Anda di halaman 1dari 29

TUGAS MAKALAH

KRIMINOLOGI DAN HUKUM PIDANA

Dosen Pengampu:

Dr. FUAD NUR, S.H., M.H.

OLEH:
Ahmad Adrian (H1A123248)
Adittya Ramadhan (H1A123)
Adjmainrestu (H1A123)
Adnan Taufiqi (H1A123)
KELAS B

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023

1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini kita sering mendegar dan melihat sejumlah berita di televisi yang
menayangkan peristiwa-peristiwa kejahatan yang terjadi di masyarakat. Kejahatan-
kejahatan yang dilakukan beragam jenis dan beragam modus operandinya. Masalah
kejahatan merupakan masalah yang abadi dalam kehidupan umat manusia, karena
ia berkembang sesuai dengan perkembangan tingkat peradaban umat manusia.
Artinya sejak berabad-abad tahun yang lalu kejahatan sudah dikenal dan menjadi
bagian dalam hidup manusia itu sendiri sebagai bentuk usaha manusia untuk
mempertahankan hidupnya dan usaha untuk mencapai tujuan tertentu bagi
sekelompok orang maupun perorangan.
Kejahatan yang terjadi dalam masyarakat berkembang seiring dengan
perkembangan masyarakat itu sendiri. Terjadinya kejahatan bukan semata-mata
perbuatan yang ditentang masyarakat akan tetapi adanya dorongan dari pelaku
untuk melakukan perbuatan yang ditentang oleh masyarakat tersebut. Lebih dari
dua pertiga kejadian pembunuhan dan penganiayaan berat didahului adanya
hubungan antara pelaku dengan korban dalam kejadian tersebut sebelum
berlangsung kejahatan. Artinya tidak semua pelaku kejahatan pembunuhan dan
penganiayaan berat begitu saja melakukan kejahatan tersebut, namun juga ada
peran yang berupa dorongan (provokasi) dari korban yang dapat memancing
amarah pelaku kejahatan sehingga terjadilah kejahatan tersebut

Kejahatan yang terjadi dalam masyarakat disebabkan oleh berbagai macam


faktor. Faktor-faktor yang menjadi penyebab kejahatan antara lain:

1. Mengendornya ikatan sosial dan keluarga.

2. Masyarakat pada umumnya bertambah berat beban hidupnya. Bisa juga


dikarenakan beban ekonomi yang semakin menghimpit, hingga pada titik
tertentu mereka mengalami “stuck / hang” dan otak manusia tidak lagi mampu
berpikiran secara jernih.
3. Kekuatan religi atau agamis pada pribadi tidak lagi kuat melekat.

2
4. Faktor memanfaatkan keadaan dimana memanfaatkan beberapa kasus
kriminalitas yang terlihat tidak bisa dipecahkan oleh pihak yang bersangkutan,
maka kecenderungan untuk meniru dengan harapan dapat mengkambing
hitamkan kesalahan kepada orang lain nantinya bisa terjadi.Kejahatan yang
terjadi dalam masyarakat itu misalnya: pencurian, pemerkosaan, pembunuhan
dan lain sebagainya. Pembunuhan adalah bentuk dari kejahatan terhadap
nyawa manusia berupa menghilangkan nyawa orang lain.
Menghilangkan nyawa orang lain merupakan suatu bentuk kejahatan karena
sudah sejak dahulu nyawa manusia merupakan satu hal yang terpenting dan harus
dilindungi. Sehingga tidak seorangpun mempunyai hak untuk menghilangkan
nyawa orang lain apapun alasannya. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup, hal
tersebut secara tegas dinyatakan dalam pasal 28A Undang-undang Dasar negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang mempunyai
hak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya. Oleh karena itu
perlu adanya penghormatan tentang hal tersebut

Perbuatan masyarakat yang dapat merugikan kepentingan umum di sebutdengan


tindak pidana, yang mana segala perbuatan tersebut memiliki hukum yangmengatur
dari tindakan tersebut.
Di pasal 1 ayat (1) KUHP: “Tiada suatu perbuatan dapat di pidana, kecuali
ataskekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum
perbuatan dilakukan”
Dalam bahasa Latin:
”Nullum delictum nulla poena sine praevia legi poenali”, yangdapat diartikan harfiah
dalam bahasa Indonesia dengan: ”
Tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya”.
Sering juga dipakai istilahLatin:
”Nullum crimen sine lege stricta, yang dapat diartikan dengan: ”Tidak adadelik tanpa
ketentuan yang tegas”

Hukum yang diciptakan manusia mempunyai keadaan teratur, aman, dan


tertib, demikian juga hukum pidana yang merupakan salah satu hukum yang dibuat

3
oleh manusia mempunyai fungsi, fungsi umum dari hukum pidana sama dengan
fungsi hukum lainya ialah mengatur hidup kemasyarakatan dan menyelenggarakan
tata hidup didalam masyarakat. Fungsi khusus dari hukum pidana adalah
melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak merusaknya
dengan sanksi berupa pidana.

Pokok diadakannya hukum pidana ialah untuk melindungi


kepentingankepentingan masyarakat sebagai kelektivietit dari perbuatan-perbuatan
yang mengancamnya atau bahkan merugikannya baik itu datang dari perseorangan
maupun kelompok atau organisasi. Secara umum kriminologi adalah ilmu yang
mempelajari kejahatan dari sudut pandang pelaku kejahatan, atau dengan kata lain
dapat disebut ilmu yang mempelajari sebab akibat mengapa terjadi kejahatan. Ilmu
kriminologi lebih menggunakan analisis dan fenomena kejahatan pada pelaku
kriminalitas. Kejahatan atau kriminalitas biasanya disebabkan oleh penyimpangan
yang dilakukan oleh masyarakat yang mana mereka dianggap ganjil, berbahaya,
asing,kasar dan lainnya yang merujuk pada perilaku kurang wajar yang dianut
masyarakat lain. Halhal yang dilakukan secara negatif dan berakibat pada kerugian
yang harus ditanggung pemerintah ataupun individu merupakan bentuk dari
kejahatan kriminal.

Laporan masyarakat menjadi tolok ukur bahwa terdapat keresahan yang ada
didalam masyarakat karena kriminalitas yang terjadi, walaupun tidak harus ada
laporan dari masyarakat untuk menyimpulkan bahwa suatu tindakan itu dinamakan
kriminalitas, seperti pada kejahatan terhadap nyawa tidak perlu adanya laporan
terlebih dahulu untuk memprosesnya pada jalur hukum. Pandangan legal murni
tentang kejahatan mendefinisikan kejahatan sebagai pelanggaran terhadap hukum
pidana.

