Anda di halaman 1dari 11

Produktivitas ASN melalui Work From Home (WFH)

Tugas 2 Essay
Mata Kuliah Administrasi Kepegawaian Negara

Dosen Dr. Bhakti Nur Avianto, SIP., M.Si.

Disusun Oleh :
Nur Kamilah 173112351540225

Program Studi Ilmu Administrasi Publik


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Nasional
2020
PENDAHULUAN
coronavirus disease 19 (COVID-19) sebagai sebuah pandemi. Cara penularan yang terbilang
mudah dan cepat, membuat penyakit ini tersebar dengan cepat ke berbagai, termasuk Indonesia.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencegah penyebaran pandemi tersebut ialah
dengan menerapkan konsep bekerja dari rumah atau work from home (WFH).

Penerapan konsep ini berlaku bagi seluruh instansi termasuk instansi pemerintahan.
Himbauan bagi para aparatur sipil negara (ASN) untuk bekerja dari rumah semakin diperkuat dengan
adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi, yakni Surat Edaran Menteri PANRB No 19 Tahun 2020 tentang Penyesuaian
Sistem kerja ASN dalam Upaya Pencegahan Penyebaran COVID-19 di Lingkungan Instansi
Pemerintah.Hingga saat ini, kebijakan tersebut tetap diberlakukan sampai dengan 4 Juni 2020
(Menpan.go.id, 2020). Akan tetapi, sebenarnya wacana ASN untuk bekerja dari rumah sudah muncul
sejak 2019. Meneruskan wacana sebelumnya, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) berencana untuk melakukan uji coba bekerja dari rumah pada 1.000 ASN mulai 1 Januari
2020.

Dalam menerapkan kebijakan tersebut, kemampuan dan pengetahuan ASN dalam


melakukan pekerjaannya akan menjadi sangat diperhatikan. Penerapan kebijakan ini tentunya tidak
terlepas dari konsep Smart ASN yang sedang digencarkan oleh Kementerian PANRB. Akan tetapi,
adanya pandemi COVID-19 mengharuskan kebijakan tersebut diberlakukan sesegera mungkin. ASN
kini tidak memiliki pilihan lain selain bekerja dari rumah yang dimana dalam penerapannya sangat
erat dengan teknologi informasi. Akan tetapi, apabila ditinjau dari beberapa aspek seperti
pendidikan, indeks prestasi, dan kondisi ASN untuk menerapkan teknologi dalam kesehariannya,
penulis merasa ASN belum cukup siap untuk menjalani kebijakan WFH apabila kebijakan tersebut
diperpanjang.

Selain dari tingkat pendidikan, penulis juga melihat kesiapan ASN melalui indeks
profesionalitas (IP) ASN. IP ASN dapat dinilai melalui empat komponen, yakni kualifikasi, kompetensi,
disiplin, dan kinerja. Hingga Mei 2019, BKN menemukan bahwa IP ASN baik di tingkat kementerian,
lembaga, dan daerah, masuk ke dalam kategori rendah. Data sampling menunjukan bahwa IP ASN
berkisar diantara 61-70. Selain dua hal di atas, penulis juga meninjau kesiapan ASN dari jumlah ASN
yang dapat menggunakan teknologi informasi. Temuan BKN menunjukan bahwa jumlah ASN yang
mampu menggunakan teknologi informasi masih sangat sedikit.

Seperti di Pemerintahan Provinsi Banten, rata-rata hanya terdapat 2 orang di setiap Satuan
Kerja Perangkat Daerah  (SKPD) yang dapat mengelola sistem informasi manajemen ASN. Bahkan
terdapat kondisi yang lebih parah dari yang terdapat di Banten, yaitu di Pekalongan. Menurut Kepala
Bidang (Kabid) Data dan Informasi Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Pekalongan, hingga
sekarang ini belum ada ASN yang mempunyai kompetensi di bidang teknologi informasi
(Jurnal.bkn.go.id, 2019). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pengembangan terhadap
kompetensi dan kualifikasi ASN di bidang teknologi perlu digencarkan agar ASN dapat
memberikan output dan outcome yang diharapkan.

