Anda di halaman 1dari 20

PERBANDINGAN PENERAPAN SISTEM E-GOVERNMENT

DALAM PROSES SURAT IZIN MENGEMUDI DI NEGARA


INDONESIA

DAN NEGARA JERMAN

Tugas ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata kuliah Teknologi
Administrasi

Disusun oleh :

Elsya Feradina

Ahmad Samanhudi

Arbi Khaerul Arifin

Aris saepurrohman

Dimas herlambang

Administrasi Negara/A/VI

Jurusan Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan

Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

2013
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang sederhana ini dengan predikat terbilang lancar.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang membantu dalam
penyusunan makalah ini, terutama Bapak Iman selaku dosen pengajar Teknologi
Administrasi yang telah membimbing penulis sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik.

Penyusunan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah


Teknologi Administrasi. Selain itu, penulis juga ingin memberikan wawasan kepada
semua pihak yang berkenan membaca makalah ini mengenai e-government serta
penerapan dan perbedaan di negara Indonesia-Jerman, sehingga makalah ini bukan
hanya sebagai kumpulan kertas tak berguna sebagai penghias meja belajar, melainkan
dapat dijadikan sebuah referensi.

Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang
budiman. Dalam penyusunan tugas ini penulis sadar jauh dari kesempurnaan oleh
sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan
tugas-tugas selanjutnya.

Bandung, 25 Mei
2013

Penulis
DAFTAR ISI

Kata
Pengantar…………………………………………………….....…......…….......……
….....1

Daftar Isi
……………………………………………….........…...….…………........……….….2

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar
belakang.........………………….....………………….…….…………….....................3

1.2 Rumusan
masalah………………....……………………….…….…...............………….......4

1.3 Manfaat dan


Tujuan……....……………………………….…….…................………….......4

BAB II Pembahasan

2.1 Defenisi E-government


…..............................………………................................................7

2.2 Tingkatan layanan atau tahapan pengembangan e-government secara


umum.......................7
2.3 Kiat-kiat menuju e-government yang
unggul.........................................................................9

2.4 Pengembangan lebih lanjut e-government menjadi e-


governance........................................10

2.5 Penggunaan e-government di


Indonesia................................................................................12

2.6.Kelembagaan, Regulasi, dan Kebijakan e-government di


Indonesia....................................13

Bab III. Penutup

3.1Kesimpulan………………………....……………………………………………….
...........15

3.2
Saran................................................................................................................................
.....17

Daftar
Pustaka............................................................................................................................
18
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

”Bangsa yang maju adalah bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi. Kuasailah teknologi maka kau akan menguasai dunia”, demikianlah
ungkapan yang berkembang di masyarakat teknologi. Dan ungkapan itu tidak sekedar
ungkapan. Departemen Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia adalah
merupakan salah satu institusi pemerintah yang bertanggung jawab untuk
mewujudkan hal tersebut melalui salah satu programnya yakni e-government .apa sih
e-government itu? Dan apa manfaatnya? Bagaimana implementansi e-government di
Indonesia? Bagaimana perbandingan E-Goverment di Indonesia dan Jerman?
Makalah ini mencoba membahas hal tersebut secara mendalam.

Kemajuan teknologi informasi memberikan manfaat yang sebesar-besarnya


untuk kemaslahatan masyarakat. Tentunya dalam dunia yang sudah mengglobal ini,
kemajuan teknologi diperlukan dan dimanfaatkan dalam segala bidang. Salah satu
bidang yang terkena sentuhan teknologi informasi adalah pelayanan pemerintah
kepada publik. Artinya dalam era teknologi informasi ini, informasi telah
dihubungkan oleh dengan sebuah gerbang / “gateway” yang terintegrasi.

Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang pesat serta potensi


pemanfaatannya secara luas, membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolaan dan
pendayagunaan informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat. Selain
itu pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi dalam proses pemerintahan (e-
government) akan meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas
penyelenggaraan pemerintahan.
1.2.RUMUSAN MASALAH

E-Gov atau Electronic Government merupakan bentuk dari implementasi


penggunaan teknologi informasi bagi pelayanan pemerintah kepada publik. Yaitu
bagaimana pemerintah memberikan informasi kepada pemangku kepentingan
(stakeholder) melalui sebuah portal web. Perbedaan pemahaman, cara pandang dan
tindakan atas E-Gov telah menimbulkan distorsi serta penyimpangan atas maksud
pembuatan E-Gov itu sendiri.

Jerman dinobatkan sebagai salah satu negara yang penerapan E-


Governmentnya dipandang sudah lebih maju dibandingkan negara lain. Berbalik sisi
dengan Indonesia, di Negara Indonesia Kondisi memprihatinkan ini terjadi di
berbagai tingkatan birokrasi, baik dari tingkat staf paling bawah hingga ke tingkat
paling tinggi. Begitu pula dalam berbagai praktek bisnis di lingkungan swasta.
Lemahnya pemanfaatan e-gov di lingkungan birokrasi yang saling terkait dengan
masih terbatasnya aplikasi di dunia bisnis telah menyebabkan lambatnya pelaksanaan
program e-gov.

Mencermati realitas dan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan


permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah defenisi e-government secara mendalam?


2. Bagaimana implementasi penerapan e-government di Indonesia dan di
Jerman?
3. Bagaimana Kelembagaan, Regulasi dan Kebijakan daripada e-government di
Indonesia dan di Jerman?

1.3.MANFAAT DAN TUJUAN

Adapun tujuan dan manfaat dari penulisan makalah ini adalah :

1. Agar kita semakin memahami manfaat e-government serta penerapan dan


perbandingan di Indonesia-Jerman.
2. Untuk memenuhi tugas kelompok yang diberikan oleh dosen mata kuliah
Teknologi Administrasi yakni Bapak Iman.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. DEFENISI E-GOVERNMENT

E-government adalah tentang penyampaian informasi pemerintah dan


penyelenggaraan pelayanan secara online melalui internet atau alat digital lainnya.
Sedangkan menurut Holmes (2000), E-Gov didefinisikan sebagai “Kegunaan
Teknologi Informasi untuk memberikan/menyajikan pelayanan kepada publik dengan
lebih nyaman, berorientasi pada konsumen, mengefektifkan biaya, dan secara
keseluruhan merupakan cara yang lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan penulis lain
(Fang, 2002; Seifert and Bonham, 2004) mendefinikan E-government merupakan
sebuah cara bagaimana pemerintah menggunakan teknologi informasi khususnya
aplikasi internet berbasis web, untuk menyediakan akses yang mudah terhadap
informasi pemerintah dan menyediakan pelayanan publik, juga untuk meningkatkan
kualitas pelayanan pemerintahan, serta melakukan transformasi hubungan antara
pejabat publik dengan penduduk dan juga bisnis. Dari berbagai definisi ini, umumnya
pemerintah-pemerintah di dunia yang mengimplementasikan E-Gov menggunakan
definisi dari Bank Dunia[2], yaitu pemanfaatan Teknologi Informasi (seperti Wide
Area Network, Internet, Mobile Computing) oleh agen pemerintah yang mampu
mentransformasi hubungan dengan penduduk, bisnis serta unit pemerintah lainnya.

Secara garis besar dari definisi-definisi yang beredar mengenai E-Gov dapat
disimpulkan bahwa E-Gov mempunyai beberapa penekanan penting yaitu pada:

1. adanya pemanfaatan teknologi informasi (Internet, WAN, Mobile Computing


dll).
2. adanya tujuan untuk meningkatkan layanan kepada publik yaitu dengan
adanya pelayanan umum secara online (Online Public Services).
3. adanya tujuan untuk melakukan transformasi hubungan antara agen
pemerintah dengan penduduk, bisnis ataupun dengan unit pemerintah lainnya.

Pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah dijelaskan oleh sebuah


model Future of Government Services. Dalam model ini digambarkan bahwa
Pelayanan Pemerintah dipengaruhi oleh dua faktor yaitu :

1. Internal Drivers
Risk management, Partnerships, Skills Shortage, Take care of People,
Intellectual Asset Management, Shorten Cycle Time, Constituency
Requirement, Innovative Product & Services, Streamline Business Processes.
2. External Drivers
IT Commoditization, Works & Lifestyles Diversity, Internet Landscape,
Informational transparency, Skills shortage, Competition to Provide Services,
New Business Model Emerging, Legislation.

Aplikasi dari IT dalam sektor publik ditujukan untuk meningkatkan efisiensi,


efektivitas dan akuntabilitas dalam penyampaian pelayanan public oleh pemerintah.
Layne and Lee (2001) menjelaskan dalam 4 tahap pengembangan E-Gov yaitu:

1. Cataloguing

Fokus pada memulai sebuah bentuk kehadiran secara online dari pemerintah. Hal ini
dapat diwakili dengan adanya web static.

2. Transaction

Dalam halaman web tersebut disajikan link database dinamis.

3. Vertical Integration

Terbangunnya sebuah koneksi dengan fungsi dan jasa dari tingkat diatasnya.
Misalnya Portal web pemda tingkat II, mempunyai fungsi pelayanan dari portal web
pemda tingkat I dan tingkat pusat.
Di Vetical Integration, fokus pada transformasi jasa pelayanan pemerintahan dan
bukan pada otomatisasi. Targetnya adalah mengintegrasi sistem pemerintahan tingkat
II dengan tingkat I dan tingkat pusat, hal ini dilakukan untuk tujuan cross referencing
and checking. Selain itu, target lainnya adalah untuk mempertimbangkan peningkatan
pada efisiensi, privasi dan masalah kerahasiaan.

4. Horizontal Integration

Yaitu suatu integrasi antar fungsi dan pelayanan yang beda. Pada Horizontal
Integration, ditandai dengan adanya database yang melintas area fungsional yang
berbeda, yang saling berkomunikasi satu sama lain dan idealnya saling membagi
informasi. Dengan demikian, informasi yang diperoleh satu agen pemerintah maka
dapat digunakan oleh seluruh fungsi lain dalam sistem.

Secara keseluruhan 4 tahap E-Gov dari Layne & Lee menawarkan harapan terbaik
untuk meningkatkan efisiensi melalui reformasi administrasi melalui vertical maupun
horizontal integration.

2.2 Tingkatan Layanan Atau Tahapan Pengembangan E-Government Secara


Umum

Pengembangan e-government dapat dilakukan dalam beberapa tahap atau


tingkatan.Beberapa sumber pustaka menjelaskan tentang tingkatan layanan
egovernment sebagai berikut :

 Tahap I : Menerbitkan Informasi tentang diri sendiri bagi kepentingan


warga dan kalangan bisnis (lewat web/internet) juga menyediakan fasilitas
komunikasi dua arah.
 Tahap II : Aplikasi Intranet yang memungkinkan data dapat
dikumpulkan (online),diolah, dan disebarluaskan dalam bentuk baru (agar
lebih efisien); meskipunsebagian proses pemberian servis tetapsecara offline,
publik dapat memantau kinerja secara online.
 Tahap II : Aplikasi Extranet yang memungkinkan warga wilayah dapat
mengisi blankoaplikasi secara online (lewat internet).

2.3 Penerapan E-Government Segala Lini di Negara Jerman

Layanan e-government di Jerman, hampir diberikan di semua lini. Dan karena


Jerman merupakan negara federasi, tiap-tiap negara bagian bahkan dalam tingkat
kota, walaupun beberapa aplikasi yang ditawarkan hampir sama, namun tetap ada
yang khas dari layanan yang ditawarkan.