Betapa pun keji dan tidak bisa diterimanya suatu perbuatan secara oral, itu
bukan kejahatan kecuali dinyatakan demikian oleh hukum pidana. Vernon Fox
mengemukakan ,”Kejahatan adalah sebuah peristiwa sosial politik, bukan sebuah
kondisi klinis. Kejahatan bukan kondisi klinis atau medis yang bisa didiagnosis dan
dirawat secara khusus”.Dalam pandangan ini, yang secara teknis benar, jika tidak
secara tegas dilarang oleh hukum pidana maka suatu perbuatan bukan kejahatan.

4
Tentu saja yang demikian sesuai dengan asas legalitas hukum yang boleh
dikatakan sebagai tiang penyangga hukum pidana. Asas ini tersirat dalam Pasal 1
KUHP yang dirumuskan demikian:

(1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana
dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.
(2) Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundangundangan,
dipakai yang paling ringan bagi terdakwa.
Tindakan pidana tidak lepas dari siapa yang melakukan (penjahat/pelaku).

Mengenai pertanyaan yang kelihatannya paling mudah “Siapakah penjahat itu?”


banyak yang akan berpendapat bahwa residivis kawakan yang berulang kali divonis
bersalah adalah penjahat.Sekecil apapun tindakan pidana yang dilakukan oleh
seorang pelaku kejahatan dapat juga disebut penjahat, seperti pada penelitian yang
akan dilakukan oleh penulis yaitu tentang vandalisme berupa grafaiti atau dengan
kata lain corat-coret sarana dan prasarana umum. Vandalisme melibatkan
penghancuran sengaja properti tanpa sepengetahuan pemilik atau agen
pemilik.Istilah ini berasal dari kata Vandal, sebuah suku barbar Teutonik yang
memorak-porandakan Roma pada abad kelima, yang tanpa keperluan apapun
menghacurkan banyak karya seni yang tak ternilai.Vandalisme sembarangan
mencakup aksi-aksi destruktif yang tidak punya tujuan dan tidak menghasilkan
keuntungan moneter. Inilah aksi vandalism yang paling
lazim, penghancuran “tidak jelas” yang dilakukan remaja “untuk senang
senang”.Vandalisme predatoris mencakup aksi-aksi destruktif demi keuntungan,
seperti “mengacak-acak” atau menghancurkan mesin penjualan untuk mencuri
isinya.

Kebanyakan aksi vandalisme sembarangan dilakukan oleh remaja, yang


menganggap aksi itu adalah perluasan aktivitas bermain, “membuang-buang waktu”,
atau “perayaan heboh”. A. L. Wide mendeskripsikan pola tipikal vandalism yang
meliputi:

● Menghabiskan waktu, menunggu sesuatu terjadi;

● Gerak isyarat mengamat-amati awal oleh salah seorang anggota;


5
● Saling ajak dengan orang lain untuk ikut serta;

● Eskalasi perilaku destruktif dari kerusakan property kecil ke yang lebih besar, ●
Perasaan bersalah dan menyesal setelah kejadian bercampur kesenangan

Karena melakukan sesuatu yang “nakal”.Pandangan masyarakat pada suatu


bentuk gambar atau tulisan-tulisan yang biasanya terdapat pada dinding-dinding di
area umum sangat beragam, ada dari mereka yang beranggapan baik apabila dibuat
apabila mempunyai nilai estetika dan yang lebih penting adalah keberadaannya legal
melalui perizinan yang sah. Namun juga terdapat juga pandangan yang tidak
menyetujui argument tersebut, bagaimanapun mencoret-coret apa yang ada pada
sarana dan prasarana umum merupakan kesalahan atau kejahatan apabila tidak
melalui cara legal atau tidak berizin. Karena yang demikian memiliki arti merusak
apa yang telah ada dan disediakan oleh pemeritah guna membantu keberlangsungan
hidup atau memudahkan masyarakat dalam melakukan kegiatan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu kriminologi?

2. Apa itu Hukum Pidana?

3. Apa saja persfektif dalam kriminologi?

4. Bagaimana teori yang ada dalam kriminalogi ?

5. Bagaimana konteks sosial kejahatan dalam kriminalogi ?

6. Keterkaitan Kriminologi dan Hukum pidana?

6
C. Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui apa itu kriminologi.

2. Untuk mengetahui apa itu Hukum pidana.

3. Untuk mengetahui persfektif dalam kriminologi.

4. Untuk mengetahui teori yang ada dalam kriminologi.


5. untuk mengetahui konteks sosial kejahatan dalam kriminologi.

6. Untuk mengetahui keterkaitan antara Kriminologi dan Hukum pidana.

7
BAB II PEMBAHASAN

A. Kriminologi

Kriminologi berasal dari bahasa latin, yaitu crimen dan logos. Crimen
berarti kejahatan, sementara logos berarti ilmu. Dengan demikian, secara
harfiah, kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan, atau lebih
tepatnya kriminologi mempelajari segala aspek tentang kejahatan. Kata
“kriminologi” pertama kali digunakan oleh antropolog Perancis bernama Paul
Topinard (1830-1911) yang meneliti dengan pendekatan antropologi fisik
bagaimana bentuk tubuh mempengaruhi seseorang untuk berbuat jahat.

Kriminologi dapat didefinisikan sebagai studi sistematis tentang sifat,


jenis, penyebab, dan pengendalian dari perilaku kejahatan, penyimpangan,
kenakalan, serta pelanggaran hukum. Kriminologi adalah ilmu sosial terapan
di mana kriminolog bekerja untuk membangun pengetahuan tentang
kejahatan dan pengendaliannya berdasarkan penelitian empiris. Penelitian ini
membentuk dasar untuk pemahaman, penjelasan, prediksi, pencegahan, dan
kebijakan dalam sistem peradilan pidana.

B. Hukum Pidana

Hukum pidana itu ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran -


pelanggaran dankejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan
mana diancam denganhukuman yang merupakan suatu penderitaan atau
siksaan.Dari definisi tersebut di atas tadi dapatlah kita mengambil kesimpulan,
bahwa HukumPidana itu bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-
norma yang baru,melainkan hanya mengatur tentang pelanggaran-
pelanggaran dan kejahatan-kejahatanterhadap norma-norma hukum yang
mengenai kepentingan umum.

