Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MAKALAH

KRIMINOLOGI
APA ITU KRIMINALOGI

Dosen Pengampu:
Dr. Rehnalemken Ginting, S.H., M.H.

OLEH:
Pandito Malim Hasayangan Tanjung (E0020349)
Dhea Fitri Amanda (E0020143)

KELAS G

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Akhir-akhir ini kita sering mendegar dan melihat sejumlah berita di televisi
yang menayangkan peristiwa-peristiwa kejahatan yang terjadi di masyarakat.
Kejahatan-kejahatan yang dilakukan beragam jenis dan beragam modus operandinya.
Masalah kejahatan merupakan masalah yang abadi dalam kehidupan umat manusia,
karena ia berkembang sesuai dengan perkembangan tingkat peradaban umat manusia.
Artinya sejak berabad-abad tahun yang lalu kejahatan sudah dikenal dan menjadi
bagian dalam hidup manusia itu sendiri sebagai bentuk usaha manusia untuk
mempertahankan hidupnya dan usaha untuk mencapai tujuan tertentu bagi sekelompok
orang maupun perorangan.
Kejahatan yang terjadi dalam masyarakat berkembang seiring dengan
perkembangan masyarakat itu sendiri. Terjadinya kejahatan bukan semata-mata
perbuatan yang ditentang masyarakat akan tetapi adanya dorongan dari pelaku untuk
melakukan perbuatan yang ditentang oleh masyarakat tersebut. Lebih dari dua pertiga
kejadian pembunuhan dan penganiayaan berat didahului adanya hubungan antara
pelaku dengan korban dalam kejadian tersebut sebelum berlangsung kejahatan. Artinya
tidak semua pelaku kejahatan pembunuhan dan penganiayaan berat begitu saja
melakukan kejahatan tersebut, namun juga ada peran yang berupa dorongan
(provokasi) dari korban yang dapat memancing amarah pelaku kejahatan sehingga
terjadilah kejahatan tersebut
Kejahatan yang terjadi dalam masyarakat disebabkan oleh berbagai macam
faktor. Faktor-faktor yang menjadi penyebab kejahatan antara lain:
1. Mengendornya ikatan sosial dan keluarga.
2. Masyarakat pada umumnya bertambah berat beban hidupnya. Bisa juga
dikarenakan beban ekonomi yang semakin menghimpit, hingga pada titik tertentu
mereka mengalami “stuck / hang” dan otak manusia tidak lagi mampu berpikiran
secara jernih.
3. Kekuatan religi atau agamis pada pribadi tidak lagi kuat melekat.
4. Faktor memanfaatkan keadaan dimana memanfaatkan beberapa kasus
kriminalitas yang terlihat tidak bisa dipecahkan oleh pihak yang bersangkutan, maka
kecenderungan untuk meniru dengan harapan dapat mengkambing hitamkan
kesalahan kepada orang lain nantinya bisa terjadi.Kejahatan yang terjadi dalam
masyarakat itu misalnya: pencurian, pemerkosaan, pembunuhan dan lain sebagainya.
Pembunuhan adalah bentuk dari kejahatan terhadap nyawa manusia berupa
menghilangkan nyawa orang lain.
Menghilangkan nyawa orang lain merupakan suatu bentuk kejahatan karena
sudah sejak dahulu nyawa manusia merupakan satu hal yang terpenting dan harus
dilindungi. Sehingga tidak seorangpun mempunyai hak untuk menghilangkan nyawa
orang lain apapun alasannya. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup, hal tersebut
secara tegas dinyatakan dalam pasal 28A Undang-undang Dasar negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk
hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya. Oleh karena itu perlu adanya
penghormatan tentang hal tersebut
Hukum yang diciptakan manusia mempunyai keadaan teratur, aman, dan tertib,
demikian juga hukum pidana yang merupakan salah satu hukum yang dibuat oleh
manusia mempunyai fungsi, fungsi umum dari hukum pidana sama dengan fungsi
hukum lainya ialah mengatur hidup kemasyarakatan dan menyelenggarakan tata hidup
didalam masyarakat. Fungsi khusus dari hukum pidana adalah melindungi
kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak merusaknya dengan sanksi
berupa pidana.
Pokok diadakannya hukum pidana ialah untuk melindungi kepentingan-
kepentingan masyarakat sebagai kelektivietit dari perbuatan-perbuatan yang
mengancamnya atau bahkan merugikannya baik itu datang dari perseorangan maupun
