Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA


“Studi Kasus Penyalahgunaan Wewenang oleh Setya Novanto ditinjau dari
Sudut Pandang Hukum Administrasi Negara”

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hukum


Administrasi Negara

Moh Hasyim S.H.,M.Hum

Disusun oleh :

Melisa Ayu Azhara (17410165)

Dhimi Setyo Arrivanissa (17410491)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat , karunia ,
serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang “Studi Kasus
Penyalahgunaan Wewenang oleh Setya Novanto ditinjau dari Sudut Pandang Hukum
Adminitrasi Negara” dengan baik meskipun banyak kekurangaan didalamnya. Dan juga saya
berterimakasih kepada Bapak Moh Hasyim S.H.,M.Hum selaku Dosen mata kuliah Hukum
Administrasi Negara Universitas Islam Indonesia yang telah memberikan tugas ini kepada
saya.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun dari anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Yogyakarta,18 september 2018

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kekuasaan merupakan kuasa untuk mengurus, kuasa untuk memerintah,


kemampuan, kesanggupan kemampuan orang atau sekelompok orang untuk menguasai
orang atau kelompok lain. Kekuasaan dapat diperoleh dari pengaruh pribadi, jabatan
pribadi atau diperoleh keduanya. Dengan kekuasaan tersebut terkadang sering kali
disalahgunakan untuk mencari keuntungan pribadi. Sehingga banyak penguasa mencari
keuntungan tersebut dengan berbagai cara termasuk menggunakan kekuasaan yang telah
diamanahkan rakyat kepadanya. Banyak penguasa yang menyalahgunakan wewenangnya
demi kepentingan pribadi sehingga kepentingan umum seperti kepentingan rakyat
dikorbankan.
Secara umum, fungsi hukum administrasi Negara adalah untuk mengatur dan
mengikat alat administrasi Negara dalam menjalankan wewenang yang menjadi tugasnya
selaku alat administrasi Negara dalam melayani warga Negara. Pada sisi lain keberadaan
hukum administrasi Negara ini memliki peran untuk mengatur wewenanag, tugas dan
fungsi Negara, disamping itu juga berperan untuk membatasi kekuasaan yang
diselenggarakan administrasi Negara. Permasalahan yang muncul adalah “penggunaan
kewenangan yang tidak benar atau terlalu jauh oleh aparat penegak hukum”.
Penyalahgunaan wewenang biasanya terjadi karena rendahnya transparasi dan
akuntabilitas serta kepatuhan terhadap hukum. besarnya dekresi atau kewenangan pejabat
dan rendahnya etika pejabat atau penguasa menyebabkan menguatnya dan meningkatnya
kesempatan melakukan penyalahgunaan wewenang. Masalah penyalahgunaan wewenang
tersebut di Indonesia sendiri bukan lagi hal yang tabu bahkan sudah seperti tradisi atau
budaya yang melekat. Terkait dengan masalah penyalahgunaan wewenang, terdapat salah
satu kasus yang merugikan banyak masyarakat Indonesia adalah kasus dari Setya
Novanto selaku mantan Ketua DPR. Oleh sebab itu, kami tertarik mengulas kembali apa
sesungguhnya yang terjadi dalam kasus ini dengan meninjaunya dari sudut pandang
Hukum Administrasi Negara.
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan penyalahgunaan wewenang dalam Hukum


Administrasi Negara?
2. Bagaimana kronologi kasus penyalahgunaan wewenang E-KTP oleh
Setya Novanto?
3. Bagaimana kasus penyalahgunaan wewenang oleh Setya Novanto ditinjau
dari sudut pandang Hukum Administrasi Negara?

