Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)


MATA KULIAH KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN PUBLIK

OLEH :

NOVITRY PRATIWI
071824353002

PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIJAKAN PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2019
Analisis Pengembangan E-Government dalam Pelayanan Berbasis Aplikasi
Smart Netizen di Desa Buyut Udik Kecamatan Gunung Sugih
Kabupaten Lampung Tengah

ABSTRAK
Pada era revolusi industri keempat yang serba digital saat ini tuntutan
dari masyarakat kepada pemerintah sebagai penyedia dan
penyelenggara pelayanan semakin besar. Akan tetapi keterbatasan
sumber daya seringkali menjadi kendala dalam mewujudkan
pelayanan yang maksimal. Salah satu upaya yang harus dilakukan
oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah
memanfaatkan teknologi informasi yang disebut sebagai e-
government. Untuk itu, e-government dalam organisasi pemerintahan
khususnya pemerintah desa sebagai street level bureaucrat yang
berhadapan langsung dengan masyarakat perlu dikembangkan untuk
memberikan kemudahan pelayanan kepada masyarakat. Fokus dan
tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis e-government
dalam pelayananan publik berbasis aplikasi smart netizen di Desa
Buyut Udik yang berada di Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten
Lampung Tengah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis deskriptif kualitatif dan sumber datanya berasal dari
data primer dan sekunder. Informan dalam penelitian ini terdiri atas 3
jenis yaitu informan kunci, informan utama dan informan pendukung.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa e-government dalam
pelayanan publik berbasis aplikasi smart netizen di Desa Buyut Udik
Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah sudah dapat
dikatakan baik, akan tetapi masih perlu dilakukan perbaikan serta
peningkatan agar pelayanan yang terima oleh masyarakat lebih
maksimal.

Kata kunci : E-government, pelayanan publik, aplikasi smart netizen.

A. Latar Belakang
Tahun 2003 secara global dunia sudah menerapkan prinsip baru dalam
administrasi negara yang disebut dengan new public service. Paradigma ini
menekankan kepada perlunya merevitalisasi kedudukan masyarakat sebagai warga
negara yang mempunyai hak untuk dilayani (Suaedi dan Bintoro, 2010). Pada era

1
revolusi industry 4.0 yang mengarah kepada digitalisasi sistem saat ini, tuntutan
dari masyarakat kepada pemerintah sebagai penyedia dan penyelenggara pelayanan
semakin besar. Dengan adanya tutntutan tersebut menjadikan berbagai fasilitas
pelayanan yang digunakan oleh pemerintah selalu memprioritaskan kepuasan
pelayanan terhadap masyarakat. Akan tetapi, keterbatasan sumber dayanya sering
kali menjadi hambatan untuk mewujudkan pelayanan yang maksimal. Hal ini
berimplikasi pada pemanfaatan teknologi informasi dengan membangun konsep e-
government dalam pelayanan publik pada setiap tingkatan instansi pemerintah
sebagai salah satu upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan
tersebut dan meciptakan masyarakat digital.
E-government merupakan suatu upaya untuk mengembangkan
penyelenggaraan pemerintahan berbasis teknologi informasi sebagai alat bantu
dalam meningkatkan pelayanan publik yang lebih berkualitas. Saat ini, baik instansi
pusat maupun daerah telah banyak yang berinisiatif untuk meningkatkan pelayanan
publik melalui jaringan komunikasi dan informasi berbasis web dan aplikasi. Desa
merupakan organisasi pemerintah yang mendapatkan tugas pembantuan oleh
pemerintah pusat dalam memberikan pelayanan secara langsung kepada
masyarakat. Namun, pelayanan di tingkat desa sampai saat ini masih tergolong
rendah baik secara kualitas maupun kuantitas.
Buruknya praktik governance dalam penyelenggaraan pelayanan publik
sangat dirasakan oleh warga dan masyarakat luas. Ini berarti jika terjadi perubahan
signifikan pada ranah pelayanan public dengan sendirinya dapat dirasakan
manfaatnya secara langsung oleh warga dan masyarakat luas (Dwiyanto, 2014).
Idealnya, e-government dalam organisasi pemerintahan khususnya Pemerintah
Desa sebagai street-level bureaucrat yang berhadapan langsung dengan masyarakat
perlu dikembangkan agar dapat memberikan kemudahan pelayanan dan juga
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengakses layanan yang
terintegritasi, efektif dan efisien.
Desa Buyut Udik merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan
Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah yang telah menerapkan e-government
dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang berbasis pada aplikasi smart netizen

