Anda di halaman 1dari 10

SINERGITAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PRAKERJA

Rika Rialni Has, Akbar Ferdiansyah, Iga Puspita Affriliana, Tasya Mia Amilya
Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dn Ilmu Politik, Universitas Brawijaya

Pendahuluan
Angka pengangguran yang kian meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk di Indonesia ini bukanlah masalah yang dapat dianggap remeh. Melihat kondisi di
lapangan yang padat penduduk serta minimnya lapangan pekerjaan membuat masalah
tingginya angka pengangguran ini menjadi sangat krusial untuk segera ditangani. Menurut
Faturochman, dkk (dalam Bachtiar, 2013), jika jumlah penduduk yang ada sekarang
dibiarkan tanpa adanya sistem kendali yang bagus (population explosion), pembangunan
tidak bisa dijalankan karena daya dukung sumber alam terbatas. Dengan begitu,
meningkatnya tenaga kerja tanpa dibarengi pengendalian yang tepat justru sering kali
menjadi persoalan ekonomi yang bahkan sulit untuk diselesaikan oleh pemerintah. Sebagai
akibat dari kurangnya pekerjaan dan sebagai dampak dari meningkatnya jumlah penduduk
yang ada, sehingga tidak semua tenaga kerja terserap secara penuh, maka konsekuensinya
terciptalah pengangguran. Berdasarkan data yang dirilis (BPS 2020), disebutkan bahwa
jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2020 mencapai 137,91 juta orang, dengan
ini bertambah sekitar 4,35 juta orang (3,26%) dibanding Agustus 2019 sebesar 133,56 juta
orang. Sedangkan jumlah pengangguran terbuka pada Februari 2020 mencapai 6,88 juta
orang, berkurang sekitar 170 ribu orang jika dibandingkan keadaan Agustus 2019 (7,05 juta
orang), dan bertambah 60 ribu orang jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2019 (6,82
juta orang) (BPS, 2020). Mengutip dari laporan Doing Bussiness di Indonesia, World Bank
dan IFC (2012) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor utama yang menjadi hambatan
penyerapan tenaga kerja di Indonesia, yaitu kurangnya tenaga kerja terdidik, infrastruktur
yang buruk dan kerangka kebijakan yang berbelit-belit. Hal tersebut juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Purna et.al. dalam Soleh (2017), rendahnya penyerapan tenaga
kerja terjadi karena Link and Match (keterkaitan dan kecocokan) antara dunia pendidikan dan
dunia usaha belum berjalan dengan baik dan masih banyak permasalahan-permasalahan yang
lainnya. Adanya beban pemerintah untuk menekan angka penganguran serta pengoptimalan
angakatan kerja tersebut semakin diperparah dengan hadirnya pandemi Covid-19 pada awal
maret 2020 lalu.
Untuk mengatasi permasalahan pengangguran yang terus menjadi “PR” Pemerintah
ini, beberapa upaya kemudian dikerahan, salah satunya dengan menerbitkan program Kartu
Prakerja. Sebenarnya program ini sudah direncanakan sebelum adanya pandemi, namun
pelaksanaannya harus dipercepat karena untuk membantu mengurangi angka pengangguran
akibat dampak ekonomi dari pandemi Covid-19. Program Kartu Prakerja sendiri merupakan
salah satu janji kampanye Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat Pilpres 2019 lalu. Beliau
menjanjikan pengangguran bisa mendapatkan insentif dan diberikan pelatihan secara gratis
bersertifikat sebagai upaya untuk menekan angka pengangguran. Akan tetapi, sejak pertama
kali dibuka pendaftarannya pada 11 April 2020 lalu, kehadiran Kartu Prakerja 2020 ini justru
menuai polemik di masyarakat. Kebijakan tersebut kemudian tidak berhentinya menjadi
sorotan publik, bahkan program tersebut memunculkan banyak peredebatan hingga dituding
hanya sebagai program bagi-bagi dana kepada pengangguran. Oleh karena itu, berdasarkan
uraian latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya, maka dibuatnya tulisan ini akan
menganalisis kepada proses implementasi kebijakan publik pada program Kartu Prakerja
2020 di Indonesia.

