Anda di halaman 1dari 21

WALIKOTA SURABAYA

SALINAN
PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA
NOMOR 5 TAHUN 2013
TENTANG
PENYELENGGARAAN MENARA TELEKOMUNIKASI BERSAMA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SURABAYA,
Menimbang

a. bahwa dengan semakin berkembangnya kegiatan usaha


telekomunikasi dan sejalan dengan meningkatnya kebutuhan
masyarakat terhadap fasilitas telekomunikasi, telah mendorong
bertambahnya jumlah bangunan menara telekomunikasi dan
berbagai sarana pendukungnya, sehingga untuk menjamin
keamanan, kenyamanan dan keselamatan masyarakat, perlu
dilakukan
penataan
terhadap
penyelenggaraan
menara
telekomunikasi oleh Pemerintah Daerah;
b. bahwa menara telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur
dalam penyelenggaraan telekomunikasi yang vital dan
memerlukan ketersediaan lahan, bangunan dan ruang udara;
c. bahwa dalam rangka efektivitas dan efisiensi penggunaan menara
Telekomunikasi maka menara telekomunikasi harus digunakan
secara bersama dengan memperhatikan aspek tata ruang,
keamanan dan kepentingan umum;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah
tentang Penyelenggaraan Menara Telekomunikasi Bersama.

Mengingat

1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur/Jawa
Tengah/Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1965 (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 19 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2730);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 154 Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3881);

2
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 134 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4247);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah kedua
kali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran
Negara Tahun 2008 Nomor 59 Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 68 Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4275);
7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1 Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4956);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009
Nomor 140 Tambahan Lembaran Negara Nomor 5059);
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2011
Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Nomor 5234);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 107 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3980);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Spektrum
Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 108 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3981);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang
Kebandarudaraan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 128
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4146);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 48 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5285);
14. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 5 Tahun 2004
tentang Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan di
Sekitar Bandar Udara Juanda-Surabaya;
15. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan
Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika dan Kepala Badan
Koordinasi Penanaman Modal Nomor 18 Tahun 2009, Nomor 18
Tahun
2009,
Nomor
07
Tahun
2009,
Nomor
19/PER/M.Kominfo/03/2009, Nomor 3/P/2009 tentang Pedoman
Pembangunan
dan
Penggunaan
Bersama
Menara
Telekomunikasi;

3
16. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor
01/PER/M.KOMINFO/01/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan
Telekomunikasi;
17. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun
2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan
Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup
(Berita Negara Tahun 2010 Nomor 231);
18. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 3 Tahun 2007 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya (Lembaran Daerah
Kota Surabaya Tahun 2007 Nomor 3 Tambahan Lembaran
Daerah Nomor 3);
19. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 7 Tahun 2009 tentang
Bangunan (Lembaran Daerah Kota Surabaya Tahun 2009 Nomor
7 Tambahan Lembaran Daerah Nomor 7).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SURABAYA
dan
WALIKOTA SURABAYA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :

PERATURAN
DAERAH
TENTANG
MENARA TELEKOMUNIKASI BERSAMA.

PENYELENGGARAAN

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kota Surabaya.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Surabaya.
3. Kepala Daerah adalah Walikota Surabaya.
4. Dinas Komunikasi dan Informatika adalah Dinas Komunikasi dan
Informatika Kota Surabaya.
5. Dinas Perhubungan adalah Dinas Perhubungan Kota Surabaya.
6. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang adalah Dinas Cipta Karya dan
Tata Ruang Kota Surabaya.
7. Badan Lingkungan Hidup adalah Badan Lingkungan Hidup Kota
Surabaya.

