Anda di halaman 1dari 8

PERNIKAHAN USIA DINI DAN PENDIDIKAN

Oleh:
Dr. H. Ahmad Zainuri, M.Pd.I
(Ketua Prodi Studi Islam Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang)

I. Pendahuluan

Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan pernikahan usia dini dan implikasinya
terhadap pendidikan. Hal ini menjadi penting sebab berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(BPS) merilis angka persentase pernikahan usia dini di tanah air meningkat menjadi
15,66% pada 2018, dibanding tahun sebelumnya 14,18%. Kenaikan persentase pernikahan
usia dini tersebut merupakan catatan tersendiri bagi pemerintah yang sedang terus berusaha
memperbaiki Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Berdasarkan data BPS, mereka yang digolongkan pernikahan usia dini adalah
perempuan yang menikah pertama di usia 16 tahun atau kurang. Dari catatan BPS, provinsi
dengan jumlah persentase pernikahan muda tertinggi adalah Kalimantan Selatan sebanyak
22,77%, Jawa Barat sebanyak 20,93%, dan Jawa Timur sebanyak 20,73%. Sebagai
perbandingan, pada 2017 persentase pernikahan dini di Jawa Barat mencapai 17,28%.
Angka itu lebih rendah dari Jawa Timur (18,44%) dan Kalimantan Selatan (21,53%).
Dengan demikian, peningkatan persentase pernikahan muda pada 2018 di Jawa Barat jauh
lebih signifikan dibandingkan provinsi lainnya.1

Di Sumatera Selatan sendiri, berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga


Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sumatera Selatan angka pernikahan dini di Sumsel
masih tinggi, dari 1.000 kelahiran bayi, sebanyak 92,3% adalah bayi pasangan pernikahan
di usia 15 - 19 tahun. Sementara Kabupaten Musi Rawas merupakan daerah tertinggi yang
melakukan pernikahan usia dini. Sementara Palembang menjadi daerah terendah. Dari
jumlah 1.127 pasangan yang menikah sepanjang tahun 2017 di Musi Rawas, didominasi
pasangan usia remaja sebanyak 247 pasangan. Artinya dari jumlah tersebut secara
persentase 22%, dan idealnya dibawah 10%. Sedangkan untuk daerah terendah ialah

1
Koran Sindo, “Angka Pernikahan Dini Jumlahnya Meningkat”, Selasa, 16 April 2019. Dalam
https://nasional.sindonews.com/read/1396184/15/angka-pernikahan-dini-jumlahnya-meningkat
1555377616. Diakses 19 September 2019

1
Palembang. Hanya saja dirinya tidak mengetahui berapa persis angkanya. “Yang jelas
angkanya tidak terlalu tinggi, namun tidak diketahui angka pernikahan dini.2

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menjelaskan bahwa berdasarkan


UndangUndang Perlindungan Anak, usia minimal perempuan dapat menikah adalah 18
tahun.3 Batas usia dalam melangsungkan pernikahan adalah sangat penting. Hal ini karena
pernikahan menghendaki kematangan fisik maupun psikologis. Dari segi mental seorang
ibu yang hamil usia kurang dari 20 tahun belum siap melihat perubahan saat terjadi
kehamilan dan berperan menjadi seorang ibu untuk anaknya serta menghadapi
permasalahan-permasalahan dalam rumah tangganya.4

Fenomena pernikahan usia dini yang memiliki tingkat penerimaan yang berbeda-
beda memberikan implikasi bahwasannya setiap masyarakat mempunyai faktor-faktor
yang beranekaragam dalam melihat fenomena pernikahan usia dini. Akar masalah utama
pernikahan usia dini dibeberapa provinsi di Indonesia pada umumnya disebabkan beberapa
dimensi, antara lain, modernisasi, pendidikan, tekanan ekonomi maupun sosial budaya.

