Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI


DI BIDANG PEMERINTAHAN

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 7:

PROGRAM TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNIK
UNVERSITAS MUHAMMADIYAH PARE PARE
2023
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ditemukannya sejuhlam identitas ganda yang dimiliki sejumlah teroris dan


anggota masyarakat yang sempat diperiksa kepolisian, pemalsuan paspor
oleh para penjahat kerah putih, serta kasus surat "peringatan" dari
Direktorat Pajak belum lama ini yang ternyata banyak salah sasaran
memiliki benang merah yang sama. Hal-hal tersebut menghangatkan
kembali diskursus tentang buruknya tata kependudukan di Indonesia.

Berbagai anomali administrasi itu mengindikasikan tidak adanya


kesungguhan dalam merapikan data kependudukan yang sesungguhnya
sangat penting. Data yang ada ternyata tidak akurat, tidak relevan, dan
tidak diintegrasikan oleh instansi-instansi terkait. Akibatnya, pada level
pemerintahan, nyaris tidak ada manfaatsama sekali yang bisa diperoleh
dari data kependudukan tersebut. Pada saat yang sama masyarakat
sudah kadung memandang sinis bahwa surat-surat kependudukan
bahkan yang paling mendasar sekalipun (Kartu Keluarga, Kartu Tanda
Penduduk, dan Surat Izin Mengemudi) dianggap sebagai sesuatu yang
kegunanaannya tidak lebih dari "sekedar jaga-jaga saat ada insfeksi".

Problem-problem diatas, dapat teratasi lewat pembangunan tata


pemerintahan, termasuk kependudukan, berbasis elektronik (electronic
based government, e-government). Secara pragmatis, e-government
dapat meningkatkan efisiensi sekaligus menekan praktek penyimpangan
administrasi negara. Lebih mendasar lagi,dari kaca mata politik
demokrasi, melalui tiga kerangka kerjanya, yang terdiri atas e-government
consultation, dan e-decision- making, komitmen dan
keberhasilanpemerintah suatu negara, dalam menyelenggarakan
e- government dapat dijadikan indikator kesediaan pemerintah tersebut
dalam berbagi informas dan pengetahuan dengan warganya. Secara lebih
mendalam departemen instansi pemerintah dalam mempersiapkan visidan
misi kebijaka teknologi informasi, lebih melihat pada faktor equity
(menjadikan teknologi informasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan
bagi penggunaan umum)Dibandingkan dengan keempat faktoryang
lainnya yaitu demokratisasi, transparansi, akuntabilitas dan globalisasi.
Untuk mencapai target penerapan teknologi informasi yang efektif perlu
diadakan komputerisasi pemerintahan atau e-government dan sumber
daya manusia dan pendidikan. Alasannya karena penerapan teknologi
informasi akan menjadi optimal apabila Am/pengetahuan para pemakai
atau pengguna jasa teknologi benar-benar memahami teknologi sehingga
sasaran penerapan teknologi informasi tercapai.

B. Rumusan masalah

1. Perlu adanya persiapan sumber daya manusia dan teknologi informasi.

2. Pelayanan informasi publik.

3. Pengadaan teknologi informasi

C. Tulisan ini bertujuan untuk:

1. Para pembaca lebih memahami tentang teknologi informasi.

2. Pembaca mengetyahui manfaat teknologi informasi

3. Pembaca mengetahui sejauh mana tingkat kemajuan pemerintah


Indonesia dalam bidang
BAB II

1. E-Government dan Kesiapan Indonesia

Kendati e-Government diyakini andalpenelitian yang dilakukan


Perserikatan Bangsa- Bangsa terhadap 21 instansi pelayanan publik
nasional di 919 negara (pada 2003) menemukan bahwa pembangunan e-
government bukanlah perkara penyediaan perangkat teknologi semata.
Masalahyang lebih kompleks justru berkutata pada penyiapan sumber
daya manusia, yakni para pengguna (anggota masyarakat) dan penyedia
sekaligus pengolah informasi (instansi pelayanan publik)

