Anda di halaman 1dari 3

Program Kartu Prakerja di tengah Pendemi Covid-19

Sudah satu bulan, Dimas (25 tahun, nama samaran) tidak lagi menjajakan cilok di Kawasan
Cinere Depok. Sejak saat itu juga, dia tidak lagi punya penghasilan. Hampir setiap hari, Dimas
nongkrong di depan warung Bu Asrah sambil mendengarkan lagu-lagu cover Felix dari sehabis
magrib hingga kira-kira jam 10 malam. Dimas tidak sendiri melalui hari-hari penuh
ketidakpastian di depan warung Bu Asrah, ada buruh toko percetakan, tukang parkir, dan
bebarapa bapak-bapak buruh serabutan lainnya. Phisical distancing bagi kaum urban yang
tinggal di kontrakan berukuran tiga kali empat meter persegi bersama anak istri, di gang-gang
sempit dan padat, hampir mustahil dilakukan. Mencari ruang yang sedikit lega, di depan warung
Bu Asrah, adalah salah satu cara mengurangi beban dari himpitan ekonomi dan juga momok
virus Covid-19 yang tidak terlihat itu.
“Bagaimana caranya agar saya bisa mendapatkan bantuan Pemerintah?” tanya Dimas padaku di
suatu petang yang berangin. Bagi Dimas dan juga teman nongkrongnya di depan warung Bu
Asrah, informasi tentang berbagai bantuan social yang digelontorkan Pemerintah sebagai
respon atas dampak Covid-19 seperti menara gading yang hanya bisa didengar samar-samar
tapi tak mampu di akses.

Malam itu juga, saya memandu Dimas mendaftar di laman program Kartu Prakerja. Dimas
terlihat sangat antusias. Nampak diwajahnya harapan yang sangat besar tentang hari-hari esok
yang lebih baik.

Pendemi Covid-19, babak kelam bagi buruh/pekerja


Di tahun 2019, pada awal pemerintah merilis rencana program Kartu Prakerja, sasaran utama
dari program tersebut adalah para pencari kerja usia muda (fresh graduate) lulusan SMA/SMK.
Hal ini dikarenakan 41,5 persen pengangguran terbuka di Indonesia berasal dari kelompok usia
15-24 tahun (BPS: Sakernas 2019). Selain itu, program diusung dengan lebih mengedepankan
pelatihan baik online maupun offline untuk menutup gap antara kompetensi pencari
kerja/tenaga kerja dengan kebutuhan pasar, sementara insentif hanyalah sebagai
komplementary.
Dalam APBN tahun 2020, Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk program Kartu Prakerja
sebesar Rp10,0 triliun untuk 2 juta peserta. Februari 2020, Pemerintah mengesahkan Perpres
Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja melalui program Kartu
Prakerja. Pada saat Perpres tersebut disahkan, Pemerintah belum menetapkan kondisi darurat
Covid-19 dan sasaran serta alokasi anggaran kartu prakerja masih seperti rencana awal.
Akan tetapi, semuanya berubah dalam waktu tidak lebih dari sebulan. Berdasarkan estimasi
Center for Mathematical Modelling of Infectious Desease (24 Maret) sekitar 70 ribu kasus di
Indonesia yang tidak terdeteksi dan berpotensi menjangkiti 250 orang. Pandemi Covid-19
tersebut dipredikasi akan terus tereskalasi yang akan mempengaruhi perekonomian global.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia berisiko turun dalam menjadi 2,3 persen pada skenario berat
dan berlanjut menjadi 0,4 persen pada skenario sangat berat.
Atas kondisi darurat tersebut, Pemerintah mengambil berbagai langkah cepat di bidang
kebijakan fiskal mulai dari kebijakan stimulus I melalui belanja (a.l penambahan manfaat kartu
sembako) dan kebijakan Stimulus II yang difokuskan untuk menjaga daya beli masyarakat dan
kemudahan ekspor. Namun, eskalasi pendemik Covid-19 yang sangat cepat membuat langkah
penanganan yang telah ada belum memadai.
Salah satu masalah serius yang terjadi akibat dari wabah ini adalah semakin meningkatnya
gelombang PHK, buruh unpaid leave, dan sektor informal yang kehilangan mata pencaharian.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan yang dirilis 11 April 2020, lebih dari 1,5 juta
orang telah kehilangan pekerjaan imbas pandemi corona. Sebanyak 10,6% atau sekitar 160 ribu
orang kehilangan pekerjaan karena PHK, sedangkan 89,4% lainnya karena dirumahkan.