II. Faktor Pendorong Pernikan Usia Dini

Salah satu syarat pasangan yang akan melangsungkan pernikahan adalah telah
matang jiwa dan raganya. Sebab itu, di dalam UU RI Nomor 1 Tahun 1974 telah
ditentukan batas usia minimal untuk melangsungkan pernikahan. Ketentuan mengenai
batas usia minimal tersebut terdapat di dalam Bab II Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 yang mengatakan bahwa: “Perkawinan hanya
diizinkan jika pihak pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai
usia 16 tahun”.5

Aturan ini juga terdapat dalam Bab IV pasal 15 ayat (1) dan ayat (2)
Kompilasi Hukum Islam yang mengatakan bahwa; “(1) Untuk kemaslahatan keluarga dan

2
Musi Rawas, Tertinggi Pernikahan Usia Dini. Dalam http://www.globalplanet.news/berita/1624/musi-
rawas-tertinggi-pernikahan-usia-dini. Diakses 19 September 2019
3
Agus R. “KPAI: Usia 16 tahun masuk kategori usia anak”;Republika. 13 Februari 2013.
4
Putri Mareta Hertika, Lantin Sulistyorini dan Emi Wuri Wuryaningsih, “Hubungan Pernikahan Usia
Dini dengan Risiko Tindak Kekerasan oleh Ibu pada Anak Usia Prasekolah di Kelurahan Sumbersari
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember”. Dalam e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.5 (no.3), September,
(2017), hlm. 482.
5
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam. (Bandung :CV.Nuansa Aulia), hlm.78.

2
rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai
umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
1974. yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang
kurangnya berumur 16 tahun; (2) Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21
tahun harus mendapat izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2),(3),(4) dan (5)
UndangUndang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974”.6

Dengan adanya batasan umur ini pada dasarnya dalam Kompilasi Hukum Islam
(KHI) tidak menghendaki pelaksanaan pernikahan di bawah umur. Di sinilah dapat
ditegaskan bahwa nikah di bawah umur yang di maksud jika dikaitkan dengan Undang
Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 adalah bukan karena belum baligh atau
belum mencapai umur dewasa seperti dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
1 Tahun 1974 Bab II pasal 6 ayat (2) yang menyatakan bahwa: “Untuk melangsungkan
perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat
izin kedua orang tua.7 Tetapi makna di bawah umur lebih cenderung pada batasan yang
ditentukan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Bab II pasal 7
ayat (1) di atas.

Dari sini dapat dikatakan bahwa tujuan pembatasan umur minimal untuk melakukan
nikah agar orang yang akan menikah diharapkan sudah memiliki kematangan dalam
berpikir, kematangan jiwa dan kekuatan fisik yang memadai. Selain itu untuk menghindari
kemungkinan keretakan rumah tangga yang berakhir dengan perceraian. Hal ini agar tujuan
pernikahan yang menekankan pada aspek kebahagiaan lahir dan batin dapat terwujud.

Adanya aturan pembatasan usia pernikahan ini, sebagaimana diatur dalam Undang
Undang Perkawinan karena tidak terdapatnya aturan-aturan fiqih baik secara eksplisit
maupun implisit. Tentu saja dengan alasan penetapan batas usia bagi kedua mempelai lebih
menjamin kemaslahatan bagi keluarga itu sendiri.8

Munculnya pernikahan usia dini didorong oleh beberapa faktor, di antaranya;


pertama, faktor pendidikan. Faktor pendidikan menjadi salah satu penyebab terjadinyan

6
Ibid., hlm. 5
7
Ibid., hlm. 77
8
Amiur Nuruddin dan Azhar Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi Kritis
Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih, UU No 1/1974 Sampai KHI, Cet.3, (Bandung: Prenada Media
Group, 2006), hlm.74.

3
perkawinan usia dini. Rendahnya tingkat pendidikan yang bersangkutan mendorong
terjadinya pergaulan bebas karena yang bersangkutan memiliki banyak waktu luang
dimana pada saat bersamaan mereka seharusnya berada dilingkungan sekolah.

Banyaknya waktu luang yang tersedia dipergunakan untuk bergaul yang mengarah \
kepada pergaulan bebas diluar kontrol mengakibatkan banyak terjadi kasus hamil pra
nikah. Sehingga terpaksa dinikahkan walaupun masih berusia sangat muda.9

Kedua,faktor ekonomi. Seiring dengan lemahnya pendidikan berimbas pada


lemahnya ekonomi. Sehingga faktor ekonomi pernikahan usia dini memiliki proporsi yang
lebih besar. Biasanya mereka berasal dari keluarga petani, nelayan dan buruh.10 Pasangan
yang menikah karena alasan faktor karea sulitnya kehidupan orangtua yang ekonominya
pas-pasan sehingga terpaksa menikahkan anak gadisnya dengan keluarga yang sudah
mapan perekonomiannya. Keputusan menikah kadang kala muncul dari inisiatif anak itu
sendiri untuk meringankan beban ekonomi orangtuanya.