Pembahasan
Banyaknya pro dan kontra seputar kinerja pemerintahan selama ini acap kali melahirkan
berbagai paradigma dari khalayak umum. Hal ini tentu menjadi catatan sepanjang masa untuk
menjadikan birokrasi ini semakin baik. Adapun ciri-ciri birokrasi yang harus dikembangkan
pada masa pemerintahan sekarang ini ialah (Thoha, 1996) :
1. Pemerintah katalis yang lebih berfungsi sebagai fasilitator, bukan lagi sebagai
implementator.
2. Pemerintah sinergis yang mampu melihat kelemahan sendiri dan kebaikan.
3. Pihak lain dan kemudian mengupayakan perbaikan yang lebih kompreshensif dan
produktif.
4. Pemerintah dari satu masyarakat yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat
bukan hanya untuk mengatur saja.
5. Pemerintah yang kompetitif yang mampu meng-energized semangat kompetitif dalam
pelayanan publik.1
Dari kelima point diatas, program Kartu Prakerja dirasa sudah paling layak dalam
pembawaannya di Indonesia. Program Kartu Prakerja sendiri ialah program pengembangan

1
Firman, “Membangun Inovasi Birokrasi Melalui Teknologi Informasi Dan Komunikasi (TIK)” Jurnal
Transformative, Vol.1 No.2, 2020, Hal 136.
kompetensi kerja dan kewirausahaan yang ditujukan untuk pencari kerja, termasuk
pekerja/buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja(PHK) atau pekerja/buruh yang
membutuhkan peningkatan kompetensi bahkan hingga pelaku usaha mikro dan kecil.
Program ini dirancang sebagai sebuah produk yang dikemas sedemikian rupa agar
memberikan nilai bagi pengguna sekaligus memberikan nilai bagi sektor swasta2.
Sebagai informasi tambahan, dengan menggunakan fokus analisis implementasi
kebijakan menurut perspektif Edwards III (1984: 9-10), terdapat empat faktor sebagai sumber
masalah sekaligus prakondisi bagi keberhasilan proses implementasi, yakni :
- Komunikasi, dalam awal penyusunan kartu pra kerja ini sesuai yang tertulis pada
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2020 menganggarkan rata-rata senilai Rp 5 juta,
namun karena adanya Covid-19 maka dipotong senilai Rp 1 juta. Kemudian dari pusat
diturunkan kepada pemegang mandat yaitu birokrasi. Dengan tujuan kebiajkan yaitu
rakyat angkatan kerja yang telah memenuhi syarat.
- Sumber daya, berikutnya disebut sebagai sekumpulan orang yang terlibat dalam
proses pengimplementasian program kerja ini, seperti pemerintah, tender yang
mengampu hingga para penerima Kartu Prakerja. Pandangan Edward III (dalam
Subarsono, 2011: 90-92), meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas
dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk
melaksanakan, maka implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut
dapat berwujud sumber daya manusia, misalnya kompetensi implementor dan sumber
daya finansial. Dalam hal ini, sumber daya merupakan variabel penting dalam
implementasi kebijakan. Menurut pandangan Edwards (dalam Budi Winarno, 2008:
181) sumber-sumber penting tersebut meliputi, staff yang memadai serta keahlian-
keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-
fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usul-usul di atas kertas guna
melaksanakan pelayanan-pelayanan publik. Sehingga dalam proses implementasi
Program Prakerja ini pihak implementor atau pemerintah terkait harus benar-benar
memperhatikan lapangan karena menurut pandangan teori ini lebih cenderung bersifat
dinamis menyesuaikan keadaan aktor dan faktor dilapangan. Dalam praktiknya
program Prakerja walaupun sudah alih fungsi dari untuk meningkatkan kualitas dan
keterampilan masyarakat menjadi pemberdayaan pekerja yang terdampak. Akan tetapi
hal tersebut masih kurang tepat sehingga implementor harus lebih memlihat kondisi

