Anda di halaman 1dari 4

1

MAKALAH PENERAPAN E-GOVERNMENT

DISUSUN OLEH :

NAMA :
NPP

FAKULTAS
PRODI
TAHUN AJARAN 2022/2023
2

PENDAHULUAN

Internet dan segala bentuk komunikasi digital lainnya telah menjadi instrument penting di
semua sektor. Begitu juga di bidang jasa publik dan politik, media elektronik ini telah
menjadi instrumen penting dalam komunikasi data internal dan luar. Penggunaan jaringan
internet mempercepat proses komunikasi, kontak antara instansi pemerintah dengan
komunitas semakin dekat dan langsung, waktu tunggu untuk memperoleh informasi
dalam waktu yang lebih singkat, dan aliran data dari satu unit instansi pemerintah ke unit
organisasi lainnya (baik swasta dan publik) juga berpengalaman peningkatan yang luar
biasa.

Perkembangan teknologi internet saat ini sudah mencapai perkembangan yang sangat pesat.
Aplikasi Internet sudah digunakan untuk e-commerce dan berkembang juga untuk pemakaian
aplikasi Internet pada lingkungan pemerintahan yang dikenal dengan e- government. Pemerintah
pusat dan pemerintah daerah berlomba - lomba membuat aplikasi e-government. Untuk
pengembangan aplikasi e-government tersebut memerlukan pendanaan yang cukup besar
sehingga diperlukan kesiapan dari sisi sumber daya manusia aparat pemerintahan dan kesiapan
dari masyarakat. Survei di beberapa negara menunjukkan bahwa ada kecenderungan aparat
pemerintah untuk tidak melaksanakan kegiatan secara online, karena mereka lebih menyukai
metoda pelayanan tradisional berupa tatap langsung, surat-menyurat atau telepon. Kita dapat
belajar dari penyebab-penyebab kegagalan e-government di sejumlah negara yang disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu: ketidaksiapan sumber daya manusia, sarana dan prasarana teknologi
informasi, serta kurangnya perhatian dari pihak-pihak yang terlibat langsung.

Merujuk kepada latar belakang di atas, makalah ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi kegagalan penerapan e-government di negara negara berkembang.


2. Mengidentifikasi sejumlah hal yang ditengarai sebagai penyebab minimnya adopsi dan
kapasitas penerapan e-government dalam mewujudkan good governance di Indonesia.

PEMBAHASAN

Good Governance
Pengertian dari good governance dapat dilihat dari pemahaman yang dimiliki baik oleh IMF
maupun World Bank yang melihat Good Governance sebagai sebuah cara untuk memperkuat
“kerangka kerja institusional dari pemerintah”. Hal ini menurut mereka berarti bagaimana
memperkuat aturan hukum dan prediktibilitas serta imparsialitas dari penegakannya. Ini juga
berarti mencabut akar dari korupsi dan aktivitas-aktivitas rent seeking, yang dapat dilakukan
melalui transparansi dan aliran informasi serta menjamin bahwa informasi mengenai kebijakan
dan kinerja dari institusi pemerintah dikumpulkan dan diberikan kepada masyarakat secara
memadai sehingga masyarakat dapat memonitor dan mengawasi manajemen dari dana yang
berasal dari masyarakat.
Berdasarkan pengertian di atas, good governance memiliki sejumlah ciri sebagai berikut:
• Akuntabel, artinya pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus disertai
pertanggungjawabannya;
• Transparan, artinya harus tersedia informasi yang memadai kepada masyarakat terhadap proses
pembuatan dan pelaksanaan kebijakan;
• Responsif, artinya dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus mampu melayani
semua stakeholder;
• Setara dan inklusif, artinya seluruh anggota masyarakat tanpa terkecuali harus memperoleh
kesempatan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan sebuah kebijakan;
• Efektif dan efisien, artinya kebijakan dibuat dan dilaksanakan dengan menggunakan
sumberdayasumberdaya yang tersedia dengan cara yang terbaik;
• Mengikuti aturan hukum, artinya dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan
membutuhkan kerangka hukum yang adil dan ditegakan;
• Partisipatif, artinya pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus membuka ruang bagi
3
keterlibatan banyak aktor
Penelitian dan dokumentasi praktik-praktik terbaik di berbagai negara menyarankan tiga tahapan
dasar dalammengembangkan e-government. Pertama adalah pembangunan konektivitas dan
infrastruktur, yang kedua adalah pengembangan konten atau aplikasi, dan yang ketiga adalah
sistem atau integrasi. Pendekatan tigatahap ini telah diadopsi oleh berbagai negara, termasuk
Bangladesh, Cina, Jepang, Meksiko, dan Republik Korea. Pada kasus Meksiko (lihat Gambar 1),
konektivitas berarti mengatasi kesenjangan digital dengan menyediakan akses publik terhadap
perangkat teknologi informasi dan pelatihan misalnya Digital Community Centres. Prioritas
Meksiko dalampengembangan konten dan aplikasi (langkah 2) adalah elearning, e-health, e-
economy dan e-government. Pada langkah ini juga dikembangkan situs web dan portal
pemerintah baik di level departemen atau kementerian. Langkah ketiga bagi Meksiko meliputi
pengintegrasian atau pengkoneksian semua sistem atau portal untuk menyediakan one-stop
service bagi masyarakat dan kalangan bisnis. Di kepulauan Fiji dan Solomon, lima komponen
dari Rencana e-Government mereka adalah: Cetak Biru e- Government, Aplikasi e-Government,
Pusat Data Pemerintah, Infrastruktur Info-Komunikasi Pemerintah, dan Pelatihan dan
Pengembangan Kompetensi TIK.

