Anda di halaman 1dari 7

Nama ​: Haiqal Hafidz Suryadi

Npm ​: B1A018252
Mencerminkan Teori Kriminologi
Haiqal Hafidz Suryadi
Haiqalhafidz0206@gmail.com
Abstrak
Secara umum kriminologi adalah ilmu yang mempelajari kejahatan dari sudut
pandang pelaku kejahatan, atau dengan kata lain dapat disebut ilmu yang mempelajari sebab
akibat mengapa terjadi kejahatan. Ilmu kriminologi lebih menggunakan analisis dan
fenomena kejahatan pada pelaku kriminalitas. Usaha mencari sebab kejahatan sebenarnya
sudah lama muncul sebelum lahirnya kriminologi. Misalnya, teori penyebab terjadinya
kejahatan yang tidak berorientasi pada kelas sosial. Dalam teori ini ada 4 macam teori yakni :
teori ekologis, teori konflik kebudayaan, teori-teori faktor ekonomi, dan teori differential
association.
Kata kunci : kriminologi, Kejahatan, Teori

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Akhir-akhir ini kita sering mendegar dan melihat sejumlah berita di televisi yang
menayangkan peristiwa-peristiwa kejahatan yang terjadi di masyarakat. Kejahatan-kejahatan
yang dilakukan beragam jenis dan beragam modus operandinya. Masalah kejahatan
merupakan masalah yang abadi dalam kehidupan umat manusia, karena ia berkembang sesuai
dengan perkembangan tingkat peradaban umat manusia. Artinya sejak berabad-abad tahun
yang lalu kejahatan sudah dikenal dan menjadi bagian dalam hidup manusia itu sendiri
sebagai bentuk usaha manusia untuk mempertahankan hidupnya dan usaha untuk mencapai
tujuan tertentu bagi sekelompok orang maupun perorangan.
Kejahatan yang terjadi dalam masyarakat berkembang seiring dengan perkembangan
masyarakat itu sendiri. Terjadinya kejahatan bukan semata-mata perbuatan yang ditentang
masyarakat akan tetapi adanya dorongan dari pelaku untuk melakukan perbuatan yang
ditentang oleh masyarakat tersebut. Lebih dari dua pertiga kejadian pembunuhan dan
penganiayaan berat didahului adanya hubungan antara pelaku dengan korban dalam kejadian
tersebut sebelum berlangsung kejahatan. Artinya tidak semua pelaku kejahatan pembunuhan
dan penganiayaan berat begitu saja melakukan kejahatan tersebut, namun juga ada peran
yang berupa dorongan (provokasi) dari korban yang dapat memancing amarah pelaku
kejahatan sehingga terjadilah kejahatan tersebut.
Kejahatan yang terjadi dalam masyarakat disebabkan oleh berbagai macam faktor.
Faktor-faktor yang menjadi penyebab kejahatan antara lain:
1. Mengendornya ikatan sosial dan keluarga.
2. Masyarakat pada umumnya bertambah berat beban hidupnya. Bisa juga dikarenakan
beban ekonomi yang semakin menghimpit, hingga pada titik tertentu mereka
mengalami “stuck / hang” dan otak manusia tidak lagi mampu berpikiran secara
jernih.
3. Kekuatan religi atau agamis pada pribadi tidak lagi kuat melekat.
Faktor memanfaatkan keadaan dimana memanfaatkan beberapa kasus kriminalitas
yang terlihat tidak bisa dipecahkan oleh pihak yang bersangkutan, maka kecenderungan
untuk meniru dengan harapan dapat mengkambing hitamkan kesalahan kepada orang lain
nantinya bisa terjadi.Kejahatan yang terjadi dalam masyarakat itu misalnya: pencurian,
pemerkosaan, pembunuhan dan lain sebagainya. Pembunuhan adalah bentuk dari kejahatan
terhadap nyawa manusia berupa menghilangkan nyawa orang lain.
Menghilangkan nyawa orang lain merupakan suatu bentuk kejahatan karena sudah
sejak dahulu nyawa manusia merupakan satu hal yang terpenting dan harus dilindungi.
Sehingga tidak seorangpun mempunyai hak untuk menghilangkan nyawa orang lain apapun
alasannya. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup, hal tersebut secara tegas dinyatakan
dalam pasal 28A Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk hidup serta mempertahankan hidup
dan kehidupannya. Oleh karena itu perlu adanya penghormatan tentang hal tersebut.