kelompok atau organisasi. Secara umum kriminologi adalah ilmu yang mempelajari
kejahatan dari sudut pandang pelaku kejahatan, atau dengan kata lain dapat disebut
ilmu yang mempelajari sebab akibat mengapa terjadi kejahatan. Ilmu kriminologi
lebih menggunakan analisis dan fenomena kejahatan pada pelaku kriminalitas.
Kejahatan atau kriminalitas biasanya disebabkan oleh penyimpangan yang dilakukan
oleh masyarakat yang mana mereka dianggap ganjil, berbahaya, asing,kasar dan
lainnya yang merujuk pada perilaku kurang wajar yang dianut masyarakat lain. Hal-
hal yang dilakukan secara negatif dan berakibat pada kerugian yang harus ditanggung
pemerintah ataupun individu merupakan bentuk dari kejahatan kriminal.
Laporan masyarakat menjadi tolok ukur bahwa terdapat keresahan yang ada
didalam masyarakat karena kriminalitas yang terjadi, walaupun tidak harus ada
laporan dari masyarakat untuk menyimpulkan bahwa suatu tindakan itu dinamakan
kriminalitas, seperti pada kejahatan terhadap nyawa tidak perlu adanya laporan
terlebih dahulu untuk memprosesnya pada jalur hukum. Pandangan legal murni
tentang kejahatan mendefinisikan kejahatan sebagai pelanggaran terhadap hukum
pidana.
Betapa pun keji dan tidak bisa diterimanya suatu perbuatan secara oral, itu
bukan kejahatan kecuali dinyatakan demikian oleh hukum pidana. Vernon Fox
mengemukakan ,”Kejahatan adalah sebuah peristiwa sosial politik, bukan sebuah
kondisi klinis. Kejahatan bukan kondisi klinis atau medis yang bisa didiagnosis dan
dirawat secara khusus”.Dalam pandangan ini, yang secara teknis benar, jika tidak
secara tegas dilarang oleh hukum pidana maka suatu perbuatan bukan kejahatan.
Tentu saja yang demikian sesuai dengan asas legalitas hukum yang boleh dikatakan
sebagai tiang penyangga hukum pidana. Asas ini tersirat dalam Pasal 1 KUHP yang
dirumuskan demikian:
(1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam
perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.
(2) Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundangundangan,
dipakai yang paling ringan bagi terdakwa.
Tindakan pidana tidak lepas dari siapa yang melakukan (penjahat/pelaku).
Mengenai pertanyaan yang kelihatannya paling mudah “Siapakah penjahat itu?”
banyak yang akan berpendapat bahwa residivis kawakan yang berulang kali divonis
bersalah adalah penjahat.Sekecil apapun tindakan pidana yang dilakukan oleh seorang
pelaku kejahatan dapat juga disebut penjahat, seperti pada penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis yaitu tentang vandalisme berupa grafaiti atau dengan kata lain
corat-coret sarana dan prasarana umum. Vandalisme melibatkan penghancuran sengaja
properti tanpa sepengetahuan pemilik atau agen pemilik.Istilah ini berasal dari kata
Vandal, sebuah suku barbar Teutonik yang memorak-porandakan Roma pada abad
kelima, yang tanpa keperluan apapun menghacurkan banyak karya seni yang tak
ternilai.Vandalisme sembarangan mencakup aksi-aksi destruktif yang tidak punya
tujuan dan tidak menghasilkan keuntungan moneter. Inilah aksi vandalism yang paling
lazim, penghancuran “tidak jelas” yang dilakukan remaja “untuk
senangsenang”.Vandalisme predatoris mencakup aksi-aksi destruktif demi keuntungan,
seperti “mengacak-acak” atau menghancurkan mesin penjualan untuk mencuri isinya.
Kebanyakan aksi vandalisme sembarangan dilakukan oleh remaja, yang
menganggap aksi itu adalah perluasan aktivitas bermain, “membuang-buang waktu”,
atau “perayaan heboh”. A. L. Wide mendeskripsikan pola tipikal vandalism yang
meliputi:
● Menghabiskan waktu, menunggu sesuatu terjadi;
● Gerak isyarat mengamat-amati awal oleh salah seorang anggota;
● Saling ajak dengan orang lain untuk ikut serta;
● Eskalasi perilaku destruktif dari kerusakan property kecil ke yang lebih besar,
● Perasaan bersalah dan menyesal setelah kejadian bercampur kesenangan

