Anda di halaman 1dari 6

Nama : Adnin Putri Fatinah

NIM : 02011382227364
Matkul/Kelas : Hukum Administrasi Negara/B Kampus Palembang
Dosen Pengampu : Dr. Iza Rumesten RS, S.H., M.H., Ph.D.

RESUME HUKUM ADMINISTRASI NEGARA


BAB IV
KEKUASAAN, WEWENANG, DAN KEWENANGAN

A. Konsep Dasar Wewenang Pemerintah


Berkaitan dengan istilah wewenang dan kewenangan, Ateng Syafrudin berpendapat
ada perbedaan antara pengertian kewenangan dan wewenang. Kewenangan adalah apa yang
disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh
undang-undang, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu onderdeel (bagian) tertentu saja
dari kewenangan.
Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari
kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu
onderdeel (bagian) tertentu saja dari kewenangan. Wewenang merupakan lingkup tindakan
hukum publik, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat
keputusan pemerintahan (bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan
tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang utamanya ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan. Ditinjau secara yuridis, pengertian wewenang adalah
kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-
akibat hukum.
Kekuasaan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mempengaruhi
pihak lain melakukan atau tidak melakukan sesuatu menurut kehendaknya. Kewenangan
adalah kekuasaan yang diatur melalui peraturan perundang-undangan. Kewenangan adalah
kekuasaan yang diatur melalui peraturan perundang-undangan. Demikian juga keterangan
Penulis sebagai Ahli Hukum Administrasi Negara dalam BAP Ahli KPK RI berdasarkan
Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin. Dik-27/01/05/20.4 tanggal 22 Mei 2014
menerangkan bahwa Kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk memengaruhi orang
lain agar tidak bertindak sesuai dengan keinginan/perintahnya. Wewenang adalah kekuasaan
yang dilembagakan berdasarkan norma hukum publik.
Prajudi Atmosudirjo berpendapat bahwa kewenangan adalah apa yang disebut
kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan legislatif (diberikan oleh undang-
undang) atau dari kekuasaan eksekutif/administratif. Wewenang adalah kekuasaan untuk
melakukan sesuatu tindak hukum publik.
Dalam hukum administrasi, sumber dan cara memperoleh wewenang organ
pemerintah sangat penting. Dalam hukum administrasi negara, ruang lingkup legalitas tindak
pemerintahan menyangkut 3 (tiga) aspek, yaitu: wewenang, prosedur, dan substansi. Tidak
terpenuhinya tiga komponen legalitas tersebut mengakibatkan cacat yuridis suatu tindak
pemerintahan. Kewenangan itu diperoleh melalui tiga sumber yaitu; atribusi, delegasi, dan
mandat.
Asas umum prosedur berlandaskan atas 3 (tiga) landasan utama hukum administrasi,
yaitu: asas negara hukum, asas demokrasi, dan asas instrumental. Asas negara hukum dalam
prosedur utamanya berkaitan dengan perlindungan hak-hak dasar. Asas demokrasi dalam
prosedur berkenaan dengan asas keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Asas
keterbukaan mewajibkan pemerintah untuk secara aktif memberikan informasi kepada
masyarakat tentang suatu permohonan atau suatu rencana tindak pemerintahan dan
mewajibkan untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat atas hal yang diminta.
Asas instrumental meliputi asas efisiensi (doelmatigheid: daya guna) dan asas
efektivitas (doeltreffenheid): hasil guna). Dewasa ini mungkin masih banyak prosedur
dibidang pemerintahan di Indonesia yang masih belum berdaya guna dan berhasil guna.
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan mendefinisikan wewenang adalah hak yang dimiliki oleh Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan atau Penyelenggaraan Negara lainnya untuk mengambil keputusan
dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selanjutnya pada Pasal 1 angka 6
UU No. 30 Tahun 2014, kewenangan dimaknai sebagai kekuasaan Badan dan/ atau Pejabat
Pemerintahan atau Penyelenggaraan negara lainnya untuk bertindak dalam ranah hukum