Hukum yang diciptakan manusia mempunyai keadaan teratur, aman, dan tertib,
demikian juga hukum pidana yang merupakan salah satu hukum yang dibuat oleh manusia
mempunyai fungsi, fungsi umum dari hukum pidana sama dengan fungsi hukum lainya ialah
mengatur hidup kemasyarakatan dan menyelenggarakan tata hidup didalam masyarakat.
Fungsi khusus dari hukum pidana adalah melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan
yang hendak merusaknya dengan sanksi berupa pidana.
Pokok diadakannya hukum pidana ialah untuk melindungi kepentingan- kepentingan
masyarakat sebagai kelektivietit dari perbuatan-perbuatan yang mengancamnya atau bahkan
merugikannya baik itu datang dari perseorangan maupun kelompok atau organisasi. Secara
umum kriminologi adalah ilmu yang mempelajari kejahatan dari sudut pandang pelaku
kejahatan, atau dengan kata lain dapat disebut ilmu yang mempelajari sebab akibat mengapa
terjadi kejahatan. Ilmu kriminologi lebih menggunakan analisis dan fenomena kejahatan pada
pelaku kriminalitas. Kejahatan atau kriminalitas biasanya disebabkan oleh penyimpangan
yang dilakukan oleh masyarakat yang mana mereka dianggap ganjil, berbahaya, asing,kasar
dan lainnya yang merujuk pada perilaku kurang wajar yang dianut masyarakat lain. Hal- hal
yang dilakukan secara negatif dan berakibat pada kerugian yang harus ditanggung pemerintah
ataupun individu merupakan bentuk dari kejahatan kriminal.

Laporan masyarakat menjadi tolok ukur bahwa terdapat keresahan yang ada didalam
masyarakat karena kriminalitas yang terjadi, walaupun tidak harus ada laporan dari
masyarakat untuk menyimpulkan bahwa suatu tindakan itu dinamakan kriminalitas, seperti
pada kejahatan terhadap nyawa tidak perlu adanya laporan terlebih dahulu untuk
memprosesnya pada jalur hukum. Pandangan legal murni tentang kejahatan mendefinisikan
kejahatan sebagai pelanggaran terhadap hukum pidana.
Betapapun keji dan tidak bisa diterimanya suatu perbuatan secara oral, itu bukan
kejahatan kecuali dinyatakan demikian oleh hukum pidana. Vernon Fox mengemukakan ,”
Kejahatan adalah sebuah peristiwa sosial politik, bukan sebuah kondisi klinis. Kejahatan
bukan kondisi klinis atau medis yang bisa didiagnosis dan dirawat secara khusus”.Dalam
pandangan ini, yang secara teknis benar, jika tidak secara tegas dilarang oleh hukum pidana
maka suatu perbuatan bukan kejahatan. Tentu saja yang demikian sesuai dengan asas legalitas
hukum yang boleh dikatakan sebagai tiang penyangga hukum pidana. Asas ini tersirat dalam
Pasal 1 KUHP yang dirumuskan demikian:
1. Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam
perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.
2. Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundangundangan,
dipakai yang paling ringan bagi terdakwa.
Tindakan pidana tidak lepas dari siapa yang melakukan (penjahat/pelaku). Mengenai
pertanyaan yang kelihatannya paling mudah “Siapakah penjahat itu?” banyak yang akan
berpendapat bahwa residivis kawakan yang berulang kali divonis bersalah adalah
penjahat.Sekecil apapun tindakan pidana yang dilakukan oleh seorang pelaku kejahatan dapat
juga disebut penjahat, seperti pada penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yaitu tentang
vandalisme berupa grafaiti atau dengan kata lain corat-coret sarana dan prasarana umum.
Vandalisme melibatkan penghancuran sengaja properti tanpa sepengetahuan pemilik atau
agen pemilik.Istilah ini berasal dari kata Vandal, sebuah suku barbar Teutonik yang
memorak-porandakan Roma pada abad kelima, yang tanpa keperluan apapun menghacurkan
banyak karya seni yang tak ternilai.Vandalisme sembarangan mencakup aksi-aksi destruktif
yang tidak punya tujuan dan tidak menghasilkan keuntungan moneter. Inilah aksi vandalism
yang paling lazim, penghancuran “tidak jelas” yang dilakukan remaja “untuk
senangsenang”.Vandalisme predatoris mencakup aksi-aksi destruktif demi keuntungan,
seperti “mengacak-acak” atau menghancurkan mesin penjualan untuk mencuri isinya.
