Anda di halaman 1dari 8

METODE DALAM KRIMINOLOGI

Metode pendekatan dalam mempelajari kriminologi :

1. Pendekatan Deskriptif, yaitu memberikan gambaran tentang kejahatan dan pelakunya


melalui pengamatan observasi dan pengumpulan fakta-fakta kejahatan dan pelakunya,
seperti jenis-jenis kejahatan, frekuensinya, jenis kelamin, umur dan ciri-ciri lainnya.
Secara sederhana, dalam pendekatan ini dapat digambarakan tentang kejahatan (jenis
belakang, reaksi masayarakat dan lain-lain), serta korban;
2. Pendekatan Kasual Atau Etiologis, yaitu pendekatan dengan menguanakan metode
interprestasi terhadap fakta-fakta yang diperoleh, guna menemukan faktor
penyebabnya. Pendekatan kasual ini juga dapat berupa suatu interpretasi fakta yang
dapat digunakan untuk mencari sebab musabab kejahatan baik secara umum maupun
kasus-kasus secara individual. Pendekatan sini disebut sebagai Etilogi Kriminal.
3. Pendekatan Normatif, yaitu melakukan atau telah pengkajian fakta-fakta yang
ditemukan berdasarkan aspek hukumnaya. Apakah fakta-fakta itu merupakan suatu
kejahtan atau tidak, sehingga diharapkan dengan kriminologi berperan dalam proses
kriminalisasi dan de kriminalisasi dalam rangka pembaruahan dalam hukum pidana.

Sedangkan menurut Mannhein ( dalam Soedjono Dirdjosiworo, 1994:72 ) metode


yang dapat digunakan dalam mempelajari atau penelitian kriminal ada dua :

1. Metode Primer yaitu:


 Statistik Kriminologi yaitu angka-angka yang menunjukan jumlah kriminalitas
yang tercatat dalam suatu tempat atau waktu tertentu;
 Tipologi yaitu mempelajari kejahatan atau penjahat dengan cara melihat ciri-
ciri dan fenomena tersebut; dan
 Studi Kasus yaitu mempelajari kejahatan dengan melalaui penyelidikan
terhadap kasus-kasus dengan cara mendalam seperti tentang sejarah kejahatan
(karier) dan sejarah kehidupan yang relevan dengan ini. Dapat dilakukan
dengan cara kuesioner, wawancara, otobiografi dan sebagainya.
2. Metode Sekunder yaitu:
 Metode Sosiologis: Mempelajari komunitas lembaga daerah yang dipandang
relevan dengan kejahatan;
 Metode Eksperimental: Metode ini biasanya dipakai dalam ilmu alam (eksata)
dan pisikologi. Di dalam kriminologi, metode ini terutama digunakan dalam
untuk studi pemidanan dan etilogi kriminal;
 Metode Prediksi: Metode ini misalnya dipakai untuk meramalkan perilaku
anak pada masa depannya; dan
 Metode Operasional : Metode ini digunakan untuk mencegah kejahatan dan
pebaikan dalam perilaku kejahatan.