Ketiga, faktor orangtua. Secara sosiologs latar belakang pengalaman orang tua juga
mengalami menikah pada usia dini karena pada masa itu beranggapan bahwa jika anak
perempuan lama menikahnya, maka akan susah mendapatkan jodohnya. Pengalaman
tersebut yang membuat para orangtua setuju untuk menikahkan anak perempuannya pada
usia dini. Di samping itu orangtua yang mengkhawatirkan anaknya pacaran dengan lawan
jenis sangat lengket orangtua akan segera bertindak tegas dengan menikahkan anaknya
tanpa memandang latar belakang kematangan anaknya, baik kematangan psikologis
maupun biologis.11

Keempat, faktor budaya (adat istiadat). Faktor budaya juga berperan dalam
mempengaruhi terjadinya pernikahan usia dini. Apabila dalam budaya setempat
mempercayai jika anak perempuannya tidak segera menikah, itu akan memalukan keluarga
karena dianggap tidak laku dalam lingkungannya.12 Orangtua juga beranggapan bahwa
bila secara finansial mampu meminang anak mereka, dengan tidak memandang usia dan
9
Zuhri, Danang Fadlulah, Faktor-Faktor Pendorong Pernikahan Usia Dini Dan Dampaknya Di Desa
Sidoharjo Kecamatan Bawang Kabupaten Batang. Skripsi, Semarang: Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri, 2017), hlm. 28
Setyawati, “Profil Sosial Ekonomi, Paritas, Status Dan Perilaku Kesehatan Pada Wanita Yang
10

Menikah Dini Di Indonesia”. Dalam Jurnal Kesehatan Reproduksi, Vol. 4 No 2 (2013),


11
Zuhri, Danang Fadlulah, “Faktor-Faktor Pendorong Pernikahan Usia Dini Dan Dampaknya Di Desa
Sidoharjo Kecamatan Bawang Kabupaten Batang’, hlm. 29
12
Ibid., hlm. 29

4
kesiapan sang anak kebanyakan orangtua akan menerima lamaran tersebut karena
beranggapan masa depan sang anak akan lebih cerah dan berharap sang anak bisa
mengurangi beban orang tua.

Kelima, akibat kecelakaan (marride by accident). Terjadinya hamil di luar nikah,


karena anak-anak melakukan hubungan yang melanggar norma. Hal ini mamaksa mereka
untuk melakukan pernikahan dini, guna memperjelas status anak yang dikandungnya.
Pernikahan ini memaksa mereka menikah dan bertanggung jawab untuk berperan sebagai
suami istri serta menjadi ayah dan ibu, sehinga hal ini nantinya akan berdampak pada
penuaan dini, karena mereka belum siap lahir dan batin.13

III. Pernikahan Usia Dini dan Pendidikan

Pernikahan usia dini bagi individu yang ingin melakukannya haruslah memiliki kesiapan
baik secara fisik, psikologi, mental dan sosial. Selain itu individu juga harus memiliki kesiapan
emosial dalam menyikapi setiap tanggapan masyarakat baik itu negatif maupun positif. Kesiapan
dalam menghadapi setiap permasalahan yang akan ada dan timbul pada saat berumah tangga dari
permasalahan kecil sampai dengan permasalahan yang besar.

Pernikahan usia dini bagi individu yang melakukannya harus memiliki pemikiran yang
matang dalam membuat dan menentukan suatu keputusan dalam menghadapi dan memecahkan
suatu permasalahan. Dalam menentukan suatu keputusan yang akan diambil baik atau buruk,
individu seharusnya memiliki pengetahuan yang berhubungan dengan pendidikan individu itu
sendiri.

Pendidikan yang dimiliki oleh perempuan yang melakukan pernikahan usia dini biasanya
masih tergolong rendah, baik mereka memang tidak sekolah atau putus sekolah (tidak melanjutkan
sekolah ke jenjang yang lebih tinggi). Bagi anak yang tidak sekolah atau putus sekolah karena
faktor ekonomi dan juga ada adanya paksaan maupun desakan orang tua untuk segera menikah.