2
https://www.prakerja.go.id/tentang-kami, diakses pada tanggal 23 Desember 2020
lapangan yang mana warga ataupun pekerja terdampak lebih membutuhkan bantuan
yang riil daripada pelatihan keterampilan (online).
- Di dalam kecenderungan tingkah laku atau Disposisi terkait Kartu Prakerja,
pemerintah telah bekerja sama dengan mitra platform untuk menyukseskan program
ini berjumlah 8 mitra yakni Tokopedia, Ruangguru, Bukalapak, HarukaEdu,
Sekolah.mu, PijarMahir, MauBelajarApa, dan Sisnaker, ditambah 4 mitra sebagai
penyedia dompet atau jalan masuknya transaksi selama program kartu prakerja
dilakukan yakni BNI, OVO, Gopay dan Linkaja sebagai penyedia 3. Akan tetapi,
disinyalir penunjukkan mitra kerja tersebut dianggap tidak transparan dalam
pemilihan provider yakni telah dipilih secara langsung tanpa adanya lelang tender
diidentifikasi membawa stigma adanya kepentingan yang terjadi untuk
menguntungkan para mitra platform yang terpilih sebagai partner kerjasama dari
program kartu prakerja diduga melanggar Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang
Pengadaan Barang dan Jasa, sebab menunjuk langsung mitra dalam proyek yang
dinilai lebih dari Rp. 200 juta4. Setelah itu, pernyataan bahwa adanya kepentingan
dibantahkan karena pemerintah mengatakan prosedur dalam deal kerjasama dengan
mitra telah sesuai dengan landasan hukum. Selain itu, terdapat kontroversi lainnya
didalam prakerja yakni adanya keterlibatan hubungan antara Belva sebagai staf
khusus millineal Jokowi dengan mitra kerja Ruangguru. Digadang ada keterkaitan
didalamnya Belva mengambil langkah untuk mengundurkan diri. Namun persoalan
tersebut menuai berbagai anggapan bahwa Belva disebut melanggar peraturan
memiliki konflik kepentingan sebagaimana telah dilarang sesuai dengan UU No. 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme, pun juga berbagai pasal dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan5. Sejalan dengan hal tersebut, Panji sebagai Direktur
Komunikasi Pelaksana Prakerja menuturkan bahwa terjadinya hal tersebut didorong
karena sistem yang diterapkan masih semi manual dan butuh waktu lama dalam
penyelesaian transaksi kepada lembaga pelatihan6. Hal tersebut mengalami
3
Wahyu Nurhadian, Implementasi Kebijakan Program Kartu Prakerja Di Tengah Pandemi Covid-19, Universitas
Padjajaran, Hlm. 6
4
Andrian Pratama, “Tirto.id: Polemik Prakerja, Ruangguru Dan Belva Yang Belum Selesai”
https://tirto.id/polemik-prakerja-jokowi-ruangguru-belva-yang-belum-selesai-eVig (Diakses pada 23 Desember
2020,Pukul 20.50)
5
Ibid
6
Cantika Adinda, “ CncbIndo: Peserta Kartu Prakerja Gelombang 3 Sudah Dipilih, Kamu Bukan?”
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20200512085903-37-157773/peserta-kartu-prakerja-gelombang-3-
sudah-dipilih-kamu-bukan (Diakses pada 22 Desember 2020, Pukul 14.38)
kontroversi yang ditimbulkan karena kerap dianggap bahwa kartu prakerja belum
maksimal dan siap ditekankan dalam proses pelaksanaannya.
- Struktur organisasi termasuk tata aliran kerja birokrasi yang akan dibahas meliputi
kinerja para aktor public maupun private dalam proses penyelenggaraan Kartu
Prakerja ini. Dilansir dari nasional.tempo, Bhima Yudhistira selaku Peneliti dari
Institute for Development Economics and Finance (INDEF) ini mengkaji bahwasanya
program Kartu Prakerja dinilai cacat kelembagaan. Selain Project Management
Office (PMO) yang tidak pasti, prosedur pengawasan terhadap program ini pun
diragukan. Semestinya Program Kebijakan Prakerja ini dikendalikan oleh
Kementerian Tenaga Kerja serta diawasi oleh Komisi IX DPR. Bukan dibawah
naungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang tidak memiliki mitra
kerja Komisi DPR. Anggapannya, pengawasan publik dilemahkan. Berikutnya dalam
Rapat Bersama Kantor Staf Kepresidenan (KSP) bersama Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah (LKPP), Badan Pengawas Keuangan
Pembangunan (BPKP) dan Badan Pelaksana Kartu Prakerja yang diadakan
beberapa bulan lalu di Istana Kepresidenan (dalam ksp.go.id) dilakukan sebagai
upaya untuk mendorong tata kelola pemerintahan yang baik, transparan dan akuntabel
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia
(Perppu)No. 1 tahun 2020.

