Abstract
Pilihan terhadap suatu pendekatan penelitian untuk melakukan penelitian adalah sesuatu yang penting
dalam proses penelitian, termasuk dalam penelitian Ilmu Administrasi Publik. Umumnya dalam ranah Ilmu
Administrasi Publik, kecenderungan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dibandingkan
dengan pendekatan kualitatif. Meskipun demikian adanya, kemanfaatan daripada pendekatan penelitian kualitatif,
akhir-akhir ini, sungguh terasa dalam praktik penelitian yang dilakukan peneliti Ilmu Administrasi Publik,
secara khusus teknik-teknik pengumpulan data kualitatif yang digunakan, seperti wawancara mendalam (in
depth interview) pengamatan partisipasi (participation observation) dan diskusi kelompok terarah (focus group discussion).
Metode-metode tersebut, semakin lama semakin teramat berguna untuk mengungkapkan fenomena-fenomena
atau permasalahan-permasalahan yang muncul dalam Ilmu Administrasi Publik, seperti pelayanan publik, korupsi,
kinerja aparatur negara, kebijakan publik, dan sebagainya. Oleh karena itu, penulis tertarik dan mencoba mengulas
hal tersebut dalam artikel ini.
Keywords: Pendekatan Kualitatif, Penelitian Administrasi Publik.
1. Dalam tradisi positivisme (kuantitatif), manusia dipandang sebagai makluk jasmaniah biasa yang sehari-hari berperilaku (melakukan
respons) bergantung kepada stimulus yang menerpa dirinya dan/atau bergantung pada tuntutan organismik yang secara alamiah
tersimpan dalam diri manusia itu sendiri. Itu berarti perilaku manusia tidak lebih dari suatu respons yang sifatnya otomatis dan mekanistik.
Oleh karena itu, suatu fenomena social dipandang sebagai akibat atau fungsi dari bekerjanya faktor organismik (internal) dan/atau struktur
sosial tertentu. Penjelasan terhadap fenomena sosial (mengapa demikian adanya) harus dicari pada faktor atau variabel ditingkat organismik
dan/atau struktur sosial itu sendiri. Dari situlah lahir tradisi penelitian kuantitatif yang berupaya mengidentifikasikan dan mengukur faktor-
faktor apa saja atau variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi atau menyebabkan sesuatu fenomena. Tradisi-tradisi penelitian korelasional
dan komparasi yang dibantu oleh analisis statistik korelasi dan uji beda, termasuk analisis faktor dan analisis jalur merupakan bagian dari
metode penelitian kuantitatif.
manusiawi. Ia bergantung pada makna dan pelaku atau individu itu sendiri. Fenomenologi
interpretasi yang diberikan oleh manusia lain mempersoalkan bahwa dibalik suatu tindakan atau
(peneliti) yang memandangnya. Suatu obyek, perilaku tertentu ada ide-ide, perasaan, motif dan
keadaan, kondisi, situasi, atau apa saja (dalam dorongan-dorongan lain yang mempengaruhinya.
kenyataan sosial) bisa memiliki makna beraneka Artinya untuk memperoleh pemahaman secara utuh
ragam tergantung apa yang ada dibenak (kesadaran) dan menyeluruh mengenai suatu tindakan, tidak
manusia yang memaknainya. Sehingga dalam cukup hanya mempelajari tindakan itu sendiri,
pemahaman metodologi penelitian kualitatif, melainkan perlu dipahami juga ide, perasaan, motif
fenomena sosial barulah bisa dipahami bila berhasil dan dorongan lain di belakang tindakan tersebut.
memahami dunia makna yang tersimpan dalam diri Untuk maksud tersebut maka metode/teknik
para pelakunya. Dunia makna itulah yang perlu pengumpulan data kualitatif seperti wawancara
dibuka, dilacak, dan dipahami untuk bisa memahami mendalam (in-depth interview) memungkinkan peneliti
fenomena sosial apapun, kapan pun dan di mana masuk kedalam dunia subyek dan berusaha
pun. Termasuk juga bila hendak memahami ‘‘karya memahami dunia subyek seperti subyek itu sendiri
manusia” yang telah menyejarah, apa itu berupa teks memahami dunianya (pengetahuan emik).
