Anda di halaman 1dari 9

CHAPTER

3
BIROKRASI DAN GOVERNANSI PUBLIK
Hal. 1 dari 9
CHAPTER 3
PUBLIC VALUES

CAPAIAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami tentang public
values.

A. PUBLIC VALUES
Pokok Pikiran
1. Ide-ide pengembangan yang dicetuskan oleh Moore pada tahun 1990-an di Amerika
Serikat mengenai penciptaan nilai publik terdiri dari 3 (tiga) isu utama, yaitu: peran
pemerintah dalam masyarakat, peran manajer pemerintah dan teknik yang
dibutuhkan oleh mana jer publik.
2. Nilai publik pada dasarnya merupakan sebuah pemikiran dan tindakan strategis oleh para
pembuat kebijakan publik dan manajer, dalam menghadapi kompleksitas dan
penghematan.
3. Tumbuh dan berkembangnya konsep nilai publik yang lahir pada masa neo-liberal ini
diwarnai dengan munculnya berbagai kritikan dan pandangan lain dari berbagai
pihak.
Pada dasarnya, penciptaan nilai publik dibangun dari suatu strategi organisasional
yakni Trilogi Strategi (a strategic triangle) yang dipopulerkan oleh Mark Moore. Menurut
konsep ini, tugas manajer publik dianalogikan hampir sama dengan tugas manajer sektor
swasta. Sebagaimana para manajer sektor swasta menciptakan nilai ekonomis
bagi shareholders atau para pemilik modal, para manajer publik diharapkan menciptakan nilai
publik dalam program-program yang dijalankan. Spano berpendapat bahwa nilai publik dapat
tercapai bilamana layanan yang dihasilkan oleh organisasi sektor publik memenuhi kebutuhan
penduduk, sehingga semakin tinggi kepuasan masyarakat, semakin besar nilai publik yang
diciptakan (Spano 2009, p. 328).
Sedangkan Mark Moore menulis bahwa organisasi publik dikatakan telah menciptakan
nilai publik apabila hasil manfaat yang diterima oleh masyakat lebih besar daripada biaya
yang dikeluarkan termasuk didalamnya penggunaan aspek hukum yang memaksa pengguna
layanan untuk mematuhi ketentuan perundang-undangan (Moore 1995). Sedangkan O’Flynn
mendeskripsikan Nilai Publik sebagai berikut:

Hal. 2 dari 9
Public value has been described as a mutli-dimensional construct – a reflection of
collectively expressed, politically mediated preferences consumed by the citizenry –
created not just through ‘outcomes’ but also through processes which may generate
trust or fairness (O'Flynn 2007, p.358).
Selain itu, penciptaan nilai publik (public value creation) didasarkan pada asumsi
bahwa nilai publik dapat tercapai ketika proses pengambilan keputusan didasarkan atas
adanya suatu hubungan yang erat antara dimensi institusi, politik dan korporat untuk
memastikan adanya komitmen bersama diantara pihak-pihak terkait dalam keselarasan untuk
mencapai tujuan bersama. Berangkat dari teori dimaksud, untuk menghasilkan nilai publik,
para manajer publik dihadapkan pada tiga pertanyaan kunci sebagai berikut:
a. Untuk apa organisasi ini dibentuk?
b. Kepada siapa organisasi ini bertanggung jawab?
c. Bagaimana mengetahui bahwa organisasi telah sukses mencapai tujuannya?
Konsep Public Values Menurut O’Flynn (2002) merupakan Nilai publik telah
digambarkan sebagai struktur multidimensi, sebagai cerminan dari ekspesi kolektif yang
diciptakan tidak hanya melalui hasil, tetapi juga melalui proses yang dapat menghasilkan
kepercayaan dan kesetaraan. Hal tersebut juga mewakili pendekatan komprehensif mengenai
pengelolaan publik dan peningkatan layanan publik secara terus menerus. Kemudian
Kernaghan (2003) menjelaskan bahwa gagasan tentang nilai-nilai publik adalah inti dari tata
pemerintahan yang baik. Singkatnya nilai publik dapat dilihat sebagai cita-cita, diciptakan
sebagai prinsip harus diikuti saat menghasilkan layanan publik atau mengatur perilaku warga
masyarakat sehingga memberikan arahan terhadap perilaku pegawai negeri.
Moore sebagai penggagas konsep nilai publik mendefinisikan “nilai publik” sebagai
kerangka yang membantu kita terhubung dengan apa yang kita yakini bernilai dan
membutuhkan sumberdaya publik bersamasama dengan cara memperbaiki pemahaman
tentang esensi “nilai publik”.
Simbol utama dari pendekatan nilai publik adalah segitiga strategis, dalam segitiga
strategis untuk organisasi sektor publik harus memenuhi tiga unsur yaitu Legitimacy and
support (Legitimasi dan dukungan), operational capabilities (kemampuan operasional) dan
subtantively valuable ( nilai substansial) (O’Flynn and Alford:2009). Ketiga aspek harus
berjalan beriringan karena apabila salah satu diabaikan maka penciptaan nilai yang
diharapkan akan hilang.