Karena melakukan sesuatu yang “nakal”.Pandangan masyarakat pada suatu bentuk


gambar atau tulisan-tulisan yang biasanya terdapat pada dinding-dinding di area umum
sangat beragam, ada dari mereka yang beranggapan baik apabila dibuat apabila
mempunyai nilai estetika dan yang lebih penting adalah keberadaannya legal melalui
perizinan yang sah. Namun juga terdapat juga pandangan yang tidak menyetujui
argument tersebut, bagaimanapun mencoret-coret apa yang ada pada sarana dan
prasarana umum merupakan kesalahan atau kejahatan apabila tidak melalui cara legal
atau tidak berizin. Karena yang demikian memiliki arti merusak apa yang telah ada dan
disediakan oleh pemeritah guna membantu keberlangsungan hidup atau memudahkan
masyarakat dalam melakukan kegiatan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu kriminologi?
2. Apa saja persfektif dalam kriminologi?
3. Bagaimana teori yang ada dalam kriminalogi ?
4. Bagaimana konteks sosial kejahatan dalam kriminalogi ?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui apa itu kriminologi.
2. Untuk mengetahui persfektif dalam kriminologi
3. Untuk mengetahui teori yang ada dalam kriminologi
4. Muntuk mengetahui konteks sosial kejahatan dalam kriminologi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kriminologi
Kriminologi berasal dari bahasa latin, yaitu crimen dan logos. Crimen
berarti kejahatan, sementara logos berarti ilmu. Dengan demikian, secara
harfiah, kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan, atau lebih
tepatnya kriminologi mempelajari segala aspek tentang kejahatan. Kata
“kriminologi” pertama kali digunakan oleh antropolog Perancis bernama Paul
Topinard (1830-1911) yang meneliti dengan pendekatan antropologi fisik
bagaimana bentuk tubuh mempengaruhi seseorang untuk berbuat jahat.
Kriminologi dapat didefinisikan sebagai studi sistematis tentang sifat,
jenis, penyebab, dan pengendalian dari perilaku kejahatan, penyimpangan,
kenakalan, serta pelanggaran hukum. Kriminologi adalah ilmu sosial terapan di
mana kriminolog bekerja untuk membangun pengetahuan tentang kejahatan dan
pengendaliannya berdasarkan penelitian empiris. Penelitian ini membentuk
dasar untuk pemahaman, penjelasan, prediksi, pencegahan, dan kebijakan
dalam sistem peradilan pidana.