Dari sisi pengguna syarat paling mendasar bagi keberhasilan teknologi


informasi, komunikasi yang signifikan dikalangan masyarakatLebih luas
lagi information Cociety Comission (2003) menyebutkan bahwa kesiapan
e-government dapat diantimasi berdasarkan posisi atau suatu negara
pada Human Development Index (HDU)Menjadikan HDI sebagai dasar
untuk mengukur kesiapan Indonesia dalam ber e-government tampaknya
menghasilkan gambaran yang tidak begitu menggembirakan. Meskipun
menunjukkan peningkatan pada sejumlah indikator kesejahteraan
manusia, posisi Indonesia pada 2004, dibandingkan dengan 2003 hanya
naik satu anak tangga ke peringkat 111 dari sekitar 170 yang ditelitiIni
berarti masih dibutuhkan upaya keras jangka panjang guna memperbaiki
tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia, sebagai persyaratan
langsung bagi e-participation

2. E-Participation Terhadap E-Government

E-participation bermakna sebagai derajat keikutsertaan masyarakat


dalam kedudukannya selaku subyek sekaligus objek e-governmentSubyek
dalam pengertian bahwa masyarakatmerupakan pihakyang memiliki
kesempatan dan inisiatif untuk mempengaruhi pemerintah dalam
perumusan berbagai kebijakan publikDan obyek dengan makna bahwa
kebijakan- kebijakan itu pada gilirannya akan dikenakan pada seluruh
masyarakat juga. Secara simultan e-government juga mengaharuskan
adanya kesediaan dan kepastian generik aparat pelayanan publik dalam
mengelola informasi demi kepentingan para stakeholder. Dimilikinya situs
resmi oleh hampir semua instansi pemerintah pada kenyataannya tidak
disertai oleh pengelolaan yang konsisten terhadap situs-situs tersebutE-
information berkualitas rendah akibat situs yang hanya berisikan informasi
usang. Beragam masukan juga tidak ditanggapi dengan baik, dan segera
yang menyebabkan e-consultation tidak berjalan dengan semestinya.

Saat e-information dan e-consultation tidak terealisasi, e-decision making


lebih parah lagi. Situs tidak berfungsi optimal sebagai media interaktif
antara masyarakat dan para pelayannya. Akibatnya manfaat situs-situs
pelayanan publik itu terhadap proses demokratisasi pun sangat rendah
karena tidak mendorong masyarakat untuk aktif urun rembuk dalam
peningkatan kualitas pelayananserta penyusunan dan perubahan
kebijakan publik.

3. Dampak E-Government

Keberadaan e-government akan berimbas pada dimensi sumber daya


manusia disetiap pelayanan publik. Tidak tertutup kemungkinan akan
meruyaknya kekhawatiran yang disebabkan oleh rasionalisasi jumlah
karyawan. Karyawan yang dinilai tidak memiliki kesediaan dan
kemampuan generik untuk menjalankan e-government akan berhadapan
dengan dua resiko; diberhentikan (retrenchment) atau menjadi pelatihan
dalam rangka membentuk kompetensi lunak (soft compentencies) dan
keterampilan kerjaserta mengintegrasikan diri kedalam struktur informasi
yang baru. Sementara kompetensi lunak berfokus pada mentalitas kerja,
pelatihan keterampilan kerja dipusatkan pada bidang berteknologi
informasi dan komunikasi, manajemen proyek. manajemen perubahan
serta kemampuan membangun kemitraan. Terkait dengan begitu
pentingnya penyiapan para aparat pelayanan publik, Information Society
Commision (2003) menegaskan, kepemimpinan memainkan peran sangat
penting dalam menciptakan atmosfer positif bagi perubahan birokrasi
kantor-kantor pemerintah. Dengan lompatan kuantum kearah
implementasi e-government kita bisa berharap,tata pemerintahan dan
kependudukan di Indonesia akan berlangsung lebih demokratis, efisien,
dan bersih.

4. Dukungan Teknologi Informasi Untuk Pelayanan Publik.

Saat ini informasi yang dapat diakses oleh publik masih amat terbatas
sifatnya, berupa informasi umum mengenai departemen/institusi dan
belum berupa informasi yang berkaitan dengan sistem prosedur atau tata
cara yang berhubungan dengan pelayanan publik. Salah satu yang
menyebabkan keterbatasan ini adalah tidak adanya acuan atau panduan
di tingkat nasional, seperti yang diharapkan oleh sebagian besar
departemen/institusi tersebut dalam bentuk suatu kebijakan yang jelas
untuk menyebarkan informasi atau data secara umum kepada publik.

Di sisi lain sebagian besar departemen/institusi melihat belum mapannya


dukungan infrastruktur dan kurangnya ketersediaan sumber dana dan
sumber daya manusiayang memadai sebagai beberapa kendala yang
harus diatasi sebelum pelayanan publik dengan dukungan teknologi
informasi dapat ditingkatkan.