SEJARAH PERKEMBANGAN KRIMINOLOGI

Berawal dari pemikiran bahwa manusia merupakan serigala bagi manusia lain, selalu
mementingkan diri sendiri dan tidak mementingkan keperluan orang lain maka diperlukan
suatu norma untuk mengatur kehidupannya. Hal tersebut penting sehingga manusia tidak
selalu berkelahi untuk menjaga kelangsungan hidupnya.
            Tujuan dari norma adalah untuk ditaati dan agar ditaati suatu norma membutuhkan
suatu sanksi. Dalam ilmu hukum dikenal berbagai bentu norma yang berlaku dalam
masyarakat. Norma kesopanan, norma susila, norma adat, norma agama dan norma hukum.
Sanksi yang paling hebat dari norma-norma tersebut terdapat pada hukum pidana, yaitu
derita, nestapa yang diberikan secara sengaja dan sadar pada seseorang yang telah melakukan
suatu pelanggaran hukum. Pasal 10 KUHP menetapkan empat bentuk hukuman pokok bagi
seorang pelaku tindak pidana yaitu: hukuman mati, penjara, kurungan dan denda.
            Adalah suatu kenyataan bahwa hukum pidana belum efektif. Thomas More
membuktikan bahwa sanksi berat bukanlah faktor utama untuk memacu efektivitas dari
hukum pidana. Adalah suatu kenyataan pada zamannya para perampok tetap beraksi ditengan
kerumunan masyarakat yang sedang menyaksikan eksekusi hukuman mati pada 24 pejabat.
ZAMAN KUNO
            Ilmu kriminologi, baru lahir dalam abad ke-18, dimulai pada tahun 1830 walau jauh
sebelum masehi sudah menyinggung tentang pemidanaan (kriminologi). Kebanyakan
pengetahuan sudah dimulai dari zaman kuno, tapi tak dapat atau hampir tak dapat dikatakan
tentang kriminologi. Hanya disana sini terdapat catatan-catatan lepas tentang kejahatan.
Dalam bukunya ‘Les causes economiques de la kriminalite’ (1903), Van Kan menguraikan
tentang penyelidikan dalam pendapat-pendapat sarjana tentang sebab-musabab ekonomi dari
pada kejahatan. Havelock Ellis dalam bukunya ‘The Criminal’ (1889) Marro Antonini dalam
bukunya ‘I precursori di Lombroso’ (1909), mencari pendapat-pendapat tentang sebab-sebab
kejahatan menurut anthropologi, tapi hasilnya sangat kecil.
            Menurut Plato dalam bukunya ‘Republiek’ (427-347 s.m), (1)Emas, manusia adalah
merupakan sumber dari banyak kejahatan. (2)Makin tinggi kekayaan dalam pandangan
manusia, makin merosot penghargaan terhadap kesusilaan. (3)Adalah jelas, bahwa dalam
setiap negara dimana terdapat banyak orang miskin, dengan diam-diam terdapat: bajingan,
copet, pemerkosa agama dan penjahat dari macam-macam corak. (4) Jika dalam masyarakat
tidak ada orang yang miskin dan tidak ada orang kaya, tentunya akan terdapat kesusilaan
yang tinggi disana, karena disitu tidak akan terdapat ketakaburan, tidak pula kelaliman, juga
tidak ada rasa iri hati dan benci.
            Juga pada aristoteles (384-322 s.m) dapat ditemukan beberapa kalimat tentang
hubungan antara kejahatan dan masyarakat. ‘kemiskinan menimbulkan kejahatan dan
pemberontakan’ (Politiek). ‘kejahatan yang besar tidak diperbuat untuk memperoleh apa
yang perlu untuk hidup, tetapi untuk kemewahan’ (ibidem).
            Pendapat yang dikutip di atas menunjukkan bahwa memang hukum pidana mutlak
dibutuhkan untuk mengatur norma-norma kehidupan, namun Plato lebih menekankan hukum
pidana untuk mencegah bukan menghukum. Dalam pendapatnya yang lain Plato
mengungkapkan: ‘hukuman dijatuhkan bukan karena telah melakukan kejahatan atau
kesalahan, tapi hukum dijatuhkan agar jangan berbuat kejahatan’. Jelas bahwa pemidanaan
harusnya bisa mencegah kejahatan.
Permulaan sajarah baru (pra-kriminologi)
            Pada abad 16 mulailah cikal bakal kriminologi tertata rapi dan seiring
perkembangannya akan menjadi ilmu tersendiri. Thomas More, dia tokoh yang memulai
mengembangkan pikiran dan tumpukan masalah dari generasi sebelumnya. Dia adalah ahli
hukum humanistik Inggris, kanselier dibawah pemerintahan Hendrik VIII. Melihat kejahatan
dalam hubungannya dengan masyarakat dan mencari sebab-sebabnya dalam masyarakat,
garis besar pemikiran Thomas More yang kental dengan nuansa Plato dalam pemikirannya.
            Thomas More juga seorang sosiografi dan ahli kritik terhadap keadaan di Inggris saat
itu. Uraiannya sampai pada kejahatan yang tak terhingga jumlahnya baik yang dilakukan
pada waktu itu dan kekerasan pengadilan. Dalam 24 tahun ada 72.000 pencuri digantung dan
hal tersebut terjadi di negara yang penduduknya berkisar 3-4 juta jiwa. Biarpun diberantas