Hambatan dan Tantangan Mewujudkan Good Governance melalui E-Government

Hambatan penerapan e-government dapat lihat misalnya dari hasil pengamatan yang dilakukan
Kementerian Komunikasi yang menyimpulkan bahwa mayoritas situs pemerintah Pusat dan
pemerintah Daerah masih berada pada tingkat persiapan (pertama) apabila ditinjau dari sejumlah
aspek:
• E-Leadership: prioritas dan inisiatif negara di dalam mengantisipasi dan memanfaatkan
kemajuan teknologi informasi;
• Infrastruktur Jaringan Informasi: kondisi infrastruktur telekomunikasi serta akses, kualitas,
lingkup, dan biaya jasa akses;
• Pengelolaan Informasi: kualitas dan keamanan pengelolaan informasi;
• Lingkungan Bisnis: kondisi pasar, sistem perdagangan, dan regulasi yang membentuk konteks
perkembangan bisnis teknologi informasi;
• Masyarakat dan Sumber Daya Manusia: difusi teknologi informasi didalam kegiatan masyarakat
baik perorangan maupun organisasi, serta sejauh mana teknologi informasi disosialisasikan
kepada masyarakat melalui proses pendidikan. Terdapat sejumlah kelemahan pembentukan e-
government di Indonesia:
• Pelayanan yang diberikan situs pemerintah belum ditunjang oleh sistem manajeman dan proses
kerja yang efektif karena kesiapan peraturan, prosedur dan keterbatasan SDM sangat membatasi
penetrasi komputerisasi ke dalam sistem pemerintah;
• Belum mapannya strategi serta tidak memadainya anggaran yang dialokasikan untuk
pengembangan egovernment;
• Inisiatif merupakan upaya instansi secara sendiri-sendiri; dengan demikian sejumlah faktor
seperti standardisasi, keamanan informasi, otentikasi, dan berbagai aplikasi dasar yang
memungkinkan interoperabilitas antar situs secara andal, aman, dan terpercaya kurang
mendapatkan perhatian
• Kesenjangan kemampuan masyarakat untuk mengakses jaringan internet.

Dengan melihat kepada kondisi di atas, maka tantangan yang muncul kemudian adalah
bagaimana meningkatkan penerapan e-government di masa datang menjadi lebih memadai
sehingga tidak memungkinkan lagi adanya tahapan pelayanan yang memerlukan pertemuan tatap
muka antara masyarakat dengan penyedia pelayanan publik. Ketiadaan tatap muka dapat
meminimalisir dan meniadakan aktivitas-aktivitas rent seeking.