Mengingat hal tersebut Balai Pelatihan dan Pengembangan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (BPPTIK) membuat program Digital Talent Scholarship (DTS). Program DTS adalah
program beasiswa yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas SDM dalam bidang TIK (BPPTIK,
2020). Program ini dibuat dengan harapan dapat mempersiapkan SDM Indonesia untuk beradaptasi
terhadap “new normal” yang terjadi akibat COVID-19. Walaupun demikian, perubahan pola kerja
secara cepat juga dapat menjadi double edged sword terhadap perwujudan konsep Smart ASN.Hal
ini dikarenakan jika SDM tidak dapat beradaptasi terhadap pola kerja yang baru bukan hanya
kompetensi digital saja yang tidak naik tetapi produktivitas dan kinerja ASN dapat menurun.

2
PEMBAHASAN

Berawal dari Wuhan sebuah kota yang terletak di Provinsi Hubei, China di mana pertama kali
penduduknya diketahui terjangkit virus Covid-19 pada November 2019. Menurut pihak berwenang
di China, diketahui beberapa pasien adalah pedagang yang beroperasi di Pasar Ikan Huanan.
Terjangkitnya virus Covid 19 bagi penduduk Wuhan merupakan mimpi buruk bagi warga China,
karena penyebarannya yang begitu masif dan seakan tak terbendung. Peningkatan kasus Covid-19 di
Wuhan selama 6 bulan pada April 2020 tercatat menembus angka jutaan jiwa dan ribuan orang yang
telah meninggal terkena virus tersebut.

Bagaimana dengan negara-negara lain? Mungkin tidak terbayang bagi hampir seluruh warga
dunia di luar Negara China, virus ini merupakan wabah yang tidak terbendung. Beberapa teori
terpatahkan dengan realita yang bisa kita lihat bersama, seperti virus ini akan mudah berkembang di
daerah yang bersuhu rendah dan lembab. Namun pada kenyataannya kasus Covid-19 pertama di
luar China dilaporkan melanda daerah tropis dan panas yang terjadi di Thailand pada 13 Januari
2020, kemudian mencapai Timur Tengah pada tanggal 29 Januari 2020 untuk pertama kalinya saat
jumlah kasus Covid-19 bertambah dan menyebar ke lebih banyak negara, termasuk Uni Emirat Arab.
Juga teori mengenai manusia yang mudah terpapar virus Covid-19 dengan kriteria usia di atas 50
tahun, memiliki penyakit bawaan seperti jantung, stroke, diabetes dan penyakit bawaan pernapasan
seperti pneumonia dan asma.

Demikian pula dengan Negara Indonesia, sungguh mengejutkan ketika Presiden Jokowi
mengumumkan secara resmi kasus pertama Covid-19 di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020. Dua
warga Negara Indonesia yang positif Covid-19 diketahui sebelumnya berinteraksi dengan warga
Negara Jepang yang diketahui juga terpapar virus Covid-19. Walaupun kedua warga Negara
Indonesia ini pun akhirnya dinyatakan sembuh setelah dilakukan perawatan dan karantina di rumah
sakit selama 14 hari.

Sampai saat ini di Indonesia tercatat ribuan kasus positif Covid-19 dan mengakibatkan
ratusan orang meninggal. Berbagai upaya pencegahan untuk memutus mata rantai penyebaran
Covid-19 telah dilakukan pemerintah. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
merupakan keputusan yang diambil pemerintah untuk membatasi pergerakan masyarakat di wilayah
yang telah banyak warganya terpapar Covid-19. Langkah ini diambil oleh pemerintah karena
dianggap lebih baik dibandingkan dengan karantina wilayah atau lock down. Kebijakan PSBB masih
dimungkinkan adanya kegiatan perekonomian, masyarakat masih dapat melakukan aktivitas
walaupun ada aktivitas tertentu yang dibatasi, tentunya berbeda sekali apabila diterapkan karantina
wilayah atau lock down di mana masyarakat di wilayah tersebut dilarang untuk keluar dari suatu
wilayah.

Sebagai tindak lanjut penetapan Covid-19 sebagai jenis penyakit yang menimbulkan
kedaruratan kesehatan masyarakat dengan ditetapkannya Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun
2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)
diberlakukan PSBB pada tanggal 31 Maret 2020. Dengan kebijakan yang ditetapkan yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), oleh Presiden Jokowi. Untuk wilayah
yang telah ditetapkan PSBB terdapat beberapa kegiatan yang dibatasi, dengan meliburkan sekolah
dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas
umum, pembatasan kegiatan sosial budaya, pembatasan moda transportasi dan pembatasan
kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan. Sebagai warga Negara Indonesia
yang baik tentunya kebijakan pemerintah harus kita dukung bersama dan turut ambil bagian secara

3
aktif. Demikian pula Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai bagian dari warga Negara Indonesia
memiliki tanggung jawab untuk menjadi contoh masyarakat dalam upaya memutus mata rantai
penyebaran Covid-19.