Hukum Pidana dapat dibagi sebagai berikut:


1) Hukum Pidana Objektif (lus Punale), yang dapat dibagi ke dalam:
1.Hukum Pidana Materil

8
2.Hukum Pidana Formil (Hukum Acara Pidana).

2) Hukum Pidana Subjektif (ius Puniendi).


3) Hukum Pidana Umum.
4) Hukum Pidana Khusus, yang dapat dibagi lagi ke dalam:
1.Hukum Pidana Militer.
2.Hukum Pidana Pajak (Fiskal)

Hukum Pidana Objektif (Ius Punale) ialah semua peraturan yang


mengandungkeharusan atau larangan, terhadap pelanggaran mana yang
diancam dengan hukumanyang bersifat siksaan.
 Hukum Pidana Objektif dibagi dalam Hukum Pidana Materil dan
HukumPidana Formil:
 Hukum Pidana Materiil ialah peraturan-peraturan yang menegaskan:

(1) Perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum.

(2) Siapa yang dapat dihukum.

(3) Dengan hukuman apa menghukum seseorang.

Hukuman Pidana Materiil mengatur perumusan dari kejahatan dan


pelanggaran sertasyarat-syarat bila seseorang dapat dihukum. Jadi Hukuman
Pidana Materiil
mengatur perumusan dari kejahatan dan pelanggaran serta syarat-
syarat bila seseorang dapat dihukum.
Hukum Pidana Materiil membedakan adanya:
(a) Hukum Pidana Umum.
(b) Hukum Pidana Khusus, misalnya Hukum Pidana Pajak (seorang yang
tidakmembayar pajak kendaraan bermotor, hukumannya tidak terdapat dalam
Hukum Pidana Umum, akan tetapi diatur tersendiri dalam Undang-undang
(Pidana Pajak).

9
Hukum Pidana Formil ialah hukum yang mengatur cara-cara menghukum
seseorangyang melanggar peraturan pidana (merupakan pelaksanaan dari
Hukum PidanaMateriil).

Dapat juga dikatakan bahwa Hukum Pidana Formil atau Hukum Acara
Pidanamemuat peraturan-peraturan tentang bagaimana memelihara atau
mempertahankan Hukum Pidana Materiil, dan karena memuat cara-cara
untuk menghukum seseorangyang melanggar peraturan pidana, maka hukum
ini dinamakan juga Hukum Acara Pidana.

Hukum Acara Pidana terkumpul/diatur dalam Reglemen Indonesia yang


dibaruidisingkat dahulu RIB (Herziene Inlandsche Reglement — HIR)
sekarang diaturdalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Tahun 1981.

Hukum Pidana Subjektif (Ius Puniendi), ialah hak Negara atau alat-alat
untukmenghukum berdasarkan Hukum Pidana Objektif.
Pada hakikatnya Hukum Pidana Objektif itu membatasi hak Negara
untukmenghukum. Hukum Pidana Subjektif ini baru ada, setelah ada
peraturan-peraturandari Hukum Pidana Objektif terlebih dahulu.

Dalam hubungan ini tersimpul kekuasaan untuk dipergunakan oleh Negara,


yang berarti, bahwa tiap orang dilarang untuk mengambil tindakan sendiri dal
ammenyelesaikan tindak pidana (perbuatan melanggar hukum = delik).

Hukum Pidana Umum ialah Hukum Pidana yang berlaku terhadap setiap
penduduk (berlaku terhadap siapa pun juga di seluruh Indonesia) kecuali
anggota ketentaraan.

Hukum Pidana Khusus ialah Hukum Pidana yang berlaku khusus untuk
orang-orang yang tertentu.

10
Semua hukum pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan suatu keadaan
dalam pergaulan hidup bermasyarakat, baik dalam lingkungan yang kecil mau
pun
dalam lingkungan yang lebih besar, agar di dalamnya terdapat suatu epastian
hukum danketertiban hukum. Dalam hukum pidana menunjukkan suatu
perbedaan dari hukumyang lain pada umumnya yaitu bahwa di dalamnya
orang mengenal adanya suatukesengajaan untuk memberikan suatu akibat
hukum berupa suatu penderitaan
yang bersifat khusus dalam bentuk suatu hukuman kepada mereka yang telah
melakukansuatu pelanggaran terhadap keharusan-keharusan atau larangan-
larangan yang telahditentukan di dalamnya. Adanya suatu penderitaan khusus
dalam bentuk pidana itusudah pasti tidak dapat dihindarkan di dalam bagian-
bagian yang lain dari
hukum pada umumnya, yaitu apabila orang menginginkan agar norma-
norma yang terdapatdi dalamnya benar-benar akan ditaati oleh orang.
Dengan demikian, hukum pidanamendapatkan tempat tersendiri diantara
hukum-hukum yang
lain,yangmenurut pendapat para sarjana, hendaknya hukum pidana tersebut
hendaknya dipandangsebagai suatu ultimum remedium atau sebagai upaya
terakhir untuk memperbaikikelakuan manusia, setelah upaya-upaya lain yang
ditempuh seperti melalui sanksiadministratif atau sanksi perdata belum
mencakupi tujuan masyarakat yang dicita-citakan dan penerpannya haruslah
disertai dengan pembatasan-pembatasan yangseketat mungkin. Ultimum
remedium haruslah diartikan sebagai alat bukan sebagaialat untuk
memulihkan ketidakadilan atau untuk memulihkan kerugian akan
tetapisebagai alat untuk memulihkan keadaan yang tidak tentram di dalam
masyarakat,apabila terjadi ketidakadilan tersebut tidak dilakukan sesuatu,
maka hal tersebut dapatmenyebabkan orang main hakim sendiri.

Tujuan Hukum Pidana


 Untuk melindungi suatu kepentingan orang atau perseorangan (hak
asasimanusia) untuk melindungi kepentingan suatu masyarakat dan negara

11
dengansuatu perimbangan yang serasi dari suatu tindakan yang
tercela/kejahatan disatu pihak dari tindak-tindakan perbuatan yang
melanggar yang merugiakandilain pihak.
 Untuk membuat orang yang ingin melakukan kejahatan atau perbuatan
yangtidak baik akan menjadi takut untuk melakukan perbuatan tersebut.
 Untuk mendidik seseorang yang melakukan perbuatan yang melanggar
agartidak melakukan lagi, dan agar diterima kembali dilingkungan
masyarakat.
 Mencegah akan terjadinya gejala-gejala sosial yang tidak sehat atau
yangmelakukan perbuatan yang dilanggar, dan hukuman untuk orang yang
sudahterlanjur berbuat tidak baik.