Dari sisi dampak positif akan penerapan teknologi informasi dalam


pelayanan publik, sebagian besar departemen/institusi lebih
mengharapkan adanya peningkatan kerja organisasinya sendiri dalam
bentuk meningkatnya pelayanan dan efisiensi dari birokrasi, walaupun
sebagian sudah melihat adanya peningkatan dalam aspek transparansi
birokrasi. a. Pengembangan dan riset teknologi informasi
Kegiatan pengembangan yang banyak dilakukan oleh departemen/institusi
pemerintah adalah pengembangan perangkat lunakSedangkan produk
"lokal" yang sering mereka gunakan adalah masih sebatas jasa pelatihan.
Sebagian besar menganggap faktor dana sebagai penghambat utama
dalam pengembangan ini.

Ke depan, mereka mengharapkan dukungan strategi, prioritas dan arah


kebijakan riset dan strategi pengembangan tenaga ahli di bidang teknologi
informasi sebagai bagian dari kebijakan nasional di bidang teknologi
informasi untuk dapat meningkatkan jumlah dan mutu hasil riset di bidang
teknologi informasi.

b. Manajemen dan evaluasi teknologi informasi

Sudah cukup banyak departemen/institusi pemerintah yang sadar akan


perlunya suatu evaluasi investasi teknologi informasi sebagai bahan
untuki membuat rencana ke depan. Namun, belum semuanya melihat dari
kebutuhan evaluasi internal.

Kendala utama yang dirasakan menghambat evaluasi pemanfaatan


teknologi adalah karena hal ini belum menjadi bagian atau keharusan dari
investasi teknologi informasi.

Dalam melakukan evaluasi keberhasilan investasi teknologi


informasimaka departemen/institusi pemerintah menganggap kriteris yang
paling adalah efeksifitas dan kualitas dalam pelayanan kemudian diikuti
oleh produktivitas dan pelayanan organisasi serta pemanfaatan dan
utilisasi teknologi informasi. Sementara faktor efisiensi dalam mengurangi
biaya operasi dan penyelenggaraan dan pengelola korporat (organisasi
perusahaan) yang efektif dan baik masih belum dilihat sebagai kritel yang
penting untuk dievaluasi.

Sementara itu, hampir semua departemen/institusi pemerintah


menganggap peran dan dukungan pimpinan (manajemen puncak) dalam
pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi sebagai faktor
utama yang mempengaruhi keberhasilan investasi di bidang teknologi
informasi.

5. Infrastruktur Teknologi Informasi

Kondisi perangkat keras, sebagian besar departemen/institusi


pemerintah umumnya terdiri dari PC yang tampaknya telah terhubung
dalam suatu jaringan loka lSebagian besar dari instansi ini telah memiliki
hubungan ke internet melalui ISP namun demikian, interkoneksi ke
internet ini masih sederhana, konfigurasinya hal ini terlihat dari kecilnya
jumlah institusi yang menggunakan perangkat Network Security atau
Network Management.

Dari sisi perangkat lunak, sebagian besar departemen/institusi pemerintah


menggunakan aplikasi office automation seperti word processing, di
Database management system dan aplikasi-aplikasi internet, seperti Web
Publishing. Walaupun sebagian besar institusi telah menggunakan
komputer untuk fungsi-fungsi yang umum ininamun demikian masih ada
institusi yang sama sekali belum memanfaatkannya

Dari sisi pengembangan infrastruktur teknologi informasi


departemen/institusi pemerintah masih banyak yang mendapatkan
bantuan pihak luar dalam bentuk konsultasi pengembangan hal ini
mungkin mengindikasikan masih belum memadainya kemampuan internal
dalam merencanakan pengembangan infrastruktur teknologi informasi.
Lebih lanjut, sebagian besar institusi menyatakan pola pengembangan
infrastrukturnya dilakukan secara terencana. Walaupun demikian, cukup
banyak pula yang menyatakan pola pengembangannya disesuaikan
dengan kondisi keuangan departemenDalam hal pengelolaan infrastruktur
tersebut, mereka cukup banyak yang bekerja sama dengan organisasi
pusatnya tampaknya pola "sentralisasi" masih cukup kuat disiniSuatu
bentuk penggunaan informasi secara bersama-sama telah mulai
dilakukan, hal ini tampak dari jawaban cukup banyak
departemen/institusiNamun demikian, kerja sama ini sebagian besar
menghadapi kendalam dalam bentuk integrasi data dan integrasi
aplikasiSalah satu penyebabnya kemungkinan adalah belum
diterapkannya standarisasi.