1.3 TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penyalahgunaan wewenang


dalam Hukum Administrasi Negara
2. Untuk mengetahui bagaimana kronologi terjadinya kasus penyalaghunaan
wewenang oleh Setya Novanto
3. Untuk mengetahui sudut pandang Hukum Administrasi Negara terkait
dengan kasus penyalahgunaan wewenang oleh Setya Novanto

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penyalahgunaan Wewenang dalam Hukum Administrasi Negara

Istilah kewenangan disebut authority (inggris), gezag ( Belanda ) dan istilah


wewenang disebut competence (Inggris) atau bevoegdheid (Belanda). Dalam terminology
Hukum Administrasi Negara istilah yang lazim digunakan adalah istilah kewenangan atau
wewenang sedangkan dalam Hukum Tata Negara dan Ilmu politik istilah yang lazim
digunakan ialah kekuasaan. Kewenangan (authority, gezag) adalah kekuasaan yang
diinformalkan baik terhadap segolongan orang tertentu maupun terhadap sesuatu bidang
pemerintah tertentu secara bulat, sedangkan wewenang (competence, bevoegdheid) hanya
mengenai sesuatu onderdil atau bidang tertentu saja. Dengan demikian kewenangan berarti
kumpulan dari wewenang-wewenang (rechtsbevoegdheden), misalnya wewenang menanda-
tangani suatu surat keputusan oleh seorang pejabat (mandataris) atas nama menteri,
sedangkan kewenangannya tetap berada pada menteri (mandans).

Istilah menyalahgunakan kewenanga berasal dari system hukum perancis , disebut


detournement de pouvair atau abuse of power, pada mulanya digunakan oleh hakim untuk
menilai atau dasar pengujian terhadap suatu keputusan administrasi yang bersifat objektif.
Karena itu, menganalisis faktor motivasi yang menjadi latar belakang suatu
keputusan/tindakan administrator lebih dikedepankan atau lebih diutamkan daripada bahasa
atau kata-kata yang tertulis di dalam undang-undang; Di Indonesia istilah detournement de
pouvair sering disepadankan dengan istilah ultra vires. Secara sederhana detournement de
pouvair terjadi bilamana kewenangan pemerintah dilaksanakan untuk suatu tujuan yang lain
dari maksud dan tujuan diberikannya kewenangan itu oleh pembuat undang-undang.
Pemberian suatu kewenangan oleh undang-undang di dalamnya selalu disertai dengan
maksud dan tujuan diberikannya kewenangan tersebut. Karena itu suatu kewenangan yang
diberikan oleh UU harus dipergunakan sesuai dengan maksud dan tujuan diberikannya
kewenangan itu, jika kemudian kewenangan itu dipergunakan lain dari maksud dan tujuan
semula diberikannya kewenangan itu, maka penggunaan kewenangan yang disalahgunakan
itu disebut detournement de pouvair. Dengan demikian kewenangan itu tidak boleh
digunakan untuk kepentingan “pribadi”. Karena detournement de pouvair sering disebut juga
dengan “larangan mencampur- adukan kewenangan” sehingga menjadi tidak jelas batas
antara kepentingan umum dan kepentingan pribadi.1

2.2 Kronologi Terjadinya Kasus Penyalahgunaan Wewenang oleh Setya Novanto

17 Juli 2017
KPK mengumumkan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi
pengadaan e- KTP. Pengadaan proyek itu terjadi pada kurun waktu 2011-2012, saat
Setya menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR. Ia diduga ikut mengatur agar anggaran
proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun agar disetujui anggota DPR. Selain itu, Novanto diduga
1
MarbunS.F.,2012,Hukum Administrasi Negara I (Administrative Law I),FH UII Press,Yogyakarta,hlm 231-233
telah mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP. Bersama pengusaha Andi
Agustinus alias Andi Narogong, Setya diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3
triliun.