Kebanyakan aksi vandalisme sembarangan dilakukan oleh remaja, yang menganggap
aksi itu adalah perluasan aktivitas bermain, “membuang-buang waktu”, atau “perayaan
heboh”. A. L. Wide mendeskripsikan pola tipikal vandalism yang meliputi:
● Menghabiskan waktu, menunggu sesuatu terjadi;
● Gerak isyarat mengamat-amati awal oleh salah seorang anggota;
● Saling ajak dengan orang lain untuk ikut serta;
● Eskalasi perilaku destruktif dari kerusakan property kecil ke yang lebih besar,
Karena melakukan sesuatu yang “nakal”.Pandangan masyarakat pada suatu bentuk
gambar atau tulisan-tulisan yang biasanya terdapat pada dinding-dinding di area umum
sangat beragam, ada dari mereka yang beranggapan baik apabila dibuat apabila mempunyai
nilai estetika dan yang lebih penting adalah keberadaannya legal melalui perizinan yang sah.
Namun juga terdapat juga pandangan yang tidak menyetujui argument tersebut,
bagaimanapun mencoret-coret apa yang ada pada sarana dan prasarana umum merupakan
kesalahan atau kejahatan apabila tidak melalui cara legal atau tidak berizin. Karena yang
demikian memiliki arti merusak apa yang telah ada dan disediakan oleh pemeritah guna
membantu keberlangsungan hidup atau memudahkan masyarakat dalam melakukan kegiatan.
2. Rumusan Masalah
a. Apa itu kriminologi?
b. Apa saja persfektif dalam kriminologi?
c. Bagaimana teori yang ada dalam kriminalogi ?
d. Bagaimana konteks sosial kejahatan dalam kriminalogi ?
PEMBAHASAN
A. Kriminologi
Kriminologi berasal dari bahasa latin, yaitu crimen dan logos. Crimen berarti
kejahatan, sementara logos berarti ilmu. Dengan demikian, secara harfiah, kriminologi adalah
ilmu pengetahuan tentang kejahatan, atau lebih tepatnya kriminologi mempelajari segala
aspek tentang kejahatan. Kata “kriminologi” pertama kali digunakan oleh antropolog
Perancis bernama Paul Topinard (1830-1911) yang meneliti dengan pendekatan antropologi
fisik bagaimana bentuk tubuh mempengaruhi seseorang untuk berbuat jahat.
Kriminologi dapat didefinisikan sebagai studi sistematis tentang sifat, jenis,
penyebab, dan pengendalian dari perilaku kejahatan, penyimpangan, kenakalan, serta
pelanggaran hukum. Kriminologi adalah ilmu sosial terapan di mana kriminolog bekerja
untuk membangun pengetahuan tentang kejahatan dan pengendaliannya berdasarkan
penelitian empiris. Penelitian ini membentuk dasar untuk pemahaman, penjelasan, prediksi,
pencegahan, dan kebijakan dalam sistem peradilan pidana.
B. Persfektif Kriminologi
Kriminologi jelas berkaitan dengan kejahatan. Seperti hal lain, kejahatan dapat
didefinisikan dalam beberapa cara, dan beberapa ahli telah menyarankan bahwa setidaknya
terdapat empat perspektif definisional yang dapat ditemukan dalam kriminologi yaitu:
Legalistik, Sudut pandang politik, Sosiologis, dan Psikologis. Dilihat dari perspektif
legalistik, kejahatan adalah perilaku manusia yang melanggar hukum pidana dalam suatu
negara, pemerintah federal, atau hukum yang tanpa membatasi bentuk perilaku tertentu, tidak
dapat menjadi kejahatan yurisdiksi lokal yang memiliki kekuatan untuk membuat hukum
seperti itu tanpa undang-undang yang membatasi bentuk perilaku tertentu, maka tidak boleh
ada kejahatan, tidak peduli seberapa menyimpang perilaku tersebut. Perspektif kedua tentang
kejahatan adalah perspektif politik, di mana kejahatan adalah hasil dari kriteria yang telah
dibangun ke dalam undang- undang oleh kelompok-kelompok kuat dan kemudian digunakan
untuk melabeli bentuk-bentuk perilaku yang tidak diinginkan sebagai ilegal. Mereka yang
menganut sudut pandang ini mengatakan bahwa kejahatan adalah definisi dari perilaku
manusia yang diciptakan oleh pihak yang berwenang yang terorganisir secara politik. Dengan
demikian, Perspektif politik mendefinisikan kejahatan dalam hal struktur kekuasaan yang ada
dalam masyarakat.