B. Persfektif Kriminologi
Kriminologi jelas berkaitan dengan kejahatan. Seperti hal lain, kejahatan
dapat didefinisikan dalam beberapa cara, dan beberapa ahli telah menyarankan
bahwa setidaknya terdapat empat perspektif definisional yang dapat ditemukan
dalam kriminologi yaitu: Legalistik, Sudut pandang politik, Sosiologis, dan
Psikologis. Dilihat dari perspektif legalistik, kejahatan adalah perilaku manusia
yang melanggar hukum pidana dalam suatu negara, pemerintah federal, atau
hukum yang tanpa membatasi bentuk perilaku tertentu, tidak dapat menjadi
kejahatan yurisdiksi lokal yang memiliki kekuatan untuk membuat hukum
seperti itu tanpa undang-undang yang membatasi bentuk perilaku tertentu, maka
tidak boleh ada kejahatan, tidak peduli seberapa menyimpang perilaku tersebut.
Perspektif kedua tentang kejahatan adalah perspektif politik, di mana
kejahatan adalah hasil dari kriteria yang telah dibangun ke dalam undang-
undang oleh kelompok-kelompok kuat dan kemudian digunakan untuk melabeli
bentuk-bentuk perilaku yang tidak diinginkan sebagai ilegal. Mereka yang
menganut sudut pandang ini mengatakan bahwa kejahatan adalah definisi dari
perilaku manusia yang diciptakan oleh pihak yang berwenang yang terorganisir
secara politik. Dengan demikian, Perspektif politik mendefinisikan kejahatan
dalam hal struktur kekuasaan yang ada dalam masyarakat.
Penganut perspektif ketiga yaitu sosiologis. melihat kejahatan sebagai
tindakan antisosial bahwa represinya diperlukan atau seharusnya diperlukan
untuk pelestarian sistem masyarakat yang ada.
Perspektif yang terakhir yaitu psikologis, perspektif ini mengatakan
bahwa kejahatan adalah bentuk penyesuaian sosial yang dapat ditunjuk sebagai
kesulitan yang dimiliki individu dalam bereaksi terhadap rangsangan dari agar
tetap serasi dengan lingkungan itu.

C. Teori Kriminologi
Kriminologi teoretis, subbidang kriminologi umum, adalah jenis
kriminologi yang paling sering ditemukan di perguruan tinggi dan universitas.
Teori ini sekadar menggambarkan kejahatan dan kejadiannya, mengajukan
penjelasan untuk perilaku kriminal. Don M. Gottfredson, mantan presiden dari
ASC, mengamati, Teori dalam kriminologi cenderung tidak jelas dalam hal
umum yang dapat dibenarkan. Ketika kita mempertimbangkan berbagai
perilaku yang dianggap sebagai kriminal dari pembunuhan hingga penggunaan
narkoba hingga kejahatan kerah putih hingga kejahatan sosial media itu
sepertinya sulit membayangkan satu teori yang bisa menjelaskan semuanya atau
bahkan mungkin menjelaskan jenis perilaku yang bervariasi. Namun, banyak
pendekatan teoretis masa lalu yang menyebabkan kejahatan yang unik ketika
mencoba untuk menjadi semua inklusif; yaitu, pendekatan-pendekatan itu
mengajukan satu identitas tunggal yang dapat diidentifikasi sumber untuk
semua perilaku menyimpang.

D. Konteks Sosial Kejahatan


Kejahatan tidak terjadi dalam ruang hampa. Setiap kejahatan memiliki
keunikan mulai dari serangkaian penyebab, konsekuensi, dan partisipan.
Kejahatan mempengaruhi beberapa orang lebih yang memiliki dampak khusus
pada mereka yang merupakan peserta langsung dalam tindakan itu sendiri.
Kejahatan pada umumnya menimbulkan reaksi dari para korbannya, dari
kelompok masyarakat yang peduli, dari sistem peradilan pidana, dan kadang-
kadang dari masyarakat sebagai keseluruhan, yang memanifestasikan
keprihatinannya melalui penciptaan aturan sosial.

