KATA PENGANTAR
Bismillahhirrohmanirrohim.
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT serta sholawat serta salam
tercurahkan ke junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas Pengantar Teknologi Informasi dengan judul PERAN TEKNOLOGI INFORMASI DI
BIDANG PEMERINTAHAN.
Adapun penulisan makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari segala pihak yang
membantu menyelesaikan makalah ini.
Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Direktur Utama Politeknik Negeri Padang
2. Ketua Jurusan Teknologi Informasi yang telah memberikan tugas untuk pembuatam
makalah ini
3. Rekan-rekan se-angkatan yang membantu,mendorong serta memberikan informasi yang
sangat diperlukan dalam penyusunan makalah ini hingga dapat terselesaikan
4. Semua pihak yang telah ikut berpartisipasi serta telah memberikan semangat dalam
membantu menyelesaikan makalah ini
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, maka dari itu
penulis mengharapkan sumbangan pikiran, pendapat serta saran – saran yang berguna demi
penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
pembaca.
Terima Kasih
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………
ii
BAB I PENDAHULUAN
……………………………………………………………………..1
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………………………
1
1.2 Tujuan Penulisan ……………………………………………………………………….. 3
1.3 Sistematika Penulisan …………………………………………………………………. 3
BAB II PEMBAHASAN
…………………………………………………………………….. 4
2.1 E-Government Dan Kesiapan Indonesia …………………………………………. 4
2.2 E-Participation Terhadap E-Government ………………………………………. 5
2.3 Dampak E-Government ………………………………………………………………. 6
2.4 Dukungan Teknologi Informasi Untuk
Pelayanan Publik ……………………………………………………………………………. 7
2.5 Insprastruktur Ti ………………………………………………………………………. 9
2.6 Peran Ti Dalam Good Government ………………………………………………. 12
BAB III
PENUTUP……………………………………………………………………………………..
16
Analisa Dan Kesimpulan…………………………………………………………………. 16
BAB I
PENDAHULUAN
Ditemukannya sejuhlam identitas ganda yang dimiliki sejumlah teroris dan anggota
masyarakat yang sempat diperiksa kepolisian, pemalsuan paspor oleh para penjahat kerah
putih, serta kasus surat “peringatan” dari Direktorat Pajak belum lama ini yang ternyata
banyak salah sasaran memiliki benang merah yang sama. Hal-hal tersebut menghangatkan
kembali diskursus tentang buruknya tata kependudukan di Indonesia.
Berbagai anomali administrasi itu mengindikasikan tidak adanya kesungguhan dalam
merapikan data kependudukan yang sesungguhnya sangat penting. Data yang ada ternyata
tidak akurat, tidak relevan, dan tidak diintegrasikan oleh instansi-instansi terkait. Akibatnya,
pada level pemerintahan, nyaris tidak ada manfaatsama sekali yang bisa diperoleh dari data
kependudukan tersebut. Pada saat yang sama masyarakat sudah kadung memandang sinis
bahwa surat-surat kependudukan bahkan yang paling mendasar sekalipun (Kartu Keluarga,
Kartu Tanda Penduduk, dan Surat Izin Mengemudi) dianggap sebagai sesuatu yang
kegunanaannya tidak lebih dari “sekedar jaga-jaga saat ada insfeksi”.
BAB II
ISI
Dari sisi pengguna syarat paling mendasar bagi keberhasilan teknologi informasi, komunikasi
yang signifikan dikalangan masyarakat. Lebih luas lagi information Cociety Comission
(2003) menyebutkan bahwa kesiapan e-government dapat diantimasi berdasarkan posisi atau
suatu negara pada Human Development Index (HDU).
Menjadikan HDI sebagai dasar untuk mengukur kesiapan Indonesia dalam ber e-government
tampaknya menghasilkan gambaran yang tidak begitu menggembirakan. Meskipun
menunjukkan peningkatan pada sejumlah indikator kesejahteraan manusia, posisi Indonesia
pada 2004, dibandingkan dengan 2003 hanya naik satu anak tangga ke peringkat 111 dari
sekitar 170 yang diteliti. Ini berarti masih dibutuhkan upaya keras jangka panjang guna
memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia, sebagai persyaratan langsung bagi
e-participation.