Misalnya saja Kota Rosenheim yang menawarkan layanan interaktif untuk


mencari tempat parkir. Bagi yang membutuhkan tempat parkir yang kosong, dapat
dicari di pintu masuk tempat-tempat parkir maupun mencarinya baik secara online
dengan internet maupun melalui telepon seluler dengan fasilitas internet. Selain
tempat dengan peta kota yang cukup komprehensif, peminat dapat pula mengetahui
informasi mengenai tarif serta jam buka maupun tutup. Situs yang dapat diakses dari
ponsel dengan fasilitas internet adalah wap.rosenheim.de.

Sementara itu, Kota Bonn yang terletak di negara bagian North Rhine-
Westphalia, menawarkan bermacam layanan online seperti aplikasi bisnis, aplikasi
untuk ijin kerja, pendaftaran kendaraan dan sebagainya. Layanan yang cukup bagus
dari bekas ibukota Jerman ini adalah portal informasi mengenai seluruh Taman
Kanak-Kanak dikota itu. Para orang tua dapat mendaftarkan anak-anak mereka ke TK
yang dipilih secara online. Asalh tahu saja, walaupun gratis, untuk memasukkan anak
ke sekolah, pendaftaran dilakukan jauh beberapa bulan sebelumnya.

Kota Cologne lain lagi. Dengan koneksi keamanan SSL, warga kota itu dapat
memesan dokumen seperti akte kelahiran, akte perkawinan dan dokumen penting
lainnya. Melalui situs kota tersebut, pengunjung diinformasikan juga bagaimana
tahap-tahap untuk memesan dokumen yang dimaksud. Sistem juga menawarkan
pengantaran dokumen serta pembayaran yang berbeda-beda.
Bagi para pencari kerja, persoalan yang mencuat sejak reunifikasi Jerman di
tahun 1990, pemerintah melalui situs Departemen Kerja disana, juga membuka
informasi seputar lowongan kerja di www.arbeitsamt.de. Di situs tersebut,
dipertemukan antara pencari dan perusahaan-perusahaan yang mencari pekerja. Tentu
saja, pencari kerja diharuskan mengisi keahlian spesifik yang dimiliki sehingga
pemberi kerja mendapatkan orang yang tepat untuk posisi yang ditawarkan.

Selain dimanfaatkan orang Jerman sendiri, situs ini juga sering dikunjungi
orang luar Jerman yang berkeinginan bekerja disana termasuk dari Indonesia. Apalagi
ketika Jerman begitu membutuhkan orang asing yang ahli di bidang teknologi
informasi dengan iming-iming kartu hijau (greencard). Banyak orang Indonesia
beruntung mendapatkannya dan berhak atas segala fasilitas layaknya orang Jerman,
kecuali ikut pemilu. Di samping situs pemerintah, situs lain
seperti www.jobpilot.de sebenarnya menawarkan juga lowongan bagi para pencari
kerja, namun dikelola oleh swasta.

Karena menjadi negara tujuan untuk belajar terutama untuk pendidikan tinggi,
hampir semua universitas maupun fachochshcule membuka informasi seluas-luasnya
terhadap calon mahasiswa untuk mengetahui tentang lembaga pendidikan tinggi di
sana. Termasuk informasi mengenai akomodasi, beasiswa, serta keadaan kampus.
Yang menarik, beberapa kampus juga menyajikan kunjungan virtual ke kampus
mereka, sampai hingga ke dalam perpustakaannya. Tak ketinggalan, dapat pula
dilihat keadaan kampus secara realtime lewat kamera-kamera yang dipasang di sudut-
sudut kampus.

Bukan hanya kampus saja yang bisa disaksikan secara realtime, acara-acara
unik di Jerman pun seperti pesta minum bir Oktoberfest di Muenchen pun dapat
disaksikan lewat kamera yang dipasang di pojok-pojok keramaian. Begitu juga
dengan dengan acara Christkindlmarkt yang diadakan di Nuremberg. Ramainya pasar
dengan penjual pernak-pernik, anggur, makanan, serta perabotan dapur menjelang
Natal itu dapat disaksikan dari belahan dunia manapun melalui kamera yang
terhubung ke internet melalui situs www.nürnberg.de.