4
8. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan/atau
penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda,
isyarat, tulisan, gambar, suara dan bunyi melalui sistem kawat,
optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya.
9. Jasa Telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk
memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan
jaringan telekomunikasi.
10. Jaringan
Telekomunikasi
adalah
rangkaian
perangkat
telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam
rangka bertelekomunikasi.
11. Menara Telekomunikasi adalah bangunan-bangunan untuk
kepentingan umum yang didirikan di atas tanah, atau bangunan
yang merupakan satu kesatuan konstruksi dengan bangunan
gedung yang dipergunakan untuk kepentingan umum yang struktur
fisiknya dapat berupa rangka baja yang diikat oleh berbagai simpul
atau berupa bentuk tunggal tanpa simpul, dimana fungsi, desain
dan konstruksinya disesuaikan sebagai sarana penunjang
menempatkan perangkat telekomunikasi seluler.
12. Menara Telekomunikasi Bersama adalah menara telekomunikasi
yang digunakan secara bersama-sama oleh paling sedikit 3 (tiga)
penyelenggara telekomunikasi seluler.
13. Penyelenggaraan Telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan
dan
pelayanan
telekomunikasi sehingga
memungkinkan
terselenggaranya telekomunikasi.
14. Penyelenggara Telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi,
badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan
usaha swasta, instansi pemerintah dan instansi pertahanan
keamanan negara.
15. Penyedia Menara Telekomunikasi yang selanjutnya disebut
Penyedia Menara adalah perseorangan, koperasi, badan usaha
milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta yang
memiliki dan mengelola menara telekomunikasi untuk digunakan
bersama oleh penyelenggara telekomunikasi.
16. Pengelola Menara Telekomunikasi yang selanjutnya disebut
Pengelola Menara adalah badan usaha yang mengelola atau
mengoperasikan menara yang dimiliki pihak lain.
17. Penyedia Jasa Konstruksi adalah orang perseorangan atau badan
yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi.
18. Badan Usaha Indonesia adalah orang perseorangan atau badan
hukum yang didirikan dengan hukum Indonesia, mempunyai
tempat kedudukan di Indonesia serta beroperasi di Indonesia.
19. Gambar Teknis adalah gambar konstruksi dari bangunan menara
telekomunikasi meliputi pekerjaan pondasi sampai pekerjaan
konstruksi bagian atas dalam bentuk gambar arsitektural dan
gambar sipil/struktur konstruksi yang dapat menggambarkan teknis
konstruksi maupun estetika arsitekturalnya secara jelas dan tepat.

20. Menara Telekomunikasi Khusus adalah menara telekomunikasi


yang berfungsi sebagai penunjang jaringan telekomunikasi
khusus.
21. Menara Telekomunikasi Kamuflase adalah menara dengan desain
tertentu dengan tidak menampakkan struktur besi dan perangkat
antena Base Transceiver Station (BTS) untuk diselaraskan dengan
lingkungan sekitarnya dan dibangun di dalam zona penempatan
lokasi menara telekomunikasi.
22. Zona Penempatan Lokasi Menara adalah zona penempatan titiktitik lokasi menara yang telah ditentukan untuk pembangunan
Menara Telekomunikasi Bersama yang berada dalam radius
maksimum 200 (dua ratus) meter dari titik koordinat yang telah
ditentukan
dengan
memperhatikan
aspek-aspek
kaidah
perencanaan jaringan selular yaitu ketersediaan coverage area
pada area potensi generated traffic dan ketersediaan kapasitas
traffic telekomunikasi selular.
23. Jaringan telekomunikasi utama (backbone) adalah bagian dari
jaringan infrastruktur telekomunikasi yang menghubungkan
berbagai elemen jaringan telekomunikasi yang berfungsi sebagai
central trunk, Mobile Switching Center (MSC) dan Base Station
Controller (BSC)/Radio Network Controller (NRC) atau jaringan
primer telekomunikasi yang menghubungkan satu sentral
telekomunikasi utama ke sentral telekomunikasi utama yang lain
24. Barang Milik Daerah adalah barang yang dibeli atau yang diperoeh
atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau
perolehan lainnya yang sah.
25. Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah
perizinan yang diberikan oleh Kepala daerah kepada pemilik
bangunan untuk membangun baru, mengubah, memperluas,
mengurangi, dan/atau merawat bangunan sesuai dengan
persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.
26. Pemberitahuan Penempatan Antena adalah pemberitahuan yang
dilakukan oleh Penyelenggara Telekomunikasi atau Penyedia
Menara atau Pengelola Menara untuk menempatkan setiap sistem
antena pada menara bersama.
27. Bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang
menyatu dengan tempat kedudukannya, baik sebagian maupun
keseluruhannya berada di atas atau di dalam tanah dan/atau air,
yang terdiri dari bangunan gedung dan bangunan bukan gedung.
28. Base Transceiver Station, yang selanjutnya disingkat BTS adalah
perangkat stasiun pemancar dan penerima telepon seluler untuk
melayani suatu wilayah cakupan (cell coverage).