dengan kekerasan, arus kejahatan tidak berhenti. Untuk itu harus dicari sebab musabab
kejahatan dan mengatasi dan menghilangkan sebab musabab kejahatan. ‘ikhtiarkanlah agar
orang memperoleh nafkah hidup yang cukup dan kejahatan akan berhenti’.
            Dengan panjang lebar diuraikan oleh More mengapa banyak orang tidak dapat
mencukupi kebutuhannya. Ia menunjuk peperangan yang banyak terjadi, yang
mengakibatkan banyak bekas tentara cacat, tidak mempunyai pekerjaan dan bergelandangan.
Tetapi sebab yang terpenting terletak dalam keadaan pertanian yang buruk.
            Sejak adanya export wol dari Inggris ke Vlaaderen yang menguntungkan tuan tanah,
banyak tanah pertanian dirubah paksa menjadi tanah lapang untuk menggembala, untuk
memelihara biri-biri. Akibatnya ribuan petani menggelandang tanpa mata pencaharian.
Bertentang dengan kesengsaraan rakyat jelata terhadap kemewahan si kaya yang merusak
moral. Kekayaan dengan mudah punah dan orang-orang tersebut mudah berbuat jahat.
Banyak anak-anak dari si miskin hidup dalam lingkungan yang tidak baik, dan dengan jalan
ini menjadi penjahat.
            Thomas More juga mengecam sistem hukuman yang dijatuhkan kepada penjahat.
More menilai hukuman terlalu berat, dan sangat tidak adil. Antara pencuri dan pembunuh
hukumannya relatif sama, yaitu hukuman mati. Jika ada kejahatan yang relatif ringan dijatuhi
hukuman yang berat, maka akan menambah bahaya akan dilakukan kejahatn yang lebih berat,
karena untuk si penjahat, resiko hukuman sama. More juga merupakan pelopor tindakan,
bahwa penjahat harus menebus kerugian yang ditimbulkan dengan cara bekerja.
ABAD KE-18 HINGGA REVOLUSI PERANCIS
            Cessare Beccaria (1738-1798) dengan karya yang cemerlang (kejahatan dan hukuman
1764) menggambarkan kebutuhan besar reformasi dalam sistem peradilan pidana, dan ia
mengamati bagaimana beberapa studi subjek reformasi tersebut. Sepanjang karir, Cessare
Beccaria meneguhkan posisinya sebagai filsuf dengan menarik benang merah dua teori
tentang kontrak sosial dan utilitas. Cessare Beccaria berpendapat hukuman yang diberikan
hanya untuk membela kontrak sosial dan untuk memastikan bahwa setiap orang akan
termotivasi untuk mematuhinya. Mengenai untilitas mungkin terpengaruh oleh
Helvetius, Beccaria berpendapat bahwa metode hukuman yang dipilih harus yang melayani
kepentingan terbesar publik yang baik.
            Filsuf kontemporen politik, membedakan antara dua teori prinsip membenarkan
hukuman. Pertama, pendekatan retributif mempertahankan hukuman yang sama dengan
kerugian yang dilakukan, baik secara harfiah mata ganti mata, atau lebih kiasan yang
memungkinkan untuk bentuk alternatif konpensasi. Pendekatan retributif cenderung
pembalasan dendam. Pendekatan kedua adalah untilitarian yang mempertahankan hukuman
yang harus meningkatkan kebahagiaan di dunia. Hal yang sering kali melibatkan hukuman
sebagai sarana mereformasi kriminal, melumpuhkan dia dari mengulangi kejahatan, dan
menghalangi orang lain. Beccaria jelas mengambil sikap untilitarian. Tujuan hukuman adalah
untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik, bukan balas dendam. Hukuman berfungsi
untuk mencegah orang lain dari melakukan kejahatan, dan untuk mencegah kriminal dari
mengulangi kejahatan.
            Beccaria berpendapat hukuman yang harus cepat karena ini memiliki nilai
pencegahan terbesar. Dia membela pandangannya tentang kecepatan hukuman oleh
ketertarikan dengan teori asosiasi ide (terutama yang dikembangkan oleh David Hume dan
David Hartley). Menurut associationists, jika kita mengetahui aturan yang menghubungkan
pikiran bersama dua ide yang berbeda (seperti ide kejahatan dan hukuman), maka kita bisa
memperkuat hubungan mereka. Untuk Beccaria ketika hukuman dengan cepat mengikuti
kejahatan, maka dua gagasan dari kejahatan dan hukuman akan lebih cepat terkait dalam
pikiran seseorang. Selain itu hubungan antara kejahtan dan hukuman lebih kuat jika hukuman
entah bagaimana berhubungan dengan kejahatan. Mengingat fakta bahwa kecepatan hukuman
memiliki dampak terbesar pada menghalangi orang lain, Beccaria berpendapat bahwa tidak
ada pembenaran untuk hukuman berat.
            Beccaria menyentuh berbagai praktik peradilan pidana, merekomendasikan reformasi,
sebagai contoh, ia berpendapat bahwa duel dapat dihilangkan jika seseorang dilindungi
undang-undang dari menghina kehormatannya. Hukum terhadap bunuh diri tidak efektif, dan