Berikutnya perihal faktor-faktor diatas yang terjalin pada Kartu Prakerja ini sebenarnya
sudah dibentuk dan sudah diprediksikan sedemikian rupa, namun nahasnya terjadi pandemi
yang dialami oleh seluruh negara di dunia termasuk Indonesia ini pun membawa dampak
berubahnya sistem pelatihan dalam pelaksanaan kartu prakerja yang memakan anggaran
hingga Rp. 20 Triliun tersebut. Akibatnya, hal ini terlanjur dinilai kontroversi dan dianggap
tidak relevan dengan bentuk penyalurannya yakni hanya berupa pelatihan dengan
menggunakan media berupa konten dalam bentuk online.
Sejalan dengan musabab diatas, Presiden Republik Indonesia yakni Bapak Joko Widodo
atau akrabnya dipanggil Jokowi ini mengutarakan untuk terlebih dahulu memprioritaskan
pekerja yang di rumahkan atau korban Pemutusan Hubungan Kerja(PHK)7. Selain itu, hal
tersebut mendapat kritikan dari salah satu pengamat Institute for Development of Economics
and Finance (INDEF) yakni Enny Hartanti yang beranggapan bahwa tidak ada negara

7
Hana Adi, “IdnTimes: Mengurai Polemik Program Kartu Prakerja Jokowi”,
https://www.idntimes.com/business/economy/hana-adi-perdana-1/mengurai-polemik-program-kartu-
prakerja-andalan-jokowi/5 (Diakses pada 21 Desember 2020, P ukul 09.34)
manapun yang menyelenggarakan pelatihan kerja secara online. Kalaupun jika ada, pelatihan
yang diselenggarakan secara online tesebut hanya sebatas otodidak saja8. Tidak berhenti
disitu, Kritikan lainnya pun terus dilayangkan seperti halnya anggapan keefektivitasan dan
kebergunaan anggaran pelatihan kartu prakerja yang lebih baik dialokasikan untuk
penanganan Pandemi Covid semisal dengan cara memberikan bantuan langsung tunai.
Sejalan dengan perihal tersebut, Pitter menyatakan bahwa memang kartu Prakerja banyak
kelemahan tapi bukan berarti jadi alasan untuk mengkritisi Bantuan Langsung Tunai (BLT)
untuk pekerja bergaji di bawah Rp 5.000.000,-9. Masih dalam disposisi dalam Strukur
Birokrasi sebagaimana yang terdapat pada point penting Edward III sebelumnya, kritikan
juga dilontarkan oleh salah satu anggota Fraksi Demokrat yakni Hinca Panjaitan yang menilai
kartu prakerja memiliki indeks rawan dalam penyelewengan anggaran dengan meraup
keuntungan yang cukup besar untuk dilakukan. Ia pun menerangkan bahwa Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) pernah menaksir keuntungan kartu prakerja hingga mencapai 20 persen dari
anggaran10. Terlebih lagi pada kenyataanya, upaya untuk memprioritaskan seseorang yang
menjadi imbas dari adanya pandemi ini dinilai belum optimal. Padahal sebelumnya, para
peserta program kerja ini sering kali mengalami kesulitan berupa kendala untuk mengakses
program tersebut. Lagi-lagi, ihwal tersebut akhirnya menuai kontroversi yang dikarenakan
tidak jelasnya sasaran yang terjadi karena kebutuhan keadaan yang telah berbeda. Adanya
kelemahan dalam pengaksesan serta tidak transparannya alur verifikasi dan juga penerimaan
peserta di setiap gelombang tersebut dinilai belum siap untuk mempersiapkan segala macam
keadaan kedepan yang dirasa mengkhawatirkan.
Selanjutnya, efektifitas dalam pengimplementasiannya juga perlu dipertanyakan sebab
sistem dari konten tersebut dikhawatirkan akan menghasilkan kecurangan yang menjadi dasar
untuk memudahkan pencairan insentif dalam mendapat sertifikat hingga rentan adanya