Tidak hanya dituntut kesadaran secara pribadi masing-masing ASN untuk berperan secara
aktif dalam memutus mata rantai Covid-19 ini. Namun untuk menegakkan disiplin pegawai,
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) menegaskan
dan mengaturnya secara normatif. Untuk mencegah dan meminimalisir penyebaran serta
mengurangi risiko Covid-19 ASN beserta keluarganya dihimbau untuk tidak melakukan kegiatan
bepergian ke luar daerah dan/atau kegiatan mudik dalam rangka Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah.
Himbauan tersebut tertuang dalam Surat Edaran pertama yang ditetapkan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, yaitu SE Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 36 Tahun 2020 tanggal 30 Maret 2020.

Surat Edaran tersebut kemudian diubah dengan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 41 Tahun 2020 tanggal 6 April 2020. Ketentuan
dalam Surat Edaran ini lebih menegaskan ASN dan keluarganya dilarang melakukan kegiatan
bepergian ke luar daerah dan/atau kegiatan mudik lainnya sampai dengan wilayah NKRI dinyatakan
bersih dari Covid-19. Pengecualian apabila terdapat ASN yang dalam keadaan terpaksa perlu
melakukan kegiatan bepergian ke luar daerah, hal ini dimungkinkan bagi ASN dengan terlebih dahulu
mendapatkan izin dari atasan. Diatur pula bagi para Pejabat Pembina Kepegawaian pada
Kementerian/Lembaga/Daerah untuk memastikan ASN di lingkungan instansi pemerintah yang
bersangkutan tidak melakukan kegiatan bepergian ke luar daerah dan/atau kegiatan mudik. Apabila
ditemukan pelanggaran maka bagi ASN yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi hukuman disiplin
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai
Negeri Sipil, Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri
Sipil dan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah
dengan perjanjian kerja.

Kedua Surat Edaran tersebut memberikan rambu-rambu bagi ASN untuk tidak melakukan
kegiatan bepergian ke luar daerah di mana yang bersangkutan ditempatkan. Salah satu penerapan
PSBB di berbagai wilayah yang penduduknya banyak terpapar Covid-19 adalah dengan menghimbau
para pegawai baik instansi pemerintah maupun swasta untuk melakukan pekerjaan kantor dari
rumah atau work from home atau yang dikenal dengan wfh. Tentunya konsep wfh di sini adalah
melakukan pekerjaan kantor dari rumah masing-masing di wilayahnya bekerja di mana ASN
ditempatkan. Seperti diketahui bersama sebagai ASN harus bersedia ditempatkan di seluruh
Indonesia sesuai dengan kebutuhan organisasi. Tentunya saat melaksanakan wfh bagi ASN yang
ditugaskan jauh dari keluarga ada keinginan untuk melaksanakan wfh di tempat tinggal asalnya atau
diartikan menjadi work from homebase. Pemahaman inilah yang tidak boleh disalah artikan oleh
setiap ASN.

Terhadap kedua Surat Edaran tersebut Kepala Badan Kepegawaian Negara mengeluarkan
Surat Edaran Nomor 11/SE/IV/2020 tentang Pedoman Penjatuhan Hukuman Disiplin Bagi Aparatur
Sipil Negara yang Melakukan Kegiatan Bepergian ke Luar Daerah dan/atau Kegiatan Mudik pada
Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) tanggal 24 April
2020.