dengan demikian harus dihilangkan. Dia berpendapat bahwa hukum harus jelas dalam
mendefinisikan kejahatan sehingga hakim tidak menafsirkan hukum, tetapi hanya
memutuskan apakah hukum telah rusak. Hukuman harus dalam keadaan benar-benar
dibutuhkan. Penghianatan adalah kejahatan terbesar sejak itu merugikan kontrak sosial. Ini
diikuti kekerasan terhadap orang atau properti dan akhirnya oleh gangguan publik. Kejahatan
terhadap properti harus dihukum dengan benda. Cara terbaik untuk mencegah kejahatan
adalah untuk membuat undang-undang yang jelas dan sederhana., kebajikan pahala dan
meningkatkan pendidikan.
            Pada waktu ini Bentham merupakan salah seorang penganjur dari pidana tujuan.
Usaha-usaha daripada pengarang ini pada zaman sebelum revolusi Perancis sudah
mengeluarkan hasilnya. Pada tahun 1780 di Perancis penganiayaan dihapuskan. Frederik
Agung sudah menghapuskan hukum mati, dan demikianlah masih banyak berita semacam ini.
Akan tetapi perubahan yang hebat mengenai hal ini ditimbulkan revolusi Perancis.
            Biarpun hukuman mati dan hukuman berupa siksaan badan adalah lazim, tapi mulai
pertengahan abad 16 disana sini didirikan rumah penjara, sebelumnya hanya dipergunakan
untuk tempat penahanan sementara saja. Keadaan didalamnya tidak dipandang dari sudat
kesehatan maupun kesusilaan, sangat menyedihkan keadaannya. Adalah jasa yang sangat
besar daripada John Howard (1726-1790) dalam bukunya ‘The state of the prisons’ (1777),
teristimewa mengenai penjara di Inggris, dan dalam cetakan yang belakangan mengenai
penjara di negara lain, menunjukkan keadaan yang menyedihkan tadi. Pada sekitar tahun
1880 di Amerika, karena pengarus golongan Quaker didirikan perkumpulan yang
mempersoalkan masalah kepenjaraan, dengan tujuan memberantas akibat yang sangat
merusak, yang timbul dari adanya penutupan bersama dalam rumah penjara. Penutupan
sendiri yang akan memberi kesempatan pada penjahat untuk memeriksa diri sendiri, akan
menggantikan penutupan bersama. Pada tahun 1786 hukuman mati di Pennsylvania
dihapuskan.
            Di Inggris kita mendapatkan pada ahli moral J. Bentham, pengertian yang cukup
dalam tentang sebab kejahatan yang terdapat dalam masyarakat. Juga ia menghendaki lebih
utama pencegahan kejahatan daripada menghukumnya, dan menyebutkan beberapa tindakan
yang dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan itu, umpamanya: minuman keras yang
dianggap sebagai salah satu sebab yang utama dari kejahatan agresif, harus diberantas dengan
menyadarkan masyarakat agar gemar olah raga, musik, sandiwara dll. Untuk memberantas
kejahatan ekonomi ia menunjukkan  perlunya memelihara mereka yang tidak punya mata
pencaharian lagi. Jika tidak mereka akan berbuat jahat dan tidak ada ancaman hukuman yang
dapat menahannya.
            Di Jerman pada waktu itu terbit banyak buku yang mempersoalkan tentang kejahatan
khususnya ialah pembunuhan bayi di mana ditunjukkan beberapa sebab yang timbul dari
masyarakat. Pada tahun 1780 di Mannheim diadakan sayembara karang mengarang untuk
mencari daya upaya memberantas kejahatan tersebut. Ini mengakibatkan ditulisnya jawaban
lebih dari 400 buku. Buku yang paling terkenal adalah ‘Uber Gesetzgebung und Kindesmord’
(1783) karya H. Pestalozzi (1746-1827). Karya tersebut menekankan pada faktor sosial,
seperti umpama tingkat kesusilaan umum dari rakyat.
DARI REVOLUSI PERANCIS HINGGA ABAD 19
            Revolusi Perancis pada tahun 1791 dengan ‘code penal’nya mengakhiri hukum
pidana dan acara pidana dari ‘ancien regime’. Dalam hukum ini terdapat kesatuan sistematik,
dan perumusan yang tegas dari kejahatan-kejahatan, semua manusia berkedudukan sama di
muka undang-undang, jadi hak-hak manusia dalam lapangan ini juga diakui. Pembebasan hak
milik dan hukum atas badan dihapuskan, banyaknya kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman
mati dikurangi dan dilakukan tanpa penganiayaan lebih dulu, dan hukuman penahanan
diadakan lebih banyak daripada yang sudah-sudah. Ukuran hukuman yang tidak tertentu,
yang pada waktu dulu bisa berlaku, dibatasi dan diusahakan agar ada keseimbangan antara
hukuman dan kejahatan. Biarpun hal perimbangan ini selalu masih menjadi persoalan, tapi
akibatnya yang nyata bahwa tidak lagi dijatuhkan hukuman sebanyak dan sekeras seperti
dulu. Perbaikan yang paling maju terjadi dalam ranah hukum acara pidana. Cara pemeriksaan