Penganut perspektif ketiga yaitu sosiologis. melihat kejahatan sebagai tindakan
antisosial bahwa represinya diperlukan atau seharusnya diperlukan untuk pelestarian sistem
masyarakat yang ada.
Perspektif yang terakhir yaitu psikologis, perspektif ini mengatakan bahwa kejahatan
adalah bentuk penyesuaian sosial yang dapat ditunjuk sebagai kesulitan yang dimiliki
individu dalam bereaksi terhadap rangsangan dari agar tetap serasi dengan lingkungan itu.

C. Teori Kriminologi
Kriminologi teoritis, sub bidang kriminologi umum, adalah jenis kriminologi yang
paling sering ditemukan di perguruan tinggi dan universitas. Teori ini sekadar
menggambarkan kejahatan dan kejadiannya, mengajukan penjelasan untuk perilaku kriminal.
Don M. Gottfredson, mantan presiden dari ASC, mengamati, Teori dalam kriminologi
cenderung tidak jelas dalam hal umum yang dapat dibenarkan. Ketika kita
mempertimbangkan berbagai perilaku yang dianggap sebagai kriminal dari pembunuhan
hingga penggunaan narkoba hingga kejahatan kerah putih hingga kejahatan sosial media itu
sepertinya sulit membayangkan satu teori yang bisa menjelaskan semuanya atau bahkan
mungkin menjelaskan jenis perilaku yang bervariasi. Namun, banyak pendekatan teoretis
masa lalu yang menyebabkan kejahatan yang unik ketika mencoba untuk menjadi semua
inklusif; yaitu, pendekatan-pendekatan itu mengajukan satu identitas tunggal yang dapat
diidentifikasi sumber untuk semua perilaku menyimpang.
Usaha mencari sebab kejahatan sebenarnya sudah lama muncul sebelum lahirnya
kriminologi. Misalnya, teori penyebab terjadinya kejahatan yang tidak berorientasi pada kelas
sosial. Dalam teori ini ada 4 macam teori yakni : teori ekologis, teori konflik kebudayaan,
teori-teori faktor ekonomi, dan teori differential association.
1. Teori Ekologis
Teori ekologis ini adalah teori mencari sebab-sebab kejahatan dari lingkungan
manusia maupun lingkungan sosial, seperti kepadatan penduduk, mobilitas penduduk,
hubungan desa dengan kota khususnya urbanisasi, dan juga daerah kejahatan dan perumahan
kumuh. Semakin padatnya penduduk di suatu daerah maka akan menimbulkan konflik sosial
yang beragam. Mobilitas penduduk juga bisa memengaruhi terjadinya kejahatan, hal ini
dipengaruhi oleh semakin meningkatnya saranna transportasi, sehingga hal tersebut
seringkali bahwa penduduk berpindah tempat dari suatu daerah ke daerah yang lain dengan
mudah, sehingga mobilitas penduduk yang tinggi cenderung mengakibatkan kejahatan yang
makin beragam.
Urbanisasi juga dapat memengaruhi terjadinya kejahatan, semakin banyak
perpindahan orang dari desa ke kota, maka akan semakin banyak terjadinya kejahatan di
suatu kota tersebut, karena otomatis kota tersebut akan menjadi lebih padat penduduknya.
Daerah kejahatan dan kumuh juga sebenarnya bisa menjadi penyebab kejahatan terjadi, suatu
daerah tertentu yang memiliki ciri masing-masing cenderung menyebabkan terjadinya
kejahatan, misalnya daerah padat penduduk yang kurang baik dalam system keamanannya
akan menjadi sasaran orang untuk melakukan kejahatan.
