Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

KEJAHATAN KEMANUSIAAN

MATA KULIAH PIDANA KHUSUS

Disusun Oleh:

Atika Zhara Afina 17410478

Fakultas Hukum

Universitas Islam Indonesia

Yogyakarta

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya didalam makalah ini yang berjudul “Kejahatan Kemanusiaan”.

Dan harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman dalam penulisan, penulis yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 09 Juli 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejahatan atau tindak kriminal merupakan salah satu bentuk dari “perilaku menyimpang”
yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat.Perilaku menyimpang itu
merupakan suatu ancaman yang nyata atau ancaman terhadap norma-norma sosial yang
mendasari kehidupan atau keteraturan sosial, dapat menimbulkan ketegangan individual
maupun ketegangan-ketegangan sosial, dan merupakan ancaman riil atau potensiil bagi
berlangsungnya ketertiban sosial.

Kejahatan di samping masalah kemanusiaan juga merupakan masalah sosial, tidak hanya
merupakan masalah bagi masyarakat tertentu,tetapi juga menjadi masalah yang dihadapi oleh
seluruh masyarakat di dunia.

Ruang lingkup dari kejahatan terhadap kemanusiaan sudah mengalami perluasan jika
dibandingkan dengan ruang lingkupnya pada awal mula kemunculannya, yakni sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 5 Statuta Mahkamah Militer Internasional (perjannjian
London,1945). Perluasan ini disebabkan karena perkembangan dari berbagai bentuk dan jenis
kejahatan-kejahatan itu sendiri. Tentu saja secara hipotesis dapat dikemukakan, bahwa pada
masa-masa yang akan datang dengan semakin bertambah atau berkembangnya bentuk dan
jenis-jenis kejahatan maka ruang lingkup kejahatan terhadap kemanusiaan juga semakin
bertambah luas. Jadi, untuk sementara waktu dapat dikatakan, bahwa apa yang dinamakan
kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes againts humanity) ini hanyalah merupakan
himpunan atau kumpulan dari beberapa kejahatan yang dapat saling berkaitan satu sama
lainnya, yang dipandang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan secara universal.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kejahatan kemanusiaan?
2. Apa saja jenis-jenis pelanggaran kejahatan terhadap kemanusiaan?
3. Contoh kasus pelanggaran kejahatan terhadap kemanusiaan?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kejahatan Kemanusiaan

Kejahatan terhadap umat manusia adalah istilah di dalam hukum internasional yang
mengacu pada tindakan pembunuhan massal dengan penyiksaan terhadap tubuh dari orang-
orang, sebagai suatu kejahatan penyerangan terhadap yang lain. Para sarjana Hubungan
internasional telah secara luas menggambarkan "kejahatan terhadap umat manusia" sebagai
tindakan yang sangat keji, pada suatu skala yang sangat besar, yang dilaksanakan untuk
mengurangi ras manusia secara keseluruhan. Biasanya kejahatan terhadap kemanusiaan
dilakukan atas dasar kepentingan politis, seperti yang terjadi di Jerman oleh pemerintahan
Hitler serta yang terjadi di Rwanda dan Yugoslavia.1

Diatur dalam Statuta Roma dan diadopsi dalam Undang-Undang no. 26 tahun 2000
tentang pengadilan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Menurut UU tersebut dan juga
sebagaimana diatur dalam pasal 7 Statuta Roma, definisi kejahatan terhadap kemanusiaan
ialah Perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik
yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk
sipil.

Kejahatan terhadap kemanusiaan ialah salah satu dari empat Pelanggaran HAM berat
yang berada dalam yurisdiksi International Criminal Court. Pelanggaran HAM berat lainnya
ialah Genosida, Kejahatan perang, dan kejahatan Agresi.

B. Jenis-Jenis Pelanggaran Kejahatan Kemanusiaan

Saat ini dapat dikatakan bahwa pengaturan terkait CAH yang paling komprehensif
terdapat pada The Rome Statute of the International Criminal Court (“Statuta Roma”) Tahun
1998, atau statuta pendirian dari ICC. Dalam Pasal 7 ayat (1) Statuta Roma diatur mengenai
jenis-jenis perbuatan yang termasuk dalam kualifikasi CAH, yaitu:

 
1
https://id.wikipedia.org/wiki/Kejahatan_kemanusiaan
“Kejahatan terhadap kemanusiaan” berarti salah satu dari perbuatan berikut ini apabila
dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematik yang ditujukan kepada suatu
kelompok penduduk sipil, dengan mengetahui adanya tindakan berikut ini:

