CHAPTER 2
CHAPTER 2
PERKEMBANGAN E-GOVERNMENT KE E-GOVERNANCE
Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari chapter modul ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami
perkembangan E-government ke E-Governance
1. Konsep E-Government
Makin besarnya peranan IT dalam proses bisnis membuat organisasi
berlomba-lomba untuk mengimplementasikan IT dalam proses terntegrasi. Salah
satunya adalah melalui implementasi e-Government, dimana idealnya implementasi
e-Government diharapkan dapat meningkatkan interaksi antara pemerintah,
masyarakat dan bisnis sehingga mampu mendorong perkembangan politik dan
ekonomi. Konsep e-government pertamakali berkembang di Amerika pada tahun
1993 (Gronlund,2007:364), sementara konsep penggunaan internet dalam
government mulai diidentifikasi sejak 1970-an (Gronlund, 2007:364).
Berikut salah satu definisi yang dibuat oleh Bank Dunia (The World Bank
Group, 2001) : e-government refers to the use by government agencies of
information technologies (such as Wide Area Network, the internet, and mobile
computing) that have the ability to transform relations with citizens, business, and
other arms of government. E-government adalah upaya untuk mengembangkan
penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis elektronik (web) dalam rangka
meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Level interaksi
yang disediakan oleh teknologi E-Government adalah dapat berupa penyediaan
informasi, interaksi, proses pelayanan, dan transaksi.
Richard Heeks menjelaskan: “To understand e-government, we must
therefore understand IT. What does IT do: it handles data to produce information.
The next step to understanding e-government, then, is to understand that e-
government systems are information systems. At their heart lie data and
information (the latter being defined as data that has been processed to make it
GOVERNANSI DIGITAL
2
2. E-Government di Indonesia
Pada tahun 2003, Presiden Indonesia mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor
3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-
Government. Kemunculan Inpres tersebut tidak saja diartikan sebagai tindak lanjut
Inpres Nomor 6 Tahun 2001 tentang Pengembangan dan Pendayagunaan
Telematika Indonesia, tetapi juga merupakan cetusan komitmen penerapan konsep
tentang pemanfaatan teknologi informasi yang telah dipraktekkan di negara-negara
maju dan telah melahirkan sebuah bentuk mekanisme birokrasi pemerintahan yang
efektif dan efisien, yang diistilahkan sebagai Electronic Government (e-
Government). Inpres Nomor 3 tahun 2003 merumuskan bahwa tujuan
pengembangan e-Government merupakan upaya untuk mengembangkan
penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis (menggunakan) perangkat
elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan
efisien.
Inisiasi pelaksanaan pengembangan e-Government di Indonesia adalah
dengan membuat situs informasi (selanjutnya disebut website), inisiasi ini disambut
baik oleh sejumlah instansi pemerintah. Domain berakhiran .go.id yang pertama
terdaftar pada 2001, mengalami pertumbuhan signifikan di tahun yang sama dengan
perilisan Instruksi Presiden No 3 Tahun 2003.
Menyusul keluarnya Instruksi Presiden No 3 Tahun 2003, pemerintah melalui
Departemen Komunikasi dan Informasi mengeluarkan lampiran berisi cetak biru
(blueprint) sistem aplikasi e-Government bagi pemerintah daerah (provinsi,
kabupaten/kota). Cetak biru dibuat sebagai acuan agar tercipta perencanaan
pengembangan aplikasi yang bersifat mandatory secara seragam, dapat menjadi
standarisasi fungsi sistem aplikasi e-Government, dan sebagai landasan berpikir
bagi pengembang sistem aplikasi yang bersifat komprehensif, efisien, dan efektif
(Depkominfo 2003)
Cetak biru didesain dengan prinsip fleksibilitas dan standarisasi. Beberapa
contoh fungsi kepemerintahan yang penyelenggaraannya dapat dibantu sistem
eletronik adalah pelayanan masyarakat, kepegawaian, keuangan daerah, dan
pengelolaan aset. Kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota kaitannya
GOVERNANSI DIGITAL
2
lima level yaitu level international, regional 1, nasional, regional 2 dan lokal.
Transfer wewenang antar level governance bisa dibedakan menjadi tiga jenis.
1. Transfer wewenang ke level lebih tinggi, misalnya dari pemerintah pusat
ke level international (PBB) atau level regional 1 (EU, ASEAN,APEC). Hal
ini dikarenakan semakin bertambahnya isu internasional/regional yang
tidak bisa dikerjakan oleh pemerintah sendiri tetapi memerlukan koordinasi
dengan negara lain atau organisasi internasional/regional untuk
memecahkan masalah seperti isu perdagangan internasional, isu perubahan
alam, penyakit endemik, kejahatan yang terorganisasi dll.
2. Transfer wewenang ke level yang lebih rendah misalnya transfer
wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah lokal/daerah seperti proses
desentralisasi. Salah satu tujuan desentralisasi adalah untuk meningkatkan
pelayanan publik yang lebih responsif terhadap kebutuhan lokal,
meningkatkan accountabilitas dan meningkatkan proses demokrasi.