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Pembentukan Peraturan Daerah ini dimaksudkan untuk mengatur dan
mengendalikan setiap kegiatan pembangunan dan penggunaan
bersama menara telekomunikasi.
Pasal 3
Penyelenggaraan Menara Telekomunikasi bersama bertujuan untuk :
a. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan aparatur
Pemerintah Daerah dalam merencanakan, melaksanakan,
mengendalikan, dan mengawasi pembangunan dan penggunaan
bersama menara telekomunikasi;
b. mewujudkan upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap
layanan jasa telekomunikasi dengan memperhatikan aspek tata
ruang, keamanan dan kepentingan umum.
BAB III
PENATAAN PEMBANGUNAN MENARA TELEKOMUNIKASI
Pasal 4
(1) Kepala Daerah berwenang menetapkan zona penempatan lokasi
menara telekomunikasi dengan Keputusan Kepala Daerah untuk
menentukan lokasi pembangunan dan pengoperasian menara
telekomunikasi di daerah.
(2) Penetapan zona penempatan lokasi menara telekomunikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk
mengarahkan, menjaga, dan menjamin agar pembangunan dan
pengoperasian menara telekomunikasi tertata dengan baik,
berorientasi masa depan, terintegrasi dan memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi semua pihak.
(3) Penetapan zona penempatan lokasi menara telekomunikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan :
a. menjaga estetika kawasan
kelestarian lingkungan;

daerah

dan

memperhatikan

b. mendukung kehidupan sosial, budaya, politik dan ekonomi


serta kegiatan pemerintahan;
c. menghindari pembangunan menara telekomunikasi yang tidak
terkendali;
d. menentukan lokasi-lokasi menara telekomunikasi;

e. menstandarkan bentuk, kualitas, dan keamanan menara


telekomunikasi;
f. memberi kepastian peruntukan dan efisiensi lahan;
g. meminimalkan gejolak sosial;
h. menyelaraskan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW), Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) dan
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
i. memudahkan pengawasan dan pengendalian;
j.

mengantisipasi menara telekomunikasi ilegal


menjamin legalitas setiap menara telekomunikasi;

sehingga

k. memenuhi kebutuhan lalu lintas telekomunikasi selular secara


optimal;
l. menghindari wilayah yang tidak terjangkau
telekomunikasi (blank spot area);
m. mendorong
persaingan
yang
penyelenggaraan telekomunikasi.

lebih

oleh

sehat

sinyal
dalam

Pasal 5
(1) Pembangunan menara telekomunikasi harus sesuai dengan zona
penempatan lokasi menara telekomunikasi.
(2) Pembangunan menara telekomunikasi dalam zona penempatan
lokasi menara telekomunikasi wajib memperhatikan :
a. potensi ruang wilayah yang tersedia dan kepadatan pemakaian
jasa telekomunikasi dengan mempertimbangkan kaidah
penataan ruang, tata bangunan, struktur perwilayahan, estetika
dan keamanan lingkungan serta kebutuhan telekomunikasi
pada umumnya termasuk kebutuhan luasan area Menara;
b. Standar baku pembangunan menara telekomunikasi, sebagai
berikut :
1. pembangunan menara telekomunikasi di kawasan yang
sifat dan peruntukannya memiliki karakteristik tertentu wajib
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk
kawasan tersebut.
2. ketinggian menara telekomunikasi disesuaikan dengan
kebutuhan teknis dengan memperhatikan Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan.
3. bangunan menara telekomunikasi harus mampu menopang
perangkat telekomunikasi yang dimiliki oleh paling sedikit 3
(tiga) penyelenggara telekomunikasi seluler;

4. pembangunan menara telekomunikasi wajib mengacu


kepada Standar Nasional Indonesia untuk menjamin
keselamatan
bangunan
dan
lingkungan
dengan
memperhitungkan faktor-faktor yang menentukan kekuatan
dan kestabilan konstruksi menara telekomunikasi dengan
mempertimbangkan persyaratan struktur bangunan menara
telekomunikasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(3) Setiap zona penempatan lokasi menara telekomunikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak ditempatkan
4 (empat) bangunan menara telekomunikasi.
(4) Bangunan menara telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) merupakan bangunan menara yang didirikan di atas tanah
(green field) atau didirikan di atas bangunan (roof top).
(5) Menara telekomunikasi yang didirikan di atas bangunan (roof top)
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan bangunan
menara telekomunikasi dengan ketinggian di atas 6 (enam) meter.
(6) Penyedia
Menara
harus
menyelesaikan
pelaksanaan
pembangunan menara telekomunikasi yang dimohon secara
keseluruhan pada waktu yang telah ditentukan sepanjang tidak
ada gangguan yang bersifat force majeur.
Pasal 6
(1) Zona penempatan lokasi menara telekomunikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), tidak berlaku untuk
pembangunan menara telekomunikasi khusus yang memerlukan
kriteria khusus seperti untuk keperluan metereologi dan geofisika,
internet, televisi, siaran radio, navigasi penerbangan, pencarian
dan pertolongan kecelakaan, amatir radio komunikasi antar
penduduk dan penyelenggara telekomunikasi khusus instansi
pemerintah serta keperluan transmisi jaringan telekomunikasi
utama (backbone).
(2) Pembangunan menara telekomunikasi untuk keperluan transmisi
jaringan telekomunikasi utama (backbone) oleh Penyelenggara
Telekomunikasi atau Penyedia Menara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib diberitahukan kepada Pemerintah Daerah.
(3) Penyelenggara Telekomunikasi, Penyedia Menara atau Pengelola
Menara
wajib memberitahukan kepada Pemerintah Daerah
apabila menara telekomunikasi untuk keperluan transmisi jaringan
telekomunikasi
utama
(backbone)
dimanfaatkan
untuk
pemasangan antena BTS.
Pasal 7
(1) Menara telekomunikasi wajib dilengkapi dengan sarana
pendukung dan identitas hukum yang jelas sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.