Kemauan dari diri sendiri yang rendah untuk sekolah juga menjadikan alasan untuk
perempuan mau segera dinikahkan. Pengetahuan yang dimiliki dapat berpengaruh terhadap
rendahnya pendidikan yang juga dimiliki oleh perempuan yang melakukan pernikahan usia dini.
Perempuan yang melakukan pernikahan usia dini cenderung memiliki status pendidikan yang
rendah, baik dalam keluarga maupun lingkungan tempat tinggalnya.

Mubasyaroh, “Analisis Faktor Penyebab Pernikahan Din dan Dampaknya Bagi Pelaku”. Dalam
13

YUDISIA, Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 7, No. 2, Desember (2016), hlm. 401

5
Kondisi demikian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sriharyati yang menyatakan
bahwa rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan anak, orangtua dan masyarakat,
menyebabkan adanya kecenderungan menikahkan anak perempuannya yang masih di bawah
umur. Penelitian ini juga sejalan dengan yang dilakukan Stang yang berpendapat bahwa
semakin rendah pendidikan seseorang kecenderungan untuk melakukan pernikahan usia
dini semakin tinggi.14 Hal ini juga sejalan dengan Theory of Planned Behavioural (TPB)
yang menyebutkan pendidikan memiliki pengaruh terhadap pengambilan atau penentuan
sikap, norma subjektif serta kontrol perilaku dari individu maupun orangtua yang
melakukan pernikahan usia dini.15

Perilaku menikah di usia dini telah menjadi kebudayaan yang sudah ada sejak dahulu dan
turun temurun. Pengetahuan yang rendah juga menjadikan masyarakat terus-menerus mengikuti
kebudayaan yang ada. Pengaruh dari lingkungan dilakukan tanpa melihat dampak yang akan
dirasakan oleh perempuan yang melakukan pernikahan usia dini, baik pada lingkungan itu sendiri
maupun kesehatan.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Khaparistia & Edward yang menyatakan
bahwa rendahnya pengetahuan menyebabkan lingkungan mendukung terjadinya pernikahan usia
dini. Pengalaman dan kebiasaan yang sudah berjalan turun temurun membuat remaja cenderung
ingin mengikuti perilaku menikah dini. Remaja yang berada di lingkungan yang banyak melakukan
pernikahan usia dini dapat mudah terpengaruh dengan sikap atau kecenderungan yang ada di
lingkungannya.16

Hal ini juga sejalan dengan Theory of Planned Behavioural (TPB) yang menyatakan
lingkungan sosial di sekitar yang berkaitan langsung dengan kehidupan seorang individu dapat
berpengaruh dalam pengambilan keputusan pada individu, dalam hal ini pernikahan usia dini.
Pengetahuan dalam pernikahan usia dini pada perempuan juga didapat dari adanya pengalaman
baik pada riwayat orangtua, keluarga maupun lingkungan yang pernah melakukan pernikahan usia
dini.17

Stang, M.E., “Faktor yang Berhubungan dengan Pernikahan Dini di Kelurahan Pangli Kecamatan
14

Sesean Kabupaten Toraja Utara”. Dalam Jurnal MKMI, 7 (1), (2011), hlm. 105-106
15
Ajzen, I., Attitudes, Personality, and Behavior, (McGraw-Hill Education, UK(t.th).
16
Khaparistia, E. and Edward, E., “Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia Muda Studi
Kasus di Kelurahan Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat The Factors That Cause
The Young Age Of Marriage In The Village Of Case Studies Across The Sawit Seberang Sub-Dis”. Dalam
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Vol. 14. No. 1. (2005)
17
Intan Arimurti dan Ira Nurmala, “Analisis Pengetahuan Perempuan Terhadap Perilaku Melakukan
Pernikahan Usia Dinia di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Bondowoso”. Dalam The Indonesian Journal of
Public Health, Vol. 12 No. 2, Desember (2017), hlm. 257.