Kondisi E-Government di Indonesia


E-Goverment di Indonesia mulai dilirik sejak tahun 2001 yaitu sejak munculnya Instruksi
Presiden No. 6 Tahun 2001 tgl. 24 April 2001 tentang Telematika (Telekomunikasi, Media dan
Informatika) yang menyatakan bahwa aparat pemerintah harus menggunakan teknologi
telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat proses demokrasi. Namun
dalam perjalanannya inisiatif pemerintah pusat ini tidak mendapat dukungan serta respon dari
segenap pemangku kepentingan pemerintah yaitu ditandai dengan pemanfaatan teknologi
informasi yang belum maksimal.
4

Berdasarkan data yang ada, pelaksanaan E- Government di Indonesia sebagian besar baru sampai
pada tahap publikasi situs oleh pemerintah atau baru pada tahap pemberian informasi, dalam
tahapan Layne & Lee baru masuk dalam Cataloguing. Data Maret 2002 menunjukkan 369 kantor
pemerintahan telah membuka situs mereka. Akan tetapi 24% dari situs tersebut gagal untuk
mempertahankan kelangsungan waktu operasi karena anggaran yang terbatas. Saat ini hanya 85
situs yang beroperasi dengan pilihan yang lengkap. (Jakarta Post, 15 Januari 2003). Indikator
lainnya adalah penestrasi internet baru mencapai 1,9 juta penduduk atau 7,6 persen dari total
populasi Indonesia pada tahun 2001. Pada tahun 2002 dengan 667.000 jumlah pelanggan internet
dan 4.500.000 pengguna komputer dan telepon, persentasi penggunaan internet di Indonesia
sangatlah rendah. (Sumber: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia/APJII).

Pada tahun 2003, di era Presiden Megawati Soekarno Putri, Pemerintah mengeluarkan suatu
kebijakan yang lebih fokus terhadap pelaksanaan E-Goverment, melalui Instruksi Presiden yaitu
Inpres Nomor 3 tahun 2003. Inpres ini berisi tentang Strategi Pengembangan E-gov yang juga
sudah dilengkapi dengan berbagai Panduan tentang e-goverment seperti: Panduan Pembangunan
Infrastruktur Portal Pemerintah; Panduan Manajemen Sistem Dokumen Elektronik Pemerintah;
Pedoman tentang Penyelenggaraan Situs Web Pemda; dan lainlain. Demikian pula berbagai
panduan telah dihasilkan oleh Depkominfo(saat ini kementerian komunikasi dan informatika)
pada tahun 2004 yang pada dasarnya telah menjadi acuan bagi penyelenggaraan e-govermnet di
pusat dan daerah. Dalam Inpres ini, Presiden dengan tegas memerintahkan kepada seluruh
Menteri, Gubernur, Walikota dan Bupati untuk membangun E-government dengan berkoordinasi
dengan Menteri Komunikasi & Informasi.

Berdasarkan data yang ada, pelaksanaan E- Government di Indonesia sebagian besar barulah pada
tahap publikasi situs oleh pemerintah atau baru pada tahap pemberian informasi, dalam tahapan
Layne & Lee baru masuk dalam Cataloguing. Data Maret 2002 menunjukkan 369 kantor
pemerintahan telah membuka situs mereka. Akan tetapi 24% dari situs tersebut gagal untuk
mempertahankan kelangsungan waktu operasi karena anggaran yang terbatas. Saat ini hanya 85
situs yang beroperasi dengan pilihan yang lengkap. (Jakarta Post, 15 Januari 2003). Indikator
lainnya adalah penestrasi internet baru mencapai 1,9 juta penduduk atau 7,6 persen dari total
populasi Indonesia pada tahun 2001. Pada tahun 2002 dengan 667.000 jumlah pelanggan internet
dan 4.500.000 pengguna komputer dan telepon, persentasi penggunaan internet di Indonesia
sangatlah rendah.

KESIMPULAN

Dari Pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan E-Government di negara-negara


berkembang perkembanganya cukup pesat. Untuk capaian hasil penerapannya belum sesuai
dengan apa yang diharapkan Penyebab Kegagalan Penerapan E-Government menurut Robert
Heeks (2003) bahwa kebanyakan kegagalan aplikasi e-goverment di negara berkembang adalah
karena ketidakpahaman mengenai “keadaan sekarang” dengan “apa yang akan kita capai dengan
proyek e-government”.

jalan bagi penerapan good governance di Indonesia yang memadai melalui e-government masih
cukup panjang. Hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah melalui pengembangan
lebih lanjut dari egovernment pada tahapan paling tinggi yang memungkinkan selain melalui
pendidikan dan pemerataan akses masyarakat terhadap internet.

Anda mungkin juga menyukai