Surat Edaran dimaksud menegaskan dan mengatur dengan mengelompokkan lebih rinci berdasarkan
kategori, yaitu:

1. Kategori I, ASN yang melakukan kegiatan bepergian ke luar daerah dan/atau kegiatan mudik
terhitung mulai tanggal 30 Maret 2020 atau pada saat diterbitkannya Surat Edaran Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 36 Tahun 2020 tentang

4
Pembatasan Kegiatan Bepergian ke Luar Daerah dan/atau Kegiatan Mudik bagi Aparatur Sipil
Negara dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19.
2. Kategori II, ASN yang melakukan kegiatan bepergian ke luar daerah dan/atau kegiatan mudik
terhitung mulai tanggal 6 April 2020 atau pada saat diterbitkannya Surat Edaran Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 41 Tahun 2020 tentang
Perubahan atas Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian ke Luar Daerah
dan/atau Kegiatan Mudik bagi Aparatur Sipil Negara dalam Upaya Pencegahan Penyebaran
Covid-19.
3. Kategori III, ASN yang melakukan kegiatan bepergian ke luar daerah dan/atau kegiatan
mudik terhitung mulai tanggal 9 April 2020 atau pada saat diterbitkannya Surat Edaran
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 46 Tahun 2020
tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian ke Luar Daerah dan/atau Kegiatan Mudik dan/atau
Cuti bagi Aparatur Sipil Negara dalam Upaya Pencegahan Penyebaran COVID-19.

Pelanggaran terhadap SE Nomor 36 Tahun 2020 dimana ASN melakukan kegiatan bepergian
ke luar daerah dan/atau kegiatan mudik mulai tanggal 30 Maret 2020 maka dapat dikenakan
hukuman disiplin tingkat ringan. Hukuman disiplin tingkat ringan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil pada Pasal 7 ayat
(1) hukuman itu dapat berbentuk teguran lisan, teguran tertulis dan pernyataan tidak puas secara
tertulis.

Untuk pelanggaran yang termasuk dalam kategori II dan III yaitu melanggar SE Nomor 41
Tahun 2020 dan SE Nomor 46 Tahun 2020 maka ASN dapat dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang
atau berat. Bentuk hukuman tingkat disiplin sedang dalam PP Nomor 53 Tahun 2010, ASN dapat
dikenakan penundaan kenaikan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat dan penurunan pangkat
setingkat lebih rendah selama 1 tahun. Apabila ASN dikenakan sanksi hukuman disiplin tingkat berat
maka bentuk hukumannya dari penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun,
pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan,
sampai dapat dikenakan pemberhentian sebagai PNS.

Pengaturan larangan bepergian ke luar daerah dan/atau kegiatan mudik dituangkan dalam
Surat Edaran. Bagaimana dengan kedudukan Surat Edaran? Menurut Prof. Maria Farida Indrati, SH,
MH Surat Edaran tidak termasuk dalam kategori peraturan perundang-undangan. Sifat Surat Edaran
hanya terbatas untuk kalangan internal kementerian/lembaga yang bersangkutan saja. Dari segi
materi muatan sebuah Surat Edaran menjelaskan atau membuat prosedur/petunjuk teknis untuk
mempermudah atau memperjelas peraturan yang harus dilaksanakan.

Surat Edaran baik yang dikeluarkan oleh Kemenpan RB maupun Badan Kepegawaian Negara
untuk menyikapi dan melaksanakan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) bagi ASN. Melihat
kedudukan Surat Edaran tidak termasuk dalam hierarkhi peraturan perundangan sebagaimana
diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 15 Tahun 2019.

Surat Edaran ini memang diterbitkan tidak bertentangan dengan Keppres Nomor 11 Tahun
2020 namun sangat disayangkan bentuk yang diterbitkan oleh Kemenpan RB dan Badan
Kepegawaian Negara dalam bentuk Surat Edaran. Karena Kemenpan RB yang dibentuk berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2015 dan BKN dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
1972 memiliki kewenangan untuk menyusun peraturan menteri. Tentunya dengan mengaturnya
secara normatif dalam peraturan menteri/kepala badan, ketentuan larangan bepergian ke luar
daerah dan/atau kegiatan mudik bagi ASN memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Berbeda
dengan karakteristik Surat Edaran yang tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

5
Demikian pula dengan pemberlakuan surat penjatuhan hukuman disiplin bagi ASN, walapun
dalam kedua Surat Edaran Kemenpan RB sebelumnya sudah disebutkan apabila ASN melakukan
pelanggaran melakukan perjalanan keluar daerah dan/atau mudik akan terkena hukuman disiplin
sesuai PP Nomor 53 Tahun 2010. Kemudian baru dipertegas dan diatur lebih rinci pengenaan sanksi
hukuman disiplin tingkat ringan, sedang dan berat berdasarkan waktu pelanggaran yang dilakukan
ASN.

