehendaknya. 

Kejahatan didefinisikan sebagai setiap pelanggaran terhadap perbuatan yang dilarang


undang-undang pidana, penjahat adalah setiap orang yang melakukan kejahatan. Kejahatan
dipandang sebagai hasil pilihan bebas dari individu dan menilai untung ruginya melakukan
kejahatan. Oleh Karena itu tanggapan yang diberikan oleh masyarakat terhadap hal ini adalah
dengan meningkatkan kerugian yang harus di bayar dan menurunkan keuntungan yang
diperoleh dari kejahatan agar orang-orang tidak memilih untuk melakukan kejahatan.
2. Aliran neo-klasik

Aliran Positif Aliran modern atau aliran positif mucul pada abad ke-19 yang bertitik tolak
pada faham determinisme tentang manusia. Faham ini menggantikan doktrin kebebasan
berkehendak (the doctrine of free will). Bagi aliran positif, manusia dipandang tidak
mempunyai kebebasan berkehendak, tetapi dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal
manusia itu sendiri.

Teori Born Criminal dilandasi oleh teori evolusi dari Darwin. Dengan teorinya tersebut
Lambrosso membantah mengenai “free will” yang menjadi dasar aliran klasik dan
mengajukan konsep determinisme. Yakni :

1) penjahat adalah orang yang memiliki bakat jahat;

2) bakat jahat tersebut diperoleh dari kelahiran (born criminal);

3) bakat jahat dapat dilihat dari cirri-ciri biologis (atavistic stigmata)

Neo-klasik ini dasarnya tetap, yaitu bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai rasio,
yang berkehendak bebas dan yang karenanya bertanggungjawabatas perbuatan-perbuatannya,
dan yang dapat dikontrol oleh karena ketakutannya terhadap hukuman

Ciri dari aliran neo-klasik :

 Adanya perubahan pada doktrin kehendak bebas


 Pengakuan untuk memperhatikan keadaan-keadaan lingkungan atau mental dari si
individu
 Memungkinkan perlunakan hukuman menjadi sebagian saja (contoh :
pertanggungjawaban pidana individu hanya menjadi sebagian apabila orang tersebut
mengalami “kedunguan” yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan niat seseorang
dalam melakukan kejahatan)
 Dimasukannya keterangan ahli dalam acara pengadilan untuk menentukan besarnya
tanggungjawab terdakwa ( contoh: keterangan ahli dibutuhkan untuk meneliti apakah
terdakwa mampu memilih antara yang benar dan yang salah)

Tampak dari ciri diatas bahwa teori-teori klasik dan teori-teori neo klasik menggambarkan
ditinggalkannya kekuatan yang super natural sebagai prinsip untuk menjelaskannya dan
membimbing terbentuknya dan pelaksanaan hukum pidana. Dan dengan demikian aliran-
aliran tersebut menunjukan permulaan pendekatan yg naturalistik terhadap prilaku manusia
yang lebih tepatnya digambarkan penambahan atau perluasan dalam ilmu kriminologi.

Dari aliran ini juga yang mulai menjadi perantara untuk meninggalkan penggunaan pemikiran
yang hedonistis, sehingga ini menjadi titik awal timbulnya aliran positif yang digagas oleh
Lombrosso dan pengikutnya

3. Aliran positif
Aliran neo klasik mempunyai basis pemikiran yang sama dengan aliran klasik, yakni kepercayaan
pada kebebasan pada kebebasan berkehendak manusia. Doktrin dasarnya sama dengan aliran klasik,
yakni bahwa manusia adalah mahkluk mempunya rasio, berkehendak bebas karenanya
bertanggungjawab atas perbuatan-perbuatannya. Meski demikian, terdapat sejumlah revisi yang
dilakukan terhadap inti ajaran aliran klasik.

Perubahan-perubahan tersebut antara lain:

1. Perubahan pada doktrin kehendak bebas. Bagi aliran neo klasik, dalam melakukan suatu
perbuatan jahat, pelaku tidak hanya ditentukan free-will semata, tetapi juga dipengaruhi oleh:

a. Patologi, ketidakmampuan untuk bertindak, sakit jiwa atau lain-lain keadaan yang
mencegah seseorang untuk memperlakukan kehendak bebasnya.

b. Premeditasi, niat yang dijadikan ukuran dari kebebasan kehendak, akan tetapi hal
iniberkaitan dengan hal-hal yang aneh (irrasional). Sebab, jika benar maka pelaku
tindak pidana baru (untuk pertama kali) harus dianggap lebih bebas untuk memilih
daripada residivis yang terkait oleh kebiasaan-kebiasaannya, oleh karena itu harus
dihukum lebih berat.