1. Pembunuhan;
2. Pemusnahan;
3. Perbudakan;
4. Deportasi atau pemindahan paksa penduduk;
5. Pemenjaraan atau perampasan berat atas kebebasan fisik dengan melanggar aturan-aturan
dasar hukum internasional;
6. Penyiksaan;
7. Perkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi, penghamilan paksa, pemaksaan
sterilisasi, atau suatu bentuk kekerasan seksual lain yang cukup berat;
8. Penganiayaan terhadap suatu kelompok yang dapat diidentifikasi atau kolektivitas atas
dasar politik, ras, nasional, etnis, budaya, agama, gender sebagai didefinisikan dalam ayat
3, atau atas dasar lain yang secara universal diakui sebagai tidak diizinkan berdasarkan
hukum internasional, yang berhubungan dengan setiap perbuatan yang dimaksud dalam
ayat ini atau setiap kejahatan yang berada dalam jurisdiksi Mahkamah;
9. Penghilangan paksa;
10. Kejahatan apartheid;
11. Perbuatan tak manusiawi lain dengan sifat sama yang secara sengaja menyebabkan
penderitaan berat, atau luka serius terhadap badan atau mental atau kesehatan fisik.

Ketentuan tersebut kemudian dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 7 ayat (2) Statuta Roma,
yaitu:

1. Serangan yang terdiri dari tindakan sebagaimana disebutkan dalam ayat (1) terhadap
penduduk sipil yang berkaitan dengan atau merupakan tindak lanjut dari kebijakan negara
atau organisasi untuk melakukan penyerangan tersebut;
2. Pemusnahan diartikan sebagai tindakan yang termasuk di antaranya penerapan kondisi
tertentu yang mengancam kehidupan secara sengaja, antara lain menghambat akses
terhadap makanan dan obat-obatan, yang diperkirakan dapat menghancurkan sebagian
penduduk;
3. Perbudakan diartikan sebagai segala bentuk pelaksanaan hak milik terhadap objek yang
berupa orang, termasuk tindakan mengangkut objek tersebut, khususnya perempuan dan
anak-anak;
4. Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa diartikan sebagai tindakan
merelokasi penduduk melalui pengusiran atau cara kekerasan lainnya dari tempat dimana
penduduk tersebut secara sah berada, tanpa dasar yang dibenarkan menurut hukum
internasional;
5. Penyiksaan diartikan tindakan secara sengaja untuk memberikan rasa sakit atau
penderitaan, baik fisik maupun mental, orang-orang yang ditahan di bawah kekuasaan
pelaku. Kecuali itu, bahwa penyiksaan tersebut tidak termasuk rasa sakit atau penderitaan
yang hanya muncul secara inheren atau insidental dari pengenaan sanksi yang sah;
6. Penghamilan paksa berarti penyekapan secara tidak sah seorang perempuan yang dibuat
hamil secara paksa, dengan maksud memengaruhi komposisi etnis suatu populasi atau
merupakan pelanggaran berat lainnya terhadap hukum internasional. Definisi ini tidak
dapat ditafsirkan mempengaruhi hukum nasional terkait kehamilan;
7. Penindasan diartikan penyangkalan keras dan sengaja terhadap hak-hak dasar dengan
cara bertentangan dengan hukum internasional dengan alasan identitas sebuah kelompok
atau kolektif;
8. Kejahatan apartheid diartikan tindakan tidak manusiawi dengan karakter yang serupa
dengan tindakan-tindakan yang disebutkan dalam ayat (1), dilakukan dalam konteks
penindasan sistematis yang dilakukan oleh suatu rezim dan dominasi satu kelompok ras
tertentu dari kelompok ras lainnya dengan maksud untuk mempertahankan rezim tesebut;
9. Penghilangan orang secara paksa diartikan sebagai penangkapan, penahanan atau
penculikan terhadap seseorang atas dasar wewenang, dukungan atau persetujuan suatu
negara ataupun organisasi politik, yang kemudian diikuti oleh penolakan pengakuan
kebebasan atau pemberian informasi tentang keberadaan orang-orang tersebut, dengan
maksud untuk menghilangkan perlindungan hukum dalam waktu yang lama.
C. Contoh Kasus

Pada Selasa, 11 April 2017 waktu subuh, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), Novel Baswedan tiba-tiba disiram air keras oleh dua pria yang mengendarai sepeda
motor. Saat itu Novel sedang berjalan menuju rumahnya setelah menjalankan shalat subuh di
Masjid Jami Al Ihsan, Kelurahan Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Cairan itu
tepat mengenai wajah Novel. Kejadian itu berlangsung begitu cepat sehingga Novel tak
sempat mengelak. Tak ada seorang pun yang berada di lokasi saat peristiwa penyiraman itu
terjadi. Novel juga tak bisa melihat jelas pelaku penyerangannya.

Novel kemudian dibawa ke Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Pada sore harinya, Novel dirujuk ke Jakarta Eye Center (JEC) di Menteng, Jakarta Pusat,
untuk perawatan dengan alat yang lebih memadai. Kabar mengenai teror yang dialami Novel
kemudian beredar luas di masyarakat. Kemudian pada hari itu juga Kepala Polri Jenderal
(Pol) Tito Karnavian membentuk tim khusus untuk menangani kasus itu. Tim tersebut
merupakan gabungan dari tim Polres Jakarta Utara, Polda Metro Jaya, dan Mabes Polri. Ia
memastikan bahwa tim tersebut akan bekerja secara maksimal. Tito juga memerintahkan
bawahannya untuk menjaga keamanan di kediaman Novel dan di rumah sakit tempat Novel
dirawat.