Dari sisi kebutuhan infrastruktur teknologi informasi untuk jangka pendek,


sebagian besar departemen institusi merasakan kebutuhan akan aplikasi
dan basis data sebagai kebutuhan utama diikuti oleh perangkat
telekomunikasi dan akses jaringan komputer global/nasional serta
integrasi dengan organisasi lain yang terkaitSedangkan dari sisi
proses/prosedurnya, yang perlu mendapatkan perhatian adalah panduan
manajemen dan operasi. a. Hukum dan isu nasional.

Sebagian besar departemen/institusi pemerintah menyadari perlunya


suatu kebijakan kerangka hukum secara nasional dan menyeluruh dengan
pengaturan HAKI dan akses publik sebagai isu-isu menonjol yang
dianggap masih kurang penanganannya. Dari sisi cakupannya, kerangka
hukum nasional dalam bidang teknologi informasi diharapkan mencakup
keseluruhan aspek secara mendasar dan bukan secara persial seperti
penyesuaian atau penambahan dari hukum yang telah ada.

Dari sisi regulasi, sebagian besar menganggap regulasi untuk melindungi


hak cipta mengatasi sengketa dalam transaksi elektronis mendukung
transaksi elektronis dan memberikan hak yang sama terhadap informasi
sebagai bidang-bidang yang mendesak dan belum mendapat perhatian.

Dari sisi penerapan hukum dalam bidang teknologi informasi, pemerintah


diharapkan untuk secepatnya melengkapi produk perangkat hukum baru
yang mengatur teknologi informasi selain itu pemerintah juga diharapkan
meningkatkan kualitas aparat hukum dan memiliki acuan kerangka hukum
teknologi informasi nasional.

Dalam konteks daerah, pemerintah daerah diharapkan dapat membuat


kebijakan sendiri secara penuh tetapi tetap mengacu ke pusat walaupun
ada yang mengharapkan pembagian kebijakan yang jelas antara pusat
dan daerah. Untuk menyelaraskan kebijakan teknologi informasi di pusat
dan daerah ini maka kebijakan nasional harus: Mencakup pemberdayaan
masyarakat di daerah dalam bisang teknologi informasi. Mencakup
pelatihan SDM bidang TI di daerah

Mendorong tanggung jawab dan kerja sama departemen/institusi di pusat


dan daerah dalam pengembangan SDM Kebijakan untuk meningkatkan
pendidikan teknologi informasi di daerah.

6. Peran TI Dalam Good Government

Berkaitan dengan peran teknologi informasi dalam mendukung


penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good government) sebagian
besar departemen/ institusi tampaknya akan memerlukan waktu untuk
mempersiapkan diriHal ini dapat dilihat dari tingkat pemanfaatan teknologi
informasi di sebagian besar departemen/institusi seperti pada kasus-
kasus berikut:

Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baikteknologi


informasi masih dianggap sebagai alat "pengotomasi proses" yang
diharapkan dapat mengurangi proses yang dilakukan secara manual
dibanding sebagai alat yang dapat mengurangi birokrasi. Dalam konteks
partisipasi semua pihak untuk penyusunan kebijakan, teknologi informasi
masih dianggap sebagai alat yang mempermudah pengumpulan informasi
dibanding sebagai alat yang dapat membuka komunikasi dengan pihak
luar seperti publik atau instansi lain.
Dalam konteks keterbukaan (transparansi) internal, teknologi informasi
masih dianggap sebagai sarana penyedia aksesdibanding sebagai
sareana penyediaan informasi yang lebih spesifik seperti latar belakang
suatu kebijakan misalnya.Dalam konteks pelaksanaan suatu kebijakan,
teknologi informasi masih dilihat sebagai sarana untuk mempercepat
pelaporan dibanding sebagai sarana untuk membantu proses monitoring.

Dalam konteks peningkatan kualitas suatu kebi akan teknologi informasi


masih dilihat sebagai sarana untuk memperluas sumber informasi dan
data dibanding sarana yang dapat menciptakan keterbukaan dalam
proses pengambilan keputusan.