Namun di luar permasalahan kekurang sempurnaan penerbitan Surat Edaran Badan


Kepegawaian Negara Nomor 11 Tahun 2020, ASN sebagai abdi negara tetap harus mematuhi segala
kebijakan negara dengan penuh integritas. Substansi dari Surat Edaran itulah yang menjadi pedoman
bagi ASN untuk dilaksanakan.

pelayanan publik tidak boleh lumpuh saat ada pandemi covid-19. Mengingat pelayanan publik
adalah bukti hadirnya negara untuk melayani warganya. Namun, praktiknya tentu tidak semudah
membalik telapak tangan.

Sumber daya aparatur juga berkurang karena ada kebijakan bekerja dari rumah (work from
home/WFH). 
Kebijakan WFH sudah tepat karena di saat wabah seperti ini keselamatan dan kesehatan adalah
prioritas utama. Spirit WFH adalah PNS tetap bekerja tetapi sekaligus bisa memutus mata rantai
penyebaran covid-19. Kebijakan WFH tidak boleh disalahartikan. WFH bukan berarti libur apalagi
liburan. 

WFH berarti tetap harus kerja. Hanya tempat kerjanya saja yang secara fisik berpindah.
Mungkin juga tidak harus berpakaian seragam dinas saat WFH. Sementara yang lain-lain seharusnya
tetap. Utamanya, pada sisi target dan sasaran kinerjanya. Pengawasan terhadap kinerja PNS pun
tetap bisa dilakukan.  Tentu tidak etis, jika di satu sisi PNS yang melaksanakan WFH justru bersantai
di rumah tanpa hasil kerja yang jelas. Padahal di sisi lain ada banyak  tenaga medis di garda depan
yang sedang berjuang keras dalam penanganan covid-19. Mereka bahkan harus bertaruh apapun
demi menyelamatkan jiwa manusia.

WFH juga menjadi momentum untuk mengukur efektifitas penerapan sistem pemerintahan
berbasis elektronik (SPBE) yang sejak empat tahun lalu digaungkan. Baik dari sisi keandalan teknologi
informasi, tata kelola birokrasi, dan yang terpenting kemudahan layanan kepada pengguna. 
Pekerjaan-pekerjaan administratif PNS mutlak harus dikerjakan saat WFH dengan memanfaatkan
teknologi informasi. Begitu juga dengan rapat-rapat koordinasi. Telah banyak aplikasi yang
memfasilitasi pertemuan secara daring. Kuncinya berada pada komitmen dan disiplin diri PNS. Mau
tidak memanfaatkan WFH untuk bekerja sungguh-sungguh di rumah. 

Tantangan menuju birokrasi modern di Indonesia ada piramida usia PNS. Rilis data Badan
Kepegawaian Negara per 30 Juni 2019 menyebut jumlah PNS terbanyak usia 51-55 tahun. Disusul
usia 46-50 tahun. Artinya, sebagian besar PNS adalah digital migrant yang secara teoretis kalah
terampil dengan mereka menjadi golongan digital native. WFH akan menjawab pertanyaan,
sudahkah PNS kita secara efektif mampu memanfaatkan teknologi untuk mendukung kinerjanya.
Birokrasi modern mensyaratkan interkonektivitas dan interoperabilitas. WFH adalah ujian bisa
tidaknya PNS tetap bekerja meski terpisah dari segi lokasi. Diperlukan beberapa strategi kunci agar
WFH ini tetap berada pada koridor produktifitas dan pemenuhan target kinerja PNS. 

Pertama, komitmen memenuhi sesuai jam kerja. PNS perlu tetap bekerja sesuai jam kerja.
Presensi bisa dilakukan melalui online. Baik waktu mulai maupun mengakhiri kerja. Inilah
momentum terbaik PNS menerapkan semboyan bekerja tanpa diperintah, disiplin tanpa diawasi.  
Kedua, siapkan daftar prioritas pekerjaan. Semua perubahan tentu memerlukan adaptasi. Masih ada
PNS yang belum paham apa yang harus ia kerjakan saat WFH. Dalam kasus seperti ini, atasan bisa

6
memberikan petunjuk dan arahan. Susun daftar pekerjaan yang harus dikerjakan. Kemudian penuhi
skala prioritas yang harus dikerjakan. 