Sistematika Hukum Pidana KUHP atau Kitab Undang-undang Hukum


Pidana
adalah kitab undang-undanghukum yang berlaku sebagai dasar hukum di
Indonesia. KUHP merupakan bagianhukum politik yang berlaku di Indonesia,
dan terbagi menjadi dua bagian:
hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Semua hal yang berkaitan de
ngan hukum pidana materiil adalah tentang tindak pidana, pelaku tindak pidan
a dan pidana(sanksi). Sedangkan, hukum pidana formil adalah hukum yang
mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana materil.

Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :


1.Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
2.Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
3.Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana
khusus yangdibuat setelah kemerdekaan antara lain :
1.UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
2.UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.

12
3.UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. Dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai
Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960
Tentang PeraturanDasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang
Perindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan
sebagainya.

ASAS ASAS HUKUM PIDANA


Asas-asas hukum pidana menurut tempat :
a.Asas Teritorial.
b.Asas Personal (nasional aktif).
c.Asas Perlindungan (nasional pasif)
d.Asas Universal

a. Asas Teritorial

Asas ini diatur juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu
dalam pasal 2 KUHP yang menyatakan : “Ketentuan pidana dalam perundang-
undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan suatu
tindak pidana di Indonesia”.
Perluasan dari Asas Teritorialitas
diatur dalam pasal 3 KUHP yang menyatakan:“Ketentuan
pidana perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap
orang yangdi luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana didalan
kendaraan air atau pesawat udara Indonesia”.

Tujuan dari pasal ini adalah supaya perbuatan pidana yang terjadi di dalam
kapal
atau pesawat terbang yang berada di perairan bebas atau berada di wilayah
udara bebas,tidak termasuk wilayah territorial suatu Negara, sehingga ada
yang mengadili apabilaterjadi suatu perbuatan pidana.

13
b. Asas Personal (Nasionaliteit aktif)

yakni apabila warganegara Indonesia melakukan ke-jahatan meskipun terjadi


di luarIndonesia, pelakunya dapat dikenakan hukum pidana Indonesia, apabila
pelakukejahatan yang hanya dapat dikenakan hukum pidana
Indonesia— sedangkan perbuatan pidana yang dilakukan warganegara Indones
ia di negara asing yang telahmenghapus hukuman mati, maka hukuman mati
tidak dapat dikenakan pada pelakukejahatan itu, hal ini diatur dalam pasal 6
KUHP.
c. Asas Perlindungan (Nasional Pasif)

Tolak pangkal pemikiran dari asas perlindungan adalah bahwa setiap negara
yang berdaulat wajib melindungi kepentingan hukumnya atau kepentingan nasi
onalnya.Ciri utamanya adalah Subjeknya berupa setiap orang tidak terbatas
pada warga negarasaja, selain itu tidak tergantung pada tempat, ia merupakan
tindakan-tindakan yangdirasakan sangat merugikan kepentingan nasional
indonesia yang karenanya harusdilindungi. Kepentingan nasional tersebut ialah:

1.Keselamatan kepala/wakil Negara RI, keutuhan dan keamanan negara


serta pemerintah yang sah, keamanan penyerahan barang, angkatan perang RI
padawaktu perang, keamanan Martabat kepala negara RI;
2. Keamanan ideologi negara, pancasila dan haluan Negara;
3.Keamanan perekonomian;
4.Keamanan uang Negara, nilai-nilai dari surat-surat yang dikeluarkan RI;
5.Keamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan

d. Asas Universal
Asas universal adalah asas yang menyatakan setiap orang yang melakukan
perbuatan pidanan dapat dituntut undang-
undang hukum pidana Indonesia di luar wilayah Negara untuk
kepentingan hukum bagi seluruh dunia. Asa ini melihat

14
hukum pidanan berlaku umum, melampaui batas ruang wilayah dan orang, yan
g dilindungi disiniialah kepentingan dunia. Jenis kejahatan yang dicantumkan
pidanan menurut asas ini sangat berbahaya tidak hanya dilihat dari
kepentingan Indonesia tetapi jugakepentingan dunia. Secara universal
kejahatan ini perlu dicegah dan diberantas.Asas-asas Hukum Pidana Menurut
Tempat :

e. Asas Legalitas
Secara Hukum Asas legaliatas terdapat di pasal 1 ayat (1) KUHP: “Tiada suatu
perbuatan dapat di pidana, kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perund
ang-
undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan”
Dalam bahasa Latin:

”Nullum delictum nulla poena sine praevia legi poenali” , yang dapat
diartikan harfiah dalam bahasa Indonesia dengan: ”Tidak ada delik ,tidak ada
pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya” . Sering juga
dipakai istilahLatin:”Nullum crimen sine lege stricta
, yang dapat diartikan dengan: ”Tidak adadelik tanpa ketentuan yang tegas”.
Moelyatno menulis bahwa asas legalitas itu mengandung tiga pengertian :
1.Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau halitu
terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.
2.Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakananalogi
(kiyas).
3.Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.
f. Asas transitoir
Adalah asas yang menentukan berlakunya suatu aturan hukum pidana dalam
halterjadi atau ada perubahan undang-undang
g. Asas retroaktif
Asas retroaktif ialah suatu asas hukum dapat diberlakukan surut. Artinya
hukum
yang baru dibuat dapat diberlakukan untuk perbuatan pidana yang terjadi pada

15
masa lalu seoanjang hukum tersebut mengatur prtbuatan tersebut, Misalnya
pada pelanggaran HAM Berat.

C. Persfektif Kriminologi

Kriminologi jelas berkaitan dengan kejahatan. Seperti hal lain,


kejahatan dapat didefinisikan dalam beberapa cara, dan beberapa ahli telah
menyarankan bahwa setidaknya terdapat empat perspektif definisional yang
dapat ditemukan dalam kriminologi yaitu: Legalistik, Sudut pandang politik,
Sosiologis, dan Psikologis. Dilihat dari perspektif legalistik, kejahatan adalah
perilaku manusia yang melanggar hukum pidana dalam suatu negara,
pemerintah federal, atau hukum yang tanpa membatasi bentuk perilaku
tertentu, tidak dapat menjadi kejahatan yurisdiksi lokal yang memiliki
kekuatan untuk membuat hukum seperti itu tanpa undang-undang yang
membatasi bentuk perilaku tertentu, maka tidak boleh ada kejahatan, tidak
peduli seberapa menyimpang perilaku tersebut.