18 Juli 2017
Setya Novanto menggelar jumpa pers menanggapi penetapannya sebagai tersangka. Setya
mengaku akan mengikuti proses hukum yang berjalan. Namun ia menolak mundur dari Ketua
DPR ataupun Ketua Umum Partai Golkar.
22 Juli 2017
Setya Novanto hadir dalam satu acara dengan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali dalam
sidang terbuka disertasi politikus Partai Golkar Adies Kadir di Universitas 17 Agustus 1945,
Surabaya. Ketua Generasi Muda Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia meyakini kesempatan ini
digunakan Setya Novanto untuk melobi Hatta Ali untuk menenangkannya di praperadilan.
Namun, Hatta menegaskan kehadirannya murni sebagai penguji. Golkar memecat Doli
Kurnia atas tudingannya ini.
4 September 2017
Setelah lebih dari sebulan berstatus tersangka, Setya Novanto resmi mendaftarkan gugatan
praperadilan terhadap KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan terdaftar dalam
nomor 97/Pid.Prap/2017/PN Jak.Sel. Setya meminta penetapan statusnya sebagai tersangka
oleh KPK dibatalkan.
11 September 2017
KPK memanggil Setya Novanto untuk diperiksa sebagai tersangka. Namun, Setya tidak hadir
dengan alasan sakit. Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham bersama tim kuasa
hukum Setya mengantarkan surat dari dokter ke KPK. Menurut Idrus, Novanto saat itu masih
menjalani perawatan di RS Siloam, Semanggi, Jakarta. Hasil pemeriksaan medis, gula darah
Setya naik setelah melakukan olahraga pada Ahad, 10 September 2017.
12 September 2017
Setya Novanto mengirimkan surat ke KPK melalui Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Setya
meminta KPK menunda proses penyidikan terhadap dirinya sampai putusan praperadilan
keluar. Surat itu sempat menuai protes karena dikirim menggunakan kop DPR. Namun, KPK
menilai proses praperadilan adalah hal yang terpisah dari proses penyidikan. Karena itu, KPK
tetap akan menjadwalkan pemeriksaan Setya Novanto sebagai tersangka.
18 September 2017
KPK kembali memanggil Setya Novanto untuk diperiksa sebagai tersangka. Namun, lagi-lagi
Setya tidak hadir karena sakit, bahkan hingga menjalani kateterisasi jantung di Rumah Sakit
Premier Jatinegara, Jakarta Timur.
22 September 2017
Hakim Cepi menolak eksepsi yang diajukan KPK dalam praperadilan Setya Novanto. KPK
menganggap keberatan Setya soal status penyelidik dan penyidik KPK adalah keliru. Kepala
Biro Hukum KPK Setiadi menilai, pengacara Setya sebaiknya mempermasalahkan status
penyelidik dan penyidik melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, bukan praperadilan. Namun,
Hakim Cepi tak sependapat dengan Setiadi. Menurut dia, status penyidik dan penyelidik KPK
yang dipersoalkan pihak Setya bukan merupakan sengketa kepegawaian tata usaha negara.
25 September 2017
Partai Golkar menggelar rapat pleno yang menghasilkan keputusan agar Setya Novanto non-
aktif dari posisi Ketua Umum Golkar. Internal Partai Golkar mulai bergejolak dengan kondisi
Setya yang berstatus tersangka KPK dan tengah sakit.
26 September 2017
Sidang praperadilan Setya Novanto kembali berlanjut. Pihak Setya mengajukan bukti
tambahan berupa laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari BPK terhadap KPK pada tahun 2016.
LHP itu terkait pengangkatan penyidik di KPK. Namun KPK keberatan dengan bukti itu
karena didapatkan dari Pansus Angket terhadap KPK di DPR.
27 September 2017
Hakim Cepi menolak permintaan KPK untuk memutar rekaman di persidangan. Padahal,
KPK yakin rekaman tersebut bisa menunjukkan bukti kuat mengenai keterlibatan
Setya Novanto dalam proyek e-KTP.
29 September 2017
Setelah menjalani serangkaian sidang, hakim tunggal Cepi Iskandar mengabulkan sebagian
permohonan Setya. Penetapan Setya sebagai tersangka oleh KPK dianggap tidak sah alias
batal. Hakim juga meminta KPK untuk menghentikan penyidikan terhadap Setya. Hakim
Cepi beralasan, penetapan tersangka Setya Novanto tidak sah karena dilakukan di awal
penyidikan, bukan di akhir penyidikan. Hakim juga mempermasalahkan alat bukti yang
digunakan KPK untuk menjerat Setya Novanto. Sebab, alat bukti itu sudah digunakan dalam
penyidikan terhadap Irman dan Sugiharto, dua pejabat Kementerian Dalam Negeri yang
sudah divonis di pengadilan.
5 Oktober 2017
KPK melakukan penyelidikan baru untuk pengembangan perkara e-KTP, dalam proses
penyelidikan KPK meminta keterangan sejumlah pihak dan mengumpulkan bukti relevan.
Dalam proses penyelidikan, Setya Novanto dua kali tidak hadir untuk dimintai keterangan,
yakni pada 13 dan 18 Oktober 2017 dengan alasan sedang ada tugas kedinasan.
31 Oktober 2017
KPK menerbitkan sprindik atas nama tersangka Setya Novanto. Di perkara ini, Setya
Novanto disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun
2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
3 November 2017
KPK mengantarkan surat perintah dimulainya penyidikan ke rumah Setya Novanto di Jalan
Wijaya 13, Melawai, Kebayoran Baru.
10 November 2017
KPK kembali menetapkan Setya Novanto menjadi tersangka e-KTP. Pengumuman penetapan
tersebut disampaikan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung KPK di kawasan
Kuningan Jakarta. Sebagai pemenuhan hal tersangka, KPK mengantarkan Surat
Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada yang bersangkutan ke kediaman
Setya.
15 November 2017
KPK menjemput paksa Setya Novanto karena sudah tiga kali mangkir saat dipanggil KPK
untuk dimintai keterangan. Enam pegawai KPK menyambangi Setya Novanto di
kediamannya, Jalan Wijaya XIII Nomor 19, Melawai, Jakarta Selatan pada Rabu malam, 15
November 2017. Para penyidik menggeledah rumah Setya hingga dinihari. Namun Setya
tidak ada di rumah dan tidak diketahui keberadaannya hingga ditetapkan sebagai daftar
pencarian orang (DPO).
16 November 2017
Setya Novanto dilarikan ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau setelah mobil yang dia
tumpangi mengalami kecelakaan tunggal di daerah Permata Hijau, Jakarta Barat.
17 November 2017