1. Penyebab Dan Konsekuensi Dari Peristiwa Kriminal


Kejahatan bukan sebagai aktivitas individu yang terisolasi tetapi sebagai
peristiwa sosial. Kejahatan adalah konstruksi sosial bukan sesuatu hal untuk
mengurangi dampak dari pengalaman viktimisasi yang dialami terlalu
banyak orang dalam masyarakat.penyebab kejahatan dari aspek sosiologis
tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori umum, yaitu : 1. Anomie
(ketiadaan norma) atau Strain (keterangan) 2. Cultural Deviance
(penyimpangan budaya) 3. Social Control (control sosial)

2. Pelaku Kejahatan
Dalam bukunya, definisi kejahatan ke dalam dua sudut pandang.
Pertama, dari sudut pandang hukum (a crime from the legal point of view).
Batasan kejahatan dari sudut pandang ini adalah setiap tingkah laku yang
melanggar hukum pidana. Bagaimanapun jeleknya suatu perbuatan
sepanjang perbuatan itu tidak dilarang di dalam perundang-undangan
pidana, perbuatan itu tetap sebagai perbuatan yang bukan kejahatan. Kedua,
dari sudut pandang masyarakat (a crime from the sociological point of
view). Batasan kejahatan dari sudut pandang ini adalah setiap perbuatan
yang melanggar norma-norma yang masih hidup di dalam masyarakat.

3. Kejahatan dan Sistem Peradilan Pidana


Peradilan pidana dapat diartikan sebagai suatu proses bekerjanya
beberapa lembaga penegak hukum. Mekanisme peradilan pidana tersebut
meliputi aktivitas yang bertahap dimulai dari penyidikan, penuntutan,
pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelaksanaan putusan hakim yang
dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan. Proses yang bekerja secara
berurutan tersebut pada dasarnya menuju pada suatu tujuan bersama yang
dikehendaki. Keseluruhan proses itu bekerja di dalam suatu sistem, sehingga
masing-masing lembaga itu merupakan subsistem yang saling berhubungan
dan pengaruh mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Jadi fragmentasi
dalam arti masing-masing subsistem bekerja sendiri-sendiri dan tidak
memperhatikan antar hubungan diantara sub-subsistem yang ada harus
dihindari bilamana diinginkan suatu sistem peradilan pidana yang efektif.

4. Kejahatan dan Korban


Korban dalam hal ini sebagi pihak langsung yang mengalam penderitaan
akibat dari terjadinya tindak pidana, dapat menyebabkan atau menciptakan
situasi dan kondisi yang menulitkan bagi korban untuk kembali hidup
sebagai warga masyarakat seperti sedia kala. Dalam hal ini korban
membutuhkan pendampingan dan pelayanan untuk dapat kelaur dari
kesulitannya tersebut. Argumentasi perlunya pendampingan dan pelayanan
terhadap korban itu adalah:

a. Karena SPP (Sistem Peradilan Pidana) telah memperlakukan korban


secara tidak profesional bahkan cenderung mengeksploiter
b. Karena tindakan pelaku menimbulkan penderitaan pada korban
c. Memberikan manfaat pada nirokrasi SPP (Sistem Peradilan Pidana),
aparat terbantu dengan korban, dan korban akan membantu kaena telah
diberi pendampingan dan pelayanan
d. Karena dugaan adanya progam pendampingan dan pelayanan tersebut,
korban akan terbantu untuk keluar dari penderitaannya.
e. Karena seringkali masyarakat dengan stigmanya, menempatkan korban
dalam posisi yang semakin menambah penderitaan korban Bagi korban,
mendapatkan pendampingan dan pelayanan akan memberikan keadilan
substantif bukan hanya sekedar keadilan prosedural.