Perspektif kedua tentang kejahatan adalah perspektif politik, di mana


kejahatan adalah hasil dari kriteria yang telah dibangun ke dalam
undangundang oleh kelompok-kelompok kuat dan kemudian digunakan untuk
melabeli bentuk-bentuk perilaku yang tidak diinginkan sebagai ilegal. Mereka
yang menganut sudut pandang ini mengatakan bahwa kejahatan adalah
definisi dari perilaku manusia yang diciptakan oleh pihak yang berwenang
yang terorganisir secara politik. Dengan demikian, Perspektif politik
mendefinisikan kejahatan dalam hal struktur kekuasaan yang ada dalam
masyarakat.

Penganut perspektif ketiga yaitu sosiologis. melihat kejahatan sebagai


tindakan antisosial bahwa represinya diperlukan atau seharusnya diperlukan
untuk pelestarian sistem masyarakat yang ada.

Perspektif yang terakhir yaitu psikologis, perspektif ini mengatakan


bahwa kejahatan adalah bentuk penyesuaian sosial yang dapat ditunjuk
sebagai kesulitan yang dimiliki individu dalam bereaksi terhadap rangsangan
dari agar tetap serasi dengan lingkungan itu.

16
D. Teori Kriminologi

Kriminologi teoretis, subbidang kriminologi umum, adalah jenis


kriminologi yang paling sering ditemukan di perguruan tinggi dan universitas.
Teori ini sekadar menggambarkan kejahatan dan kejadiannya, mengajukan
penjelasan untuk perilaku kriminal. Don M. Gottfredson, mantan presiden dari
ASC, mengamati, Teori dalam kriminologi cenderung tidak jelas dalam hal
umum yang dapat dibenarkan. Ketika kita mempertimbangkan berbagai
perilaku yang dianggap sebagai kriminal dari pembunuhan hingga
penggunaan narkoba hingga kejahatan kerah putih hingga kejahatan sosial
media itu sepertinya sulit membayangkan satu teori yang bisa menjelaskan
semuanya atau bahkan mungkin menjelaskan jenis perilaku yang bervariasi.
Namun, banyak pendekatan teoretis masa lalu yang menyebabkan kejahatan
yang unik ketika mencoba untuk menjadi semua inklusif; yaitu, pendekatan-
pendekatan itu mengajukan satu identitas tunggal yang dapat diidentifikasi
sumber untuk semua perilaku menyimpang.

E. Konteks Sosial Kejahatan

Kejahatan tidak terjadi dalam ruang hampa. Setiap kejahatan memiliki


keunikan mulai dari serangkaian penyebab, konsekuensi, dan partisipan.
Kejahatan mempengaruhi beberapa orang lebih yang memiliki dampak khusus
pada mereka yang merupakan peserta langsung dalam tindakan itu sendiri.
Kejahatan pada umumnya menimbulkan reaksi dari para korbannya, dari
kelompok masyarakat yang peduli, dari sistem peradilan pidana, dan
kadangkadang dari masyarakat sebagai keseluruhan, yang memanifestasikan
keprihatinannya melalui penciptaan aturan sosial.

1. Penyebab Dan Konsekuensi Dari Peristiwa Kriminal

Kejahatan bukan sebagai aktivitas individu yang terisolasi tetapi


sebagai peristiwa sosial. Kejahatan adalah konstruksi sosial bukan sesuatu

17
hal untuk mengurangi dampak dari pengalaman viktimisasi yang dialami
terlalu banyak orang dalam masyarakat.penyebab kejahatan dari aspek
sosiologis tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori umum, yaitu : 1.
Anomie (ketiadaan norma) atau Strain (keterangan) 2. Cultural Deviance
(penyimpangan budaya) 3. Social Control (control sosial)

2. Pelaku Kejahatan

Dalam bukunya, definisi kejahatan ke dalam dua sudut pandang.


Pertama, dari sudut pandang hukum (a crime from the legal point of
view). Batasan kejahatan dari sudut pandang ini adalah setiap tingkah
laku yang melanggar hukum pidana. Bagaimanapun jeleknya suatu
perbuatan sepanjang perbuatan itu tidak dilarang di dalam perundang-
undangan pidana, perbuatan itu tetap sebagai perbuatan yang bukan
kejahatan. Kedua, dari sudut pandang masyarakat (a crime from the
sociological point of view). Batasan kejahatan dari sudut pandang ini
adalah setiap perbuatan yang melanggar norma-norma yang masih hidup
di dalam masyarakat.

3. Kejahatan dan Sistem Peradilan Pidana

Peradilan pidana dapat diartikan sebagai suatu proses bekerjanya


beberapa lembaga penegak hukum. Mekanisme peradilan pidana tersebut
meliputi aktivitas yang bertahap dimulai dari penyidikan, penuntutan,
pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelaksanaan putusan hakim yang
dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan. Proses yang bekerja secara
berurutan tersebut pada dasarnya menuju pada suatu tujuan bersama
yang dikehendaki. Keseluruhan proses itu bekerja di dalam suatu sistem,
sehingga masing-masing lembaga itu merupakan subsistem yang saling
berhubungan dan pengaruh mempengaruhi antara satu dengan yang lain.
Jadi fragmentasi dalam arti masing-masing subsistem bekerja sendiri-
sendiri dan tidak memperhatikan antar hubungan diantara sub-subsistem

18
yang ada harus dihindari bilamana diinginkan suatu sistem peradilan
pidana yang efektif.