2
yang di fasilitasi oleh Kabupaten Lampung Tengah. Adanya aplikasi smart netizen
dimaksudkan sebagai salah satu upaya pemerintah setempat untuk memberdayakan
masyarakat dan mewujudkan masyarakat yang berbudaya informasi melalui
partisipassi masyarakat dalam pemanfaatan teknologi informasi. Aplikasi smart
netizen juga dapat memberikan kemudahan untuk masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan administrasi desa seperti pembuatan Kartu Keluarga (KK),
Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan lain sebagainya. Dengan adanya aplikasi
tersebut, kini informasi dan pelayanan administrasi publik yang dibutuhkan
masyarakat Desa Buyut Udik dapat di akses kapanpun dan dimanapun.
Dari uraian singkat mengenai pelayanan di Desa Buyut Udik, penulis tertarik
untuk menganalisis bagaimana pengembangan e-government dalam pelayanan
public berbasis aplikasi smart netizen di Desa Buyut Udik dengan menggunakan
tiga elemen sukses pengembangan e-governtment (Indrajit, 2016). Oleh karena itu,
penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan analisis e-government dalam
pelayanan publik berbasis aplikasi di Desa Buyut Udik. Penelitian ini diharapkan
akan memberikan sebuah knowledge baru kepada pembaca bahwa pengembangan
teknologi informasi dalam pelayanan publik merupakan salah satu upaya penting
yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan pelayanan prima,
terintegritas, efektif dan efisien.
Studi yang membahas mengenai peningkatan kualitas pelayanan khususnya
yang berbasis teknologi telah banyak dilakukan. Beberapa diantaranya adalah
pertama studi yang dilakukan oleh Jean dan Anderson yang di dalam jurnalnya
membahas mengenai nilai-nilai dalam e-governence (Twizeyimana & Andersson,
2019). Kedua, studi yang dilakukan oleh Alferd Tat-Kei Ho yang menganalisis
factor-faktor sosial ekonomi dan organisasi yang terkait dengan kemajuan sebuah
kota dalam pengembangan web serta menyoroti tantangan di masa depan dalam
menciptakan kembali pemerintah melalui teknologi informasi (Tat‐Kei Ho, 2002).
Ketiga, studi yang dilakukan oleh Desti Riska Sari yang dalam skripsinya
membahas tentang implementasi pelayanan public berbasis aplikasi smart netizen
di Kabupaten Lampung Tengah, studi pada Desa Buyut Udik (Riska Sari, 2018).
Dan yang keempat, studi yang dilakukan oleh Risnandar dalam jurnalnya

3
membahas mengenai proses penerapan e-government dalam meningkatkan
pelayanan publik pada Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Sulawesi
Tengah (Risnandar, 2014).
Dari beberapa studi terdahulu yang telah disebutkan, dapat dilihat bahwa pada
penelitian pelayanan berbasis aplikasi smart netizen sudah pernah dilakukan oleh
Desti Riska Sari, namun hanya melihat dari segi implementasi. Pada penelitian ini
peneliti akan mencoba menyempurnakan dengan menganalisis permasalahan yang
ada dari segi pengembagan e-government.

B. TEORI
1. E-Government
Menurut Janet Caldow e-government bukanlah sebuah perubahan secara
fundamental yang berjangka pendek pada pemerintahan dan kepemerintahan dan
bukan pula sebagai awal dari permulaan era industrial (Caldow, 2013). Artinya
adalah bahwa e-government merupakan sebuah modernisasi pemanfaatan
teknologi yang secara garis besar bukan sebuah perubahan yang sangat mendasar
di dalam sebuah tata pemerintahan yang dipastikan akan berjalan dalam jangka
Panjang dan bukan pula membuktikan bahwa ini merupakan awal dari sebuah
proses pertumbuhan dan perubahan sosial.
Menurut hasil kajian dan riset dari Harvard JFK School of Government,
untuk menerapkan konsep-konsep digitalisasi pada sektor publik ada tiga elemen
sukses yang harus dimiliki dan diperhatikan sungguh-sungguh. Masing-masing
elemen sukses tersebut adalah Support, Capacity, dan Value (Indrajit, 2016).
1) Support
Elemen pertama dan paling krusial yang harus dimiliki oleh
pemerintah yakni keinginan (intent) dari berbagai kalangan pejabat publik
dan politik untuk benar-benar menerapkan e-government, tidak hanya
sekedar mengikuti trend atau justru menentang inisiatif yang berkaitan
dengan prinsip-prinsip e-government. Tanpa adanya unsur political will
ini, berbagai inisiatif pembangunan dan pengembangan e-government
tidak dapat berjalan dengan lancer. Karena budaya birokrasi cenderung