Saat e-information dan e-consultation tidak terealisasi, e-decision making lebih parah lagi.
Situs tidak berfungsi optimal sebagai media interaktif antara masyarakat dan para
pelayannya. Akibatnya manfaat situs-situs pelayanan publik itu terhadap proses
demokratisasi pun sangat rendah karena tidak mendorong masyarakat untuk aktif urun
rembuk dalam peningkatan kualitas pelayananserta penyusunan dan perubahan kebijakan
publik.
Keberadaan e-government akan berimbas pada dimensi sumber daya manusia disetiap
pelayanan publik. Tidak tertutup kemungkinan akan meruyaknya kekhawatiranyang
disebabkan oleh rasionalisasi jumlah karyawan. Karyawan yang dinilai tidak memiliki
kesediaan dan kemampuan generik untuk menjalankan e-government akan berhadapan
dengan dua resiko; diberhentikan (retrenchment) atau menjadi pelatihan dalam rangka
membentuk kompetensi lunak (soft compentencies) dan keterampilan kerjaserta
mengintegrasikan diri kedalam struktur informasi yang baru.
Sementara kompetensi lunak berfokus pada mentalitas kerja, pelatihan keterampilan kerja
dipusatkan pada bidang berteknologi informasi dan komunikasi, manajemen proyek,
manajemen perubahan,serta kemampuan membangun kemitraan. Terkait dengan begitu
pentingnya penyiapan para aparat pelayanan publik, Information Society Commision (2003)
menegaskan, kepemimpinan memainkan peran sangat penting dalam menciptakan atmosfer
positif bagi perubahan birokrasi kantor-kantor pemerintah. Dengan lompatan kuantum kearah
implementasi e-government kita bisa berharap,tata pemerintahan dan kependudukan di
Indonesia akan berlangsung lebih demokratis, efisien, dan bersih.
Saat ini informasi yang dapat diakses oleh publik masih amat terbatas sifatnya, berupa
informasi umum mengenai departemen/institusi dan belum berupa informasi yang berkaitan
dengan sistem prosedur atau tata cara yang berhubungan dengan pelayanan publik. Salah satu
yang menyebabkan keterbatasan ini adalah tidak adanya acuan atau panduan di tingkat
nasional, seperti yang diharapkan oleh sebagian besar departemen/institusi tersebut dalam
bentuk suatu kebijakan yang jelas untuk menyebarkan informasi atau data secara umum
kepada publik.
Ke depan, mereka mengharapkan dukungan strategi, prioritas dan arah kebijakan riset dan
strategi pengembangan tenaga ahli di bidang teknologi informasi sebagai bagian dari
kebijakan nasional di bidang teknologi informasi untuk dapat meningkatkan jumlah dan mutu
hasil riset di bidang teknologi informasi.
Sudah cukup banyak departemen/institusi pemerintah yang sadar akan perlunya suatu
evaluasi investasi teknologi informasi sebagai bahan untuki membuat rencana ke depan.
Namun, belum semuanya melihat dari kebutuhan evaluasi internal.
Kendala utama yang dirasakan menghambat evaluasi pemanfaatan teknologi adalah karena
hal ini belum menjadi bagian atau keharusan dari investasi teknologi informasi.
Dari sisi kebutuhan infrastruktur teknologi informasi untuk jangka pendek, sebagian besar
departemen/institusi merasakan kebutuhan akan aplikasi dan basis data sebagai kebutuhan
utama diikuti oleh perangkat telekomunikasi dan akses jaringan komputer global/nasional
serta integrasi dengan organisasi lain yang terkait. Sedangkan dari sisi proses/prosedurnya,
yang perlu mendapatkan perhatian adalah panduan manajemen dan operasi.
a. Hukum dan isu nasional
Dari sisi regulasi, sebagian besar menganggap regulasi untuk melindungi hak cipta mengatasi
sengketa dalam transaksi elektronis mendukung transaksi elektronis dan memberikan hak
yang sama terhadap informasi sebagai bidang-bidang yang mendesak dan belum mendapat
perhatian.
