Anda di halaman 1dari 5

Aliran-aliran pemikiran Kriminologi:

1. Klasik (kriminologi faktor-faktor): kejahatan dipandang sebagai hasil pilihan bebas dari
individu dalam melihat untung-ruginya melakukan kejahatan. Pandangan bahwa
intelegensi dan rasionalitas merupakan ciri fundamental manusia dan menjadi dasar
penjelasan perilaku manusia. Kejahatan didefinisikan sebagai setiap pelanggaran
terhadap perbuatan yang dilarang UU.
2. Kritis (kriminologi hubungan-hubungan): mempelajari proses-proses manusia dalam
membangun dunianya dimana dia hidup. Menurut Kriminologi Kritis, tingkat kejahatan
dan ciri-ciri pelaku terutama ditentukan oleh bagaimana undang-undang disusun dan
dijalankan. Pendekatan kritis secara relatif dapat dibedakan antara pendekatan:
a. Interaksionis: berusaha untuk menentukan mengapa tindakan-tindakan dan
orang-orang tertentu didefinisikan sebagai kriminal di masyarakat dengan
mempelajari “persepsi” makna kejahatan yang dimiliki masyarakat bersangkutan.
Siapa yang dipandang menyimpang tergantung pada masyarakat itu sendiri.
Dipelajari juga makna kejahatan yang dimiliki agen kontrol sosial dan
orang-orang yang diberi batasan sebagai penjahat.
b. Konflik: lebih memfokuskan studinya dalam mempertanyakan “kekuasaan”
dalam mendefinisikan kejahatan. Konflik = ada ketidakseimbangan di antara para
pihak. Mereka yang mempunyai tingkat kekuasaan yang lebih besar memiliki
kedudukan yang menguntungkan untuk mendefinisikan perbuatan sebagai
kejahatan. Dapat dikatakan bahwa kejahatan merupakan kebalikan dari
kekuasaan. Semakin besar kekuasaan yang dimiliki seseorang atau kelompok
orang-orang, maka semakin kecil kemungkinannya untuk dijadikan sebagai
kejahatan, dan begitu pula sebaliknya.
i. Marxis: dalam teori ini, kejahatan bersifat patologis yang didasarkan pada
konsep Marx bahwa orang menjadi “demoralized”. Teori ini
dikembangkan dari teori konflik, tetapi teori marxis tidak sama dengan
teori konflik.
ii. Non-marxis: dalam teori ini, kejahatan dipandang sebagai tindakan yang
normal dari orang-orang yang normal yang tidak memiliki kekuasaan
cukup. Teori ini mengatakan bahwa hubungan kekuasaan yang tidak
seimbang mendasari terjadinya kriminalisasi atas perilaku tertentu
dibandingkan dengan yang lainnya.
3. Positif: pandangan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh faktor-faktor di luar
kontrolnya, baik biologis maupun kultural. Manusia bukan makhluk yang bebas untuk
menuruti dorongan intelegensi dan keinginannya.
Kriminologi Hukum Pidana
Penelitian kriminologi dapat dipakai untuk membantu pembuatan undang-undang pidana
(kriminalisasi) atau pencabutan undang-undang pidana (dekriminalisasi), dan depenalisasi.
1. Kriminalisasi
a. Dukungan masyarakat
b. Teknik penindakan
c. Aspek individual
2. Depenalisasi: merubah ancaman pidana dengan ancaman sanksi yang lain.

Sejarah perkembangan pengertian kejahatan


1. Individual: kejahatan sebagai persoalan individual. Konsep ini dapat ditemukan di
perundang-undangan lama, seperti Code Hammurabi (1900 SM), Romawi Kuno (450
SM), dan Yunani Kuno. Bentuknya “main hakim sendiri”.
2. Kelompok: seiring berjalannya waktu, kejahatan menjadi urusan raja dan berkembang
yang disebut parents patriae dan main hakim sendiri dilarang.
3. Mazhab Klasik: Kejahatan sebagai perbuatan yang melanggar UU. Ajaran terpentingnya
adalah nullum crimen sine lege = tidak ada kejahatan apabila undang-undang tidak
menyatakan perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang dilarang. Mazhab ini muncul
karena ketidakpastian hukum dan kesewenang-wenangan penguasa pada ancien regime.
4. Mazhab Positivisme: Kejahatan sebagai perbuatan yang melanggar hukum alam / natural
law. Pandangan ini lebih menitikberatkan pada pelakunya.
5. Mazhab Kritis: Kejahatan sebagai konstruksi sosial