Komisi Pemberantasan Korupsi KPK menahan Setya Novanto sebagai tersangka e-KTP.


Namun, karena sakit, Setya dibantarkan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).

20 November 2017

Setya Novanto menjalani pemeriksaan perdana selaku tersangka dan tahanan kasus dugaan
korupsi e-KTP di Gedung KPK, usai dijemput dari RSCM.
5 Desember 2017
KPK menyatakan berkas perkara tersangka kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP Setya
Novanto telah P21 atau lengkap untuk dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

6 Desember 2017

Berkas kasus e-KTP dengan tersangka Setya Novanto dilimpahkan jaksa KPK ke Pengadilan


Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Berkas tersebut berupa dakwaan
dan berita acara pemeriksaan dalam enam buku. Tingginya mencapai 1 meter.
7 Desember 2017

Sidang perdana praperadilan Setya Novanto digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

8 Desember 2017

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang lanjutan gugatan praperadilan
Setya Novanto terhadap KPK dengan agenda mendengarkan jawaban dari KPK serta
penyerahan barang bukti surat, dan mendengarkan keterangan saksi dari pihak Setya. Di hari
yang sama, dua pengacara Setya Novanto, Otto Hasibuan dan Fredrich Yunadi, memutuskan
untuk mengundurkan diri sebagai kuasa hukum tersangka kasus dugaan korupsi KTP
elektronik tersebut.