4. Kejahatan dan Korban

Korban dalam hal ini sebagi pihak langsung yang mengalam


penderitaan akibat dari terjadinya tindak pidana, dapat menyebabkan atau
menciptakan situasi dan kondisi yang menulitkan bagi korban untuk
kembali hidup sebagai warga masyarakat seperti sedia kala. Dalam hal ini
korban membutuhkan pendampingan dan pelayanan untuk dapat kelaur
dari kesulitannya tersebut. Argumentasi perlunya pendampingan dan
pelayanan terhadap korban itu adalah:

a. Karena SPP (Sistem Peradilan Pidana) telah memperlakukan korban


secara tidak profesional bahkan cenderung mengeksploiter
b. Karena tindakan pelaku menimbulkan penderitaan pada korban

c. Memberikan manfaat pada nirokrasi SPP (Sistem Peradilan Pidana),


aparat terbantu dengan korban, dan korban akan membantu kaena
telah diberi pendampingan dan pelayanan
d. Karena dugaan adanya progam pendampingan dan pelayanan tersebut,
korban akan terbantu untuk keluar dari penderitaannya.
e. Karena seringkali masyarakat dengan stigmanya, menempatkan korban
dalam posisi yang semakin menambah penderitaan korban Bagi korban,
mendapatkan pendampingan dan pelayanan akan memberikan keadilan
substantif bukan hanya sekedar keadilan prosedural.

Pemaparan aquo membuktikan korban mempunyai peranan


fungsional dalam terjadinya tindak pidana. Tindak pidana dalam hal ini
kejahatan dapat terjadi karena ada pihak yang berperan, sadar atau tidak
sadar, dikehendaki atau tidak, sebagai korban dalam hal ini korban
persekusi. Pada dasarnya tidak ada orang menghendaki dirinya dijadikan
sasaran kejahatan, tetapi karena keadaan yang ada pada korban atau
karena sikap dan perilakunyalah ia dapat mendorong pelaksanaan niat

19
jahat pelaku, sama hal nya dengan persekusi, persekusi juga tidak
dikehendaki oleh korban, tetapi aksi yang dilakukan oleh korban sering kali
menjadi reaksi bagi sekelompok masyarakat dan akhirnya terjadilah
persekusi.

5. Faktor Kejahatan

Menurut walter Lunden. faktor-faktor yang berperan dan gejala yang


dihadapi Negara-negara berkembang saat ini dalam timbulnya kejahatan,
adalah sebagai berikut :

a. Gelombang urbanisai remaja dari desa kekota-kota jumlahnya cukup


besar dan sukar dicegah
b. Terjadi konflik antara norma adat pedesaan tradisonal dengan
normanorma baru yang tumbuh dalam proses penggeseran sosial yang
cepat, terutama di kota-kota besar
c. Memudarnya pola-pola kepribadian individu yang terkait kuat pada pola
kontrol sosial tradisionalnya, sehingga anggota masyarakat terutama
remanya menghadapi “samarpola” (ketidaktaatan pada pola) untuk
menentukan perilakunya.

Masalah sebab-sebab kejahatan selalu merupakan persoalan yang


sangat menarik. Berbagi teori yang menyangkut sebab kejahatan telah
diajukan oleh para ahli dari berbagai disiplin dan bidang ilmu
pengetahuan. Namun, sampai dewasa ini masih belum juga ada satu
jawaban penyelesaian yang memuaskan. Meskipun demikian,para ahli
belum bisa menemukan faktor lingkungan apa den bagaimana, yang
menjadi sebab yang pasti daripada terjadinya kejahatan, bahwa
kriminologi saat ini belum sampai memungkinkan untuk dengan tegas
menentukan sebab-sebab orng melakukan pelanggaran norma hukum
(berbuat kejahatan). Tingkat pengetahuan kriminologi dewasa ini masih
dalam taraf mencari, melalui penelitian dan penyusunan teori.

20
F. keterkaitan Kriminologi dan Hukum Pidana

Hukum pidana dan kriminologi secara tegas berhubungan langsung dengan


pelaku kejahatan, hukuman dan perlakuannya. Perbuatan jahat itu perlu
diambil tindakan preventif maupun represif dengan tujuan agar penjahat jera
atau tidak mengulangi lagi perbuatannya. Hukum pidana dan kriminologi atas
beberapa pertimbangan merupakan instrument dan sekaligus alat kekuasaan
Negara dalam menjalankan tugas dan wewenangnya memiliki korelasi positif.
Beberapa pertimbangan tersebut antara lain bahwa keduannya (hukuman
pidana dan kriminologi) berpijak pada premis yang sama:

1. Negara merupakan sumber kekuasaan dan seluruh alat perlengkapan


Negara merupakan pelaksanaan dari kekuasaan Negara.

2. Hukuman pidana dan kriminologi memiliki persamaan presepsi bahwa


masyarakat luas adalah bagian dari obyek pengaturan oleh kekuasaan negara
bukan subyek (hukum) yang memiliki kedudukan yang sama dengan Negara.

3. Hukum pidana dan kriminologi masih menempatkan peranan Negara lebih


dominan dari pada peranan individu dalam menciptakan ketertiban dan
keamanan sekaligus sebagai perusak ketertiban dan keamanan itu sendiri.

Secara teorik kedua disiplin ilmu tersebut dapat dikaitkan karena hasil
analisis kriminologi banyak manfaatnya dalam kerangka proses penyidikan atas
terjadinya suatu kejahatan yang bersifat individual, akan tetapi secara praktek
sangat terbatas sekali keterkaitan dan pengaruhnya.
H. Bianchi mengatakan keterkaitan kriminologi dan hukum pidana, bahwa
kriminologi sebagai metascience dari hukum pidana. Kriminologi suatu ilmu
yang lebih luas dari pada hukum pidana, di mana pengertian-pengertiannya
dapat digunakan untuk memperjelas konsep-konsep dan masalah-masalah
yang terdapat dalam hukum pidana. Jelasnya bahwa metascience diatas bukan
hanya pelengkap terhadap hukum pidana bahkan merupakan disiplin yang
utama dari padanya. Karena kejahatan tidak hanya meliputi aspek yuridis dan
21
sisiologi, melainkan pula meliputi kejahatan dalam arti agama dan moral.
Kriminologi adalah suatu ilmu empiris yang ada kaitannya dengan kaidah
hukum. Ilmu tersebut meneliti tentang kejahatan serta proses-proses formal
dan informal dari kriminalisasi maupun dekriminalisasi. Kecuali itu dipelajari
juga keadaan dan golongan-golongan yang menjadi penjahat serta yang
menjadi korban kejahatan, sebab-sebab kejahatan, reaksi-reaksi formal dan
informal terhadap kejahatan maupun pihak-pihak lain yang ada kaitannya
dengan proses kejahatan. Dalam kaitannya dengan dogmatik hukum pidana,
maka kriminologi memberikan kontribusinya dalam menentukan ruang lingkup
kejahatan atau perilaku yang dapat dihukum. Dengan demikian maka hukum
pidana bukanlah merupakan suatu silogisme dari pencegahan, akan tetapi
merupakan suatu jawaban terhadap adanya kejahatan.