Pada tanggal 12 April 2017, Novel dirujuk ke rumah sakit di Singapura. Novel
mendapatkan gangguan di mata sehingga harus menjalani pemulihan dengan peralatan yang
lebih mumpuni. Pada hari itu juga polisi mulai memeriksa sejumlah saksi dalam kejadian ini.
Polisi juga memeriksa keluarga dan asisten rumah tangga Novel. Tetangga Novel mengaku
pernah melihat orang mencurigakan mondar-mandir di sekitar rumah Novel menggunakan
sepeda motor. Namun, saat kejadian, mereka tidak melihat jelas ciri-ciri pelaku. Mereka
hanya mengetahui ciri-ciri pelaku menggunakan jaket hitam, helm, dan berboncengan
menggunakan sepeda motor. Sementara itu, menurut asisten rumah tangga Novel, pernah ada
seorang pria berperawakan tinggi mendatangi kediaman Novel. Tanggal 19 Juni 2017,
Kapolri mengumumkan ditemukannya saksi kunci terkait kasus ini. Menurut dia, saksi kunci
tersebut melihat langsung peristiwa penyiraman di depan masjid dekat rumah Novel. Saksi
juga disebut mengetahui tipologi pelaku, seperti postur tubuh dan ciri fisik lainnya. Namun,
hingga saat ini pelaku penyerangan Novel belum juga terungkap.

Kemudian pada tanggal 24 November 2017 Polisi merilis sketsa wajah terduga pelaku.
Sketsa tersebut dirilis Kapolda Metro Jaya Irjen Idham Aziz dalam jumpa pers di gedung
KPK. Sketsa itu dibuat berdasarkan keterangan seorang saksi kunci yang meminta
identitasnya dirahasiakan. Diduga, orang itu merupakan pengendara sepeda motor yang
membonceng pelaku penyerangan terhadap Novel. Berdasarkan sketsa wajah tersebut, polisi
meminta partisipasi masyarakat untuk melapor jika mengenali wajah tersebut.

Analisis

Kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan ini dapat termasuk dalam
kejahatan kemanusiaan. Beberapa unsur-unsur kejahatan kemanusiaan ialah:
pertama,dilakukan sebagai bagian dari serangan (as Part of), kedua, meluas merujuk pada
skala tindakan yang dilakukan dan ditujukan kepada sejumlah korban. Sistematik meruju
pada pola kejahatan yang merupakan pengulangan, terorganisir dan teratur.

Jika dicocokan unsur pertama dengan kronologinya, Novel Baswedan yang pada saat itu
sedang berjalan menuju rumahnya setelah menjalankan shalat subuh di Masjid Jami Al Ihsan,
Kelurahan Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara mengalami serangan berupa
disiramkannya cairan air keras kepadanya. Kemudian bersangkutan dengan unsur yang kedua
yaitu sistematik merujuk pada pola kejahatan yang merupakan pengulangan, terorganisir dan
teratur. Novel Baswedan memiliki jabatan penting di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
yakni sebagai penyidik senior. Diduga karena kedudukannya sebagai penyidik senior yang
dianggap mengetahui semua kunci kasus korupsi yang pernah diselidikinya, maka terdapat
oknum yang tidak senang atas pengalaman dan pengetahuan Novel Baswedan dalam
menyelidiki kasus korupsi yang mungkin dianggap dapat membahayakan keberadaan oknum
ini, maka kasus penyiraman terhadap Novel Baswedan ini merujuk pada pola kejahatan
terorganisir dan teratur. Kasus ini dianggap sebagai kejahatan kemanusiaan karena juga telah
menimbulkan simpati dan kecemanasan dari berbagai kalangan masyarakat di Indonesia.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sesuai dengan apa yang telah dijelaskan diatas sebelumnya. Kejahatan kemanusiaan
bukan hanya pembunuhan dan perbudakan saja, tetapi masih banyak jenis perbuatan lain
yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan.

Seperti kasus yang dialami oleh Novel Baswedan pada tahun 2017, yakni penyiraman air
keras yang berakibat pada kerusakan salah satu matanya sehingga beliau tidak dapat
menggunakan penglihatannya secara normal. Kasus tersebut dianggap sebagai kejahatan
kemanusiaan apabila dicocokan dengan unsur-unsur kejahatan kemanusiaan yang ada, yang
pelakunya dianggap dilakukan oleh oknum tertentu karena pola kejahatannya menimpa
warga sipil dan dilakukan secara teratur yang hingga saat ini masih belum ditemukan
pelakunya.

Anda mungkin juga menyukai