Pemerintah telah menetapkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang menjadi landasan hukum
Pemerintah dan otoritas melaksanakan extraordinary actions yang diperlukan, termasuk
pelebaran defisit lebih dari 3 persen terhadap PDB. Selain itu, Pemerintah juga menetapkan
Perpres Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020 yang
didalamnya mengatur tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan
dampak Covid-19 sebesar RP405,1 triliun.
Program Kartu Prakerja menjadi salah satu program yang diharapkan dapat mengurangi beban
masyarakat yang terdampak secara ekonomi oleh pendemi Covid-19. Alokasi anggaran program
Kartu Prakerja meningkat menjadi Rp 20,0 triliun dengan sasaran 5,6 juta peserta. Setiap
perserta akan mendapatkan total manfaat Rp3,6 juta dengan rincian biaya pelatihan Rp1,0 juta,
insentif pasca pelatihan Rp600 rb/bln untuk 4 bulan, dan insentif survei Rp150rb.
Efek Pemadam Kebakaran
Dengan adanya pendemi Covid-19, sasaran utama program Kartu Prakerja bukan lagi pencari
kerja muda seperti yang direncanakan sebelumnya, melainkan para pekerja formal/informal
dan pelaku usaha mikro yang terdampak dan berkurang aktivitas ekonominya akibat pendemi
Covid-19 (ter-PHK, dirumahkan dengan unpaid leave, maupun yang mengalami penurunan
penghasilan). Kebijakan ini merupakan respon cepat pemerintah untuk mengurangi keparahan
atas krisis yang ditimbulkan oleh Covid-19. Efek dari program kebijakan ini, setidaknya di tahun
2020, tidak lagi sepenuhnya untuk meningkatkan kompetensi pencari kerja/tenaga kerja, tetapi
sebagai pemadam kebakaran dalam melawan gelombang PHK yang semakin besar akibat krisis
yang ditimbulkan oleh Covid-19.
Namun, ada beberapa hal yang akan menjadi tantangan dalam pelaksanaan program kartu
Prakerja. Pertama, Pelatihan vokasi yang merupakan ruh dari program ini sulit untuk
dilaksanakan secara maksimal. Dari data yang tersedia di platform mitra Kartu Prakerja, biaya
pelatihan per satu jenis kursus rata-rata Rp300 rb, dengan kuota Rp1 juta maka setiap peserta
dapat memilih setidaknya tiga jenis pelatihan. Akan tetapi, banyak yang memberikan kritik
bahwa paket kursus yang disediakan oleh Lembaga Pelatihan Kerja dalam platform mitra
terlalu sederhana, nyaris seperti tutorial yang dapat ditemukan secara gratis di google dan
youtube. Sesungguhnya dalam Perpres Nomr 36 Tahun 2020, jenis pelatihan dapat dilakukan
baik secara offline maupun online. Namun karena adanya kebijakan physical distancing dan
PSBB, maka untuk sementara pelatihan hanya diberikan dalam bentuk online. Dengan demikian,
pilihan jenis kursus bagi peserta menjadi terbatas hanya pada yang disediakan platform,
sementara balai pelatihan daerah yang mungkin lebih sesuai dengan kebutuhan peserta di
daerah belum bisa diakses. Selain itu, kritik lainnya adalah diversifikasi pasar di daerah tidak
seberagam di Jakarta atau yang disediakan oleh platform. Oleh karena itu, ke depan, program
kartu prakerja diharapkan dapat kembali ke ruhnya yaitu mampu meningkatkan kompetensi
para pencari kerja/tenaga kerja sehingga dapat diserap secara maksimal oleh pasar kerja. Hal
tersebut dapat dicapai dengan pelatihan yang beragam dan diberikan secara mendalam sesuai
kebutuhan peserta di wilayahnya masing-masing.
Kedua, bagaimana nasib para peserta Kartu Prakerja setelah selesai mengikuti program?
Apakah ada mekanisme yang mengikat bahwa lulusan program Kartu Prakerja akan langsung
bekerja atau diserap pasar kerja atau kembali bekerja? Hal inilah yang menjadi pekerjaan
rumah terbesar pemerintah sebagai outcome dari program Kartu Prakerja. Hal tersebut pula
yang akan menjadi pembeda antara program kartu Prakerja dengan program pelatihan vokasi
yang ada sebelumnya. Dalam pres rilis launching Kartu Prakerja, tanggal 28 Maret 2020,
Direktur Eksekutif PMO Program Kartu Prakerja memberikan penjelasan bahwa adanya
mekanisme survei kepuasan atas kinerja balai pelatihan akan menjadi tolak ukur bagi
perusahaan atau industri untuk menarik lulusan program Kartu Prakerja bergabung di
perusahaannya. Mekanisme ini tentu saja tidak memberikan jaminan bagi lulusan program
Kartu Prakerja untuk mendapatkan pekerjaan. Tingginya rate yang terbentuk hanya
mencerminkan kepuasan peserta terhadap pelayanan Lembaga pelatihan, tidak mencerminkan
kualitas peserta yang siap terjun ke dunia kerja. Untuk menjadi program yang memiliki
kontribusi signifikan dalam mengatasi pengangguran di negara ini, program Kartu Prakerja
mestinya memiliki sasaran berapa persen lulusannya yang terserap ke dalam pasar kerja.
Ketiga, karena merupakan program baru, tentu akan banyak temuan dalam pelaksanaannya
yang membutuhkan perbaikan dan regulasi yang baik, terutama dalam tata kelola (good
governcance). Stigma bahwa program Kartu Prakerja lebih banyak menguntungkan platform
digital dan Lembaga pelatihan kerja tentunya sulit untuk dihindari. Oleh karena itu, pengelolaan
yang baik mulai dari hulu sampai ke hilir mutlak dilakukan untuk menjawab segala keraguan
masyarakat.