Dari sisi evaluasi pemanfaatan teknologi informasi kondisinya dapat


dikatakan memprihatinkan dengan masih adanya beberapa
departemen/institusi yang tidak pernah melakukan audit penerapan
teknologi informasi kalau pun ada sebagian besar pelaksanaannya masih
bersifat ad-hoc. Jika ditelaah lebih lanjut, jenis audit penerapan teknologi
informasi yang sering dilakukan lebih merupakan audit non-finansial
dibanding audit finansialHal ini menunjukkan aspek efektifitas penerapan
teknologi informasi lebih mendapatkan perhatian dibandingkan aspek
efisiensinyaSelain itu, tanggapan departemen/institusi atas keterkaitan
audit manajemen dengan audit teknologi informasi amat rendah, baik
yang menyatakan terkait maupun yang menyatakan tidak terkaitHal ini
perlu diakui lebih lanjut karena tanggapan ini tidak mendukung kesimpulan
sebelumnya, yaitu sebagian besar departemen/institusi menyatakan
adanya keselarasan visi dan misi institusi dengan penerapan teknologi
informasinya.

Seperti halnya pada pemahaman akan tingkat pemanfaatan teknologi


informasi"concern" sebagian besar departemen/institusi pemerintah
dengan adanya kebijakan nasional lebih tertumpu pada adanya aturan
tata cara akses informasi oleh pihak luar/publik dibanding pada adanya
panduan bagaimana departemen/institusi harus menempatkan teknologi
informasi untuk review, monitor dan evaluasi.

Sumber daya manusia dalam bidang teknologi informasi

Ketersediaan SDM dalam bidang teknologi informasi tampaknya menjadi


kendala utama yang dihadapi oleh sebagian besar departemen/institusi
pemerintah. Hal ini besar kemungkinannya berkaitan dengan pola
pengembangan SDM di bidang teknologi informasi yang kurang menarik
minat orang-orang yang berkualitas seperti:

a) masalah dengan gaji dan fasilitas yang kurang memadai,

b) program pengembangan SDM lebih berupa pelatihan internal atau


seminat/workshop dibanding memberikan bea siswa misalnya,

e) cakupan pekerjaan yang sebagian besar berada pada level "operator"


dalam bentuk pemeliharaan data dan aplikasi atau pelatihan pada
pemakai walaupun ada juga yang sampai

pada level "analis" seperti perancangan aplikasi

d) tidak adanya perlakuan khusus baik dalam bentuk insentif maupun


jenjang karier.

Sebagian besar departemen/institusi mengharapkan adanya kebijakan


yang mengatur struktur dan jenjang karir SDM di bidang teknologi
informasi dan juga kebijakan untuk pendidikan teknologi informasi berupa
sertifikasi dan areditasi dalam kebijakan nasional dalam teknologi
informasi.
BAB III

PENUTUP

7. Kesimpulan

Kegiatan pengembangan yang banyak dilakukan oleh


departemen/institusi pemerintah ada. pengembangan perangkat lunak.
Sedangkan produk lokal yang sering mereka gunakan ada masih sebatas
jasa pelatihan. Sebagian besar faktor dana sebagai penghambat utama
dalam pengembangan teknologi informasi. Mereka mengharapkan
dukungan strategi, prioritas dar arah kebijakan riset dan strategi
pengembangan tenaga ahli dididang teknologi informasi sebagai bagian
dari kebijakan nasional dibidang teknologi informasi untuk dapat
meningkatkan jumlah dan mutu hasil riset di bidang mutu teknologi
informasi.

Dalam melakukan evaluasi keberhasilan investasi teknologi informasi,


maka departemen/institusi pemerintah menganggap kriteria yang paling
penting adalah efektifitas dan kualitas dalam pelayanan, kemudian diikuti
oleh produktifitas dan pelayanan organisasi serta pemanfaatan dan
utilisasi teknologi informasiSementara faktor efisiensi dalam mengurangi
biaya operasi dan penyelenggaraan korporat (organisasi perusahaan yang
efektif dan baik masih belum dilihat sebagai kriteria yang paling penting
untuk dievaluasi.

Departemen/institusi pemerintah perlu mendirikan suatu lembaga di


tingkat nasional yang menangani teknologi informasi secara khusus. Yang
berbentuk komisi independen sebatas koordinasi antar departemen dalam
bentuk konsorsium.
DAFTAR PUSTAKA

http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/peran-teknologi-
informasi-di- bidang-pemerintahan

kamang, 2009PERAN TEKNOLOGI INFORMASI DI BIDANG


PEMERINTAHAN.

Jatinagor

Anda mungkin juga menyukai