pemalsuan dokumen. Terlihat pada tahap gelombang ke-1 yang menuai berbagai macam
polemik seperti permasalahan teknis yang tak kunjung usai. Pertanggal 17 April 2020 lalu,
beberapa pelamar mengaku kecewa dengan sistem yang mengalami error padahal calon
peserta sudah memiliki ekspektasi lebih terhadapnya. Tak ayal, wujud pengimplementasian
8
Jawahir Gustav, “Kompas.com: Kritik Kartu Prakerja, Muncul Prakerja.org Yang Berikan Pelatihan Daring
Gratis https://www.kompas.com/tren/read/2020/05/17/080034465/kritik-kartu-prakerja-muncul-prakerjaorg-
yang-berikan-pelatihan-daring?page=all (Diakses pada 20 Desember 2020, Pukul 19.22)
9
Dinda, “CNN: Setelah Beri BLT Pekerja, Jokowi Perlu Revisi Kartu Prakerja”
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200827064857-532-539735/setelah-beri-blt-pekerja-jokowi-
perlu-revisi-kartu-prakerja (Diakses pada 19 Desember 2020, Pukul 23.50)
10
Adnan Reza, “JawaPos: Sebulan Pelaksanaan Program Kartu Prakerja”
https://www.jawapos.com/nasional/11/05/2020/sebulan-pelaksanaan-program-kartu-prakerja/ (Diakses
pada 21 Desember 2020, Pukul 15.16)
yang terjadi di Program Kartu Prakerja sudah melewati berbagai tahap revisi, kini dana yang
didapatkan Program Semi Bansos dari Pelatihan sebelumnya pun sudah dialihkan menjadi
Bantuan Langsung Tunai dengan besaran Rp. 600.000,-/bulan selama 4 bulan dan difokuskan
untuk korban PHK.
Kemudian, dalam pengimplementasian pada gelombang kedua yang digalakkan masih
terdapat persoalan utama diantaranya hambatan teknis akibat lemahnya sistem yang terjadi
karena lonjakan para pendaftar juga sosialisasi kepada peserta mengenai prasyarat yang
belum optimal hingga berpengaruh dengan adanya kesalahan presepsi di lapangan sampai-
sampai terjadi ketidaklolosan dalam tahap verifikasi11. Masih dalam kendala yang tidak jauh
berbeda, adanya penundaan pengumuman gelombang ketiga dari jadwal yang telah
ditentukan disinyalir karena terdapat persoalan belum begitu matang, seperti masalah backlog
pembayaran tagihan biaya pelatihan kepada lembaga pelatihan. Pada tahapan gelombang
keempat pun sempat berhenti. Untungnya, program tersebut dibuka lagi pada bulan agustus
dengan pembaharuan sistem melalui dua arah untuk pendaftaran yaitu secara daring dan
luring, sehingga dirasanya proses evaluasi sebelumnya telah terkonsep secara matang.
Pada akhirmya, semua yang terjadi dalam proses implementasi Kartu Prakerja ini
berlandaskan akuntabilitas sesuai dengan lahirnya Perpres Nomor 76 Tahun 2020 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan
Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja. Sehingga kedepannya Pemerintah
diharapkan untuk meninjau kembali apa yang seharusnya menjadi tujuan utama atau orientasi
dalam proses keberlangsungan program kartu prakerja ini seperti halnya terus berkaca pada
tiap gelombang yang usai berjalan hingga pengubahan sasaran yang terjadi pun harus
dilakukan secara tepat.

Kesimpulan
Jumlah pengangguran di Indonesia semakin meningkat tajam seiring dengan adanya
pandemic Covid-19 yang juga melanda negara ini. Adanya kebijakan Kartu Pra Kerja ini
diharapkan dapat membantu para angkatan kerja untuk meningkatkan skill mereka ketika
sudah siap untuk terjun ke lapangan kerja. Penggunaan perspektif Edwards III dirasa tepat