Hal. 3 dari 9
a. Legitimasi dan dukungan berarti menjadi sah dan berkelanjutan secara politis yaitu
menarik cukup banyak waktu dukungan dan sumberdaya bersamaan dari lingkungan
yang memberi otorisasi, artinya dari pemangku kepentingan politik dan lainnya diambil
secara keseluruhan, dengan alasan pengakuan atas kekuatan diferensial mereka
b. Kemampuan operasional adapat diartikan secara opersional dan administratif layak
dilakukan yaitu dapat dilakukan dengan tersedianya kemampuan organisasi dan
eksternal yang dibutuhkan untuk memproduksinya. Dalam hal ini yaitu menarik dan
mengelola sumberdaya opersional yang diperlukan untuk memenuhi hasil yang
diinginkan yaitu “nilai publik”. Peran manajer publik, tidak hanya sebagai pegawai pasif
yang membantu birokrasi dalam organisasi, tetapi juga sebagai aktor aktif dalam
mengelola aset dalam kombinasi paling cerdas untuk memberikan pelayanan publik yang
berkualitas pada warga negara
c. Nilai substansial, dalam segitiga strategis yang dikembangkan oleh Moore, nilai ditujukan
untuk menciptakan sesuatu yang secara substansial berharga (yaitu nilai publik). Peran
administrasi publik dalam masyarakat, tidak hanya sebagai penyedia layanandan jaminan
sosial tetapi juga sebagai pencipta potensi nilai publik dan pembentuk pro aktif di area
umum (politik, ekonomi, sosial, budaya).
Kemudian Benington (2011) menjelaskan nilai publik memiliki makna melebihi koordinat
pasar dan mempertimbangkan faktor politik dan sosial sebagai berikut:
1. Nilai ekonomi yaitu nilai tambahan dalam ranah publik karena membangkitkan
aktivitas ekonomi dan lapangan kerja

Hal. 4 dari 9
2. Nilai budaya dan sosial yaitu nilai tambahan dalam dalam ranah publik karena
berkontribusi dalam modal sosial, persatuan sosial, hubungan sosial, identitas
budaya, kesejahteraan individu,dan pemerataan mutu/ level, perlindungan dan
promosi keanekaragaman budaya
3. Nilai politik yaitu nilai tambahan dalam ranah publik untuk menstimulus/ merangsang
dan meopang diskusi yang demokratis, melalui keterlibatan aktif dan komitmen
masyarakat.
4. Nilai pendidikan yaitu nilai tambah dalam ranah publik melalui penggarisbawahan
peluang pendidikan formal maupun informal, tambahan pengetahuan kemampuan
dan kapasitas untuk bertindak sebagai masyarakat pengadu/penginformasi/ pelapor.
5. Nilai ekologi yaitu penambah nilai pada ranah publik dengan mempromosikan
pembangunan berkelanjutan, mengurangi polusi, limbah dan pemanasan global
Layanan yang secara substansial sangat bernilai Tentunya setiap organisasi
mempunyai visi dan misi sebagai alasan mengapa suatu organisasi dibentuk. Namun sering
kali pemimpin organisasi pemerintah kurang mampu mendefenisikan apa sasaran dan tujuan
organisasi serta Service, Outcomes and Trust produk unggulan apa yang dihasilkan oleh
organisasi yang dipimpinnya. Teori nilai publik mengharapkan para manajer publik
mengetahui dengan jelas mengapa suatu organisasi dibentuk, apa hasil atau keluaran yang
akan dinikmati oleh para pengguna layanan serta kepada siapa organisasi bertanggung
jawab. Mereka dituntut untuk memberikan penjelasan yang kuat atas ketiga hal dimaksud
agar dapat menjadi alasan dalam menarik atau meminta sumberdaya-sumberdaya yang
diperlukan dalam menciptakan nilai publik.
Lebih jauh, nilai yang dihasilkan akan menjadi suatu pembenaran atas eksistensinya di
tengah masyarakat maupun pemerintahan. Harus diingat juga bahwa keberadaan satu badan
pelayanan publik akan teruji bilamana terjadi pergantian regim pemerintahan. Apabila
organisasi dimaksud tetap dipertahankan oleh pemerintahan yang baru berdasarkan hasil
pemilihan umum yang demokratif, maka dapat dikatakan bahwa organisasi publik tersebut
telah melewati satu tahap ujian sebagai entitas yang diharapkan mampu menciptakan nilai
publik.
Beberapa contoh nilai publik yang dihasilkan oleh organisasi sektor publik yaitu:
a. Masyarakat yang sejahtera yang bebas dari kemiskinan;
b. Pemerintahan yang bebas dari korupsi;
c. Menjaga hak-hak azasi dan martabat manusia;
d. Menginspirasi masyarakat untuk memiliki budaya yang tinggi;
e. Peningkatan kesadaran masyarakat atas budaya lalu lintas, dll.