Kriminologi (Criminology) atau ilmu kejahatan sebagai disiplin ilmu sosial


atau non-normative discipline yang mempelajari kejahatan dari segi sosial.
Kriminologi disebut sebagai ilmu yang mempelajari manusia dalam
pertentangannya dengan norma-norma sosial tertentu, sehinga kriminologi
juga disebut sebagai sosiologi penjahat. Kriminologi berusaha untuk
memperoleh pengetahuan dan pengertian mengenai gejala sosial di bidang
kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat, atau dengan perkataan lain
mengapa samapai terdakwa melakukan perbuatan jahatnya itu.

Kriminologi menurut Enrico Ferri berusaha untuk memecahkan masalah


kriminalitas dengan telaah positif dan fakta sosial, kejahatan termasuk setiap
perbuatan yang mengancam kolektif dan dari kelompok yang menimbulkan
reaksi pembelaan masyarakat berdasarkan pertimbangannya sendiri.2
Kriminologi mempelajari kejahatan sebagai fenomena sosial sehingga sebagai
perilaku kejahatan tidak terlepas dalam interaksi sosial, artinya kejahatan
menarik perhatian karena pengaruh perbuatan tersebut yang dirasakan dalam
hubungan antara manuasia. Andaikan seseorang yang oleh masyarakatnya
dinyatakan telah berbuat jahat, maka perbuatan seperti itu bila dilakukan

22
terhadap dirinya sendiri -misalnya mengambil barang miliknya untuk dinikmati-
atau perbuatan tersebut dilakukan terhadap hewan-hewan di hutan bebas-
misalnya menganiaya babi hutan yang di tangkapnya maka perbuatan itu tidak
dianggap jahat dan perilaku itu tidak menarik perhatian.

Kriminologi lebih mengutamakan tindakan preventif oleh karena itu selalu


mencari sebab-sebab timbulnya suatu kejahatan baik dibidang ekonomi, sosial,
budaya, hukum serta factor alamiah seseorang, dengan demikian dapat
memberikan break through yang tepat serta hasil yang memuaskan.
Kriminologi lebih banyak menyangkut masalah teori yang dapat mempengaruhi
badan pembentuk undang-undang untuk menciptakan suatu undang-undang
yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat serta mempengaruhi pula hakim
di dalam menjatuhkan vonis kepada tertuduh.

Kriminologi dengan cakupan kajiannya: a. orang yang melakukan kejahatan,


b. penyebab melakukan kejahatan, c. mencegah tindak kejahatan, dan d. cara-
cara menyembuhkan orang yang telah melakukan kejahatan. Hukum pidana
(Criminal Law) sebagai disiplin ilmu normatif atau normative discipline yang
mempelajari kejahatan dari segi hukum, atau mempelajari aturan tentang
kejahatan. Dengan perkataan lain mempelajari tentang tindakan yang dengan
tegas disebut oleh peraturan perundang-undangan sebagai kejahatan atau
pelanggaran, yang dapat dikenai hukuman (Pidana). Hukuman pidana
bersendikan probabilities atau hukum kemungkinan-kemungkinan untuk
menemukan hubungan sebab akibat terjadinya kejahatan dalam masyarakat.
Apabila belum ada peraturan perundang-undangan yang memuat tentang
hukuman yang dapat dijatuhkan pada penjahat atau pelanggar atas
tindakannya, maka tindakan yang bersangkutan bukan tindakan yang dapat
dikenai hukuman (Bukan Tindakan Jahat Atau Bukan Pelanggaran). Pandangan
ini besumber pada asas Nullum delictum, Nulla poena sine praevia lege poenali.
Hukum pidana berusaha untuk menghubungkan perbuatan jahat dengan hasil
pembuktian bahwa ia melakukan perbuatan tersebut untuk meletakkan criminal
responsibility. Hukum pidana lebih banyak menyangkut segi praktek, oleh

23
karena baru dipergunakan setelah timbulnya suatu perbuatan jaha, jadi lebih
menekankan pada tindakan represif. Hasilnya kurang memuaskan, oleh karena
penjatuhan pidana itu belum tentu sesuai dengan sebab timbulnya kejahatan
itu sendiri, sebab yang menjadi dasar pemeriksaan di persidangan adalah surat
dakwaan jaksa yang umumnya disusun atas dasar keterangan serta
pembuktian lahiriah. Obyek kriminologi (orang dalam pertentangan dengan
norma sosial), sedangkan obyek hukum pidana (pelanggaran ketertiban
hukum) sehingga dengan sendirinya menimbulkan juga perbedaan pengertian
“kejahatan” menurut kriminologi dan menurut hukum pidana. Karena
kriminologi sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri di samping hukum pidana,
maka mempunyai definisi sendiri tentang apa yang disebut kejahatan.
Kejahatan menurut kriminologi adalah tindakan manusia dalam
pertentangannya dengan beberapa norma yang ditentukan oleh masyarakat di
tengah manusia itu hidup. Kejahatan sebagai tindakan manusia dan sebagai
gejala sosial.

Hukum pidana memusatkan perhatiannya terhadap pembuktian suatu


kejahatan sedangkan kriminologi memusatkan perhatiannya pada factor-faktor
penyebab terjadinya kejahatan. Kriminologi ditujukan untuk mengungkapkan
motif pelaku kejahatan sedangkan hukum pidana ditujukan kepada hubungan
antara tindakan dan akibatnya (hukum kausalitas). Faktor motif dapat ditelusuri
dengan bukti-bukti yang memperkuat adanya niat melakukan kejahatan. Van
Bemmelen menyebutkan bahwa kriminologi sebagai faktuele-
strafrechtwissenschaft sedangkan hukum pidana sebagai normative-
strafrechtwissenschaft. Dilihat dari pandagan dan pendapat tentang apa yang
dimaksud kriminologi dengan hukum pidana, tampak seakan tidak ada
kaitannya.

jadi Kriminologi berusaha untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian


mengenai gejala sosial di bidang kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat,
atau dengan kata lain mengapa terdakwa sampai melakukan perbuatan jahat
itu. Hukum Pidana berusaha untuk menghubungkan perbuatan jahat dengan

24
hasil pembuktian bahwa ia melakukan perbuatan tersebut untuk meletakkan
criminal responsibility. Hukum pidana lebih banyak menyangkut segi praktek,
oleh karena baru di pergunakan setelah timbulnya suatu perbuatan jahat, jadi
lebih menekankan pada tindakan represif