4
bekerja berdasarkan model manajemen top-down, maka jelas dukungan
implementasi program e-government yang efektif harus dimulai dari para
pimpinan pemerintah yang berada di level tertinggi. Yang dimaksud
dengan dukungan (support) di sini juga bukanlah hanya omongan semata,
akan tetapi lebih jauh lagi dukungan yang diharapkan adalah dalam bentuk
hal-hal sebagai berikut :
 Disepakatinya kerangka e-government sebagai salah satu
kunci sukses negara dalam mencapai visi dan misi bangsanya;
 Dialokasikannya sejumlah sumber daya (manusia, finansial,
tenaga, waktu, informasi dan lain-lain) di setiap tataran
pemerintahan untuk membangun konsep ini dengan semangat
lintas sectoral;
 Dibangun berbagai infrastruktur dan superstruktur pendukung
agar tercipta lingkungan kondusif untuk mengembangkan e-
government (seperti adanya regulasi yang jelas, ditugaskannya
Lembaga-lembaga khusus- misalnya kantor e-envoy sebagai
penanggung jawab utama, disusunnya aturan main kerja sama
dengan swasta dan lain-lain); dan
 Disosialisasikannya konsep e-government secara merata,
kontinyu, konsisten dan menyeluruh kepada seluruh kalangan
birokrat secara khusus dan masyarakat secara umum melalui
berbagai cara kampanye yang simpatik.

2) Capacity
Yang dimaksud dengan elemen kedua ini adalah adanya unsur
kemampuan atau keberdayaan dari pemerintah setempat dalam
mewujudkan “impian” e-government terkait menjadi kenyataan. Ada tiga
yang harus dimiliki oleh pemerintah sehubungan dengan elemen ini, antara
lain :

5
 Ketersediaan sumber daya yang cukup untuk melaksanakan
berbagai inisiatif e-government, terutama yang berkaitan
dengan sumber daya finansial.
 Ketersediaan infrastruktur teknologi informasi yang memadai
karena hal ini merupakan 50% dari kunci keberhasilan
penerapan kosep e-government.
 Ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi
dan keahlian yang dibutuhkan agar penerapan e-government
dapat sesuai dengan asas manfaat yang diharapkan.

3) Value
Elemen pertama dan kedua merupakan dua aspek yang dilihat dari
sisi pemerintah selaku pihak pemberi jasa (supply side). Berbagai inisiatif
e-government tidak akan berguna jika tidak ada pihak yang merasa di
untungkan dengan adanya implementasi konsep tersebut dan dalam hal ini
yang menentukan besar tidaknya manfaat diperoleh dengan adanya e-
government bukanlah kalangan pemerintah melainkan masyarakat dan
mereka yang berkepentingan (demand side). Untuk itulah maka
pemerintah harus benar-benar teliti dalam memilih priioritas jenis aplikasi
e-government apa saja yang harus didahulukan pembangunannya agar
benar-benar memberikan nilai (value) yangs secara signifikan dapat
dirasakan oleh masyarakat.
Perpaduan antara ketiga elemen terpenting di atas akan membentuk sebuah
nexus atau pusat saraf jaringan e-government yang akan menjadi kunci sukses
utama penjamin keberhasilan. Dengan kata lain, pengalaman memperlihatkan
bahwa jika elemen yang menjadi fokus sebuah pemerintah yang berusaha
menerapkan konsep e-governmenti berada diluar area tersebut maka probabilitas
kegagalan proyek tersebut akan tinggi.

2. Pelayanan Publik
Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat
tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi

6
antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh pihak
pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan
konsumen atau pelanggan (Gronroos, 1990).
Menurut Sinambela, pelayanan public diartikan sebagai pemberian
layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang memiliki kepentingan
pada organisasi sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah di tetapkan
(Sinambela, 2010). Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik, dijelaskan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan
atau serangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk
atas barang, jasa dan/atau pelayanan administrative yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik. Adapun asas-asas pelayanan publik yang
tertuang dalam Undang-Undang tersebut meliputi :
1. Kepentingan Umum
2. Kepastian Hukum
3. Kesamaan Hak
4. Keseimbangan Hak dan Kewajiban
5. Keprofesionalan
6. Partisipatif
7. Persamaan Perlakuan/tidak diskriminatif
8. Keterbukaan
9. Akuntabilitas
10. Fasilitas dan Perlakuan Khusus bagi Kelompok Rentan.
11. Ketepatan Waktu
12. Kecepatan, Kemudahan dan Keterjangkauan.

Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan


publik adalah serangkaian proses atau usaha yang dilakukan perorangan maupun
instansi publik untuk mencapai tujuan tertentu atau melaksanakan ketentuan
perundang-undangan.

C. PEMBAHASAN
E-government merupakan upaya dalam mengembangkan penyelenggaraan
kepemerintahan yang berbasis elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan public secara efektif dan efisien (Instruksi Presiden Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-

7
Government, 2003). Melalui pengembangan e-government seperti yang telah
disebutkan maka perlu dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja di
lingkungan pemerintah dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi.
Penerapan e-government dalam pemerintahan merupakan suatu upaya yang
mengacu pada proses dan struktur yang ditujukan pada perbaikan penyediaan
layanan public secara elektronik kepada masyarakat umum. Salah satu bentuk dari
penerapan e-government dalam pemerintahan Desa Buyut Udik yaitu adanya
adanya aplikasi smart netizen. Dalam aplikasi Smart Netizen menyediakan berbagai
informasi seperti profil desa, sarana desa, PBB dan juga tersedia layanan
administrasi desa seperti pembuatan Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk
(KTP) dan lain sebagainya. Aplikasi smart netizen ini dapat diakses melalui
http://buyutudik.sidesa.id/, untuk bias mengakses aplikasi ini masyarakat Desa
Buyut Udik harus membuat akun terlebih dahulu dengan memasukan email, setelah
proses pendaftaran selesai kemudian masayarakat dapat login dengan
menggunakan email dan password yang telah terdaftar sebelumnya. Fungsi dari
aplikasi smart netizen selain untuk mempermudah masyarakat dalam memperoleh
informasi dan pelayanan adalah untuk memperbaiki proses transparansi dan
akuntabilitas dilingkungan pemerintah, serta untuk mewujudkan masyarakat Desa
Buyut Udik yang melek teknologi informasi dan komunikasi.
Menurut hasil kajian dan riset dari Harvard JFK School of Government, untuk
menerapakan konsep-konsep digitalisasi pada sektor publik, ada tiga elemen sukses
yang harus dimiliki dan diperhatikan sungguh-sungguh (Indrajit, 2016). Masing-
masing elemen tersebut adalah Support, Capacity, dan Value.

1) Support
Elemen support adalah elemen penting dalam pengembangan e-
government, perlu dukungan atau biasa disebut political will dari pejabat
public agar konsep e-government dapat diterapkan. Tanpa adanya hal tersebut
berbagai inisiatif pembangunan dan pengembangan e-government tidak dapat
terlaksana. Bentuk dukungan yang dapat dilakukan adalah disepakatinya
kerangka e-government sebagai salah satu kunci sukses negara dalam

8
mencapai visi dan misi bangsanya, sehingga harus diberikan prioritas tinggi
dan disosialisasikannya konsep e-government secara merata, kontinyu,
konsisten dan menyeluruh kepada seluruh kalangan birokrat secara khusus
dan masyarakat umum melalui berbagai cara kampanye yang simpatik
(Indrajit, 2016).
Pada elemen support, dalam rangka perencanaan dan pengembangan e-
government di Desa Buyut Udik telah mendapatkan dukungan yang dimulai
dari pihak aparatur desa dengan dialokasikannya sumber daya manusia untuk
membangun konsep e-government. Dalam hal ini Desa Buyut Udik juga
mendapatkan dukungan dari pemerintah kabupaten melalui Dinas
Komunikasi dan Informasi dalam bentuk pelatihan khusus untuk
pengoperasian aplikasi smart netizen untuk aparatur desa yang nantinya akan
di sosialisasikan kepada masyarakat.
Sosialisasi penggunaan aplikasi smart netizen telah dilakukan
pemerintah desa kepada masyarakat setempat secara kontinu. Akan tetapi
kurangnya pemahaman masyarakat tentang pemanfaatan teknologi informasi
yang serba digital mengakibatkan sosialisasi penggunaan aplikasi smart
netizen yang dilakukan pemerintah desa sampai saat ini masih kurang
maksimal. Pemahaman tentang teknologi informasi umumnya dirasakan oleh
kaum remaja, sedangkan orang tua masih banyak yang belum memahami tata
cara penggunaan teknologi informasi yang berbasis digital seperti aplikasi
smart netizen.