Ketiga, tetapkan target dan sasaran kinerja yang jelas. Bekerja harus terukur. Bekerja harus
memiliki keluaran (output) dan hasil (outcome) yang jelas. Begitu pula saat WFH. Ketika tepat
merumuskan target dan sasarannya tepat, maka setengah dari pekerjaan sudah selesai. Target dan
sasaran kinerja inilah yang harus diukur, diperiksa dan diawasi secara berkala. Bahkan harus ada
laporan kinerja harian (daily report) yang di-approve oleh atasan langsungnya. 

Keempat, pastikan gawai dan koneksi internet lancar. WFH mensyaratkan daya yang kontinu
(always charging) dan koneksi yang lancar (always connecting). Pertemuan-pertemuan daring,
layanan publik daring, surat-menyurat daring semua memerlukan koneksi internet. Video
conference, rapat lewat zoom, bahkan sekadar berkirim pesan lewat aplikasi whatsapp pun
memerlukan koneksi internet. Di tengah wabah covid-19 seperti ini, koneksi internet sangat penting
untuk memastikan layanan publik tetap berjalan.

Pemerintah telah resmi memperpanjang masa WFH. Kinerja dan pengabdian birokrasi tidak
boleh berhenti. Bahkan di tengah wabah covid-19 sekalipun. Pemerintah sudah tepat memberikan
perlindungan bagi ASN melalui WFH. Kini giliran sebaliknya, PNS yang harus menjawab kepercayaan
pemerintah dan masyarakat. 

Pegawai ASN melaksanakan WFO sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di


bidang kepegawaian. Sedangkan pegawai ASN yang WFH melaksanakan tugas kedinasan di
rumah/tempat tinggal di mana ia ditempatkan/ditugaskan pada instansi pemerintah, yang tetap
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.

mengatur sistem kerja yang akuntabel dan selektif bagi lingkungan unit kerjanya yang dapat
melakukan WFO dan WFH dengan memperhatikan kondisi penyebaran COVID-19 di daerah masing-
masing

menentukan pegawai ASN yang dapat melaksanakan WFH, dengan pertimbangan:

 jenis pekerjaan pegawai;


 hasil penilaian kinerja pegawai;
 kompetensi pegawai dalam mengoperasikan sistem dan teknologi informasi;
 laporan disiplin pegawai;
 kondisi kesehatan/faktor komorbiditas pegawai;
 tempat tinggal pegawai berada di wilayah PSBB;
 kondisi kesehatan keluarga pegawai (status Orang Dalam Pemantauan
/Pengawasan/dikonfirmasi positif COVID-19);
 riwayat perjalanan dalam negeri/luar negeri dalam 14 hari kalender terakhir;
 riwayat interaksi dengan penderita terkonfirmasi positif COVID-19 dalam 14 hari kalender
terakhir;
 efektivitas pelaksanaan tugas dan pelayanan unit organisasi.

  menugaskan pegawai ASN menjalankan WFH secara penuh dengan tetap memperhatikan


sasaran kinerja dan target kerja. mengatur pegawai ASN yang tugas dan fungsinya bersifat
strategis menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman
Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019
(COVID-19), untuk melaksanakan WFO dengan jumlah minimum pegawai dengan tetap
mengutamakan protokol kesehatan.

7
Untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik, Kementerian/Lembaga/
Daerah agar. melakukan penyederhanaan proses bisnis dan standar operasional prosedur pelayanan
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi menggunakan media informasi untuk
penyampaian standar pelayanan baru melalui media publikasi membuka media
komunikasi online sebagai wadah konsultasi maupun pengaduan memastikan bahwa output dari
produk pelayanan yang dilakukan secara online maupun offline tetap sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan dan memperhatikan jarak aman (physical distancing), kesehatan, dan keselamatan
pegawai yang melakukan pelayanan langsung secara offline sesuai dengan protokol kesehatan yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Patut dicatat, ketentuan mengenai penyesuaian sistem kerja
dengan fleksibilitas lokasi bekerja ini diatur lebih lanjut oleh pejabat pembina kepegawaian pada
kementerian/lembaga/daerah masing-masing.