Contoh Kasus Kriminologi Pembunuhan

Remaja berinisial NF (15) menyerahkan diri kepada polisi dan mengaku telah
membunuh seorang anak berusia lima tahun yang merupakan tetangganya. Kejadian
diperkirakan berlangsung pada Kamis (5/3/2020) sore. Kejadian bermula saat NF
mengajak korban bermain pada Kamis sore. NF kemudian meminta korban
mengambil mainan yang sengaja ditaruhnya di kamar mandi. Setelah korban di
kamar mandi, pelaku melakukan aksinya. Korban ditenggelamkan di bak mandi
berkali-kali hingga lemas. Tak sampai di situ, pelaku juga melukai leher korban
hingga mengeluarkan banyak darah. Setelah korban tak sadarkan diri, pelaku
mengangkat dan menidurkannya. Awalnya mayat korban akan dibuang. Berhubung
hari sudah sore, mayat kemudian disembunyikan di lemari.

Keesokan harinya pelaku berangkat ke sekolah seperti biasa. Namun di


tengah jalan pelaku kembali ke rumah kemudian menyerahkan diri ke polisi. Polsek
Sawah Besar yang menerima laporan kemudian bergegas ke rumah pelaku dan
menemukan mayat di lemari pakaiannya. Saat diperiksa pelaku mengaku membunuh
karena terinspirasi film berbau pembunuhan yang pernah dilihat. Saat diperiksa
polisi, NF tak sedikit pun menyatakan penyesalan. Bahkan pelaku merasa puas
setelah melakukan pembunuhan. Polisi masih mendalami kasus pembunuhan dengan
pelaku anak di bawah umur ini dan akan melakukan pemeriksaan kejiwaan pelaku.

25
BAB III PENUTUP

Kriminologi berasal dari bahasa latin, yaitu crimen dan logos. Kriminologi dapat
didefinisikan sebagai studi sistematis tentang sifat, jenis, penyebab, dan
pengendalian dari perilaku kejahatan, penyimpangan, kenakalan, serta pelanggaran
hukum. Kriminologi adalah ilmu sosial terapan di mana kriminolog bekerja untuk
membangun pengetahuan tentang kejahatan dan pengendaliannya berdasarkan
penelitian empiris.

Kriminologi jelas berkaitan dengan kejahatan. Seperti hal lain, kejahatan dapat
didefinisikan dalam beberapa cara, dan beberapa ahli telah menyarankan bahwa
setidaknya terdapat empat perspektif definisional yang dapat ditemukan dalam
kriminologi yaitu: Legalistik, Sudut pandang politik, Sosiologis, dan Psikologis.
Mereka yang menganut sudut pandang ini mengatakan bahwa kejahatan adalah
definisi dari perilaku manusia yang diciptakan oleh pihak yang berwenang yang
terorganisir secara politik.

Dengan demikian, Perspektif politik mendefinisikan kejahatan dalam hal struktur


kekuasaan yang ada dalam masyarakat. Penganut perspektif ketiga yaitu sosiologis.
melihat kejahatan sebagai tindakan antisosial bahwa represinya diperlukan atau
seharusnya diperlukan untuk pelestarian sistem masyarakat yang ada.

Kriminologi teoretis, subbidang kriminologi umum, adalah jenis kriminologi yang


paling sering ditemukan di perguruan tinggi dan universitas. Kejahatan tidak terjadi
dalam ruang hampa. Kejahatan mempengaruhi beberapa orang lebih yang memiliki
dampak khusus pada mereka yang merupakan peserta langsung dalam tindakan itu
sendiri. Kejahatan bukan sebagai aktivitas individu yang terisolasi tetapi sebagai
peristiwa sosial.

dari sudut pandang hukum (a crime from the legal point of view). Batasan
kejahatan dari sudut pandang ini adalah setiap tingkah laku yang melanggar hukum
pidana. Mekanisme peradilan pidana tersebut meliputi aktivitas yang bertahap
dimulai dari penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan
pelaksanaan putusan hakim yang dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan. Proses

26
yang bekerja secara berurutan tersebut pada dasarnya menuju pada suatu tujuan
bersama yang dikehendaki. Korban dalam hal ini sebagi pihak langsung yang
mengalam penderitaan akibat dari terjadinya tindak pidana, dapat menyebabkan
atau menciptakan situasi dan kondisi yang menulitkan bagi korban untuk kembali
hidup sebagai warga masyarakat seperti sedia kala. d.Karena dugaan adanya
progam pendampingan dan pelayanan tersebut, korban akan terbantu untuk keluar
dari penderitaannya. Tindak pidana dalam hal ini kejahatan dapat terjadi karena ada
pihak yang berperan, sadar atau tidak sadar, dikehendaki atau tidak, sebagai korban
dalam hal ini korban persekusi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Effrey H. Reiman, The Rich Get Richer and the Poor Get Prison, 4th ed. (Boston:
Allyn & Bacon, 1997)..

Frank Schmalleger, Criminology Today An Integrative Introduction, (Rachel Collett,

2009).

Piers Beirne, Inventing Criminology (Albany: State University of New York Press,

1993).

Charles F. Wellford, “Controlling Crime and Achieving Justice: The American

Society of Criminology 1996 Presidential Address,” Criminology, Vol. 35, No. 1


(1997).

James F. Gilsinan, “They Is Clowning Tough: 911 and the Social Construction of
Reality,” Criminology, Vol. 27, No. 2 (May 1989).

Joan McCord, “Family Relationships, Juvenile Delinquency, and Adult Criminality,”


Criminology, Vol. 29, No. 3 (August 1991).

Prof. Dr. Drs. Abintoro Prakoso, S.H., M.S. Kriminologi dan Hukum Pidana
Pengertian, Aliran, Teori dan Perkembangannya. LaksBang PRESSindo, Yogyakarta,
2017.

www.academia.com/MakalahHukumPidana2

www.Hukumonline.com/HukumPidanaIndonesia3

www.id.scribd.com/hukumyangmenjarattindakan

Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, Frans Maramis, SH. MH,Rajawali
Ekspres
Dasar – Dasar Hukum Pidana, Mahrus Ali, SH. MH Sinar Grafika

28
Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, Kombes. Pol Dr. Ismu Gunadi, SH,CN,
MM

29

Anda mungkin juga menyukai