Hal. 5 dari 9
Adanya dukungan legitimasi yang kuat Paradigma penciptaan nilai publik dibangun
atas pandangan bahwa nilai publik dapat dicapai apabila kegiatan organisasi mendapat
dukungan formal dan politik yang kuat, karena semakin kuat dukungan politik, semakin besar
kemungkinan tercapainya nilai publik yang diharapkan. Dukungan politik bisa diperoleh dari
wakil rakyat sebagai pembuat kebijakan publik dan/atau pemberi dana/donor. Aspek ini
sangat penting diperhatikan oleh para manajer publik untuk menemukan preferensi
masyarakat terkait nilai publik apa yang diinginkan sehingga layanan yang dihasilkan akan
lebih berorientasi pada penduduk (customer oriented).
Hal ini didasari asumsi bahwa dinamika politik dapat sewaktu-waktu berubah sehingga
kebijakan politik juga terus berkembang yang bergantung pada konsisi ekonomi, sosial dan
politik di masyarakat. Sebagai contoh misalnya seorang manajer kebersihan ruang publik
perlu membangun hubungan yang erat dengan masyarakat yang dilayani atau representasi
masyarakat sehingga manajer dimaksud menemukan preferensi masyarakat terkait besaran
tarif yang akan dikenakan termasuk apakah pengumpulan sampah dapat dilakukan oleh pihak
swasta melalui teori agensifikasi pelayanan publik.
Dari sudut pandang teori penciptaan nilai publik, isu utama terkait bentuk organisasi
yang menyediakan barang dan jasa publik tidak mempersalahkan apakah konsep-konsep
seperti manajerialisme dan agensifikasi dapat diterapkan dalam organisasi sektor publik,
melainkan apakah dengan meminjam metode-metode dimaksud akan mampu menciptakan
nilai publik secara lebih tepat sasaran. Dengan demikian, para pembuat kebijakan diharapkan
terus berkomunikasi dengan para wakil rakyat sebelum membuat ketentuan dasar hukum
yang mendasari pembentukan satu badan pelayanan publik dan menjelaskan konsekuensi
logis terkait adanya perubahan pola pengelolaan pelayanan publik dari yang bersifat birokratif
menjadi cenderung kepada korporatif. Sehingga apabila mendapat dukungan legitimasi yang
kuat, tentunya organisasi pemerintah akan memiliki kepercayaan yang tinggi dalam
melaksanakan program-program yang akan dilakukan.
Efektifitas organisasi dengan kompetensi yang mumpuni Kesuksesan badan-badan
pelayanan umum dalam menciptakan nilai-nilai publik sangat ditentukan oleh efektivitas
organisasi yang dikelola dengan kompetensi pegawai yang tinggi (distinctive core
competency). Untuk mencapai kapasitas organisasi yang tinggi, tentunya pimpinan organisasi
perlu terus membenani dan mengembangkan kemampuan para staff termasuk para pegawai
yang terlibat langsung dalam penyediaan barang/jasa publik. Adanya inovasi dan kreativitas
karyawan sangat diperlukan oleh organisasi sektor publik dalam membuat pelayanan publik
menjadi lebih berkualitas serta lebih berorientasi pada masyarakat. Menurut Moore (1995),
kesuksesan organisasi sektor publik diukur dari:

Hal. 6 dari 9
a. Efisiensi, efektivitas dan keterjangkauan layanan oleh masyarakat;
b. Program-program yang tepat sesuai dengan kondisi masyarakat;
c. Kemampuan pemimpin organisasi publik dalam mengartikulasikan visi dan misi
organisasi kedalam sasaran dan tujuan organisasi yang dapat diukur;
d. Mengurangi ketergantungan atau minimalisasi beban masyarakat.