Kejahatan dan norma


1. Norma hukum
a. Delik hukum: tindak pidana yang disebut kejahatan, jadi secara hakiki memang
jahat.
b. Delik UU: terlarang karena dikehendaki UU dan belum tentu jahat (pelanggaran).
2. Kejahatan dan agama
Abad ke-19: teori Maine bahwa agama merupakan sumber dari hukum dan doktrin bahwa
kejahatan merupakan polusi bagi masyarakat
3. Kejahatan dan moral
a. Pandangan bahwa semua tindak pidana adalah melanggar moral
b. Pandangan bahwa hampir semua tindak pidana adalah melanggar moral
c. Pandangan bahwa hanya kejahatan yang sangat berat yang melanggar moral
d. Pandangan yang memisahkan moral pribadi dengan kelompok dan hk pidana
Ruang lingkup dan objek studi Kriminologi
1. Etiologi kriminal: usaha secara ilmiah untuk mencari sebab-sebab kejahatan.
a. Biologi kriminal: aspek fisik
b. Psikologi kriminal: aspek kesehatan
c. Sosiologi kriminal: aspek lingkungan
2. Penologi: pengetahuan yang mempelajari tentang sejarah lahirnya hukuman,
perkembangan serta arti dan faedahnya.
3. Sosiologi hukum (pidana) yaitu analisis ilmiah terhadap kondisi-kondisi mempengaruhi
perkembangan hukum pidana.Kejahatan ada hubungannya dengan norma-norma

Secara garis besar, objek studi kriminologi adalah: kejahatan, pelaku, dan reaksi masyarakat
terhadap kejahatan dan pelaku.
1. Kejahatan, perbuatan yang melanggar undang-undang. Setelah perkembangan
kriminologi tahun 1960, bahwa dijadikannya perbuatan tertentu sebagai kejahatan /
tindak pidana tidak semata-mata dipengaruhi oleh besar-kecilnya kerugian yang
ditimbulkannya atau bersifat amoral, tetapi lebih dipengaruhi kepentingan-kepentingan
politik.
2. Pelaku, orang yang melakukan kejahatan dan sering disebut penjahat. Dalam mencari
sebab-sebab kejahatan, kriminologi positivis menyadarkan pada asumsi bahwa penjahat
berbeda dengan bukan-penjahat. Perbedaan ini ada pada aspek biologis, psikologis, dan
sosiologis. Oleh karena itu untuk mencari sebab-sebab kejahatan biasanya dilakukan
terhadap narapidana / bekas narapidana dengan mencari ciri biologis dan aspek kultural.
Namun cara ini mengandung kelemahan, antara lain sampel dianggap kurang valid
karena tidak mewakili populasi penjahat yang ada di masyarakat, dll.
3. Reaksi masyarakat terhadap kejahatan dan pelaku. Studi ini bisa menghasilkan
kriminalisasi, dekriminalisasi, dan depenalisasi.
a. Kriminalisasi: dukungan masyarakat, teknik penindakan, dan aspek individual
b. Depenalisasi: merubah ancaman pidana dengan ancaman sanksi
Penelitian Kriminologi
Bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang seluk beluk kejahatan dengan
mengumpulkan, mengklasifikasikan, menganalisi, dan menafsirkan fakta-fakta serta
hubungannya dengan fakta-fakta lain seperti fakta sosial, ekonomi, budaya, hukum, politik, dll
dengan metode ilmiah. Metode: kuantitatif dan kualitatif yang muncul dewasa ini. Tujuan
dibuatnya statistik adalah untuk memberi gambaran tentang kriminalitas terhadap masyarakat,
seperti frekuensinya serta penyebaran pelaku dan kejahatannya. Disamping tujuan praktis,
statistik kriminal digunakan Kriminologi untuk menjelaskan fenomena kejahatan ada menyusun
teori pemerintah dan kriminologi yang menganggap statistik kriminal sebagai pencerminan
kejahatan yang ada di masyarakat. Kelemahan:
a. Statistik kriminal dilakukan aparat penegak hukum berdasarkan laporan dari korban dan
anggota masyarakat. Hasil pencatatan ini dipengaruhi oleh kemauan korban untuk
melaporkan.
b. Kejahatan sering kali samar-samar
Teori tentang sebab kejahatan
1. Biologi Kriminal - Aspek Fisik
a. Cesare Lombroso:
i. Penjahat adalah orang yang memiliki bakat jahat
ii. Bakat Jahat diperoleh karena kelahiran (warisan nenek moyang)
iii. Bakat Jahat dapat dilihat dari ciri biologis tertentu: muka tidak simetris,
bibir tebal, hidung pesek, dll.
iv. Bakat Jahat tidak dapat diubah, jadi tidak dapat dipengaruhi.

b. Enrico Ferry: memasukkan faktor lingkungan selain faktor fisik.


c. Kretchmer
i. Leptosome: tinggi, kurus, pendiam, dingin, tertutup, menjaga jarak
(pemalsuan)
ii. Piknis: pendek, gemuk, ramah dan riang (penipuan dan pencurian)
iii. Atletis: dada lebar, dagu kuat, rahang menonjol, eksplosif (kekerasan dan
seks)
d. Sheldon
i. Endomorphic: sabar dan lamban
ii. Mesomorphic: aktif dan agresif
iii. Ectomorphic: introvert, sensitif terhadap kegaduhan dan gangguan

Anda mungkin juga menyukai