3. Transfer wewenang dari pemerintah ke non-pemerintah (privat, organisasi
non-profit), misalnya pemerintah melimpahkan sebagian pekerjaannya
dalam pelaksanaan pelayanan publik atau mentranfer sebagian asset
pemerintah kepada sektor privat (privatisasi) dengan tujuan untuk
meningkatkan effisiensi dan effectivitas (Pierre,2000,Bevier,2007)
Sehingga dari uraian governance diatas dapat dijelaskan bahwa ‘governance’
atau kepemerintahan adalah suatu proses dimana organisasi non-pemerintah
(privat, organisasi non-profit) terus bertambah dalam penyelengggaraan
pemerintahan (terutama proses pembuatan kebijakan dan penyelenggaraan
pelayanan publik) secara simultan berkolerasi antar level local, regional 2, nasional,
regional 1 dan global. Sesuai dengan transfer wewenang yang bersifat multi arah
(transfer antar sektor-sektor dan antar level governance) maka framework
governance dapat dijelaskan dalam dua dimensi yaitu dimensi vertikal dan
horisontal.
Dari dimensi horisontal dan vertical tersebut mengakibatkan banyak
kemungkinan kombinasi ini menunjukkan kompleksnya ruang lingkup governance
yang tidak terkonsentrasi hanya pada sektor publik saja. Inilah yang merupakan
GOVERNANSI DIGITAL
2
websites, e-mail, mailing list dsb yang dapat digunakan untuk menyebarkan
informasi kepada sektor-sektor yang terlibat, menyelenggaraan pelayanan publik
kepada sektor yang terkait dan berkomunikasi antar sektor secara elektronik.
Masyarakat dapat menerima banyak informasi lebih cepat dan efisien serta dapat
berinteraksi dengan pemerintahan maupun sektor lainnya yang tidak terbatas oleh
waktu dan jarak dibanding dengan sebelumnya.
Tanpa ICTs proses governance sulit atau lamban untuk terwujud. Sehingga
ICTs berpotensi untuk meningkatkan pelayanan publik yang merupakan fungsi e-
Governmnet dan meningkatkan kesempatan kepada masyarakat untuk
berpartisipasi yang merupakan tujuan dari e-Demokrasi.
Dari uraian e-Government diatas, masyarakat dapat menerima informasi
dengan cepat dan transfaran sehingga masyarakat mendapat pengetahuan mengenai
bagaimana pemerintahan berjalan, dengan pengetahuannya tersebut dan sesuai
dengan minat masing-masing, masyarakat dapat melakukan partisipasi melalui
elektronik misalnya dengan berdikusi dan berkomunikasi mengenai isu-isu dalam
pemerintahan secara elektronik sehingga proses pemerintahan menjadi lebih
demokrasi. Dengan demikian, kita dapat menarik argumentasi bahwa salah satu
tujuan e-Government adalah e-Demokrasi, atau e-Government merupakan platform
untuk e-Demokrasi. Sedangkan e-Government adalah salah satu komponen dari e-
Governance karena government merupakan salah satu sektor dalam proses
governance, begitu juga e-Demokrasi adalah salah satu komponen dari e-
Governance, karena demokrasi merupakan salah satu aspek penting dalam proses
governance.
Evaluasi Pembelajaran
Setelah mempelajari chapter modul ini, silahkan lakukan resume pada chapter
modul tersebut!
GOVERNANSI DIGITAL
2
Referensi
Bevier, Mark (2007),Governance, pada: Bevier, Mark (ed.), Encyclopedia of
Governance, Vol. I, Los Angeles: Sage Publication
Depkominfo. 2003. Cetak Biru (Blueprint) Sistem Aplikasi e-Government Bagi
Lembaga Pemerintah Daerah.
Heeks, Richard. 2006. “Implementing and Managing E-Government.” London:
Sage Publication Limited.
Muluk, M. R. Khairul. 2001. “Lokalisasi Dan Globalisasi: Tantangan Dan Peluang
Digitalisasi Pemerintah Daerah, Bisnis Dan Birokrasi.” Jurnal Ilmu
Administrasi Dan Organisasi Vol.IX(2 Mei).
Palvia, Shailendra C. Jain dan Sharma, and Sushil S. 2007. “E-Government and E-
Governance: Definitions Domain Framework and Status around the World.”
Pp. 1–12 in 5TH International Conference On E-Governance.
Pierre, Jon and B. Guy Peters (2000), Governance, Politics and The State, London:
Macmillan Press LTD.
Santosa, Pandji. 2008. Administrasi Publik: Teori Dan Aplikasi Good Governance.
Bandung: PT. Refika Adiatama.
Yamamoto, Hiraku (2008), Governance including Government: Multiple Actors in
Global Governance, Interdisciplinary Information Sciences, 14-2: 117-131.
Zacher, Lech W. 2007. “E-Government in the Information Society.” Encyclopedia
of Digital Government Volume I.