9
(2) Sarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari :
a. pentanahan (grounding);
b. penangkal petir;
c. catu daya (power supply);
d. lampu halangan penerbangan (aviation obstruction light);
e. marka halangan penerbangan (aviation obstruction marking);
f. pagar pengaman.
(3) Identitas hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. nama pemilik menara;
b. lokasi dan koordinat menara;
c. tinggi menara;
d. tahun pembuatan/pemasangan menara;
e. penyedia jasa konstruksi;
f. beban maksimum menara;
g. penyewa/pengguna menara; dan
h. nomor telepon pengaduan.
Pasal 8
(1) Dalam rangka pembangunan menara telekomunikasi, Penyedia
Menara atau Pengelola Menara dapat melakukan kerjasama
dengan Pemerintah Daerah.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dan
dituangkan dalam perjanjian dengan berpedoman pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 9
Penyedia Menara atau Pengelola Menara dapat mendirikan Menara
Bersama dengan memanfaatkan barang milik daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan-perundangan yang berlaku.
BAB IV
PENGGUNAAN MENARA TELEKOMUNIKASI BERSAMA
Pasal 10
(1) Menara telekomunikasi disediakan oleh Penyedia Menara atau
Pengelola Menara.

10

(2) Penyedia Menara


merupakan :

sebagaimana

dimaksud

pada

ayat

(1)

a. Penyelenggara Telekomunikasi; atau


b. Bukan Penyelenggara Telekomunikasi.
(3) Penyedia
Menara
dan/atau
Pengelola
Menara
wajib
mengamankan aset-aset menara telekomunikasi yang dikelolanya
dan mengasuransikan menara telekomunikasi serta wajib
bertanggung jawab atas setiap kejadian yang menimbulkan
kerugian terhadap masyarakat sesuai dengan radius keselamatan
ruang di sekitar menara telekomunikasi dihitung 125% (seratus
dua puluh lima persen) dari tinggi menara telekomunikasi untuk
menjamin keselamatan akibat kecelakaan menara telekomunikasi.
(4) Untuk mengetahui tingkat keandalan konstruksi bangunan menara
telekomunikasi, penyedia menara dan/atau pengelola menara
harus melakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara
berkala sesuai dengan pedoman/petunjuk teknis tata cara
pemeriksaan keandalan bangunan menara telekomunikasi sesuai
ketentuan yang berlaku, dan wajib melaporkan hasil pemeriksaan
kepada Kepala Daerah setiap tahun.
Pasal 11
(1) Menara telekomunikasi harus digunakan secara bersama dalam
bentuk menara telekomunikasi bersama dengan tetap
memperhatikan
kesinambungan
pertumbuhan
industri
telekomunikasi.
(2) Menara telekomunikasi bersama sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), harus digunakan oleh paling sedikit 3 (tiga)
penyelenggara telekomunikasi seluler.
Pasal 12
(1) Penyedia Menara dan/atau Pengelola Menara wajib memberikan
kesempatan yang sama tanpa diskriminasi kepada penyelenggara
telekomunikasi lain untuk menggunakan menara yang dikelolanya
secara bersama-sama sesuai kemampuan teknis menara.
(2) Apabila pemasangan antena BTS pada Menara Telekomunikasi
Bersama dinyatakan sudah penuh dan/atau secara teknis
konstruksi/struktur menara sudah tidak mendukung ditambah
antena lagi, maka Penyelenggara Telekomunikasi dapat :
a. menempatkan antena BTS di atas bangunan gedung (roof top),
dengan ketinggian menara tidak melebihi 6 (enam) meter dari
permukaan atap bangunan gedung dan harus dipasang
selubung bangunan gedung, dengan ketentuan konstruksi
bangunan gedung mampu mendukung beban antena BTS;