11
Mutia Fauzia, “ Kompas: Gelombang II, 288.154 Orang Lolos Jadi Peserta Kartu Prakerja”
https://money.kompas.com/read/2020/04/28/160000526/gelombang-ii-288.154-orang-lolos-jadi-peserta-
kartu-prakerja (Diakses pada 22 Desember 2020, Pukul 12.15)
untuk mengkaji kebijakan ini karena menggunakan pendekatan masalah dengan
mempertanyakan faktor pendukung sekaligus penghambat keberhasilan implementasi. Kedua
faktor tersebut didukung dengan Program Kartu Prakerja yang mempunyai unsur
sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Oleh karena itu, dalam pelaksaannya harus benar-
benar dibawah kendali pengawasan, sebab jika terdapat hambatan maka seharusnya langsung
dilakukan evaluasi sehingga dapat tercipta implementasi kebijakan yang optimal kedepannya.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik 2020. Publikasi Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Februari 2020.
https://bps.go.id.
World Bank IFC 2012. Doing Bussines di Indonesia 2012. Membandingkan kebijakan usaha
di 20 kota dan 183 perekonomian.
Soleh, A. (2017). Masalah ketenagakerjaan dan pengangguran di Indonesia. Jurnal Ilmiah
Cano Ekonomos, 6(2), 83-92.
Bachtiar, R. (2013). Implementasi Kebijakan Pengendalian Pertumbuhan Dan Peningkatan
Kualitas Penduduk Di Tulungagung Ditinjau Dari Teori Brinkerhoff Dan Crosby.
Jurnal Administrasi Publik, 1(4), 184-193.
Firman, F. (2020). Membangun Inovasi Birokrasi Melalui Teknologi Informasi Dan
Komunikasi (TIK). Jurnal Transformative, 1(2), 134-146.
Nurhadian, W. (2020). Implementasi Kebijakan Program Kartu Prakerja Di Tengah Pandemi
Covid-19. Universitas Padjajaran. Hlm. 6
https://www.prakerja.go.id/tentang-kami diakses pada 23 Desember 2020
Adi, H. (2020). “IdnTimes: Mengurai Polemik Program Kartu Prakerja Jokowi”. Dilansir dari
https://www.idntimes.com/business/economy/hana-adi-perdana-1/mengurai-polemik
program-kartu-prakerja-andalan-jokowi/5
Gustav, J. (2020). “Kompas.com: Kritik Kartu Prakerja, Muncul Prakerja.org Yang Berikan
Pelatihan Daring Gratis. Dilansir dari
https://www.kompas.com/tren/read/2020/05/17/080034465/kritik-kartu-prakerja
muncul-prakerjaorg-yang-berikan-pelatihan-daring?page=all

Dinda. (2020). “CNN: Setelah Beri BLT Pekerja, Jokowi Perlu Revisi Kartu
Prakerja”,.Dilansir dari https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200827064857
532-539735/setelah-beri blt-pekerja-jokowi-perlu-revisi-kartu-prakerja

Reza, A. (2020). “JawaPos: Sebulan Pelaksanaan Program Kartu Prakerja”. Dilansir dari
https://www.jawapos.com/nasional/11/05/2020/sebulan-pelaksanaan-program-kartu
prakerja/

(PDF) IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM KARTU PRAKERJA DI TENGAH


PANDEMI COVID-19. Available from:
https://www.researchgate.net/publication/343360571_IMPLEMENTASI_KEBIJAK
N_PROGRAM_KARTU_PRAKERJA_DI_TENGAH_PANDEMI_COVID-19
[accessed Dec 23 2020].

Wahyu Nurhadian, Implementasi Kebijakan Program Kartu Prakerja Di Tengah Pandemi


Covid-19, Universitas Padjajaran, Hlm. 6
Andrian Pratama, “Tirto.id: Polemik Prakerja, Ruangguru Dan Belva Yang Belum Selesai”
https://tirto.id/polemik-prakerja-jokowi-ruangguru-belva-yang-belum-selesai-eVig
(Diakses pada 23 Desember 2020,Pukul 20.50)
Adnan Reza, “JawaPos: Sebulan Pelaksanaan Program Kartu Prakerja”
https://www.jawapos.com/nasional/11/05/2020/sebulan-pelaksanaan-program-kartu
prakerja/ (Diakses pada 21 Desember 2020, Pukul 15.16)
Cantika Adinda, “ CNBCIndo: Peserta Kartu Prakerja Gelombang 3 Sudah Dipilih, Kamu
Bukan?” https://www.cnbcindonesia.com/tech/20200512085903-37-157773/peserta
kartu-prakerja-gelombang-3-sudah-dipilih-kamu-bukan (Diakses pada 22 Desember
2020, Pukul 14.38)

Anda mungkin juga menyukai