Harapan Besar
Dimas bersama jutaan pendaftar program Kartu Prakerja masih menunggu dengan penuh harap
dirinya dinyatakan lulus untuk mendapatkan program Kartu Prakerja. Dalam waktu hanya
seminggu, sejak pertama kali dibuka pada tanggal 11 April 2020 sampai dengan tanggal 16 April
2020, jumlah pendaftar sudah mencapai 5,9 juta orang, sementara kuota yang tersedia hanya
untuk 5,6 juta peserta dan dilaksanakan sampai akhir tahun. Peserta yang lulus akan
diumumkan tiap minggu dengan perkiraan jumlah sebanyak 164 orang per batch. Peserta yang
lulus di batch I sudah diumumkan pada tanggal 17 April 2020 sebanyak 200 orang.
Dimas tidak perlu berkecil hati karena belum mendapatkan sms kelulusan. Dia masih memiliki
kesempatan sampai akhir tahun, jika jumlah pendaftarnya tidak terus bertambah. Semakin
banyak orang yang mendaftar, semakin kecil peluang Dimas untuk bisa menikmati bantuan
pemerintah tersebut.
Di masa sulit seperti ini, insentif sebesar Rp2,4 juta sangat berarti bagi Dimas dan juga jutaan
penduduk Indonesia yang kehilangan pekerjaan. Tetapi mendapatkan pekerjaan kembali jauh
lebih penting dari insentif yang sifatnya hanya sementara. Jika hanya memberikan pelatihan dan
insentif tanpa ada kemudahan/jaminan untuk mendapatkan pekerjaan, maka keberhasilan dari
Program Kartu Prakerja sulit untuk diukur. Tentu semuanya menjadi sulit di masa Pendemi
seperti saat ini dan butuh waktu untuk kembali ke kondisi normal. Tetapi kita punya waktu
untuk terus belajar dan memperbaiki diri.
***

Anda mungkin juga menyukai