narasi di berbagai karya ataukah peristiwa-peristiwa Hasil yang diperoleh dari penelitian kualitatif
sejarah itu sendiri. Memahami di sini bukan dengan dalam perspektif ini, biasanya adalah data deskriptif
jalan mencari penjelasan (explanation) ala positivisme berupa penjelasan dan interpretasi yang mendalam
(yang mencoba mencari faktor atau variabel dan menyeluruh mengenai suatu aspek, sebagian
penyebab). atau sebuah dunia yang dialami subyek. Pertanyaan
Dari pemahaman di atas, menurut Denzin dan yang diajukan bersifat “terbuka”, artinya tidak
Lincoln dalam bukunya “The Sage Handbook of membatasi jawaban yang mungkin diberikan oleh
Qualitative Research Third Edition” (2005), melahirkan subyek, melainkan memberikan kesempatan pada
varian tradisi pendekatan penelitian kualitatif, subyek mengungkapkan pikiran dan perasaannya
dengan keragaman aliran teori dan akar tradisinya secara tak terbatas dan tuntas. Pertanyaan dalam
masing-masing. Akan tetapi, walaupun bentuk interview guide, hanya berfungsi sebagai cara
memperlihatkan keragaman, semuanya bermuara masuk untuk memulai suatu “dialog” timbal balik
kepada alasan-alasan (reasons) yang tersembunyi antara peneliti dengan subyek yang diteliti. Untuk
dibalik tindakan para pelaku tindakan sosial. Dengan itu diperlukan ketrampilan khusus untuk
perkataan lain, bermuara kepada “makna sosial” merangsang “dialog” dengan subyek peneliti. Melalui
(social meaning)” dari suatu fenomena sosial. Fokusnya “dialog” dimungkinkan terjadinya pertukaran ide
bisa ke arah (untuk menemukan) etika macam apa dan kata secara relatif bebas sehingga peneliti dapat
yang tersembunyi di balik suatu fenomena sosial. Bisa mendekatkan pemahaman subyek. Peneliti dapat
juga tertuju untuk menemukan frame (pola pikir) meminta klarifikasi dan konfirmasi atas jawaban
macam apa yang terpancar di balik suatu fenomena subyek pada saat yang sama sehingga mengurangi
sosial. Bisa pula terfokus untuk menemukan tema atau salah paham atau perbedaan persepsi dan data
nilai budaya semacam apa yang terpendam dibalik terlihat obyektif.
suatu fenomena sosial. Dan, bisa juga ditujukan untuk Tradisi lain dalam pendekatan penelitian
menemukan rasionalitas seperti apa yang kualitatif yang mulai banyak diterapkan dan semakin
bersemayam dibalik suatu fenomena sosial. berkembang saat ini, yaitu teori kritis. Perspektif ini
Dalam khasanah metodologi penelitian kualitatif, terutama berorientasi pada perubahan sosial melalui
tradisi untuk menemukan reasons atau makna sosial proses penyadaran dan partisipasi subyek penelitian.
dibalik fenomena sosial meliputi: (1) studi Penelitian ini bertujuan untuk memahami hubungan
fenomenologi; (2) studi observasi-partisipatif- struktural didalam kelompok masyarakat yang diteliti
interaksionisme simbolik; (3) studi etnometodologi; agar dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk
(4) studi etnografi; (5) studi atau penelitian grounded; merubah hubungan struktural yang tidak adil atau
(6) studi life story; (7) studi hermeneutika; (8) studi tidak seimbang. Contoh penelitian dalam perspektif
analisis isi ; (9)studi teori kritis; dan (10) studi kasus. teori kritis seperti ini adalah penelitian aksi partisipatif
Jadi untuk menggunakan metode kualitatif dalam (participatory action research) yang akhir-akhir ini mulai
ranah Ilmu Administrasi Publik, kita bisa banyak dibicarakan di Indonesia (Moeliono: 2001, 5).
menggunakan beragam varian studi/perspektif di Selain contoh dari kedua tradisi di atas, dalam
atas. Pilihan terhadap varian perspektif apa yang pendekatan penelitian kualitatif dikenal suatu tradisi
digunakan sangat ditentukan oleh tujuan penelitian yang disebut grounded theory, yang sangat konsen/
dan apa yang ingin dicapai dari penelitian tersebut. serius dengan apa yang disebut sebagai proses induktif,
Misalnya, bila kita hendak menggunakan metode proses dengan mana peneliti mengumpulkan data
penelitian kualitatif dengan perspektif teoritis dan kemudian mengembangkan suatu teori dari data
fenomenologi maka penekanan metode penelitiannya tersebut (Frey, dkk.: 1992, 316). Pandangan dalam
terarah pada pemahaman mengenai perilaku pendekatan/tradisi grounded theory ini, menurut
manusia seperti yang dipahami dan dituturkan oleh Denzin (2005) merupakan upaya yang sangat serius
untuk mengembangkan apa yang disebut sebagai 1. Metode kualitatif adalah suatu pendekatan atau
metodologi interaksionis simbolik. Yang pada prinsipnya prosedur penelitian yang menghasilkan data
bertujuan agar teori atau proposisi yang dihasilkan deskriptif baik dalam bentuk kata-kata yang
dapat bersifat universal. diucapkan atau ditulis maupun perilaku yang
Tujuh prinsip metodologis berdasarkan teori diamati;
interaksi simbolik adalah sebagai berikut: pertama, 2. Suatu cara atau prosedur untuk mencari tahu hal
simbol dan interaksi harus dipadukan sebelum ihwal kehidupan dan perilaku seseorang,
penelitian tuntas; kedua, peneliti harus mengambil kelompok atau masyarakat;
perspektif atau peran orang lain yang bertindak (the 3. Menerapkan cara-cara yang tepat untuk
acting other) dan memadang dunia dari sudut menemukan makna dari perilaku dan
pandang subyek, namun dalam berbuat demikian menjelaskan “mengapa sesuatu itu terjadi seperti
peneliti harus membedakan antara konsepsi realitas adanya” dan “mengapa seseorang bertindak
kehidupan sehari-hari dengan konsepsi ilmiah dengan cara-cara tertentu”;
mengenai realitas tersebut; ketiga, peneliti harus 4. Berusaha memperoleh perspektif “dari dalam”
mengkaitkan simbol dan definisi subyek dengan terhadap suatu masalah. Artinya peneliti
hubungan sosial dan kelompok-kelompok yang berusaha memahami suatu masalah semirip
memberikan konsepsi demikian; keempat, setting mungkin dengan cara subyek sendiri memahami
perilaku dalam interaksi tersebut dan pengamatan masalah (atau dunia) tersebut;
ilmiah harus dicatat; kelima, metode penelitian harus 5. Berusaha memperoleh pandangan yang utuh dan
mampu mencermikan proses atau perubahan, juga menyeluruh dengan memahami dari dalam suatu
bentuk perilaku yang statis; keenam, pelaksanaan masalah dalam konteks sosial, ekonomi, politik,
penelitian paling baik dipandang sebagai suatu budaya, yang berbeda-beda di mana tindakan
tindakan interaksi simbolik; dan ketujuh, penggunaan tersebut terjadi.