2. Teori Konflik Kebudayaan
Teori konflik kebudayaan ini merupakan hasil dari konflik nilai sosial, selanjutnya
konflik tersebut memengaruhi perkembangan kebudayaan dan peradaban. Konflik-konflik
yang terjadi misalnya konflik norma tingkah laku sebagai contoh terjadinya perbedaan-
perbedaan dalam cara hidup dan nilai sosial yang berlaku di antara kelompok-kelompok yang
ada. Selanjutnya, konflik ini mengakibatkan banyaknya kejahatan.
3. Teori-teori Faktor Ekonomi
Teori ini melihat terjadinya kejahatan akibat dari ketimpangan ekonomi yang terjadi
di masyarakat. Ketimpangan ekonomi yang terjadi misalnya akibat dari padatnya penduduk
suatu daerah karena urbanisasi, hal ini mengakibatkan persaingan ekonomi yang sangat ketat,
sehingga mengakibatkan banyaknya pengangguran di daerah tersebut. Banyaknya
pengangguran ini mengakibatkan masyarakat cenderung mencari cara untuk
mempertahankan hidupnya, termasuk melakukan kejahatan.
4. Teori Differential Association
Teori ini berlandaskan pada proses belajar, yaitu perilaku kejahatan adalah perilaku
yang dipelajari. Ada 9 proposisi dalam proses terjadinya kejahatan yakni sebagai berikut:
a. Perilaku kejahatan adalah perilaku yang dipelajari bukan diwarisi.
b. Perilaku kejahatan dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam suatu proses
komunikasi.
c. Bagian yang terpenting dalam proses mempelajari tingkah laku kejahatan terjadi
dalam kelompok personal yang intim.
d. Apabila perilaku kejahatan dipelajari, maka yang dipelajari tersebut yaitu, teknik
melakukan kejahatan dan jugamotif-motif yang dilakukan, dorongan, alasan
pembenar dan sikap.
e. Arah dari motif dan dorongan dipelajari melalui batasan hukum, baik sebagai hal yang
menguntungkan maupun yang tidak.
f. Sesesorang menjadi delinkeun karena lebih banyak berhubungan dengan pola-pola
tingkah laku jahat daripada yang tidak jahat.
g. Differential Association dapat bervariasi dalam frekuensinya, lamanya, prioritasnya,
dan intensitasnya.
h. Proses mempelajari perilaku kejahatan diperoleh dari hubungan dengan pola-pola
kejahatan dan anti kejahatan yang menyangkut seluruh mekanisme yang melibatkan
pada setiap proses belajar pada umumnya.
D. Konteks Sosial Kejahatan
Kejahatan tidak terjadi dalam ruang hampa. Setiap kejahatan memiliki keunikan
mulai dari serangkaian penyebab, konsekuensi, dan partisipan. Kejahatan mempengaruhi
beberapa orang lebih yang memiliki dampak khusus pada mereka yang merupakan peserta
langsung dalam tindakan itu sendiri. Kejahatan pada umumnya menimbulkan reaksi dari para
korbannya, dari kelompok masyarakat yang peduli, dari sistem peradilan pidana, dan kadang-
kadang dari masyarakat sebagai keseluruhan, yang memanifestasikan keprihatinannya
melalui penciptaan aturan sosial.
1. Penyebab Dan Konsekuensi Dari Peristiwa Kriminal
Kejahatan bukan sebagai aktivitas individu yang terisolasi tetapi sebagai peristiwa
sosial. Kejahatan adalah konstruksi sosial bukan sesuatu hal untuk mengurangi dampak dari
pengalaman viktimisasi yang dialami terlalu banyak orang dalam masyarakat.penyebab
kejahatan dari aspek sosiologis tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori umum, yaitu :
1. Anomie (ketiadaan norma) atau Strain (keterangan) 2. Cultural Deviance (penyimpangan
budaya) 3. Social Control (control sosial)
2. Pelaku Kejahatan
Dalam bukunya, definisi kejahatan ke dalam dua sudut pandang. Pertama, dari sudut
pandang hukum (a crime from the legal point of view). Batasan kejahatan dari sudut pandang
ini adalah setiap tingkah laku yang melanggar hukum pidana. Bagaimanapun jeleknya suatu
perbuatan sepanjang perbuatan itu tidak dilarang di dalam perundang-undangan pidana,
perbuatan itu tetap sebagai perbuatan yang bukan kejahatan. Kedua, dari sudut pandang
masyarakat (a crime from the sociological point of view). Batasan kejahatan dari sudut
pandang ini adalah setiap perbuatan yang melanggar norma-norma yang masih hidup di
dalam masyarakat.