Pemaparan aquo membuktikan korban mempunyai peranan


fungsional dalam terjadinya tindak pidana. Tindak pidana dalam hal ini
kejahatan dapat terjadi karena ada pihak yang berperan, sadar atau tidak
sadar, dikehendaki atau tidak, sebagai korban dalam hal ini korban
persekusi. Pada dasarnya tidak ada orang menghendaki dirinya dijadikan
sasaran kejahatan, tetapi karena keadaan yang ada pada korban atau karena
sikap dan perilakunyalah ia dapat mendorong pelaksanaan niat jahat pelaku,
sama hal nya dengan persekusi, persekusi juga tidak dikehendaki oleh
korban, tetapi aksi yang dilakukan oleh korban sering kali menjadi reaksi
bagi sekelompok masyarakat dan akhirnya terjadilah persekusi.

5. Faktor Kejahatan
Menurut walter Lunden. faktor-faktor yang berperan dan gejala yang
dihadapi Negara-negara berkembang saat ini dalam timbulnya kejahatan,
adalah sebagai berikut :

a. Gelombang urbanisai remaja dari desa kekota-kota jumlahnya cukup


besar dan sukar dicegah
b. Terjadi konflik antara norma adat pedesaan tradisonal dengan norma-
norma baru yang tumbuh dalam proses penggeseran sosial yang cepat,
terutama di kota-kota besar
c. Memudarnya pola-pola kepribadian individu yang terkait kuat pada
pola kontrol sosial tradisionalnya, sehingga anggota masyarakat
terutama remanya menghadapi “samarpola” (ketidaktaatan pada pola)
untuk menentukan perilakunya.

Masalah sebab-sebab kejahatan selalu merupakan persoalan yang sangat


menarik. Berbagi teori yang menyangkut sebab kejahatan telah diajukan
oleh para ahli dari berbagai disiplin dan bidang ilmu pengetahuan. Namun,
sampai dewasa ini masih belum juga ada satu jawaban penyelesaian yang
memuaskan. Meskipun demikian,para ahli belum bisa menemukan faktor
lingkungan apa den bagaimana, yang menjadi sebab yang pasti daripada
terjadinya kejahatan, bahwa kriminologi saat ini belum sampai
memungkinkan untuk dengan tegas menentukan sebab-sebab orng
melakukan pelanggaran norma hukum (berbuat kejahatan). Tingkat
pengetahuan kriminologi dewasa ini masih dalam taraf mencari, melalui
penelitian dan penyusunan teori.
Contoh Kasus Kriminologi
Pembunuhan

Remaja berinisial NF (15) menyerahkan diri kepada polisi dan mengaku telah
membunuh seorang anak berusia lima tahun yang merupakan tetangganya. Kejadian
diperkirakan berlangsung pada Kamis (5/3/2020) sore. Kejadian bermula saat NF
mengajak korban bermain pada Kamis sore. NF kemudian meminta korban mengambil
mainan yang sengaja ditaruhnya di kamar mandi. Setelah korban di kamar mandi,
pelaku melakukan aksinya. Korban ditenggelamkan di bak mandi berkali-kali hingga
lemas. Tak sampai di situ, pelaku juga melukai leher korban hingga mengeluarkan
banyak darah. Setelah korban tak sadarkan diri, pelaku mengangkat dan
menidurkannya. Awalnya mayat korban akan dibuang. Berhubung hari sudah sore,
mayat kemudian disembunyikan di lemari.

Keesokan harinya pelaku berangkat ke sekolah seperti biasa. Namun di tengah


jalan pelaku kembali ke rumah kemudian menyerahkan diri ke polisi. Polsek Sawah
Besar yang menerima laporan kemudian bergegas ke rumah pelaku dan menemukan
mayat di lemari pakaiannya. Saat diperiksa pelaku mengaku membunuh karena
terinspirasi film berbau pembunuhan yang pernah dilihat. Saat diperiksa polisi, NF tak
sedikit pun menyatakan penyesalan. Bahkan pelaku merasa puas setelah melakukan
pembunuhan. Polisi masih mendalami kasus pembunuhan dengan pelaku anak di
bawah umur ini dan akan melakukan pemeriksaan kejiwaan pelaku.
BAB III
PENUTUP

Kriminologi berasal dari bahasa latin, yaitu crimen dan logos. Kriminologi dapat
didefinisikan sebagai studi sistematis tentang sifat, jenis, penyebab, dan pengendalian
dari perilaku kejahatan, penyimpangan, kenakalan, serta pelanggaran hukum.
Kriminologi adalah ilmu sosial terapan di mana kriminolog bekerja untuk membangun
pengetahuan tentang kejahatan dan pengendaliannya berdasarkan penelitian empiris.