B. Implikasi Konsep Nilai Publik di Indonesia


UU No.1 Tahun 2004 telah melahirkan wadah baru pengelolaan pelayanan publik
melalui pembentukan Badan Layanan Umum (BLU). Harus diakui sebenarnya bahwa maksud
pembentukan BLU secara ekplisit maupun implisit untuk menciptakan nilai publik yaitu
memajukan kesejahteraan umum (to create social welfare) dan mencerdaskan kehidupan
bangsa (to increase the quality of life). Namun organisasi Badan Layanan Umum sebagai
pelaksana penyedia quasi-barang publik (quasi-public goods) sepertinya terperangkap dalam
kekakuan teori agensifikasi yang mendasari pembentukan instansi BLU. Padahal seyogyanya
teori agensifikasi hanyalah sebagai kerangka pikir awal dalam memudahkan perwujudan nilai
publik yang diharapkan oleh negara. Sekadar informasi, negara-negara maju seperti Inggris
dan New Zealand yang sudah lama menerapkan paradigma NPM, tidak menerapkan teori
agensifikasi secara utuh, namun menyesuaikannya dengan konteks, sistem pemerintahan
dan tujuan yang diharapkan (Moynihan 2006). Artinya, menurut konsep nilai publik, format
organisasi publik menjadi kurang penting sepanjang organisasi publik dimaksud mampu
menciptakan nilai publik yang diharapkan sesuai dengan preferensi masyarakat.
Implikasi penting paradigma nilai publik bila diterapkan di Indonesia ialah pengelolaan
pelayanan publik akan dilakukan secara lebih pragmatis. Hal ini dikarenakan pandangan
dimaksud lebih fokus kepada penciptaan nilai publik yang akan dihasilkan oleh lembaga
pelayanan publik dan bukan pada wadah apa yang cocok untuk menghasilkannya.
Merujuk pada nilai publik yang diinginkan melalui pembentukan BLU yaitu memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, maka konsep nilai publik
menghendaki agar para pemimpin organisasi pelayanan mewujudkan nilai publik melalui
dinamika trilogi strategi (strategic triangle).
Dengan demikian, untuk menciptakan nilai publik, para manajer publik perlu
memahami tiga komponen utama trilogi strategi. Ketiga komponen utama pelayanan publik
tersebut merupakan fitur pembeda antara pelayanan publik dengan pelayanan yang diberikan
oleh sektor swasta. Pertama adalah pelayanan (services); merupakan azas utama pelayanan
publik melalui pelayanan yang bermutu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan
prinsip-prinsip yang benar seperti keterbukaan, keadilan dan kepastian hukum. Kedua,

Hal. 7 dari 9
manfaat (outcomes) yaitu seperti pengurangan kemiskinan, kesehatan publik, ketertiban dan
kenyamanan kota. Manfaat yang dihasilkan oleh pelayanan publik kental dengan kepentingan
publik yang bukan mencari keuntungan sehingga akan terjadi ambigu bila pelayanan publik di-
drive oleh prinsip-prinsip yang dipakai oleh korporasi, karena manfaat layanan publik lebih
mengutamakan manfaat sosial, lingkungan hidup yang sustainable serta ketertiban umum.
Yang ketiga adalah kepercayaan (trust); setiap organisasi pelayanan publik dibentuk untuk
menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dengan cara
partisipasi dan keterlibatan yang lebih nyata.
Singkatnya, paradigma nilai publik mempunyai pengaruh yang positif terhadap perilaku
para pemimpin organisasi dalam mengelola organisasi sektor publik. Hal itu mencakup antara
lain perubahan mekanisme akuntabilitas publik yang lebih mengutamakan sistem demokrasi
liberal dan hubungan politik yang sehat antara organisasi-organisasi pelayanan publik dengan
wakil atau representasi masyarakat.

BAHAN REVIEW
Mahasiswa diharapkan melakukan review terkait modul chapter diatas!

Hal. 8 dari 9
Referensi

Moore, M. H. 1995. "Defining public value." In Creating public value: Harvard University Press.
Moynihan, D. P. 2006. "Ambiguity in policy lessons: The agencification experience." Public
Administration 84 (4): 1029-1050.
O'Flynn, J. 2007. "From New Public Management to Public Value: Paradigmatic Change and
Managerial Implications." The Australian Journal of Public Administration 66 (3): 353-366.
Spano, A. 2009. "Public value creation and management control systems." International
Journal of Public Administation 32 (3-4): 328-348.
Try, D. and Z. Radnor. 2007. "Developing an understanding of result-based management
through public value theory." International Journal of Public Sector Management 20 (7): 655-
673.

Hal. 9 dari 9

Anda mungkin juga menyukai