Untuk menelusuri layanan e-government di Jerman baiknya memang


peselancar mahfum akan Bahasa Jerman (Deutsch). Hal itu karena meski situs-situs
sudah disajikan dalam dua bahasa, Deutsch dan Inggris, namun banyak link-link yang
walaupun sudah berbahasa Inggris, kemuudian kembali lagi ke Deutsch. Bagi orang
Jerman tentu tidak menjadi masalah, namun tidak bagi orang luar Jerman.

Enam Fase Perencanaan Sebelum semua layanan yang telah digambarkan


dapat dipergunakan masyarakat, dalam buku manual pengembangan dan
implementasi e-government di Jerman, yang versi Inggris-nya hanya dipublikasikan
secara online, ada enam fase perencanaan yang perlu jadi perhatian. Yaitu:
inisialisasi, strategi, analisis, desain pada high level, implementasi dan tes, serta
pengenalan dan awal pengoperasian. Keenam fase tersebut merupakan titik awal
untuk mengenalkan e-government kepada publik di sana. Tahap perencanaan dapat
diartikan sebagai saran bagaimana layanan dapat disediakan secara online.

Dari beberapa fase, yang menarik untuk disimak adalah fase strategi karena di
sinilah didefinisikan tujuan e-government bagi publik. Setelah didefinisikan, pada
fase ini kemudian ditentukan layanan apa saja yang mungkin diimplementasikan
secara online. Setelah diidentifikasi, kemudian ditentukan prioritas. Baru kemudian
ditentukan strategi implementasinya. Strategi implementasi di sini termasuk
merencanakan sumberdaya manusia, finansial dan membuat guidelines.

Dalam fase realisasi dan tes beberapa aktivitas yang dilakukan meliputi
persiapan pembuatan software dan adaptasi. Kemudian dilakukan procurement dan
instalasi software dan hardware. Setelah itu dilakukan manajemen perubahan,
dokumentasi hingga persiapan untuk pengetesan. Sebelum benar-benar layanan e-
government digunakan, dilakukan pengujian lebih dulu dengan memperhatikan faktor
keamanan situs-situs tersebut.
Mengenai masalah keamanan, hal itu akan terkait dengan proteksi pertukaran
data yang menyangkut kerahasiaan, integritas dan keaslian. Aspek-aspek itu sangat
penting dalam aplikasi e-government dan merupakan kondisi realistis yang patut
menjadi perhatian karena layanan e-government tidak berjalan dalam ruang hampa.
Setelah semua itu, baru kemudian didapat kesimpulan apakah layanan e-government
yang akan dipublikasikan ke masyarakat dapat dipakai atau tidak.

Pengembangan e-government di Jerman dikoordinasikan oleh Bundesamt für


Sicherheit in der Informationstechnik (BSI) melalui apa yang dinamakan BundOnline
2005, sejak diluncurkan sekitar empat tahun lalu. Di bawah bendera BundOnline
2005, tujuan yang ambisiusnya adalah menawarkan semua layanan pemerintahan
secara online pada 2005. Dan hal itu, hampir semua tercapai. Termasuk komponen
dasar berupa ruang virtual untuk surat-menyurat yang saat ini masih dalam tahap
pengembangan di bawah koordinasi BSI.

Dalam hal pengertian e-government sendiri, yang menarik dari Jerman adalah
pemahaman bahwa e-government bukanlah sekadar proyek implementasi teknologi
informasi. Tapi merupakan bagian dari modernisasi layanan publik pada tiap
tingkatan administratif pemerintahan. Sehingga, inisiatif semisal Deutschland Online
maupun inisiatif yang terkait dengan perubahan birokrasi, hal itu terkait dengan e-
government. Ha itu dapat dimengerti, karena tantangan terberat dalam implementasi
e-government adalah mengubah kultur birokrasi industri ke birokrasi era informasi,
serta melayani publik dan bukan dilayani.