6
IV. Simpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut;

1. UU RI Nomor 1 Tahun 1974 pada Bab II Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang


Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 yang mengatakan bahwa: “Perkawinan
hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita
sudah mencapai usia 16 tahun”.
2. Di Sumatera Selatan berdasarkan data statistik BKKBN Provinsi Sumatera Selatan
angka pernikahan dini di Sumsel masih tinggi, dari 1.000 kelahiran bayi, sebanyak
92,3% adalah bayi pasangan pernikahan di usia 15 - 19 tahun. Sedangkan jumlah
1.127 pasangan yang menikah sepanjang tahun 2017 di Musi Rawas, didominasi
pasangan usia remaja sebanyak 247 pasangan. Artinya dari jumlah tersebut secara
persentase 22%, dan idealnya dibawah 10%.
3. Munculnya pernikahan usia dini didorong oleh beberapa faktor, di antaranya; faktor
pendidikan, ekonomi, orangtua, budaya (adat istiadat) dan akibat kecelakaan
(marride by accident).
4. Dalam menentukan suatu keputusan yang akan diambil baik atau buruk, individu
seharusnya memiliki pengetahuan yang berhubungan dengan pendidikan individu
itu sendiri. Pendidikan yang dimiliki oleh mereka yang menikah usia biasanya
masih tergolong rendah, baik mereka memang tidak sekolah atau putus sekolah
(tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi).

7
DAFTAR PUSTAKA
Agus R. “KPAI: Usia 16 tahun masuk kategori usia anak”;Republika. 13 Februari 2013.
Ajzen, I., Attitudes, Personality, and Behavior, (McGraw-Hill Education, UK(t.th).
Amiur Nuruddin dan Azhar Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih, UU No 1/1974 Sampai KHI, Cet.3,
(Bandung: Prenada Media Group, 2006)
Intan Arimurti dan Ira Nurmala, “Analisis Pengetahuan Perempuan Terhadap Perilaku
Melakukan Pernikahan Usia Dinia di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Bondowoso”.
Dalam The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 12 No. 2, Desember (2017)
Khaparistia, E. and Edward, E., “Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia
Muda Studi Kasus di Kelurahan Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang
Kabupaten Langkat The Factors That Cause The Young Age Of Marriage In The
Village Of Case Studies Across The Sawit Seberang Sub-Dis”. Dalam Jurnal
Pemberdayaan Komunitas, Vol. 14. No. 1. (2005)
Koran Sindo, “Angka Pernikahan Dini Jumlahnya Meningkat”, Selasa, 16 April 2019.
Dalam https://nasional.sindonews.com/read/1396184/15/angka-pernikahan-dini-
jumlahnya-meningkat 1555377616. Diakses 19 September 2019
Mubasyaroh, “Analisis Faktor Penyebab Pernikahan Din dan Dampaknya Bagi Pelaku”.
Dalam YUDISIA, Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 7, No. 2,
Desember (2016)
Musi Rawas, Tertinggi Pernikahan Usia Dini. Dalam http://www.globalplanet.
news/berita/1624/musi-rawas-tertinggi-pernikahan-usia-dini. Diakses 19 September
2019
Putri Mareta Hertika, Lantin Sulistyorini dan Emi Wuri Wuryaningsih, “Hubungan
Pernikahan Usia Dini dengan Risiko Tindak Kekerasan oleh Ibu pada Anak Usia
Prasekolah di Kelurahan Sumbersari Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember”.
Dalam e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.5 (no.3), September, (2017)
Setyawati, “Profil Sosial Ekonomi, Paritas, Status Dan Perilaku Kesehatan Pada Wanita
Yang Menikah Dini Di Indonesia”. Dalam Jurnal Kesehatan Reproduksi, Vol. 4 No 2
(2013)
Stang, M.E., “Faktor yang Berhubungan dengan Pernikahan Dini di Kelurahan Pangli
Kecamatan Sesean Kabupaten Toraja Utara”. Dalam Jurnal MKMI, 7 (1), (2011)
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam. (Bandung :CV.Nuansa Aulia)
Zuhri, Danang Fadlulah, Faktor-Faktor Pendorong Pernikahan Usia Dini Dan Dampaknya
Di Desa Sidoharjo Kecamatan Bawang Kabupaten Batang. Skripsi, Semarang: Jurusan
Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri, 2017)

Anda mungkin juga menyukai