2. Pengakuan adanya keadaan-keadaan atau keadaan mental dari individu.

3. Perubahan doktrin tanggungjawab sempurna yang mendasari pembalasan dalam aliran


klasik. Bagi pemikir neo klasik, kesalahan tidak boleh ditimpahkan sepenuhnya kepada
pelaku. Sebab, bias saja seorang melakukan kejahatan karena factor lain seperti kegilaan,
kedunguan, usia dan lain-lain keadaan yang mempengaruhi “pengetahuan dan niat” pada
waktu seseorang melakukan kejahatan.

4. Dimasukkan keterangan ahli dalam dalam acara pengadilan untuk menentukan besar
tanggungjawab, apakah si terdakwa mampu memilih antara yang benar dan yang salah

Aliran positif melihat kejahatan secara empiris dengan menggunakan metode ilmiah untuk
mengonfirmasi fakta-fakta dilapangan dalam kaitannya dengan terjadinya kejahatan. Aliran
ini beralaskan paham determinisme yang menyatakan bahwa seeorang melakukan kejahatan
bukan berdasarkan kehendaknya karena manusia tidak mempunyai kehendak bebas dan
dibatasi oleh berbagai factor, baik watak pribadinya, factor biologis, maupun factor
lingkungan.
Oleh karena itu pelaku kejahatan tidak dapat dipersalahkan dan dipidana, melainkan harus
diberikan perlakuan (treatment) untuk re-sosialisasi dan perbaikan pelaku. Gerber dan
McAnany menyatakan bahwa munculnya aliran treatment dalam ilmu pemidanaan sejalan
dengan gerakan reformasi penjara. Melalui pendekatan kemanusiaan, maka paham ini melihat
bahwa sistem pemidanaan pada masa lampau menyebabkan tidak adanya kepastian
seseorang. 
Jadi aliran ini menolak pandangan adanya pembalasan berdasarkan kesalahan yang subjektif.
Aliran positif melihat kejahatan bukan dari sudut pandang perbuatannya, melainkan
pelakunya sendiri yang harus dilihat dan didekati secara nyata dan persuasive. Tujuan
pendekatan pada pelaku ini adlah untuk memengaruhi pelaku kejahatan secara positif
sepanjang masih dapat dibina dan diperbaiki.

Metode treatment sebagai pengganti pemidanaan sebagai mana yang dipelopori oleh aliran
positif, menjadikan pendekatan secara medis menjadi model yang digemari dalam penologi
dan kriminologi. Pengamatan mengenai bahaya sosial yang potensial dan perlindungan sosial
menjadi standar dalam menjustifikasi suatu perbuatan, dari pada pertanggungjawaban moral
dan keadilan.
Perbaikan terhadap pelakuu kejahatan merupakan gelombang besar dari gerakan koformis
yang dipengaruhi oleh tuntutan humanism dan menggunakan pendekatan keilmuwan dalam
ilmu pemidanaan yang lebih konstruktif dari pada penghukum. Sebagian besar dari argument
ini adalah penentangan terhadap pidanan mati, pidana penjara dan bentuk-bentuk lain dari
pemidanaan dalam kepustakaan penjara singkat. Aliran ini secara tegas menyatakan bahwa
pmidanaan (publishment) bertentangan dengan perbaikan (rehabilitation).

4. Aliran kritis
Kriminologi kritis berpendapat bahwa fenomena kejahatan sebagai konstruksi sosial,
artinya manakala masyarakat mendefiniskan tindakan tertentu sebagai kejahatan, maka
orang-orang tertentu memenuhi batasan sebagai kejahatan. Ini berarti bahwa kejahatan dan
penjahat bukanlah fenomena yang berdiri sendiri yang dapat diidentifikasikan dan dipelajari
secara obyektif oleh ilmuwan sosial, sebab dia ada hanya karena hal itu dinyatakan oleh
masyarakat. Oleh karenanya kriminologi kritis mempelajari proses-proses di mana kumpulan
tertentu dari orang-orang dan tindakan-tindakan ditunjuk sebagai kriminal pada waktu dan
tempat tertentu. Kriminologi kritis bukan sekedar mempelajari perilaku dari orang-orang
yang didefinisikan sebagai kejahatan, akan tetapi juga perilaku dari agen-agen kontrol sosial
tertentu sebagai kejahatan.