pada tingkatan penghabisan dilakukan dimuka umum, langsung dan bersifat accusatoir.
Tindakan sewenang-wenang dari hakim berakhir, dan aturan pembuktian diatur lebih baik.
            Dari Perancis pengaruh ini menjalar kemana-mana, mula-mula di negara-negara
dibawah pengaruh atau dibawah pemerintahan Perancis. Seperti di Nederland pada tahun
1809 diadakan semacam kitab undang-undang, yang tidak lama kemudian dengan masukan
Belanda ke dalam negara Perancis diganti dengan Code Penal. Inggris mempunyai
pertumbuhan sendiri, tapi juga dibawah pengaruh J. Bentham dan S. Rommilly (1757-1818),
banyak terjadi perubahan juga di Inggris.
            Keadaan penjara di Inggris dan negara-negara lain pada umumnya sangat buruk pada
saat itu. Di Nederland pada tahun 1821 urusan kepenjaraan, yang mengenai hal materiil
diatur kembali. Howard sudah menentang keadaan yang demikian, tokoh-tokoh lain
memberikan dorongan kepadanya seperti: Bentham, Romilly, dan Elizabeth Fery (1780-
1845). Hanya di Amerika yang diadakan perombakan besar-besaran. Pada tahun 1791 oleh
golongan Quaker di Philadelphia diadakan rumah penjara dengan kamar untuk satu orang
(sel), dengan demikian berakhirlah demoralisasi karena berkumpul, untuk diganti oleh
kesengsaraan kesunyian, bahkan siterhukum dilarang bekerja. Pada tahun 1823 di New York
diadakan System Auburn, dimana para orang terpenjara pada waktu siang boleh bekerja
bersama-sama dengan tidak boleh berbicara satu sama lain dan pada waktu malam ditutup
dalam selnya masing-masing.
            Perbaikan yang disebabkan revolusi Perancis dalah ranah hukum pidana dan acara
pidana tidak boleh diabaikan. Tapi sebaliknya juga jangan terlalu dibesar-besarkan. Ketidak
adilan masa lampau memang sudah lenyap, perikemanusiaan ditulis paling depan tapi sikap
kemanusiaan yang nyata tidak ada. Hukum yang dijatuhkan tetap berat dan keras, tidak
diperkenankan bahwa sipenjara juga manusia. Jika kesalahannya sudah terbukti, ia
merupakan suatu perkara yang seperti perkara-perkara lainnya, diperlakukan dengan
qquantum daripada hukuman.
            Sesudah tahun 1830, pergolakan politik pada tahun 1830 dan lebih lebih 1848 bukan
tak mempengaruhi keadaan ini. Angin baru mulai berhembus kembali: hukuman menjadi
ringan dan keadaan rumah penjara diperbaiki. Hukuman atas badan kebanyakan dihapus,
sekali-kali dipulihkan kembali di Denmark pada tahun 1905 dibawah Menteri Kehakiman
Alberti yang tak terlupakan, dan kemudian terbukti bahwa dia sendiri penjahat yang besar.
Penganiayaan sebelum pelaksanaan hukum mati ditiadakan. Rumah-rumah penjara diperbaiki
dan diperhatikan, mulai dari kesehatan, maupun makanan dan perlakuan terhadap orang yang
dipenjara. Model sel Amerika yang menempatkan satu ruang satu orang mulai di adopsi
negara-negara lain, meskipun bentuk dan ukurannya tidak sama. Pada pertengahan abad 19
Inggris mengadakan perlakuan istimewa dalam pelaksanaan hukuman pidana terhadap
penjahat anak-anak, diselenggarakan dengan sistem progresif, melihat bobot kesalahan yang
dilakukan dalam penghukumannya, bisa dengan pelepasan bersyarat, jika sudah menjalani
hukuman 2/3 dari total lamanya hukuman.
            Sejak sekitar tahun 70 dari abad 19 mulailah zaman baru, juga mengenai hal-hal yang
bersifat asasi. Suatu gelombang pembaruan yang kuat, terdorong oleh kekuatan baru dari
masyarakat, mempengaruhi seluruh wilayah, juga wilayah politik hukum pidana. Kriminologi
yang mulai berkembang dengan hebatnya didukung oleh tokoh tokoh golongan ilmu pidana
yang pada umumnya sangat tidak puas terhadap hasil sistem pidana yang ada. Zaman baru
yang lebih baik mulai terlihat dapat bersinar dimana-mana. Nederland misalnya mangalami
tragedi dengan mengadakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana baru pada tahun 1886,
yang jika dipandang dari sudut yuridis sangat baik, yang mencantumkan sebuah peraturan
yang sangat penting yaitu, minimum umum, yang sesuai dengan pendapat baru, tapi jika
dipandang dari sudut kriminologi saat itu sudah terlalu kuno. Sebagai salah satu kebaikannya
yang diuji ialah: kesederhanaan dalam sistem pidananya. Tapi pada permulaan abad 20 juga
terdapat perubahan dalam hal ini, dengan diadakannya undang-undang anak dan dengan
diikuti perubahan-perubahan yang lain tentang hukum pidana. Juga dalam ranah kebenaran
sudah bergerak maju, tidak ada sesuatu yang menghalang-halangi.