2.4 Penerapan E-Government segala lini di negara Indonesia

Setiap tahun, hampir di seluruh instansi pemerintah, baik itu departemen,


pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, polisi, militer, hingga
BUMN/BUMD, selalu ada kegiatan pengadaan barang/jasa terkait dengan penerapan
teknologi informasi (TI). Di sisi perangkat keras, selalu ada peremajaan sistem,
sehingga perangkat keras yang dimiliki selalu up to date. Demikian juga dari sisi
perangkat lunak, sudah sangat banyak aplikasi baik yang terkait Sistem Informasi
Manajemen, Geographical Information System, hingga aplikasi yang terkait dengan
layanan masyarakat seperti Sistem Pelayanan Satu Atap, KTP Online dan lain
sebagainya. Jika diakumulasikan, katakanlah dalam 10 tahun terakhir, mungkin
anggaran yang dikeluarkan dari APBN/APBD untuk seluruh pengadaan implementasi
TI ini tiap tahunnya bisa mencapai puluhan atau bisa jadi sudah menyentuh angka
ratusan triliun rupiah.

Selayaknya, dengan uang dari hasil pajak rakyat yang demikian besar, dan
dengan banyaknya proyek terkait implementasi TI tersebut, negara ini sudah memiliki
satu sistem e-government yang akan memberikan peningkatan efisiensi dalam
operasional pemerintah, dan dalam waktu yang sama juga meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat. Tapi kenyataannya saat ini mungkin bisa dikatakan nyaris tidak
ada instansi pemerintah/BUMN yang sebagian besar operasionalnya dilakukan secara
elektronik. Mungkin ada satu-dua yang menjadi pengecualian, tapi tentu saja jumlah
itu menjadi tidak signifikan dibanding seluruh instansi pemerintah yang tiap tahunnya
merilis proyek-proyek berbau TI.

Menilik kenyataan seperti itu, bisa dipastikan ada yang salah dalam inisiatif-
inisiatif e-Government yang selama ini dilakukan oleh instansi pemerintahan. Dengan
kembali bergaungnya e-Gov, nampaknya bisa dijadikan sarana percobaan
implementasi komputasi awan. Dan tentunya kita harus menelaah terlebih dahulu
penyebab macetnya implementasi e-Gov selama ini agar ke depannya inisiatif-
inisiatif terkait e-Gov dapat membuahkan hasil yang memuaskan.

Permasalahan

Penulis dalam hal ini mencoba memetakan, setidaknya ada empat


permasalahan utama yang menjadi batu sandungan dari belum terwujudnya e-
Government di Indonesia.
1. Fokus kepada penyerapan anggaran, bukan pada master plan.

Sistem anggaran pemerintahan yang masih menjadikan penyerapan anggaran


dalam satu periode sebagai salah satu indikator utama kinerja lembaga pemerintahan,
juga ikut andil dalam sulitnya mewujudkan sebuah sistem e-Government di negeri
ini. Tidak terhitung banyaknya proyek-proyek TI yang dibuat dengan semangat
penyerapan anggaran ini. Biasanya di kuartal keempat tahun ini, akan bermunculan
berbagai pekerjaan yang 'kurang penting' tapi dipaksa diwujudkan demi mantra
terpenuhinya target penyerapan anggaran.

Jadi meskipun sebuah instansi sudah memiliki Master Plan TI, tapi karena
biasanya isi dari Master Plan itu sifatnya masih sangat banyak yang global dan
normatif. Tanpa diikuti detail perencanaan yang memadai, akhirnya Master Plan
tersebut menjadi tidak berdaya saat berhadapan dengan keharusan terserapnya
anggaran.