publik.
B. Atribusi. Delegasi, dan Mandat
Kewenangan yang dimiliki oleh organ (institusi) pemerintahan dalam melakukan
perbuatan nyata (riil), mengadakan pengaturan atau mengeluarkan keputusan selalu dilandasi
oleh kewenangan yang diperoleh dari konstitusi secara atribusi, delegasi, maupun mandat.
Suatu atribusi menunjukan pada kewenangan yang asli atas dasar konstitusi (UUD). Pada
kewenangan delegasi, harus ditegaskan suatu pelimpahan wewenang kepada organ
pemerintahan yang lain. Pada mandat tidak terjadi pelimpahan apapun dalam arti pemberian
wewenang, akan tetapi yang diberi mandat bertindak atas nama pemberi mandat. Dalam
pemberian mandat, pejabat yang diberi mandat menunjukkan pejabat lain untuk bertindak
atas nama mandator (pemberi mandat).
J.G. Brouwer berpendapat bahwa atribusi merupakan kewenangan yang diberikan
kepada suatu organ (institusi) pemerintahan atau lembaga negara oleh suatu badan legislatif
yang independen. Kewenangan ini adalah asli, yang tidak diambil dari kewenangan yang ada
sebelumnya.
Delegasi adalah kewenangan yang dialihkan dari kewenangan atribusi dari suatu
organ (institusi) pemerintahan kepada organ lainnya sehingga delegator (organ yang telah
memberi kewenangan) dapat menguji kewenangan tersebut atas namanya, sedangkan pada
mandat, tidak terdapat suatu pemindahan kewenangan tetapi pemberi mandat (mandator)
memberikan kewenangan kepada organ lain (mandataris) untuk membuat keputusan atau
mengambil suatu tindakan atas namanya.
Philipus M. Hadjon pada dasarnya membuat perbedaan antara delegasi dan mandat.
Dalam hal delegasi mengenai prosedur pelimpahannya berasal dari suatu organ pemerintahan
kepada organ pemerintahan yang lainnya dengan peraturan perundang-undangan, dengan
tanggung jawab dan tanggung gugat beralih ke delegataris. Pemberi delegasi tidak dapat
menggunakan wewenang itu lagi, kecuali setelah ada pencabutan dengan berpegang dengan
asas contrarius actus. Dalam hal mandat, prosedur pelimpahan dalam rangka hubungan
atasan bawahan yang bersifat rutin. Adapun tanggung jawab dan tanggung gugat tetap pada
pemberi mandat. Setiap saat pemberi mandat dapat menggunakan sendiri wewenang yang
dilimpahkan itu.
Huisman membedakan delegasi dan mandat sebagai berikut: Delegasi merupakan
pelimpahan wewenang, kewenangan tidak dapat dijalankan secara insidental oleh organ yang
memiliki wewenang asli, terjadi peralihan tanggung jawab, harus berdasarkan UU, harus
tertulis, Mandat menurut Huisman merupakan perintah untuk melaksanakan, kewenangan
dapat sewaktu-waktu dilaksanakan oleh mandans, tidak terjadi peralihan tanggung jawab,
tidak harus berdasarkan UU, dapat tertulis, dapat pula secara lisan.
C. Struktur Organisasi Pemerintahan Pusat dan Daerah
Pembentukan struktur organisasi pemerintah dipengaruhi oleh kebutuhan untuk
melaksanakan fungsi negara oleh pemerintah yang lazimnya diwujudkan dalam
pembagian/distribusi kekuasaan pemerintah dan diikuti dengan dilaksanakannya
pembentukan struktur organisasi pemerintahan (pusat/daerah) untuk mendukung pelaksanaan
tugas pemerintah tersebut. Ditinjau secara teoritis, pembagian kekuasaan pemerintah dapat
diklasifikasikan atas:
a. Pembagian kekuasaan secara horizontal (capital division of power).
b. Pembagian kekuasaan secara vertikal (areal division of power) yang menghasilkan
susunan kekuasaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Dalam tinjauan teori, pembagian kekuasaan pemerintah pernah dibahas oleh para ahli
hukum ketatanegaraan klasik. Teori Catur Praja membagi kekuasaan pemerintah dalam 2
(dua) kategori yaitu:
1. Kekuasaan Pemerintah dalam arti luas, meliputi:
a. Bestuur (fungsi menyelenggarakan/melaksanakan tujuan negara (Pemerintah
dalam arti sempit))
b. Politie (menjalankan preventieve rechtszorg: mencegah terjadinya pelanggaran
terhadap tertib hukum)
c. Peradilan (rechtspraak: menyelesaikan sengketa)
d. Membuat peraturan (regeling/ weveving).
2. Kekuasaan pemerintah dalam arti sempit yang hanya terdiri atas bestuur.