MAZHAB DALAM KRIMINOLOGI

Dalam perspektif kriminologi bahwa suatu kejahatan itu relatif karena kejahatan sebagai
masalah fenomena sosial tetap dipengaruhi oleh berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat,
seperti politik, ekonomi, sosial, budaya serta hal-hal yang berhubungan dengan upaya
pertahanan negara.

1. Mazhab Italia atau Mazhab Antropologi


Tokoh mazhab ini adalah Cesaro Lombroso (1835-1909) seorang dokter. Ia adalah
guru besar dalam ilmu kedokteran kehakiman (dalam ilmu forensik), kemudian juga
dalam ilmu jiwa di Turin Italia. Pandangan Lombroso mengenai penjahat didasarkan
atas hasil penelitian secara antropologis mengenai penjahat-penjahat yang terdapat
dalam rumah penjara terutama mengenai tengkorak. Kesimpulan dari penelitianya
adalah bahwa para penjahat dipandang dari sudut antropologi mempunyai tanda-tanda
tertentu, diantaranya adalah sebagai berikut.
 Tengkorak isinya kurang jika dibandingkan dengan manusia normal.
 Dalam otaknya terdapat keganjilan, yang seakan-akan memperingatkan pada
otak hewan.
 Roman mukanya juga lain daripada orang biasa, tulang dahinya melengkung
kebelakang.
 Suka akan tato.
2. Mazhab Perancis
Tokoh terkemuka mazhab ini adalah A. Lacassagne (1843-1924) guru besar dalam
ilmu kedoteran kehakiaman di perguruan Kriminil Internasional di Roma (1885). Ia
menentang Lombroso dengan menyatakan bahwa kejahatan dan penjahat dibentuk
oleh lingkungan sosial bukan dibawa sejak lahir. dan juga tokoh penting lainya adalah
Gabriel Tarde (1843-1904) seorang ahli hukum dan sosiologi. Menurut pendapatnya
kejahatan bukan suatu jejek yang antropologis tapi sosiologis, yang seperti kejadian-
kejadian masyarakat lainnya dikuasai oleh faktor imitasi.
3. Mazhab Bio-Sosiologi
 Prins (1845-1919) dari Belgia
 Von Liszt dari jerman
 Van Hamel (1842-1917) dari Belgia
 Simons (1860-1930) dari Belanda
Menurut pandangan mazhab Bio-Sosiologi faktor individu yang dapat mendorong
seseorang adalah sifat individu yang melakukan kejahatn dibawa sejak lahir (sebagai
faktor heriditer) yang meliputi keadaan badaniah, jenis kelamin, tingkat kecerdasan
(IQ), temperamen dan kesehatan mental (psycho hygiene). Sedangkan factor
lingkungan yang mendorong seseorang melakukan kejahatan meliputi keadaan
lingkungan fisik seperti keadaan geografis dan klimatologis, serta keadaan sosial
ekonomi masyarakat, tingkat peradaban masyarakat, keadaan politik suatu negara dan
lain-lain.
4. Mazhab Spiritualis
Tokoh terkemuka mazhab ini adalah De Baets (1863-1931) dan F.A.K Krauss (1843-
1917). Menurut mazhab ini kejahatan timbul karena orang-orang jauh dari kehidupan
agama. Aliran-aliran dalam kriminologi yang mempunyai kedudukan sendiri, ialah
aliran yang dulu mencari sebab terpenting dari kejahatan adalah tidak berimannya
seseorang. Tetapi kemudian aliran ini mengalami bermacam-macam perubahan dan
kehalusan, yang oleh karenanya –demikian itu jika mungkin- pada waktu sekarang
lebih tepat jika dinamakan aliran neo-spiritualis yang lebih dari pada aliran-aliran
yang sudah dibicarakan mempunyai kecenderungan, mementingkan unsur kerohanian
dalam terjadinya kejahatan.