3. Kejahatan dan Sistem Peradilan Pidana
Peradilan pidana dapat diartikan sebagai suatu proses bekerjanya beberapa lembaga
penegak hukum. Mekanisme peradilan pidana tersebut meliputi aktivitas yang bertahap
dimulai dari penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelaksanaan
putusan hakim yang dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan. Proses yang bekerja secara
berurutan tersebut pada dasarnya menuju pada suatu tujuan bersama yang dikehendaki.
Keseluruhan proses itu bekerja di dalam suatu sistem, sehingga masing-masing lembaga itu
merupakan subsistem yang saling berhubungan dan pengaruh mempengaruhi antara satu
dengan yang lain. Jadi fragmentasi dalam arti masing-masing subsistem bekerja sendiri-
sendiri dan tidak memperhatikan antar hubungan diantara sub-subsistem yang ada harus
dihindari bilamana diinginkan suatu sistem peradilan pidana yang efektif.
4. Kejahatan dan Korban
Korban dalam hal ini sebagi pihak langsung yang mengalam penderitaan akibat dari
terjadinya tindak pidana, dapat menyebabkan atau menciptakan situasi dan kondisi yang
menulitkan bagi korban untuk kembali hidup sebagai warga masyarakat seperti sedia kala.
Dalam hal ini korban membutuhkan pendampingan dan pelayanan untuk dapat kelaur dari
kesulitannya tersebut. Argumentasi perlunya pendampingan dan pelayanan terhadap korban
itu adalah:
a. Karena SPP (Sistem Peradilan Pidana) telah memperlakukan korban secara tidak
profesional bahkan cenderung mengeksploiter
b. Karena tindakan pelaku menimbulkan penderitaan pada korban
c. Memberikan manfaat pada nirokrasi SPP (Sistem Peradilan Pidana), aparat terbantu
dengan korban, dan korban akan membantu kaena telah diberi pendampingan dan
pelayanan
d. Karena dugaan adanya progam pendampingan dan pelayanan tersebut, korban akan
terbantu untuk keluar dari penderitaannya.
e. Karena seringkali masyarakat dengan stigmanya, menempatkan korban dalam posisi
yang semakin menambah penderitaan korban Bagi korban, mendapatkan
pendampingan dan pelayanan akan memberikan keadilan substantif bukan hanya
sekedar keadilan prosedural.
Pemaparan aquo membuktikan korban mempunyai peranan fungsional dalam
terjadinya tindak pidana. Tindak pidana dalam hal ini kejahatan dapat terjadi karena ada
pihak yang berperan, sadar atau tidak sadar, dikehendaki atau tidak, sebagai korban dalam hal
ini korban persekusi. Pada dasarnya tidak ada orang menghendaki dirinya dijadikan sasaran
kejahatan, tetapi karena keadaan yang ada pada korban atau karena sikap dan perilakunyalah
ia dapat mendorong pelaksanaan niat jahat pelaku, sama hal nya dengan persekusi, persekusi
juga tidak dikehendaki oleh korban, tetapi aksi yang dilakukan oleh korban sering kali
menjadi reaksi bagi sekelompok masyarakat dan akhirnya terjadilah persekusi.
5. Faktor Kejahatan
Menurut walter Lunden. faktor-faktor yang berperan dan gejala yang dihadapi Negara-negara
berkembang saat ini dalam timbulnya kejahatan, adalah sebagai berikut :
a. Gelombang urbanisai remaja dari desa kekota-kota jumlahnya cukup besar dan sukar
dicegah
b. Terjadi konflik antara norma adat pedesaan tradisonal dengan norma- norma baru
yang tumbuh dalam proses penggeseran sosial yang cepat, terutama di kota-kota besar
c. Memudarnya pola-pola kepribadian individu yang terkait kuat pada pola kontrol sosial
tradisionalnya, sehingga anggota masyarakat terutama remanya menghadapi
“samarpola” (ketidaktaatan pada pola) untuk menentukan perilakunya.
Masalah sebab-sebab kejahatan selalu merupakan persoalan yang sangat menarik.