11

b. menempatkan antena BTS yang melekat pada bangunan


lainnya seperti tiang lampu penerangan jalan dengan ketentuan
konstruksi bangunan mampu mendukung beban antena
BTS; dan/atau
c. mendirikan menara telekomunikasi diatas tanah (green field)
dalam bentuk kamuflase untuk pemasangan antena BTS.
(3) Pendirian menara telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c harus tetap berada di dalam zona penempatan
lokasi menara telekomunikasi.
Pasal 13
(1) Penyedia
Menara
dan/atau
Pengelola
Menara
harus
memperhatikan ketentuan hukum tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
(2) Penyedia
Menara
dan/atau
Pengelola
Menara
harus
menginformasikan ketersediaan kapasitas menara miliknya
kepada calon pengguna menara secara transparan.
(3) Penyedia
Menara
dan/atau
Pengelola
Menara
harus
menggunakan sistem antrian dengan mendahulukan calon
pengguna menara yang lebih dahulu menyampaikan permintaan
penggunaan menara dengan tetap memperhatikan kelayakan dan
kemampuan.
Pasal 14
Penggunaan bersama menara antar Penyelenggara Telekomunikasi,
antara Penyedia Menara dengan Penyelenggara Telekomunikasi atau
antara Pengelola Menara dengan Penyelenggara Telekomunikasi
wajib dituangkan dalam perjanjian tertulis dan dilaporkan kepada
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika.
Pasal 15
(1) Penyedia Menara Telekomunikasi Bersama dan/atau Pengelola
Menara Telekomunikasi Bersama berhak memungut biaya
penggunaan
Menara
Telekomunikasi
Bersama
kepada
Penyelenggara Telekomunikasi yang menggunakan Menara
miliknya.
(2) Biaya
penggunaan
Menara
Telekomunikasi
Bersama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Penyedia
Menara Telekomunikasi Bersama dan/atau Pengelola Menara
Telekomunikasi Bersama dengan harga yang wajar berdasarkan
perhitungan biaya investasi, operasi, pengembalian modal dan
keuntungan.

12
BAB V
PERIZINAN PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN
MENARA TELEKOMUNIKASI BERSAMA
Pasal 16
(1) Pembangunan Menara Telekomunikasi harus memiliki IMB yang
diterbitkan oleh Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemberian IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memperhatikan ketentuan tentang Penataan Ruang.
(3) Penerbitan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mendapat rekomendasi dari :
a. Dinas Komunikasi dan Informatika berkaitan dengan
penempatan lokasi dan penggunaan bersama;

zona

b. Dinas Perhubungan berkaitan dengan ketinggian menara


telekomunikasi disesuaikan dengan kebutuhan teknis dengan
memperhatikan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan;
c. Badan Lingkungan Hidup berkaitan dengan dokumen Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup (UKL-UPL).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
mendapatkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur dalam Peraturan Kepala Daerah.
Pasal 17
(1) Setiap Penyedia Menara atau Pengelola Menara wajib memiliki
Izin Operasional Menara Telekomunikasi dalam rangka
pengendalian menara telekomunikasi.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh
Kepala Daerah.
(3) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilimpahkan
kepada Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika.
(4) Izin Operasional Menara Telekomunikasi berlaku selama 3 (tiga)
tahun dan dapat diperpanjang setelah dilakukan penilaian dan
evaluasi secara teknis oleh Dinas Komunikasi dan Informatika.
(5) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri
persyaratan sebagai berikut :
a. IMB menara;
b. Surat Pernyataan sanggup mengganti kerugian kepada warga
masyarakat
apabila
terjadi
kerugian/kerusakan
yang
diakibatkan oleh keberadaan menara telekomunikasi yang
dibangun dan dioperasikan;