konsep-konsep yang layak adalah pertama-tama
mengarahkan (sensitizing) dan kemudian operasional, Berdasarkan pemahaman di atas maka
teori yang layak menjadi teori formal, bukan teori konsekuensi logis dari penerapan metode kualitatif
agung (grand theory) atau teori menengah (middle- adalah dibutuhkannya waktu yang relatif lama,
range theory) dan proposisi yang dibangun menjadi kesabaran dan kesungguhan (komitmen) dari peneliti
interaksional dan universal. dan kepercayaan dari subyek kepada peneliti. Untuk
Dari elaborasi di atas, kita dapat melihat bahwa itu maka sebelum peneliti dapat masuk ke dalam
dalam pendekatan penelitian kualitatif peran bahasa “dunia” subyek dan memahaminya, syarat utama
dan makna yang dianut subyek penelitian yang diperlukan adalah harus terbentuk terlebih
merupakan harta karun yang sangat berharga bagi dahulu “kepercayaan” (‘’rapport”) antara peneliti dan
peneliti untuk memahami fenomena sosial yang ada. informannya. Untuk membina kepercayaan
Spirit yang diusung adalah keotentikan (authenticity) diperlukan suatu “ilmu” khusus dari dalam diri
daripada reliabilitas. Jelasnya, penelitian kualitatif peneliti sendiri. Hal ini tidak dapat diabaikan karena
bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang salah satu kekhasan penelitian kualitatif adalah
otentik mengenai pengalaman orang-orang (subyek), bahwa alat (instrument) utama penelitian adalah sosok
sebagaimana dirasakan dan dialami oleh subyek peneliti itu sendiri. Adapun wawancara dan diskusi
yang bersangkutan. hanyalah panduan saja sehingga penelitian tetap
Untuk maksud tersebut maka Meltsner (1975, terfokus.
dalam Mulyana: 2003) dan Denzin (2005) Dari uraian diatas, maka kita dapat
mengharuskan untuk menggunakan teknik-teknik/ menyimpulkan bahwa kekhasan sekaligus kekuatan
metode-metode seperti: observasional sejarah hidup, dari pendekatan penelitian kualitatif terletak pada
wawancara mendalam, analisa dokumen (metode empat hal utama, yaitu:
historis), otobiografi, studi kasus, catatan harian dan 1. Menggambarkan dunia seperti yang dialami
yang terpenting adalah pengamatan berperan-serta. subyek. Pendekatan penelitian kualitatif berusaha
Karena melalui metode-metode tersebut, mengumpulkan pandangan-pandangan
memungkinkan peneliti memadukan simbol dan subyektif seperti yang diberikan oleh subyek
interaksi, mengambil peran pihak yang diamati, penelitian. Data-data yang diperoleh berupa kata-
memasuki dunia sosial subyek penelitian dan kata, bukan angka-angka statistik.
mengaitkan simbol-simbol dengan dunia sosial 2. Kedalaman Informasi. Pendekatan penelitian
tersebut, merekam berbagai situasi perilaku, kualitatif digunakan karena dapat memberikan
mengungkapkan perubahan dan proses, dan suatu gambaran yang “holistic”. Untuk itu
membuat konsep-konsep yang lebih terarah. dibutuhkan data deskriptif yang mendalam (thick
Selanjutnya, secara ringkas dapat dipaparkan description) yang seringkali sulit diperoleh melalui
beberapa poin yang dapat menjelaskan pengertian metode lain. Untuk mendekati data holistik dan
dan ruang lingkup pendekatan dan/atau metode mendalam, maka tidak mungkin peneliti
kualitatif, antara lain: menggunakan sampel besar seperti pada
2. Menurut Sugiyono (2004), ciri-ciri keilmuan meliputi: rasional, empiris dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan
dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia; Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati
oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan; Sistematis berarti proses yang
digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.