E-government sebagai Pendukung Pelaksanaan WFH

WFH dapat berjalan efektif apabila didukung dengan penerapan e-government. Merujuk


pada pasal Pasal 23 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,
dijelaskan bahwa setiap penyelenggara pelayanan publik harus mengelola pelayanannya dengan
berbasis sistem informasi yang meliputi sistem informasi elektronik dan/atau nonelektronik. Sistem
Informasi tersebut harus memuat; profil penyelenggara pelayanan publik, profil pelaksana
pelayanan publik, standar-standar dari pelayanan publik yang diberikan, maklumat pelayanan publik,
penjelasan mengenai pengelolaan pengaduan serta penilaian kinerja bagi pelayanan publik tersebut.

Ketika situasi pandemi seperti sekarang, ada beberapa manfaat penerapan e-government 


bila diterapkan pada ASN. Hal tersebut diantaranya :

1. biaya yang dikeluarkan bisa diperkecil karena semua pelaksanaan tugas dilakukan
secara online sehingga tidak terdapat lagi biaya tambahan;
2. dapat meningkatkan transparansi dan meninjau sejauh mana kegiatan pemerintahan telah
dijalankan;
3. pemberian pelayanan publik dapat meningkat karena masyarakat tidak perlu mendatangi
kantor instansi tertentu untuk memperoleh pelayanan publik tersebut. Penerapan e-
government saat ini sangat penting mengingat di situasi seperti ini tidak dimungkinkan untuk
bertemu dan berkerumun secara langsung.

Akan tetapi, dalam implementasinya kebijakan WFH ini akan lebih lancar dilaksanakan oleh instansi
yang telah memiliki sistem kerja berbasis elektronik atau e-office. Sedangkan, pada instansi lain yang
belum memiliki kapasitas tersebut tentunya akan menimbulkan efek shock yang lebih tinggi
terhadap model kerja baru. Hal ini dapat terjadi karena fasilitas penunjang e-government tidak
terpenuhi dengan baik. Sedangkan, pola kerja WFH menuntut aktivitas pekerjaan yang berbasis
internet.

Instansi yang telah telah mencapai kesiapan sistem manajemen ASN salah satunya  
Kementerian Keuangan, tepatnya pada Kantor Wilayah DJKN Jawa Barat. Kanwil DJKN Jawa Barat
mempunyai Unit Kepatuhan Internal yang menjadi unit pemantau dalam setiap pelaksanaan tugas
dan fungsi dari pegawai internal Kanwil DJKN Jawa Barat. Unit Kepatuhan Internal ini bertugas untuk
memantau atas pengendalian internal instansi. UKI melakukan tugas-tugasnya dengan
melaksanakan berbagai prosedur pengendalian secara online, salah satunya dengan office
automation berupa aplikasi Nadine. Aplikasi tersebut berbasis VPN Kementerian Keuangan yang
proteksi keamanannya terjamin dalam pengiriman data-data pekerjaan. 

Melalui aplikasi ini, proteksi keamanan untuk data-data penting sangat terjamin karena
salurannya bukan merupakan saluran yang dapat diakses oleh masyarakat umum. Selain itu,
presensi di Kanwil DJKN Jawa Barat menggunakan aplikasi dinas berbasis web yang harus diisi

8
secara online oleh ASN. Hal itu memudahkan ASN dalam melaksanakan tugasnya dan juga
memudahkan UKI dalam memantau kinerja ASN di masa pemberlakuan WFH. Kanwil DJKN Jawa
Barat juga melakukan pendataan mengenai ASN yang dapat bekerja dari rumah serta
mendata jobdesk yang dapat dilakukan di rumah. Kesiapan sistem manajemen ASN Kanwil DJKN
Jawa Barat dapat menjadi rujukan kepada instansi lain dalam menerapkan WFH (DJKN Jawa Barat,
2020). 

Oleh karena itu, berbagai instansi publik yang belum memiliki kesiapan menghadapi WFH ini
tentunya harus dapat mengoptimalisasikan sistem manajemen ASN yang berbasis online. Selain itu,
setiap unit kerja juga dapat berinovasi dengan menggunakan berbagai platform digital berbasis open
source yang dapat membantu pelaksanaan WFH. 