2. Memulai terlalu besar atau terlalu kecil

Banyak instansi pemerintah yang begitu ambisius, meluncurkan proyek


implementasi TI dalam skala yang sangat besar, entah itu jumlah sistem yang
dibangun dalam satu rangkaian proyek cukup banyak, atau sasaran implementasi dari
satu sistem yang terlalu luas. Sementara, tim TI dari instansi tersebut, biasanya
terbuai dengan bujuk rayu vendor perangkat keras/lunak yang memang harus menjual
kehebatan perangkat mereka demi memenuhi kuota penjualan yang mereka
tanggung. Di sisi lain, Tim TI, entah karena pemahaman teknisnya kurang memadai,
atau karena sebab lain, seolah tidak memahami bahwa implementasi sistem TI dalam
skala besar itu membutuhkan perencanaan yang mumpuni. Apalagi jika sistem yang
dibangun terkait dengan integrasi beberapa sistem sekaligus. Ditambah lagi, karena
lambatnya proses persetujuan dana dari DPR/DPRD, ditambah dengan proses lelang,
sisa waktu yang tersedia untuk pekerjaan besar yang sudah dicanangkan untuk tahun
anggaran tersebut hanya tinggal sedikit--biasanya alokasi waktu hanya sekitar 5-6
bulan, yang tentu saja mustahil untuk mencapai seluruh sasaran dalam waktu
tersebut.

Ada juga instansi yang karena takut gagal dalam implementasi sebuah sistem
TI, memulainya dalam skala yang sangat kecil--atau istilahnya 'pilot project'. Dengan
harapan, kalau sudah ada contoh nyata implementasi dalam skala kecil, akan lebih
mudah untuk memperluas lingkup implementasi. Tidak ada yang salah dalam logika
ini. Hanya saja, pengembangan satu sistem TI yang 'kecil', biasanya berarti juga
anggaran yang disediakan 'kecil'. Sehingga hanya perusahaan TI skala kecil pula yang
bisa atau bersedia terlibat dalam proses pengadaan yang kecil tersebut. Sementara,
tanpa mengurangi rasa hormat kepada para wirausahawan TI 'kecil' tersebut, biasanya
mereka ini memiliki kemampuan programming yang mumpuni, tapi karena tidak
memiliki pengalaman berinteraksi dengan sebuah sistem besar, mereka tidak
memperhitungkan aspek skalabilitas dari sistim yang mereka bangun.

Memang pada akhirnya secara fungsional, pilot project sistem tersebut terwujud
secara sempurna. Namun, karena aspek skalabilitas tadi tidak direncanakan dengan
baik, maka masalah akan timbul saat sistem ini akan diperluas
cakupannya. Penambahan jumlah user dan juga jumlah perangkat keras yang
dilibatkan, serta makin kompleksnya organisasi yang akan menjadi target
implementasi, biasanya tidak mampu diadopsi oleh sistem yang dibangun dengan
mindset 'kecil' tersebut. Pada akhirnya, untuk bisa mencapai skalabilitas yang
diinginkan, proses pengembangan dari nol, tidak bisa dihindarkan.

Mencermati uraian di atas dan memperhatikan kondisi yang ada, penerapan e-


Government di Indonesia menghadapi beberapa tantangan khususnya yang dihadapi
oleh organisasi pemerintah. Salah satu diantaranya adalah masalah sumber daya
manusia yang belum memadai. Penerapan eGovernment di kantor-kantor publik perlu
didukung oleh pegawai yang mengerti mengenai teknologi. Yang juga diperlukan
adalah pegawai yang mau belajar dan mampu menanggapi perubahan (manage
change). Teknologi informasi berubah secara cepat sehingga kemauan belajar pun
dituntut untuk dimiliki setiap pegawai lembaga publik. Selain itu penerapan
eGovernment memerlukan perubahan dalam organisasi dan dukungan ketrampilan
baru. Uni Eropa sebagai salah satu komunitas yang telah berhasil menerapkan
eGovernment-nya mendefinisikan eGovernment bukan hanya sekedar penggunaan
teknologi informasi melainkan ?penggunaan teknologi informasi yang juga
dikombinasikan dengan perubahan organisasi dan ketrampilan baru dalam rangka
memperbaiki pelayanan publik dan proses demokrasi dan mendukung kebijakan
publik?. Organisasi pemerintahan di Indonesia perlu ditata ulang untuk dapat
menerapkan eGovernment secara efektif. KKN yang membudaya mempengaruhi
kesiapan dalam mempermudah akses publik melalui informasi. Jika KKN tidak
dientaskan terlebih dahulu akan ada oknum yang akan mempergunakan kesempatan
dengan mempersulit mendapatkan informasi. Budaya korupsi perlu dihilangkan
dalam rangka meningkatkan pelayanan sehingga kemudahan yang dicapai dengan
eGovernment dapat disediakan dengan tidak menimbulkan ongkos ekonomi yang
lebih tinggi yang harus dibayar masyarakat. Perlunya diciptakan budaya yang
menomorsatukan masyarakat dan budaya melayani. Dengan kata lain eGovernment is
not just about technology but change of culture.