aktor tersebut. Bahkan untuk merekonstruksi suasana Selanjutnya, untuk memahami apakah metodologi
sosial yang lebih akurat, peneliti selain melakukan kualitatif memiliki kekuatan atau kelemahan dalam
wawancara, perlu juga melakukan perekaman konteks Ilmu Administrasi Publik, tentu saja hal
gambar, misalnya melalui “shooting video”. Selain itu, pertama yang perlu dilihat adalah sejauhmana
dalam mengungkapkan data atau informasi dari kekuatan dan kelemahan metode kuantitatif dan
masyarakat tentang apa yang dibutuhkan atau metode kualitatif itu sendiri dalam praktik penelitian
persoalan apa yang dialami, peneliti dapat atau sebagai suatu bagian dari disiplin ilmu
menggunakan “transkrip tersembunyi” (hidden metodologi penelitian. Sebab kedua metode tersebut
transcript). Penggunaan cara ini untuk telah diakui dan disetujui oleh banyak pakar memiliki
mengungkapkan fenomena-fenomena penentangan kekuatan dan kelemahannya. Sehingga ketika
dari masyarakat yang tersamar terhadap persoalan diaplikasikan dalam disiplin ilmu sosial tertentu,
yang dihadapi, yang sangat bermanfaat sebagai seperti dalam Ilmu Administrasi Publik, maka
informasi yang andal untuk pembuatan kebijakan kekuatan dan kelemahan itu pun akan terbawa juga.
publik yang pro rakyat. Tetapi lebih dari itu semua, Untuk memahami kekuatan dan kelemahan
hal terpenting dalam pendekatan policygraphy adalah kedua pendekatan penelitian tersebut, secara teoritis,
pencermatan terhadap proses kebijakan pada ranah penelusurannya dimulai dengan pemahaman
interaksi para aktor secara intens, sehingga proses terhadap perbedaan mendasar dari pendekatan
pemaknaan merupakan hal terpenting untuk penelitian kualitatif dan pendekatan penelitian
dilakukan. Dalam rangka itu, maka langkah vital dan kuantitatif. Atau apa karakteristik dari kedua
strategis dalam pendekatan ini adalah pemaknaan. pendekatan penelitian tersebut. Tabel 1 secara ringkas
Pemaknaan merupakan proses interpretasi terhadap akan menguraikannya.
fakta dan fenomena yang ada di seputar Dengan karakteristik yang sangat berbeda tersebut,
permasalahan yang dihadapi masyarakat. kita bisa memberikan penjelasan yang berarti akan
kekuatan dan kelemahan dari masing-masing atau penelitian seperti analisis beban kerja pegawai,
pendekatan penelitian, tetapi bukan untuk kualitas pelayanan puskesmas, dan lain-lain.
mempersoalkan manakah yang paling sahih di Beberapa teknik yang dimaksud adalah
antara keduanya. Karena kebenaran yang dicari pengamatan peranserta dan focus group discussion.
dalam penelitian adalah kebenaran yang relatif Pengamatan peran serta misalnya, meskipun diakui
bukan absolut. bahwa hasil penelitian lapangan tidak dapat
Secara umum penelitian kuantitatif dapat digeneralisasikan untuk kasus-kasus lain yang tidak
menentukan luas, besar, arah dan pola suatu diamati, tetapi pengamatan peran serta, yang
fenomena sosial secara tepat, obyektif, terpercaya dan biasanya digunakan dalam penelitian lapangan
dapat digeneralisasi, tetapi tidak dapat menjelaskan memiliki kemampuan menghasilkan informasi yang
secara mendalam “mengapa” fenomena tersebut tidak dimiliki oleh metode pengumpulan data yang
terjadi pada lingkungan sosial, ekonomi, budaya atau lain, seperti kuesioner dan wawancara yang biasa
politik seperti apa ia terjadi, dan hubungan seperti digunakan dalam pendekatan penelitian kuantitatif.
apa yang ada di antara faktor-faktor berpengaruh. Melalui pengamatan, peneliti dapat memperoleh first
Semua kekurangan tersebut dapat dipahami dan lebih hand information yang sangat berguna dalam
tepat melalui penelitian kualitatif. (Krueger: 1998). mengembangkan kerangka berpikir yang induktif.