13

c. Surat kesanggupan membongkar Menara Telekomunikasi


apabila sudah tidak dimanfaatkan atau habis masa izinnya dan
tidak diperpanjang atau keberadaannya sudah tidak sesuai lagi
dengan ketentuan tentang penataan ruang;
d. Surat Pernyataan Kesanggupan untuk memakai menara
telekomunikasi secara bersama;
(6) Izin diterbitkan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari
kerja sejak diterimanya surat permohonan izin secara lengkap dan
benar.
(7) Izin Operasional Menara Telekomunikasi dapat dialihkan kepada
pihak lain setelah mendapat persetujuan dari Kepala Dinas
Komunikasi dan Informatika.
Pasal 18
(1) Permohonan
perpanjangan
izin
operasional
menara
telekomunikasi disampaikan secara tertulis kepada Kepala Daerah
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum izin
operasional menara telekomunikasi habis masa berlakunya.
(2) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (5) dan izin operasional menara telekomunikasi
sebelumnya.
Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan
dan perpanjangan izin operasional menara telekomunikasi diatur
dalam Peraturan Kepala Daerah.
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 20
(1) Kepala Daerah berwenang melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan menara telekomunikasi di
daerah.
(2) Pelaksanaan
pembinaan
dan
pengawasan
terhadap
penyelenggaraan menara telekomunikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Satuan Kerja Perangkat
Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah sesuai tugas dan fungsi
masing-masing.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan menara telekomunikasi
diatur dalam Peraturan Kepala Daerah.

14
BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 21
Setiap Penyedia Menara yang mendirikan bangunan menara
telekomunikasi tanpa memiliki IMB dikenakan sanksi administratif
sesuai peraturan perundang-undangan dibidang bangunan.
Pasal 22
Setiap Penyedia Menara dan/atau Pengelola Menara yang
mengoperasikan menara telekomunikasi tanpa memiliki izin
operasional menara telekomunikasi dikenakan sanksi administratif
berupa penghentian kegiatan operasional menara telekomunikasi
secara paksa dan denda sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
Pasal 23
Setiap Penyelenggara Telekomunikasi dan/atau Penyedia Menara
yang mendirikan bangunan menara telekomunikasi untuk keperluan
transmisi jaringan telekomunikasi utama (backbone) tanpa
memberitahukan kepada Pemerintah Daerah dikenakan sanksi
administratif berupa penghentian kegiatan operasional jaringan
telekomunikasi utama (backbone) secara paksa dan denda sebesar
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 24
Setiap Penyelenggara Telekomunikasi, Penyedia Menara dan/atau
Pengelola Menara yang memasang antena BTS pada bangunan
menara telekomunikasi untuk keperluan transmisi jaringan
telekomunikasi utama (backbone) tanpa memberitahukan kepada
Pemerintah Daerah dikenakan sanksi administratif berupa
penghentian kegiatan operasional BTS secara paksa dan denda
sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 25
Setiap penyedia menara yang mendirikan bangunan menara
telekomunikasi di luar zona penempatan lokasi menara dikenakan
sanksi administratif berupa pembongkaran bangunan menara
telekomunikasi kecuali bangunan menara telekomunikasi untuk
keperluan transmisi jaringan telekomunikasi utama (backbone).
Pasal 26
Setiap Penyedia Menara dan/atau Pengelola Menara yang mendirikan
bangunan menara telekomunikasi tidak dilengkapi dengan sarana
pendukung dan identitas hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 dikenakan sanksi administratif berupa :
a. penghentian kegiatan operasional menara telekomunikasi secara paksa;
b. denda sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); dan/atau
c. pencabutan izin operasional menara telekomunikasi.

15

Pasal 27
Setiap Penyedia Menara dan/atau Pengelola Menara yang mendirikan
dan/atau mengoperasikan bangunan menara telekomunikasi tanpa
memiliki asuransi menara telekomunikasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (3) dikenakan sanksi administratif berupa :
a. penghentian kegiatan operasional menara telekomunikasi secara paksa;
b. denda sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
c. pencabutan izin operasional menara telekomunikasi;
d. pencabutan IMB; dan/atau
e. pembongkaran bangunan menara telekomunikasi.
Pasal 28
Penyedia Menara dan/atau Pengelola Menara Telekomunikasi yang
tidak melakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala
dan/atau tidak melaporkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (4) dikenakan sanksi administratif berupa :
a. penghentian kegiatan operasional menara telekomunikasi secara paksa;
b. denda sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
c. pencabutan izin operasional menara telekomunikasi;
d. pencabutan IMB; dan/atau
e. pembongkaran bangunan menara telekomunikasi.
Pasal 29
Penyedia Menara dan/atau Pengelola Menara yang tidak bersedia
mengunakan menara telekomunikasi secara bersama dan/atau tidak
memberikan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi kepada
penyelenggara telekomunikasi lain untuk menggunakan menara yang
dikelolanya secara bersama-sama sesuai kemampuan teknis menara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 12 ayat (1)
dikenakan sanksi administratif berupa :
a. penghentian kegiatan operasional menara telekomunikasi secara
paksa;
b. denda sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); dan/atau
c. pencabutan izin operasional menara telekomunikasi.
Pasal 30
Penyedia Menara dan/atau Pengelola Menara yang tidak melaporkan
penggunaan bersama menara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 dikenakan sanksi administratif berupa penghentian kegiatan
operasional menara telekomunikasi secara paksa dan denda sebesar
Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, Pasal
24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29 dan Pasal 30
diatur dalam Peraturan Kepala Daerah.