Dekatan kritis ini secara relatif dapat dibedakan antara pendekatan “interaksionis” dan
“konflik”. Pendekatan interaksionis berusaha untuk menetukan mengapa tindakan-tindkan
dan orang-orang tertentu didefinisikan sebagai kriminal oleh masyarakat tertentu dengan
cara mempelajari persepsi makna kejahatan yang dimiliki oleh agen kontrol sosial dan orng-
orang yang diberi baatsan sebagai penjahat. Di samping itu juga dipelajari makna proses
sosial yang dimiliki kelompok yang bersangkutan dalam mendefinisikan seseorang sebagai
penjahat.
Aliran ini mengatakan bahwa tingkat kejahatan dan cirri-ciri pelaku terutama ditentukan ole
bagaimana undang-undang disusun dan di jalankan.

Tugas kriminologi kritis adalah menganalis proses-proses bagaimana cap jahat tersebut
diterapkan terhadap tindakan dan orang-orang tertentu.
Pendekatan kritis ini dibedakan menjadi pendekatan interaksionis dan konflik. Pedekatan
interaksionis menentukan mengapa tindakan dan orang tertentu didefisinikan sebagai
criminal di masyarakat tertentu dengan cara mempelajari persepsi makna kejahatan yang
dimiliki masyarakat yang bersangkuutan. Pendekatan kriminologi konflik mengatakan
bahwa orang berbeda karena memilki perbedaan kekuasaan dalam mempengaruhi
perbuatannya dan bekerjanya hokum dan mengasumsikan bahwa manusia merupakan
makhluk yang terlibat kelompok kumpulannya.

Dalam kriminologi juga dikenal sejumlah teori yang dapat dipergunakan untuk
menganalisis permasalahan-permasalahanyang berkaitan dengan kejahatan atau penyebab
kejahatan. Dalam teori-teori tersebut adalah teori Asosiasi Diferensial, teori Anomi, teori
Subkul-tur, teori Label, teori Konflik, teori control dan sebagainya. Diantara penjelasan dari
teori tersebut adalah:

1. Teori Diferential Association


Teori ini dikemukakan oleh Edwin H. Sutherland :
Terdapat dua versi asosiasi diferensial. Versi pertama terdapat dalam buku Principle of
Criminology edisi ketiga. Dalam karya tersebut perhatian Sutherland tertuju pada konflik
budaya (cultural conflict), keberantakan social (social disorganization), serta diferensial
association. Itulah sebabnya, ia menurunkan tiga pokok soal sebagai intisari teorinya:

 Any can be trained to adopt and follow any pattern of behavior which he is able to
execute. (tiap orang menerima dan mengikuti pola-pola perilaku yang dapat
dilaksanakan).
 Failure to follow a prescribed pattern of behavior is due to the inconsistencies and lack
of harmony in the influences which direct the individual. (kegagalan mengikuti suatu
pola tingkah laku yang seharusnya akan menimbulkan inkonsistensi dan
ketidakharmonisan).
 The conflict of culture is therefore the fundamental principle in the explanation of
crime. (konflik budaya merupakan prinsip dasar dalam menjelaskan kejahatan).