Atau jika kita meminjam pemikiran Blumer (dalam Peneliti memiliki ruang untuk mengembangkan
Mulyana:2003, 152), mengatakan bahwa temuan kebaruan dalam mencari penjelasan mengenai
yang umumnya dilakukan dalam pendekatan fenomena yang mereka amati. Informasi yang
penelitian kuantitatif (khususnya dalam analisis diperoleh melalui pengamatan juga dapat
variabel) tidak menunjukkan perilaku manusia yang menjelaskan konteks dari fenomena atau kasus yang
sebenarnya. Misalnya, kita mau melihat pengaruh diamati yang sangat diperlukan dalam menghasilkan
kampanye politik yang dilakukan suatu partai politik informasi yang holistik.
terhadap khalayak dalam suatu pemilu (untuk Teknik pengamatan memang tidak boleh
memilih kandidat politik). Meskipun khalayak dipertentangkan dengan kuesioner ataupun
mengubah perilaku politik mereka, kita tidak wawancara, karena keduanya memang digunakan
mengetahui bagaimana pengalaman mereka untuk mencari informasi yang sifatnya berbeda.
mendorong sentimen dan pandangan mereka; Pengamatan untuk mengumpulkan perilaku non-
bagaimana atmosfir sosial mereka; bagaimana verbal, sementara kuesioner dan wawancara
peneguhan-ulang dan rasionalisasi yang berasal dari digunakan untuk mencari data mengenai opini atau
orang-orang disekitar mereka; bagaimana proses persepsi subyek. Namun yang menarik adalah
interpretasi dalam lingkungan mereka; bagaimana mengapa pengamatan peran serta dipilih oleh peneliti
tekanan sosial yang mereka alami; dan bagaimana masalah Administrasi Publik, misalnya mau
kepekaan etis dan daya toleransi mereka. Pendeknya, mengetahui kinerja birokrasi pelayanan? Tentu saja
kita tidak punya gambaran utuh untuk memahami jawabannya sebagaimana diungkapkan diatas
apa makna keterkaitan mereka kepada seorang adalah bahwa dengan pengamatan peneliti akan
kandidat politik berdasarkan pengalaman dan dapat memperoleh informasi langsung dan faktual
konteks sosial mereka, karena gambaran konteks serta memperoleh pemahaman yang sebenarnya dari
“kedisinian dan kekinian” tidak diberikan oleh kinerja birokrasi pelayanan publik. Misalnya, seorang
analisis variabel dalam pendekatan kuantitatif. peneliti yang hendak mengetahui kinerja pelayanan
Pendekatan penelitian kuantitatif hanya terfokus birokrasi terhadap masyarakat dengan baik, ramah,
pada variabel terikat dan mengabaikan aktivitas dan empatik, tentu ia tidak hanya membutuhkan data
lainnya yang dilakukan responden. Jadi kekuatan penilaian dari pengguna mengenai sikap petugas
dari pendekatan penelitian kualitatif adalah lebih ketika melayani, tetapi juga informasi faktual
menganalisis permasalahan sosial secara utuh dan mengenai perilaku para petugas sesungguhnya pada
mendalam. saat melayani warga masyarakat. Untuk hal itu, maka
Hal tersebut juga berdampak dalam ranah Ilmu peneliti perlu melakukan pengamatan langsung.
Administrasi Publik, sehingga ada kecenderungan Melalui pengamatan ini, peneliti akan lebih mudah
sekarang bahwa peneliti-peneliti yang konsen pada untuk mengetahui atau melihat “bagaimana sikap
persoalan dalam konteks Ilmu Administrasi Publik petugas ketika menghadapi warga”. Apakah petugas
juga mulai konsen pada pendekatan penelitian menyapa dengan ramah, penuh kepedulian atau
kualitatif secara khusus metode atau teknik sebaliknya, bersikap acuh dan tak mau tahu dengan
pengumpulan data secara kualitatif, dengan tujuan kesulitan yang dihadapi warga yang datang ke
agar dapat memperoleh gambaran dan pemaknaan birokrasi. Lebih dari itu, peneliti juga akan memahami
yang utuh terhadap persoalan-persoalan dalam lebih baik mengenai konteks yang melatari sikap yang
Administrasi Publik, secara khusus masalah-masalah ditunjukkan oleh petugas ketika melayani warga.
yang berhubungan langsung dengan masyarakat, Hal-hal di atas, tentu saja tidak akan ditemui ketika
seperti kinerja pelayanan publik dan kebijakan publik menggunakan metode kuesioner ataupun
wawancara terstruktur, apalagi bila terjadi hallo effect3. untuk hal ini perlu diperhatikan dengan seksama
Karena informasi akan menjadi bias akibat pengaruh bagi para peneliti masalah Administrasi Publik
“keterlibatan kepentingan” responden dan/atau dengan pendekatan penelitian kualitatif. Kelemahan
narasumber. Misalnya, ketika pejabat publik di suatu itu antara lain: Pertama, kesulitan untuk mengontrol
instansi penyelenggara pelayanan diminta variabel lain dalam kasus atau fenomena yang
menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai diamati, sedangkan dalam penelitian kuantitatif,
sikapnya ketika melayani warga, perilaku mereka seperti survei hal tersebut dapat dikontrol. Untuk itu
terkait dengan efisiensi, akuntabilitas, dan peneliti perlu berhati-hati melakukan interpretasi.