9
KESIMPULAN

Dalam menerapkan kebijakan tersebut, kemampuan dan pengetahuan ASN dalam


melakukan pekerjaannya akan menjadi sangat diperhatikan. Penerapan kebijakan ini tentunya tidak
terlepas dari konsep Smart ASN yang sedang digencarkan oleh Kementerian PANRB. Akan tetapi,
adanya pandemi COVID-19 mengharuskan kebijakan tersebut diberlakukan sesegera mungkin. ASN
kini tidak memiliki pilihan lain selain bekerja dari rumah yang dimana dalam penerapannya sangat
erat dengan teknologi informasi. Akan tetapi, apabila ditinjau dari beberapa aspek seperti
pendidikan, indeks prestasi, dan kondisi ASN untuk menerapkan teknologi dalam kesehariannya,
penulis merasa ASN belum cukup siap untuk menjalani kebijakan WFH apabila kebijakan tersebut
diperpanjang.

WFH berarti tetap harus kerja. Hanya tempat kerjanya saja yang secara fisik berpindah.
Mungkin juga tidak harus berpakaian seragam dinas saat WFH. Sementara yang lain-lain seharusnya
tetap. Utamanya, pada sisi target dan sasaran kinerjanya. Pengawasan terhadap kinerja PNS pun
tetap bisa dilakukan.  Tentu tidak etis, jika di satu sisi PNS yang melaksanakan WFH justru bersantai
di rumah tanpa hasil kerja yang jelas. Padahal di sisi lain ada banyak  tenaga medis di garda depan
yang sedang berjuang keras dalam penanganan covid-19. Mereka bahkan harus bertaruh apapun
demi menyelamatkan jiwa manusia.

WFH juga menjadi momentum untuk mengukur efektifitas penerapan sistem pemerintahan
berbasis elektronik (SPBE) yang sejak empat tahun lalu digaungkan. Baik dari sisi keandalan teknologi
informasi, tata kelola birokrasi, dan yang terpenting kemudahan layanan kepada pengguna. 
Pekerjaan-pekerjaan administratif PNS mutlak harus dikerjakan saat WFH dengan memanfaatkan
teknologi informasi. Begitu juga dengan rapat-rapat koordinasi. Telah banyak aplikasi yang
memfasilitasi pertemuan secara daring. Kuncinya berada pada komitmen dan disiplin diri PNS. Mau
tidak memanfaatkan WFH untuk bekerja sungguh-sungguh di rumah. 

Tantangan menuju birokrasi modern di Indonesia ada piramida usia PNS. Rilis data Badan
Kepegawaian Negara per 30 Juni 2019 menyebut jumlah PNS terbanyak usia 51-55 tahun. Disusul
usia 46-50 tahun. Artinya, sebagian besar PNS adalah digital migrant yang secara teoretis kalah
terampil dengan mereka menjadi golongan digital native. WFH akan menjawab pertanyaan,
sudahkah PNS kita secara efektif mampu memanfaatkan teknologi untuk mendukung kinerjanya.
Birokrasi modern mensyaratkan interkonektivitas dan interoperabilitas. WFH adalah ujian bisa
tidaknya PNS tetap bekerja meski terpisah dari segi lokasi. Diperlukan beberapa strategi kunci agar
WFH ini tetap berada pada koridor produktifitas dan pemenuhan target kinerja PNS. 

kebijakan WFH ini akan lebih lancar dilaksanakan oleh instansi yang telah memiliki sistem
kerja berbasis elektronik atau e-office. Sedangkan, pada instansi lain yang belum memiliki kapasitas
tersebut tentunya akan menimbulkan efek shock yang lebih tinggi terhadap model kerja baru. Hal ini
dapat terjadi karena fasilitas penunjang e-government tidak terpenuhi dengan baik. Sedangkan, pola
kerja WFH menuntut aktivitas pekerjaan yang berbasis internet.

10
DAFTAR PUSTAKA :

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/berita-media/baca/12981/Mengevaluasi-Sistem-Manajemen-
ASN-berbasis-Online-selama-WFH.html

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/berita-media/baca/12981/Mengevaluasi-Sistem-Manajemen-
ASN-berbasis-Online-selama-WFH.html

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13076/INTEGRITAS-ASN-DIUJI-DI-TENGAH-
PANDEMI-COVID-19.html

https://www.suara.com/yoursay/2020/06/04/100012/meninjau-kesiapan-asn-menjalani-kebijakan-
work-from-home

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13014/Bekerja-dari-Rumah-Work-From-Home-Dari-
Sudut-Pandang-Unit-Kepatuhan-Internal.html

11

Anda mungkin juga menyukai