2) Capacity
Elemen capacity merupakan sumber daya yang diperlukan dalam
pembangunan dan pengembangan e-government agar konsep yang telah
diciptakan dapat menjadi kenyataan. Sumber daya yang harus dimiliki yaitu
sumber daya finansial yang cukup untuk melaksanakan berbagai inisiatif e-
government, infrastruktur teknologi informasi yang memadai karena
merupakan 50% dari kunci keberhasilan penerapan e-government, dan
sumber daya manusia yang memiliki kompetensi keahlian keahlian yang

9
dibutuhkan agar penerapan e-government dapat sesuai dengan asas manfaat
yang diharapkan (Indrajit, 2016).
Pada elemen capacity, berkaitan dengan sumber daya finansial
Pemerintah Desa Buyut Udik tidak memiliki kendala karena dalam penerapan
aplikasi smart netizen anggaran yang telah dibuat dapat memenuhi
kebutuhan. Sama halnya dengan sumber daya finansial, infrastruktur yang
tersedia di Desa Buyut Udik juga telah memadai yang didukung dengan
adanya perangkat di kantor desa, printer, pemanfaatan gadget pada
masyarakat, serta adanya pemasangan wireless fidelity (Wi-fi) untuk
memudahkan upload data pemohon ke server.
Lebih lanjut, perihal sumber daya manusia pada Desa Buyut Udik
masih terdapat kendala pada terbatasnya jumlah sumber daya terkait operator
penyedia layanan sehingga menyebabkan kepala desa memberikan double
job kepada aparatur yang ada. Akan tetapi perihal kompetensi keahlian pada
sumber daya aparatur telah disiasati dengan diadakannya pelatihan
pengoperasian aplikasi smart netizen yang dilakukan secara berkala oleh tim
pelaksana Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten Lampung Tengan
telah membantu dalam hal pengembangan kompetensi sumber daya manusia
yang ada di Desa Buyut Udik. Pelatihan yang diberikan berkenaan dengan
pengenalan, pengoperasian, serta permasalahan gangguan teknis pada
aplikasi. Pelatihan operating sistem ini bertujuan meningkatkan kinerja
aparatur desa dalam upaya perbaikan pelayanan kepada masyarakat.

3) Value
Elemen value berdasarkan pada manfaat yang didapat oleh pemerintah
sebagai pemberi pelayanan dan juga masyarakat sebagai penerima pelayanan
e-government. Dalam elemen value yang menentukan besar tidaknya manfaat
e-government adalah masyarakat sebagai penerima pelayanan (Indrajit,
2016).
Dalam hal ini, pemanfaatan teknologi informasi pada aplikasi smart
netizen yang dimiliki oleh Desa Buyut Udik belum dikelola secara maksimal.
Mengingat terdapat beberapa standar yang harus di perhatikan yang telah di

10
tetapkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, menyebabkan ada
beberapa fitur di dalam aplikassi smart netizen yang belum bida digunakan
baik oleh pemerintah sebagai pemberi pelayanan maupun maysarakat sebagai
penerima pelayanan. Selain itu, keuntungan dari aplikasi smart netizen ini
hanya dapat dirasakan jika masyarakatnya memiliki keinginan yang tinggi
untuk melakukan perubahan yang disesuaikan dengan perkembangan
teknologi saat ini. Akan tetapi belum sepenuhnya masyarakat merasakan
manfaat dari aplikasi smart netizen. Sebab pemahaman masyarakat Desa
Buyut Udik terhadap perkembangan teknologi masih terbilang rendah, karena
sebagian masyarakatnya belum melek teknologi. Sehingga tidak sedikit
masyarakat yang belum memahami tata cara pengguanaan aplikasi tersebut
dan belum merasakan kebermanfaatan dari aplikasi smart netizen. Hal ini
sejalan dengan yang telah di jelaskan oleh Alferd Tat-Kei Ho dalam jurnal
penelitiannya, masyarakat dengan pendapatan lebih tinggi cenderung
memanfaatkan teknologi informasi, sementara masyarakat di daerah tepian
kota yang minoritas cenderung tidak terikat dengan dunia digital (Tat‐Kei Ho,
2002).
Untuk mengatasi hal ini perlu adanya perubahan mindset masyarakat
dalam menghadapi perkembangan teknologi informasi agar pengembangan
e-government dapat dijalankan dengan baik, karena selain pemerintah peran
serta masyarakat juga sangat penting dan menjadi kunci dalam keberhasilan
pengembangan e-government.