transparansi, serta kepedulian mereka terhadap Misalnya, ketika seorang peneliti hendak mengetahui,
kebutuhan pengguna, tentu mereka akan mengalami apakah keterlibatan dalam kegiatan pelatihan kontrak
kesulitan untuk menjelaskan realitas yang pelayanan mempengaruhi kinerja pelayanan
sebenarnya terjadi. Kalau mereka menyadari bahwa Puskesmas? Kalau perbaikan kinerja dilihat dari
informasi yang mereka berikan akan mempengaruhi aspek perubahan sikap petugas didalam melayani
penilaian orang terhadapnya, tentu mereka akan warga, maka seorang peneliti yang ingin mencari data
cenderung memberikan informasi yang tidak akan melalui pengamatan harus mencatat semua hal yang
membuat orang lain akhirnya memiliki penilaian dilihatnya, seperti kapan para petugas datang ke
buruk terhadapnya. Puskesmas, jam berapa mereka memulai pelayanan,
Kekuatan lain kenapa digunakan metode kualitatif dan apakah petugas menjadi lebih ramah dan peduli
pengamatan, secara khusus dalam menilai kinerja kepada kesulitan yang dihadapi pengguna layanan?
pelayanan birokrasi, adalah karena didalam menilai Jika peneliti menemukan fakta bahwa petugas
kualitas pelayanan publik, ada indikator yang bersifat sekarang menjadi ramah, lebih banyak tersenyum
tangibles ataupun non-tangibles, untuk yang tangibles daripada ketus ketika berhubungan dengan warga
seperti sarana prasarana, fasilitas pelayanan dan pengguna, dan selalu menyapa dengan baik setiap
perilaku penyelenggara yang bersifat non-verbal akan warga yang datang ke Puskesmas, maka
sangat sulit diperoleh dengan cara wawancara dan pertanyaannya adalah apakah semua itu diakibatkan
kuesioner. Kalau dilakukan dengan wawancara dan oleh keterlibatannya dalam pelatihan? Apakah bukan
kuesioner, maka informasi akan cenderung bias dan disebabkan oleh faktor lain, seperti adanya kenaikan
tidak reliable. insentif? Peneliti sering kesulitan untuk mengontrol
Pengamatan peran serta juga memberi peluang pengaruh variabel lain tersebut, kalau ia hanya
kepada peneliti untuk memperoleh first hand experience mengandalkan data pengamatan tersebut.
yang memungkinkan mereka mengembangkan pola Kedua, pengamatan juga selalu memiliki kasus
berpikir induktif. Dengan hadir secara langsung di yang terbatas, tidak seperti penelitian kuantitatif.
tempat penelitian maka peneliti tidak memerlukan Misalnya, peneliti tidak mungkin melakukan
konseptualisasi awal terhadap fenomena itu. Para pengamatan pada banyak birokrasi pelayanan
peneliti dapat melepaskan diri dari kungkungan karena sumber daya yang diperlukan akan sangat
teoritik yang selama ini mereka miliki dan membuka besar. Di samping itu, peneliti juga tidak perlu
diri terhadap fakta yang ditemui di lapangan. Mereka melakukan pengamatan peran serta pada begitu
bahkan dapat menguraikan apa yang mereka temui banyak birokrasi pelayanan, misalnya, karena
di lapangan dan merangkainya menjadi suatu informasi yang diperoleh tidak digunakan untuk
penjelasan yang menarik mengenai kinerja pelayanan melakukan generalisasi. Misalnya, hasil dari
publik misalnya. Bahkan mereka dapat pengamatan di suatu Puskesmas tidak dapat
menggunakan penjelasan tersebut untuk mengkritisi digunakan untuk menjelaskan kejadian-kejadian di
teori yang telah ada atau tujuan praktis, misalnya Puskesmas lainnya.
mendefinisikan masalah yang dihadapi oleh Disamping teknik pengamatan yang diuraikan di
birokrasi pelayanan publik. atas, untuk melihat kekuatan dan kelemahan atau
Jadi dalam konteks ini, pendekatan penelitian kontribusi pendekatan penelitian kualitatif dalam
kualitatif dengan metode pengamatan peran serta konteks Ilmu Administrasi Publik sebagaimana
memiliki kontribusi yang nyata atau memiliki diungkapkan sebelumnya adalah melalui teknik atau
kekuatan tertentu dalam penelitian Administrasi metode Focus Group Discussion (FGD).