Berbagi teori yang menyangkut sebab kejahatan telah diajukan oleh para ahli dari berbagai
disiplin dan bidang ilmu pengetahuan. Namun, sampai dewasa ini masih belum juga ada satu
jawaban penyelesaian yang memuaskan. Meskipun demikian,para ahli belum bisa
menemukan faktor lingkungan apa den bagaimana, yang menjadi sebab yang pasti daripada
terjadinya kejahatan, bahwa kriminologi saat ini belum sampai memungkinkan untuk dengan
tegas menentukan sebab-sebab orng melakukan pelanggaran norma hukum (berbuat
kejahatan). Tingkat pengetahuan kriminologi dewasa ini masih dalam taraf mencari, melalui
penelitian dan penyusunan teori.

PENUTUP
Kriminologi berasal dari bahasa latin, yaitu crimen dan logos. Kriminologi dapat
didefinisikan sebagai studi sistematis tentang sifat, jenis, penyebab, dan pengendalian dari
perilaku kejahatan, penyimpangan, kenakalan, serta pelanggaran hukum. Kriminologi adalah
ilmu sosial terapan di mana kriminolog bekerja untuk membangun pengetahuan tentang
kejahatan dan pengendaliannya berdasarkan penelitian empiris.
Kriminologi jelas berkaitan dengan kejahatan. Seperti hal lain, kejahatan dapat
didefinisikan dalam beberapa cara, dan beberapa ahli telah menyarankan bahwa setidaknya
terdapat empat perspektif definisional yang dapat ditemukan dalam kriminologi yaitu:
Legalistik, Sudut pandang politik, Sosiologis, dan Psikologis. Mereka yang menganut sudut
pandang ini mengatakan bahwa kejahatan adalah definisi dari perilaku manusia yang
diciptakan oleh pihak yang berwenang yang terorganisir secara politik.
Dengan demikian, Perspektif politik mendefinisikan kejahatan dalam hal struktur
kekuasaan yang ada dalam masyarakat. Penganut perspektif ketiga yaitu sosiologis. melihat
kejahatan sebagai tindakan antisosial bahwa represinya diperlukan atau seharusnya
diperlukan untuk pelestarian sistem masyarakat yang ada.
Kriminologi teoretis, subbidang kriminologi umum, adalah jenis kriminologi yang
paling sering ditemukan di perguruan tinggi dan universitas. Kejahatan tidak terjadi dalam
ruang hampa. Kejahatan mempengaruhi beberapa orang lebih yang memiliki dampak khusus
pada mereka yang merupakan peserta langsung dalam tindakan itu sendiri. Kejahatan bukan
sebagai aktivitas individu yang terisolasi tetapi sebagai peristiwa sosial.
Dari sudut pandang hukum (a crime from the legal point of view). Batasan kejahatan
dari sudut pandang ini adalah setiap tingkah laku yang melanggar hukum pidana. Mekanisme
peradilan pidana tersebut meliputi aktivitas yang bertahap dimulai dari penyidikan,
penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelaksanaan putusan hakim yang
dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan. Proses yang bekerja secara berurutan tersebut pada
dasarnya menuju pada suatu tujuan bersama yang dikehendaki. Korban dalam hal ini sebagi
pihak langsung yang mengalam penderitaan akibat dari terjadinya tindak pidana, dapat
menyebabkan atau menciptakan situasi dan kondisi yang menulitkan bagi korban untuk
kembali hidup sebagai warga masyarakat seperti sedia kala. d.Karena dugaan adanya progam
pendampingan dan pelayanan tersebut, korban akan terbantu untuk keluar dari
penderitaannya. Tindak pidana dalam hal ini kejahatan dapat terjadi karena ada pihak yang
berperan, sadar atau tidak sadar, dikehendaki atau tidak, sebagai korban dalam hal ini korban
persekusi.
DAFTAR PUSTAKA
Charles F. Wellford, “Controlling Crime and Achieving Justice: The American Society of
Criminology 1996 Presidential Address,” Criminology, Vol. 35, No. 1 (1997).
James F. Gilsinan, “They Is Clowning Tough: 911 and the Social Construction of Reality,”
Criminology, Vol. 27, No. 2 (May 1989).
Joan McCord, “Family Relationships, Juvenile Delinquency, and Adult Criminality,”
Criminology, Vol. 29, No. 3 (August 1991).

Anda mungkin juga menyukai