16

BAB VIII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 32
(1) Penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini, dilakukan
oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah.
(2) Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai
adanya tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan di tempat
kejadian;
c. menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
g. mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat
petunjuk dari penyidik POLRI bahwa tidak terdapat cukup bukti
atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan
selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut
kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya;
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah sebagiamana dimaksud pada
ayat (1) tidak berwenang untuk melakukan penangkapan atau
penahanan.
(4) Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah wajib membuat Berita Acara
setiap melakukan tindakan dalam hal :
a. pemeriksaan tersangka;
b. pemasukan rumah;
c. penyitaan barang;
d. pemeriksaan saksi;
e. pemeriksaan tempat kejadian.

17

(5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah menyerahkan hasil


penyidikan kepada penuntut umum melalui penyidik Polri
sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana yang berlaku.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 33
Selain dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21, setiap Penyedia Menara yang mendirikan bangunan
menara telekomunikasi tanpa memiliki IMB dikenakan sanksi pidana
sesuai peraturan perundang-undangan dibidang bangunan.
Pasal 34
(1) Selain dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27,
Pasal 28 dan/atau Pasal 29, pelanggaran terhadap ketentuan
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25,
Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29 dan/atau Pasal 30
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau
denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
tindak pidana pelanggaran.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 35
Penyedia Menara yang telah memiliki IMB dan telah membangun
menara telekomunikasi serta memasang dan mengoperasionalkan
sarana telekomunikasi sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini,
harus sudah dimiliki izin operasional menara telekomunikasi paling
lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal berlakunya Peraturan Daerah ini.
Pasal 36
Penyedia Menara yang telah memiliki IMB dan telah membangun
menara telekomunikasi tanpa dilengkapi dengan sarana pendukung
dan identitas hukum serta memasang dan mengoperasionalkan
sarana telekomunikasi sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini,
harus melengkapi sarana pendukung dan identitas hukum dimaksud
paling lambat 2 (dua) bulan sejak tanggal berlakunya Peraturan
Daerah ini.

18

Pasal 37
Menara telekomunikasi yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan
Daerah ini harus digunakan secara bersama dalam bentuk menara
telekomunikasi bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan
apabila secara teknis konstruksi/struktur menara tidak mampu
menopang perangkat telekomunikasi yang dimiliki paling sedikit 3
(tiga) penyelenggara telekomunikasi maka menara telekomunikasi
tersebut harus disesuaikan kemampuan teknis konstruksi/strukturnya
paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal berlakunya Peraturan
Daerah ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 38
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Daerah Kota Surabaya.

Ditetapkan di Surabaya
pada tanggal 26 Juli 2013
WALIKOTA SURABAYA,
ttd
TRI RISMAHARINI
Diundangkan di Surabaya
pada tanggal 26 Juli 2013
SEKRETARIS DAERAH KOTA SURABAYA,
ttd.
HENDRO GUNAWAN
LEMBARAN DAERAH KOTA SURABAYA TAHUN 2013 NOMOR 5
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BAGIAN HUKUM,

MT. EKAWATI RAHAYU, SH, MH.


Pembina
NIP. 19730504 199602 2 001

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA
NOMOR 5 TAHUN 2013
TENTANG
PENYELENGGARAAN MENARA TELEKOMUNIKASI BERSAMA