2. Teori Anomie
Teori anomi pertama kali diperkenalkan oleh Emile Durkheim . Kemudian dalam buku
The Division of Labor in society (1893) Durkheim mempergutakan istilah anomie untuk
mendeskripsikan keadaan “deregulation” di dalam masyarakat yang diartikan sebagai
tidak ditaatinya aturan-aturan yang terdapat pada masyarakat sehingga orang tidak tahu
apa yang diharapakan dari orang lain dan keadaan ini menyebabkan deviasi.
Teori ini tidak lepas dari konspesi Durkheim tentang manusia, yang menurutnya ditandai
oleh tiga hal, yakni :
 Manusia merupakan mahluk sosial (man is social animal);
 Eksistensinya sebagai mahluk sosial (human being is a social animal);
 Manusia cenderung hidup dalam masyarakat dan keberadaannya sangat
tergantung pada masyarakat tersebut sebagai koloni (tending to live in colonies,
and his/her survival dependent upon moral conextions)

3. Teori konflik
Teori ini lebih menekankan pada pola kejahatan dan mencoba untuk memeriksa atau
meniliti pembentukan hukum dan penerapan hukum pidana. Berbeda dengan teori
konflik, teori labeling kurang berorientasi pada masalah politik.

Paling sedikit ada empat asumsi dasar teori konflik yang umum diakui;
 Konflik merupakan hal yang bersifat alamiah dalam masyarakat
 Masyarakat cenderung mengalami perubahan. Dalam setiap perubahan peranan
kekuasaan terhadap kelompok masyarakat lain terus terjadi
 Selalu ada kompetisi dalam terjadinya perubahan
 Dalam kompetisi itu, penggunaan kekuasaan hukum dan penegakan hukum selalu
menjadi alat dan mempunyai peranan penting dalam masyarakat.

4. Teori tempat kejahatan dan teori aktivitas rutin

Teori ini menunjukkan bahwa kejahatan tidak akan muncul pada setiap masalah sosial
yang ada namun kejahatan akan muncul andaikata masalah sosial tertentu mempunyai
kekuatan dan mendorong aspek-aspek kriminogen. Teori Stark tentang tempat kejahatan
memberi beberapa penjelasan tentang mengapa kejahatan terus berkembang sejalan dengan
perubahan/perkembangan didalam populasi. Para ahli yang mengkaji tradisi disorganisasi
sosial sudah sejak lama memusatkan perhatian pada tiga aspek korelatif kejahatan ekologi,
yaitu kemiskinan, heterogenitas kesukuan, dan mobilitas permukiman.
Tetapi aspek korelatif tersebut, saat ini, sudah diperluas lagi untuk menguji dampak
dari faktor tambahan seperti keluarga, single-parent, urbanisasi, dan kepadatan struktural.
Stark memberlakukan lima variabel yang diyakini dapat mempengaruhi tingkat kejahatan di
dalam masyarakat, yakni kepadatan, kemiskinan, pemakaian fasilitas secara bersama,
pondokan sementara, dan kerusakan yang tidak terpelihara.

Konsep Kejahatan Abstrak dan Nyata :

 Kejahatan abstrak merupakan bentuk kejahatan yang mana pelaku dan tindak
kejahatannya tidak dapat diidentifikasi secara jelas. Disatu sisi identitas pelaku
kejahatan merupakan unknown identity/akun palsu ( tidak diketahui )
Contoh : Cyber Crime , kejahatan menggunakan media social
yang mengatas namakan akun palsu atau yang tidak diketahui identitasnya.
Misalnya menyebar hoax ataupun melakukan tindak pencemaran nama baik
terhadap perseorangan ataupun instansi dengan akun media social yang tidak
jelas atau tidak diketahui identitasnya.

 Kejahatan nyata merupakan bentuk kejahatan yang dimana pelaku dan tindak
kejahatannya dapat diidentifikasi dengan jelas.
Contoh : Pembunuhan, penipuan,

Variabel tersebut dihubungkan empat variable lainnya, yakni moral sinisme diantara
warga, kesempatan melakukan kejahatan dan kejahatan meningkat, motivasi untuk
melakukan kejahatan yang meningkat, dan hilangnya mekanisme control sosial. Teori
aktivitas rutin menjelaskan bahwa pola viktimisasi sangat terkait dengan ekologi sosial.studi
yang dilakukan menunjukkan secara jelas hubungan antara pelaku kejahatan, korban, dan
sistem penjagaan.

Inti dari semua pembahasan tentang teori kriminologi adalah bagaimana mempelajari
sebab-musabab terjadinya suatu kejahatan dan bagaimana dampaknya terhadap masyarakat.

REFERENSI :

Indah Sri Utari, Aliran dan Teori dalam KRIMINOLOGI, Thafa Media,
Semarang: 2012.

Anda mungkin juga menyukai