John Locke membagi kekuasaan negara menjadi 3 (tiga) macam sebagai inspirasi dari
teori trias politica, yang terdiri dari:
a. Legislatif: membuat peraturan perundang-undangan
b. Eksekutif: menyelenggarakan peraturan perundang-undangan dan mengawasi
pelaksanaannya
c. Federatif: kekuasaan di luar a dan b.
Berdasarkan pemikiran John Locke tersebut. Montesquieu membagi kekuasaan
negara menjadi 3 (tiga) yang dikenal sebagai Teori Trias Politica, yang meliputi:
a. Kekuasaan legislatif yang membuat peraturan perundang-undangan
b. Kekuasaan eksekutif yang melaksanakan peraturan perundang-undangan
c. Kekuasaan yudikatif yang diberi kekuasaan mempertahankan peraturan perundang-
undangan.
Lemaire memperkenalkan Teori Panca Praja yang membagi kekuasaan negara
meliputi:
a. Bestuurszorg yang menyelenggarakan kesejahteraan umum
b. Bestuur (Kekuasaan Pemerintah dalam arti sempit) yang menjalankan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c. Politie
d. Kekuasaan peradilan atau mengadili dan
e. Kekuasaan membuat peraturan perundang-undangan.
Wirjono Prodjodikoro memperkenalkan Teori Sad Praja yang membagi kekuasaan
negara meliputi:
a. Pemerintah
b. Perundang-undangan
c. Peradilan
d. Keuangan
e. Hubungan Luar Negeri
f. Pertahanan dan keamanan umum.
AM Donner yang membagi kekuasaan negara menjadi 2 (dua), dikenal dengan Teori
Dwi Praja dan membagi kekuasaan negara menjadi 2 (dua), dikenal dengan Teori Dwi Praja
dan membagi kekuasaan negara meliputi:
1. Kekuasaan menentukan tugas (taakstelling) dari alat-alat pemerintah/menentukan
politik negara dan
2. Kekuasaan menyelenggarakan tugas yang telah ditentukan/merealisasikan politik
negara yang telah ditentukan sebelumnya.
Metode untuk menyelenggarakan pembagian kekuasaan secara vertikal didasarkan
atas beberapa macam.
a. Desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada
Daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem
NKRI.
b. Dekonsentrasi, yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada
Gubernur sebagai wakil pemerintahan dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah
tertentu.
c. Tugas pembantuan, yaitu penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/ atau desa
dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah
kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Dalam penyelenggaraan fungsi pemerintah, selain diperlukan adanya seperangkat
kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah berdasarkan konstitusi dan peraturan perundang-
undangan, juga diperlukan adanya dukungan organisasi pemerintah. Organisasi pemerintah
merupakan struktur pelembagaan dari kewenangan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah.
Pemerintah terdiri atas struktur dan proses pemerintahan, sedangkan hukum administrasi
negara bertugas mengatur pelembagaan struktur dan proses dalam penyelenggaraan fungsi
pemerintahan tersebut.
Dalam proses penyusunan struktur organisasi pemerintah perlu diperhatikan konsep
mengenai rentang kontrol. Rentang kontrol ialah jumlah terbanyak bawahan langsung yang
dapat dipimpin dengan baik oleh seorang atasan tertentu. Rentang kontrol dipengaruhi oleh
jumlah jenjang organisasi. Jumlah jenjang organisasi yang benar adalah sependek mungkin
(efektivitas). Jenjang organisasi yang terlalu panjang akan berakibat adanya hambatan dan
penghamburan. Pelaksanaan fungsi organisasi harus berpendoman pada prinsip efektivitas
dan efisiensi.
Struktur organisasi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) macam.
1. Struktur organisasi pipih: yaitu struktur organisasi yang melaksanakan jenjang
organisasi antara 2 s.d 3 tingkat.
2. Struktur organisasi datar, struktur organisasi yang melaksanakan jenjang organisasi
s.d. 4 tingkat.
3. Struktur organisasi curam, struktur organisasi yang melaksanakan jenjang organisasi
s.d. 5 tingkat.
Jumlah terbanyak jenjang organisasi yang memenuhi prinsip sependek mungkin
berdasarkan asas efektivitas dan efisiensi adalah 3 s.d. 5 tingkat. Berikut ini contoh-contoh
struktur organisasi kementerian.

Anda mungkin juga menyukai