I. UMUM
Bahwa perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung sangat
cepat telah mendorong terjadinya perubahan mendasar dan perubahan cara
pandang dalam penyelenggaraan teknologi informasi dan telekomunikasi, sehingga
Pemerintah Kota Surabaya perlu mengadakan penataan menara telekomunikasi.
Penataan menara telekomunikasi oleh Pemerintah Kota Surabaya tersebut
bertujuan untuk mengendalikan dan mensinergikan antara ketersediaan ruang kota,
kebutuhan menara telekomunikasi, keamanan, keindahan dan meningkatkan
kehandalan cakupan frekuensi telekomunikasi.
Selain itu, untuk menentukan lokasi pembangunan dan pengoperasian menara
telekomunikasi di daerah, Kepala Daerah harus menetapkan zona penempatan
lokasi menara telekomunikasi dengan Keputusan Kepala Daerah. Penetapan zona
penempatan lokasi menara telekomunikasi berfungsi untuk mengarahkan, menjaga
dan menjamin agar pembangunan dan pengoperasian menara telekomunikasi
tertata dengan baik, berorientasi masa depan, terintegrasi dan memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi semua pihak.
Dalam pembangunan menara telekomunikasi harus memperhatikan standar
baku pembangunan menara telekomunikasi, tidak menimbulkan kerugian terhadap
masyarakat dan bisa menjamin keselamatan akibat kecelakaan menara
telekomunikasi.
Dalam rangka menciptakan keseimbangan antara pembangunan menara
telekomunikasi dengan kebutuhan masyarakat dengan tetap memperhatikan aspek
efisiensi, keamanan lingkungan, estetika kota dan kepentingan umum, maka
menara telekomunikasi harus digunakan secara bersama dalam bentuk menara
telekomunikasi bersama oleh paling sedikit 3 (tiga) penyelenggara telekomunikasi
seluler.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka penataan penyelenggaraan
menara telekomunikasi di wilayah kota Surabaya dan sebagai wujud peran aktif
Pemerintah Kota Surabaya dalam pembinaan, penentuan kebijakan, pengaturan,
pengawasan, pengendalian dalam penyelenggaraan menara telekomunikasi
bersama serta sebagai upaya memberikan perlindungan kepada masyarakat
sehubungan dengan adanya pembangunan menara telekomunikasi serta
memberikan kepastian hukum dalam berusaha bagi penyelenggara telekomunikasi,
perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Menara
Telekomunikasi Bersama.

2
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1

: Cukup jelas.

Pasal 2

: Cukup jelas.

Pasal 3

: Cukup jelas.

Pasal 4

: Cukup jelas.

Pasal 5 ayat (1)

: Cukup jelas.

ayat (2) huruf b angka 1 : Yang dimaksud dengan kawasan yang sifat
dan peruntukannya memiliki karakteristik
tertentu meliputi :
a.
b.
c.
d.
e.

kawasan bandar udara/pelabuhan;


kawasan cagar budaya;
kawasan pariwisata;
kawasan hutan lindung;
kawasan yang karena fungsinya memiki
atau memerlukan tingkat keamanan dan
kerahasiaan tinggi;
f. kawasan pengendalian ketat lainnya.
huruf b angka 2

: Yang
dimaksud
dengan
Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan adalah
tanah dan/atau perairan dan ruang udara di
sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk
kegiatan operasi penerbangan dalam rangka
menjamin keselamatan penerbangan.

ayat (3)

: Cukup jelas.

ayat (4)

: Cukup jelas.

ayat (5)

: Cukup jelas.

ayat (6)

: Cukup jelas.

Pasal 6

: Cukup jelas.

Pasal 7

: Cukup jelas.

Pasal 8

: Cukup jelas.

Pasal 9

: Cukup jelas.

Pasal 10

: Cukup jelas

Pasal 11

: Cukup jelas.

Pasal 12 ayat (1)

: Cukup jelas.

ayat (2)

: Yang dimaksud dengan selubung bangunan


gedung adalah bidang maya batas terluar
bangunan secara tiga dimensi yang membatasi
besaran maksimum massa bangunan menara
yang dizinkan.

ayat (3)

: Cukup jelas.

Pasal 13

: Cukup jelas.

Pasal 14

: Cukup jelas.

Pasal 15

: Cukup jelas.

Pasal 16

: Cukup jelas.

Pasal 17

: Cukup jelas.

Pasal 18

: Cukup jelas.

Pasal 19

: Cukup jelas.

Pasal 20

: Cukup jelas.

Pasal 21

: Cukup jelas.

Pasal 22

: Cukup jelas.

Pasal 23

: Cukup jelas.

Pasal 24

: Cukup jelas.

Pasal 25

: Cukup jelas.

Pasal 26

: Cukup jelas.

Pasal 27

: Cukup jelas.

Pasal 28

: Cukup jelas.

Pasal 29

: Cukup jelas.

Pasal 30

: Cukup jelas.

Pasal 31

: Cukup jelas.

Pasal 32

: Cukup jelas.

Pasal 33

: Cukup jelas.

Pasal 34

: Cukup jelas.

Pasal 35

: Cukup jelas.

Pasal 36

: Cukup jelas.

Pasal 37

: Cukup jelas.

Pasal 38

: Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5

Anda mungkin juga menyukai