11 Desember 2017

Sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto dengan agenda mendengarkan keterangan saksi
digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

13 Desember 2017
Sidang putusan praperadilan Setya Novanto akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan. Di hari yang sama sidang perdana pokok perkara Setya juga akan digelar di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Hakim tunggal praperadilan Setya Novanto, Kusno
mengatakan gugatan Setya dinyatakan gugur saat hakim mulai memeriksa pokok perkara
kasus e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

2.3 Kasus Penyalahgunaan Wewenang oleh Setya Novanto ditinjau dari sudut pandang
Hukum Administrasi Negara

Asas legalitas merupakan salah satu prinsip yang dijadikan sebagai dasar dalam setiap
penyelenggaraan pemerintah dan kenegaraan disetiap Negara hukum terutama bagi Negara-
negara hukum yang menganut sistem civil law atau sistem hukum eropa kontinental. Asas
legalitas ini digunakan dalam bidang hukum administrasi negara yang memiliki makna, “dat
het bestuur aan de wetis onderworpen” (bahwa pemerintah tunduk kepada undang-undang)
atau “het legaliteitsbeginsel hond in dat alle (algemene) de burgers bindende bepaligenop
dewet moeten berusten” (asas legalitas menentukan bahwa semua ketentuan yang mengikat
warga Negara harus didasarkan pada undang-undang).2 Dasar hukum asas legalitas dalam
hukum administrasi Negara adalah pada Pasal 5 huruf a Undang-undang No. 30 Tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan.

Sejalan dengan pilar utama negara hukum yaitu asas legalitas (legaliteits beginselen atau
wetmatigheid van bestuur), atas dasar prinsip tersebut bahwa wewenang pemerintahan berasal
dari peraturan perundang-undangan..3 Dan dalam bidang HAN, asas legalitas mengandung
makna setiap pejabat yang hendak mengeluarkan keputusan atau melakukan tindakan harus
berdasarkan pada peraturan perundang-undangan.

Pada kasus ini, Setya Novanto atau biasa dipanggil publik dengan sebutan Setnov
melakukan tindakan yang tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan atau melanggar
asas legalitas. Setnov dianggap telah melakukan penyalahgunaan wewenang selaku Ketua
DPR RI.

Penyalahgunaan wewenang oleh Setnov secara langsung maupun tidak langsung adalah
melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan KTP berbasis Nomor Induk
Kependudukan (NIK) secara nasional (KTP elektronik). Proyek KTP-El diatur untuk
menggunakan anggaran rupiah murni yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
2
. H.D. va. Wijk/Willen Konijnenbelt, dalam Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UUI Press, Jakarta, 2003,
hal. 65
3
. Phillipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Yuridika, No. 5 & 6 Tahun XII, Sep-Des 199, hal. 40
Negara (APBN) agar pencairan anggaran membutuhkan persetujuan DPR RI.. Penyalahgunaan
itu dilakuakan Setya Novanto untuk menguntungkan diri sendiri, serta memperkaya orang lain
atau korporasi yaitu memperkaya terdakwa dan memperkaya orang lain.

Hal-hal yang dilakukan oleh Setya Novanto tersebut jelas merupakan Penyalahgunaan
wewenang karena ia melakukan itu dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu
untuk menguntungkan diri sendiri, serta memperkaya orang lain dan yang telah ia lakukan
menyimpang dari kewenangan yang ada pada Undang-undang atau peraturan-peraturan
lainnya. Sebagaimana Jean Rivero dan Waline mengartikan penyalahgunaan wewenang dalam
Hukum Administrasi Negara menjadi 3 (tiga) bentuk yaitu :

a) Penyalahgunaan wewenang untuk melakukan tindakan-tindakan yang


bertentangan dengan kepentingan umum untuk menguntungkan kepentigan
pribadi, sekelompok atau golongan.
b) Penyalahgunaan dalam arti tindakan pejabat tersebut adalah benar diajukan
untuk kepentingan umum, tetapi menyimpang dari tujuan apa peraturan lainnya.
c) Penyalahgunaan dalam arti penyalahgunaan prosedur yang seharusnya
dipergunakan untuk mencapai tjuan tertentu, tetapi telah menggunakan prosedur
lain agar terlaksana.4

Menurut Philipus M. Hadjon, untuk mengukur apakah telah terjadi penyalahgunaan


wewenang haruslah dibuktikan secara faktual bahwa pejabat telah menggunakan
wewenangnya untuk tujuan lain. 5Dalam kasus ini, Setya Novanto terbukti melakukan
penyalahgunaan untuk tujuan lain. Tujuannya yaitu untung menguntungkan diri sendiri serta
memperkaya orang lain dengan merugikan negara.