Dari sisi penerapan hukum dalam bidang teknologi informasi, pemerintah diharapkan untuk
secepatnya melengkapi produk perangkat hukum baru yang mengatur teknologi informasi
selain itu pemerintah juga diharapkan meningkatkan kualitas aparat hukum dan memiliki
acuan kerangka hukum teknologi informasi nasional. Dalam konteks daerah, pemerintah
daerah diharapkan dapat membuat kebijakan sendiri secara penuh tetapi tetap mengacu ke
pusat walaupun ada yang mengharapkan pembagian kebijakan yang jelas antara pusat dan
daerah. Untuk menyelaraskan kebijakan teknologi informasi di pusat dan daerah ini maka
kebijakan nasional harus:
Mencakup pemberdayaan masyarakat di daerah dalam bisang teknologi informasi.
Mencakup pelatihan SDM bidang TI di daerah
Mendorong tanggung jawab dan kerja sama departemen/institusi di pusat dan daerah dalam
pengembangan SDM.
Kebijakan untuk meningkatkan pendidikan teknologi informasi di daerah.
2.6 Peran TI Dalam Good Government
Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik, teknologi informasi masih
dianggap sebagai alat “pengotomasi proses” yang diharapkan dapat mengurangi proses yang
dilakukan secara manual dibanding sebagai alat yang dapat mengurangi birokrasi.
Dalam konteks partisipasi semua pihak untuk penyusunan kebijakan, teknologi informasi
masih dianggap sebagai alat yang mempermudah pengumpulan informasi dibanding sebagai
alat yang dapat membuka komunikasi dengan pihak luar seperti publik atau instansi lain.
Dalam konteks peningkatan kualitas suatu kebi akan teknologi informasi masih dilihat
sebagai sarana untuk memperluas sumber informasi dan data dibanding sarana yang dapat
menciptakan keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan.
Dari sisi evaluasi pemanfaatan teknologi informasi kondisinya dapat dikatakan
memprihatinkan dengan masih adanya beberapa departemen/institusi yang tidak pernah
melakukan audit penerapan teknologi informasi kalau pun ada sebagian besar pelaksanaannya
masih bersifat ad-hoc. Jika ditelaah lebih lanjut, jenis audit penerapan teknologi informasi
yang sering dilakukan lebih merupakan audit non-finansial dibanding audit finansial. Hal ini
menunjukkan aspek efektifitas penerapan teknologi informasi lebih mendapatkan perhatian
dibandingkan aspek efisiensinya. Selain itu, tanggapan departemen/institusi atas keterkaitan
audit manajemen dengan audit teknologi informasi amat rendah, baik yang menyatakan
terkait maupun yang menyatakan tidak terkait. Hal ini perlu diakui lebih lanjut karena
tanggapan ini tidak mendukung kesimpulan sebelumnya, yaitu sebagian besar
departemen/institusi menyatakan adanya keselarasan visi dan misi institusi dengan penerapan
teknologi informasinya.
Seperti halnya pada pemahaman akan tingkat pemanfaatan teknologi informasi, “concern”
sebagian besar departemen/institusi pemerintah dengan adanya kebijakan nasional lebih
tertumpu pada adanya aturan tata cara akses informasi oleh pihak luar/publik dibanding pada
adanya panduan bagaimana departemen/institusi harus menempatkan teknologi informasi
untuk review, monitor dan evaluasi.
Ketersediaan SDM dalam bidang teknologi informasi tampaknya menjadi kendala utama
yang dihadapi oleh sebagian besar departemen/institusi pemerintah. Hal ini besar
kemungkinannya berkaitan dengan pola pengembangan SDM di bidang teknologi informasi
yang kurang menarik minat orang-orang yang berkualitas seperti:
a) masalah dengan gaji dan fasilitas yang kurang memadai,
c) cakupan pekerjaan yang sebagian besar berada pada level “operator” dalam bentuk
pemeliharaan data dan aplikasi atau pelatihan pada pemakai walaupun ada juga yang sampai
pada level “analis” seperti perancangan aplikasi,
d) tidak adanya perlakuan khusus baik dalam bentuk insentif maupun jenjang karier.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/peran-teknologi-informasi-di-
bidang-pemerintahan