Publik, dalam rangka menjelaskan, memahami dan FGD seperti kita ketahui merupakan salah satu
membuktikan masalah-masalah Administrasi Publik teknik pengumpulan data dalam pendekatan
yang muncul. penelitian kualitatif, yang bertujuan untuk
Meskipun ada kekuatan di atas, dalam teknik meningkatkan kesahihan (validitas) dan tingkat
pengamatan, diakui juga memiliki kelemahan, dan kepercayaan (reliabilitas) data kualitatif. FGD
3. Hallo effect terjadi ketika aparat birokrasi telah mengetahui bahwa mereka sedang diamati/diwawancarai dan mereka menunjukkan perilku
yang berbeda dari yang biasanya mereka lakukan atau mereka memberi informasi yang tidak benar agar memperoleh penilaian dan kesan
yang baik dari peneliti. Hal seperti ini, terjadi bukan hanya dalam wawancara tetapi juga dalam pengamatan, kecuali pengamatan dilakukan
secara “tertutup” dan pejabat yang diamati tidak mengetahui (Dwiyanto: 2005)
umumnya merupakan sebuah pembicaraan yang layanan, LSM, dan tokoh masyarakat. Pihak aparat
melibatkan sejumlah terbatas orang (berkisar 8-15 birokrasi tidak diundang karena dikuatirkan akan
orang) yang dianggap mempunyai sebuah membuat para peserta dari kalangan warga merasa
pengalaman dan pengetahuan tentang sebuah topik takut untuk mengeluarkan pendapat, atau sebaliknya,
atau persoalan yang ingin diketahui. Peserta FGD antara para peserta dan para warga akan saling
biasanya adalah narasumber yang berbicara secara menyalahkan. Sedangkan model konfrontatif, biasanya
bebas dan spontan mengenai tema-tema yang para peserta adalah mereka yang memiliki ide,
dianggap penting bagi penelitian, dengan dipandu pemikiran, kepentingan, dan perbedaan pandangan
oleh fasilitator/moderator. Para peserta diskusi terhadap suatu permasalahan. Tujuannya adalah
biasanya dipilih dari kelompok target yang dianggap untuk mendapatkan informasi yang lebih obyektif
dapat memberikan pandangan atau gagasan- dari suatu permasalahan. Untuk model ini, fasilitator
gagasan yang berguna bagi penelitian. Karena diskusi harus menjadi “wasit” yang adil, agar diskusi
dilaksanakan untuk memenuhi tujuan penelitian berjalan baik dan pencapaian tujuan FGD tercapai.
yang spesifik (terfokus) dan jelas, maka pertanyaan Untuk itu pengenalan secara baik terhadap peserta
penelitiannya pun harus spesifik dan jelas. Berbeda diskusi oleh fasilitator adalah sesuatu yang penting.
dengan wawancara individual ataupun wawancara Meskipun diakui sebagai sebuah teknik
kelompok, pemandu atau fasilitator dalam FGD tidak pengumpulan data kualitatif yang andal, ternyata
selalu bertanya tetapi mengemukakan suatu dalam praktiknya ditemukan juga kelemahannya,
persoalan/isu/topik sebagai bahan diskusi, sehingga seperti: (1) kontrol peneliti terhadap data maupun
diperoleh pandangan atau pendapat kelompok informan terbatas; (2) data yang dihasilkan tidak
mengenai topik yang diajukan. menunjukkan frekuensi perilaku atau kepercayaan;
Dalam konteks Ilmu Administrasi Publik, (3) FGD ada kemungkinan akan didominasi oleh satu
penerapan teknik ini biasa dilakukan dalam proses atau dua anggota yang selanjutnya bisa
pembuatan dan/atau penelitian kebijakan publik, mempengaruhi pendapat kelompok; (4) berhasil
dengan tujuan yang sama seperti yang diuraikan di tidaknya diskusi sulit diramalkan sebelumnya; (5)
atas. Namun, belakangan ini penggunaan FGD fasilitator perlu trampil dan terlatih; (6)karena FGD
sudah menjadi sesuatu yang populer dalam dilaksanakan bukan pada situasi yang alamiah
penelitian Ilmu Administrasi Publik, tidak sebatas melainkan dibuat maka selalu ada keraguan apakah
dalam khasanah kebijakan publik saja. yang dikatakan peserta memang akurat. Selain itu
Kontribusi yang nyata yang menjadi kekuatan dari interpretasi data lebih sulit; (7) kita tidak tahu apakah
teknik FGD dalam penelitian Ilmu Administrasi interaksi yang terjadi itu adalah interaksi yang
Publik adalah justifikasi dari para pakar/narasumber sesungguhnya atau palsu (Moeliono: 2001).
terhadap data kualitatif akan masalah, topik atau isu
yang menjadi fokus dari penelitian, sehingga topik,
masalah, atau isu tersebut menjadi lebih bermakna D. PENUTUP
dan valid untuk kepentingan pengembangan Berangkat dari rangkaian analisis di atas kita
analisis penelitian selanjutnya. Misalnya, kita ingin dapat mengetahui bahwa secara umum pendekatan
mengetahui isu ‘pemberian suap” dalam pelayanan penelitian kualitatif, khususnya dalam teknik-teknik
KTP, maka FGD secara khusus akan menggali pengumpulan data, mempunyai kontribusi yang
beberapa informasi mendasar yang berkaitan dengan positif (kekuatan) dan negatif (kelemahan) terhadap
praktik pemberian “uang suap” dalam pelayanan penelitian dalam Ilmu Administrasi Publik. Adanya
KTP. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat kekuatan dan kelemahan tersebut, maka dalam
dikembangkan seperti: berapa uang yang diberikan? teknik-teknik pengumpulan data dalam pendekatan
Inisiatif untuk melakukan praktek suap ini berasal penelitian kualitatif dilakukan apa yang disebut
dari petugas atau pemohon KTP? Bagaimana sebagai “triangulasi” dengan tujuan utamanya
perasaan atau pendapat pemohon atas adanya adalah agar kelemahan-kelemahan dari teknik-teknik
praktik uang suap? Bagaimana cara mengatasinya? pengumpulan data dalam pendekatan penelitian
dan lain-lain. Semuanya akan lebih mudah kualitatif dapat teratasi, dan menjadikan data
terungkap jika dilakukan dengan teknik FGD. kualitatif yang terkumpul merupakan informasi yang
FGD umumnya dilakukan dengan dua model, valid.