Kriminologi jelas berkaitan dengan kejahatan. Seperti hal lain, kejahatan dapat
didefinisikan dalam beberapa cara, dan beberapa ahli telah menyarankan bahwa
setidaknya terdapat empat perspektif definisional yang dapat ditemukan dalam
kriminologi yaitu: Legalistik, Sudut pandang politik, Sosiologis, dan Psikologis.
Mereka yang menganut sudut pandang ini mengatakan bahwa kejahatan adalah definisi
dari perilaku manusia yang diciptakan oleh pihak yang berwenang yang terorganisir
secara politik.

Dengan demikian, Perspektif politik mendefinisikan kejahatan dalam hal struktur


kekuasaan yang ada dalam masyarakat. Penganut perspektif ketiga yaitu sosiologis.
melihat kejahatan sebagai tindakan antisosial bahwa represinya diperlukan atau
seharusnya diperlukan untuk pelestarian sistem masyarakat yang ada.

Kriminologi teoretis, subbidang kriminologi umum, adalah jenis kriminologi yang


paling sering ditemukan di perguruan tinggi dan universitas. Kejahatan tidak terjadi
dalam ruang hampa. Kejahatan mempengaruhi beberapa orang lebih yang memiliki
dampak khusus pada mereka yang merupakan peserta langsung dalam tindakan itu
sendiri. Kejahatan bukan sebagai aktivitas individu yang terisolasi tetapi sebagai
peristiwa sosial.

dari sudut pandang hukum (a crime from the legal point of view). Batasan kejahatan
dari sudut pandang ini adalah setiap tingkah laku yang melanggar hukum pidana.
Mekanisme peradilan pidana tersebut meliputi aktivitas yang bertahap dimulai dari
penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelaksanaan putusan
hakim yang dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan. Proses yang bekerja secara
berurutan tersebut pada dasarnya menuju pada suatu tujuan bersama yang dikehendaki.
Korban dalam hal ini sebagi pihak langsung yang mengalam penderitaan akibat dari
terjadinya tindak pidana, dapat menyebabkan atau menciptakan situasi dan kondisi
yang menulitkan bagi korban untuk kembali hidup sebagai warga masyarakat seperti
sedia kala. d.Karena dugaan adanya progam pendampingan dan pelayanan tersebut,
korban akan terbantu untuk keluar dari penderitaannya. Tindak pidana dalam hal ini
kejahatan dapat terjadi karena ada pihak yang berperan, sadar atau tidak sadar,
dikehendaki atau tidak, sebagai korban dalam hal ini korban persekusi.
DAFTAR PUSTAKA

Effrey H. Reiman, The Rich Get Richer and the Poor Get Prison, 4th ed. (Boston:
Allyn & Bacon, 1997)..

Frank Schmalleger, Criminology Today An Integrative Introduction, (Rachel Collett,


2009).

Piers Beirne, Inventing Criminology (Albany: State University of New York Press,
1993).

Charles F. Wellford, “Controlling Crime and Achieving Justice: The American


Society of Criminology 1996 Presidential Address,” Criminology, Vol. 35,
No. 1 (1997).

James F. Gilsinan, “They Is Clowning Tough: 911 and the Social Construction of
Reality,” Criminology, Vol. 27, No. 2 (May 1989).

Joan McCord, “Family Relationships, Juvenile Delinquency, and Adult Criminality,”


Criminology, Vol. 29, No. 3 (August 1991).

Anda mungkin juga menyukai