D. KESIMPULAN
Dari hasil analisis menggunakan tiga elemen sukses pengembangan e-
goernment dapat disimpulkan bahwa pengembangan e-government dalam
pelayanan public berbasis aplikasi smart netizen telah diterapkan pada Desa Buyut
Udik sejak tahun 2018 yang dilandasi dengan dukungan. Infrastruktur yang dimiliki
telah sesuai dengan kebutuhan dan tidak terdapat kendala dalam hal finansial.

11
Pengembangan e-government dalam pelayanan berbasis aplikasi smart
netizen di Desa Buyut Udik memiliki kualitas yang masih tergolong rendah yang
dapat dilihat dari berbagai elemen seperti elemen support, capacity, dan value.
Penyebab kurang maksimalnya pengembangan e-government yang telah dilakukan
pemerintah desa setempat yakni karena masih kurangnya pemahaman masyarakat
terhadap penggunaan teknologi informasi berbasis digital seperti aplikasi smart
netizen dan masih kurangnya sumber daya manusia yang tersedia.

REFERENSI
Andersen, K. N., Henriksen, H. Z., Medaglia, R., Danziger, J. N., Sannarnes, M.
K., & Enemærke, M. (2010). Fads and facts of E-government: A review of
impacts of E-government (2003-2009). International Journal of Public
Administration. https://doi.org/10.1080/01900692.2010.517724
Boudreau, C., & Bernier, L. (2017). The implementation of integrated electronic
service delivery in Quebec: the conditions of collaboration and lessons.
International Review of Administrative Sciences.
https://doi.org/10.1177/0020852315598215
Caldow, J. (2013). On the move: Mobile E-Gov: No turning back to the swamp. In
The World of E-Government. https://doi.org/10.1300/J199v02n03_09
Dwiyanto, A. (2014). Mewujudkan Good Governance melalui Pelayanan Publik.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Gronroos, C. (1990). Relationship approach to marketing in service contexts: The
marketing and organizational behavior interface. Journal of Business
Research. https://doi.org/10.1016/0148-2963(90)90037-E
Hardill, I., & O’Sullivan, R. (2018). E-government: Accessing public services
online: Implications for citizenship. Local Economy, 33(1), 3–9.
https://doi.org/10.1177/0269094217753090
Indrajit, R. E. (2016). Konsep dan Strategi Electronic Government. In
Wirtschaftsinformatik. https://doi.org/10.1007/BF03251472
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan
Strategi Nasional Pengembangan E-Government. (2003).
Khan, G. F., Yoon, H. Y., Kim, J., & Park, H. W. (2014). From e-government to
social government: Twitter use by Korea’s central government. Online
Information Review. https://doi.org/10.1108/OIR-09-2012-0162
Manoharan, A. P., & Ingrams, A. (2018). Conceptualizing E-Government from

12
Local Government Perspectives. State and Local Government Review, 1–11.
https://doi.org/10.1177/0160323x18763964
Reddick, C. (2010). Comparative E-Government. In Media.
Riska Sari, D. (2018). Implementasi Pelayanan Publik Berbasis Aplikasi Smart
Netizen pada Kabupaten Lampung Tengah (Studi Kasus : Desa Buyut Udik
Kecamatan Gunung Sugih). UIN Raden Intan Lampung.
Risnandar, R. (2014). Analisis E-Government dalam Peningkatan Pelayanan Publik
pada Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Sulawesi Tengah.
Katalogis, 2(7), 192–199.
Sinambela, L. P. (2010). Reformasi Pelayanan PublikTeori Kebijakan dan
Implementasi. In Bumi Aksara.
Suaedi, F., & Bintoro, W. (2010). Revitalisasi Administrasi Negara : Reformasi
Birokrasi dan E-Governmnent. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Tat‐Kei Ho, A. (2002). Reinventing Local Governments and the E‐Government
Initiative. Public Administration Review, 62(4). https://doi.org/10.1111/0033-
3352.00197
Twizeyimana, J. D., & Andersson, A. (2019). The public value of E-Government –
A literature review. Government Information Quarterly, 36, 167–178.
https://doi.org/10.1016/j.giq.2019.01.001

13

Anda mungkin juga menyukai