yaitu model parsial dan model konfrontatif. Model Untuk mengatasi hal tersebut, dan menjadi
parsial biasanya para peserta adalah mereka yang peringatan dini bagi para peneliti masalah-masalah
memiliki ide, pemikiran, kepentingan, dan kesamaan dalam Ilmu Administrasi Publik ketika menggunakan
pandangan terhadap suatu permasalahan. pendekatan penelitian kualitatif, maka perhatikan
Tujuannya adalah untuk menghindari terjadinya apa yang digagas oleh Maxwell (1996, dalam
konflik yang tajam yang dapat berakibat pada Riawanti, 2010,15-16) berikut, bahwa para peneliti
pencapaian tujuan FGD menjadi tidak tercapai. perlu memperhatikan ancaman terhadap validitas
Misalnya, FGD tentang pelayanan IMB yang hanya dalam penelitian yang menggunakan metode
menghadirkan peserta dari kelompok pengguna kualitatif. Ancaman tersebut terkait dengan tiga hal,
yakni deskripsi, interpretasi dan teori. Ancaman Riawanti, Selly. 2010. Metode Kualitatif dalam Ilmu-Ilmu
terhadap validitas deskripsi adalah ketidak- Sosial. Makalah dalam Kegiatan Pembekalan terhadap
lengkapan atau ketidakcermatan pencatatan data. Dosen Pembimbing di STIA LAN Bandung, 31 Mei 2010,
Ancaman ini dapat dihindari dengan mengupayakan Bandung.
Snoijen, Josette, “Strategies in Sand: An Actor-Oriented
teknik perekaman dan pencatatan seteliti mungkin.
Evaluation of A Partisipatory Rural Appraisal
Adapun ancaman validitas interpretasi adalah bila Process, I Etsha Bostwana”, Ocasional Paper No.72,
peneliti memaksakan perspektifnya sendiri (kurang Third World Centre, Development Studies Catholic
menyimak, mengajukan pertanyaan yang University of Nijmegen.
mengarahkan jawaban) bukannya menghargai Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
pemaknaan yang diberikan para pelaku terhadap R & D. Bandung: Alfabeta.
perkataan dan perbuatan mereka. Hal ini dapat
dihindarkan bila peneliti rajin memeriksakan
kesimpulan-kesimpulannya kepada informan.
Adapun validitas teori terancam bila peneliti lalai
memperhatikan data atau penjelasan yang berbeda
dari yang sudah ditemukannya. Ketiga ancaman di
atas sumber ancamannya adalah bias atau
kecondongan dari peneliti, yang memilih data yang
sesuai dengan kerangka penelitian atau yang paling
menarik perhatian peneliti. Namun bias seperti ini
sukar dihindarkan dalam penelitian kualitatif. Yang
terpenting adalah si peneliti harus menyadari serta
menyatakan dengan gamblang bias-bias pribadi ini
dan kalau mungkin bagaimana hendak
mengatasinya, sehingga dapat menjadi
pertimbangan para pembaca untuk menilai laporan
penelitian yang bersangkutan.
Selain sumber ancaman di atas, sumber yang lain
adalah reaktivitas, yaitu pengaruh dari keberadaan
peneliti terhadap latar atau orang-orang yang diteliti.
Ihwal ini telah disinggung dengan istilah researcher’s
effect atau halo effect. Hal ini terjadi ketika dilakukan
wawancara, karena bagaimana pun jawaban
informan atas pertanyaan peneliti turut dipengaruhi
oleh cara peneliti mengajukan pertanyaan.
Reaktivitas dapat diatasi dengan pengamatan terlibat.
REFERENSI
Denzin, Norman K. & Lincoln, Yvonna S. 2005.The Sage
Handbook of Qualitative Research Third Edition. London:
Sage Publication.
Dwiyanto, Agus. Dkk. 2005. “Pengamatan untuk Menilai
Kinerja Pelayanan Publik”, dalam Mewujudkan Good
Governance melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta:
UGM Press.
Frey, Lawrence R., dkk. 1992.Interpreting Communication
Research:A Case Study Approach”, Englewood Cliffs,
New Jersey: Prentice – Hall.
Gideon, Sjoberg dan Roger Nett. 1968. .A Methodology for
Social Research. Harper & Row Publishers.
Moeliono, Laurike. 2001. “Metode dan Analisis (FGD)
dalam Penelitian Kualitatif”, dalam Jurnal Penelitian
No. 11 Agustus 2001. Bandung: Lembaga Penelitian
Universitas Katolik Parahyangan
Mulyana, Deddy. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif:
Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial
Lainnya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.