Terjadinya penyalahgunaan wewenang bukanlah karena kealpaan. Penyalahgunaan


wewenang dilakukan secara sadar yaitu mengalihkan tujuan yang telah diberikan kepada
wewenang itu yang didasarkan atas kepentingan pribadi, baik untuk kepentingan dirinya sendiri
maupun untuk orang lain. Oleh karena itu, dalam kasus Setya Novanto ini didakwa melakukan
penyalahgunaan kewenangan.

4
. Adji, Indriyanto Seno (2009), Korupsi, Kebijakan Aparatur Negara dan Hukum Pidana, Jakarta: Diadit Media.
Hal. 35
5
. Hadjon Philipus M (2011), Hukum Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi, Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Hal. 22
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

a) Perbuatan penyalahgunaan wewenang merupakan perbuatan yang tercela, oleh karena


orang cenderung melaksanakan sesuatu tidak sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi
yang seharusnya dilaksanakan. Akan tetapi malahan sebaliknya, yaitu memanfaatkan
kesempatan yang ada dengan kewenangan atau kekuasaan yang dimiliki untuk
melakukan tindak pidana korupsi.
b) Kronologi kasus Peyalahgunaan Wewenang diawali pada KPK mengumumkan
penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan e- KTP.
Pengadaan proyek itu terjadi pada kurun waktu 2011-2012, saat Setya menjabat Ketua
Fraksi Partai Golkar di DPR. Ia diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-
KTP senilai Rp 5,9 triliun agar disetujui anggota DPR. Selain itu, Novanto diduga
telah mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP. Bersama pengusaha
Andi Agustinus alias Andi Narogong, Setya diduga ikut menyebabkan kerugian
negara Rp 2,3 triliun.
c) Hal-hal yang dilakukan oleh Setya Novanto tersebut jelas merupakan Penyalahgunaan
wewenang karena ia melakukan itu dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu,
yaitu untuk menguntungkan diri sendiri, serta memperkaya orang lain dan yang telah
ia lakukan menyimpang dari kewenangan yang ada pada Undang-undang atau
peraturan-peraturan lainnya.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Latif, Yudi. 2012. Negara Paripurna. Jakarta:Gramedia


Sukarna, Drs. 1992. SistemPolitik Indonesia II.Bandung :MandarMaju

Nugroho, E. 1998. Ensiklopedia Nasional Indonesia. Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka


MarbunS.F.,2012,Hukum Administrasi Negara I (Administrative Law I),FH UII
Press,Yogyakarta
Adji, Indriyanto Seno (2009), Korupsi, Kebijakan Aparatur Negara dan Hukum Pidana,
Jakarta: Diadit Media.
Hadjon Philipus M (2011), Hukum Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
H.D. va. Wijk/Willen Konijnenbelt, dalam Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UUI
Press, Jakarta, 2003, hal. 65
Phillipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Yuridika, No. 5 & 6 Tahun XII, Sep-Des 1999

http://www.kompasiana.com/sam_edy/memetik-hikmah-sejarah-masa-
lalu_54f76e1aa33311c4528b4686

https://fianaronie.blogspot.co.id/2016/07/peristiwa-masa-orde-lama.html

Https://id.m.wikipedia.org/wiki/Nasakom

https://id.m.wikiped https://nasional.tempo.co/read/1041781/begini-kronologi-kasus-setya-
novanto/full&view=okia.org/wiki/Negara_Islam_Indonesia

Anda mungkin juga menyukai