Infrastruktur yang belum memadai termasuk kurangnya tempat akses umum


merupakan tantangan yang lain. Penyediaan pelayanan melalui eGovernment perlu
didukung oleh tingkat penetrasi internet yang tinggi baik dari rumah tangga ataupun
stand/kios umum. Sebagai gambaran pada tahun 2001 penetrasi internet baru
mencapai 1,9 juta penduduk atau 7,6 persen dari total populasi Indonesia. Pada tahun
2002 dengan 667.000 jumlah pelanggan internet dan 4.500.000 pengguna komputer
dan telepon, persentasi penggunaan internet di Indonesia sangatlah rendah. Tingkat
penetrasi yang rendah ini juga merupakan suatu kendala. (Sumber: Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia/APJII).
Menghadapi tantangan tersebut di atas, Pemerintah kiranya perlu melakukan
upaya peningkatan kualitas SDM. Perlu diadakannya pelatihan bagi para pegawai
pemerintahan mengenai teknologi. Karena teknologi berubah secara cepat maka para
pegawai perlu disiapkan juga dengan mental yang mau belajar dan tanggap
menganggapi perubahan. Sehubungan dengan kendala kultural (cultural barriers)
yang ada, kesiapan Indonesia untuk menerapkan eGovernment tergantung dari
komitmen dari pegawai publik untuk mau membagi informasi serta memperlakukan
masyarakat seperti "pelanggan". Indonesia juga perlu menata ulang organisasinya
yang antara lain dapat dilakukan dengan secara bertahap menghapuskan praktek
KKN yang berkontribusi pada kendala budaya dalam rangka pelaksanaan
eGovernment. Oknum-oknum yang menggunakan kesempatan dengan mepersulit
mendapatkan informasi yang perlu dicegah. Selain hal tersebut di atas perlu juga
kiranya dikaji kebijakan atau policy apa yang digunakan dalam rangka pelaksanaan
eGovernment di Indonesia. Kebijakan untuk mengimplementasikan eGovernment
perlu suatu keseragaman dasar hukum/maupun landasan pelaksanaan yang jelas.
Selain kebijakan tersebut perlu ditetapkan lebih lanjut dasar hukum / petunjuk teknis
penerapan eGovernment atau cyber law.

Keuntungan yang diperoleh dari e-Government bukan hanya sekedar


menyediakan pelayanan online tetapi lebih luas daripada itu, karena kinerja sektor
publik juga berkontribusi pada kemajuan ekonomi dan sosial suatu negara. Di era
globalisasi penerapan eGovernment penting karena telah memodernisasi
pemerintahan publik di seluruh dunia dan juga hubungan antara pemerintahan atau
negara. Sebagai tambahan selain contoh di Uni Eropa, beberapa negara di Asia
bahkan telah menggunakan eGovernment-nya dalam melaksanakan hubungan
bilateral mereka. Sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai cepat atau lambat
Indonesia dituntut untuk dapat menerapkan eGovernment. Pada saat ini eGovernment
merupakan suatu keharusan dalam rangka menciptakan pelayanan publik yang lebih
baik.
Penulis: Mochamad James Falahuddin - detikinet

Anda mungkin juga menyukai