Selain itu juga ada beberapa aliran lain,yaitu:

1. Mazhab Klasik = Ilmu Jiwa (Hedonis Psycologi/HP) tokohnya (Beccaria dan J.


Betham).
Menurut HP :
 Setiap manusia memiliki kehendak bebas untuk berbuat/tidak berbuat sesuatu.
 Bahwa seseorang melakukan sesuatu karena senang.
 Dalam menyikapi kejahatan maka Negara sebaiknya memberikan sanksi yang
sangat berat.
2. Mazhab Geografis / Mazhab Etologis ( Quetkette & Guerry)
 Kejahatan-kejahatan itu terdistribusi ke dalam daerah-daerah tertentu, baik
secara geografis maupun secara sosial.
 Kejahatan merupakan ekspresi dari kondisi sosial, mencerminkan situasi
sosial.
 Quetelet (1796-1829) seorang ahli ilmu pasti dan sosiologi dari Belgia
berpendapat kejahatan dapat diberantas dengan memperbaiki tingkat
kehidupan masyarakat (dengan statistik). Sebelum klasik sebelumnya ada dua
mazhab.
3. Aliran Pra klasik : Aliran Demonologis
Orang berbuat kejahatan itu karena diganggu oleh setan. Konsep teori demonologis
menganggap pelaku kejahatan itu adalah iblis. Teori ini berpendirian bahwa para
penjahat dan korban kejahatan dipengaruhi oleh iblis jadi mereka adalah korban iblis.
4. Aliran Neo Klasik : Aliran Hedonistic
Orang berbuat kejahatan karena orang tersebut senang melakukan kejahatan. Sanksi
yang diberikan harus berat dari pada rasa senang yang ia dapat ketika melakukan
kejahatan agar ia berfikir ulang untuk melakukan kejahatan. Menurut teori ini, orang
melakukan kejahatan dengan alasan yang irasional.
5. Mazhab Sosialis (Marxis&Karl Mark)
Mazhab sosialis bertabrakan dengan demonis dan geografis menyatakan kejahatan itu
produk sampingan dari kekurangan ekonomi.
6. Mazhab tipologis (lombroso/antropologi)
Lombroso : Berpendapat tidak ada pengaruh iblis atau ego/kesenangan, tetapi
dikarenakan takdirnya menjadi seorang penjahat bahwa para pelaku kejahatan itu
mempunyai ciri-ciri antropologi.
7. Mazhab Mental Tester
Mereka para penjahat adalah orang yang mengalami gejala telmi.
8. Mazhab Psikiatri
Menurut mazhab ini para penjahat adalah mereka yang sakit jiwa.

Anda mungkin juga menyukai