Anda di halaman 1dari 12

KEWENANGAN PEMERINTAH, ATRIBUSI, DELEGASI DAN MANDAT

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Administrasi Negara


Disusun oleh Siti Fatiya Fahmi (220105025), Muhammad Naufal (200105070), Agil
Rijuan Norriski (220105098), Rahmad Zulfani (220105086), Ridha Mellyza (200105036)
Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh 2023

ABSTRACT

Government authority is a basic concept in the legal system that regulates the rights
and responsibilities of the government in carrying out its duties. Attribution refers
to the constitutional determination of authority, while delegation involves the
delegation of responsibility by the government to another entity or institution.
Mandate is key in understanding the involvement of third parties in carrying out
government duties. This article details these concepts, highlighting the dynamics of
the relationship between authority, attribution, delegation, and mandate in the
context of government structures.

Keyword : government authority, attribution, delegation, mandate.

ABSTRAK

Kewenangan pemerintah merupakah konsep dasar dalam sistem hukum yang


mengatur hak dan tanggung jawab pemerintah dalam menjalankan tugasnya.
Atribusi mengacu pada penentuan wewenang secara konstitusional, sementara
delegasi melibatkan pendelegasian tanggung jawab oleh pemerintah kepada entitas
atau lembaga lain. Mandat menjadi kunci dalam memahami keterlibatan pihak
ketiga dalam melaksanakan tugas pemerintah. Artikel ini merinci konsep-konsep
tersebut, menyoroti dinamika hubungan antara kewenangan, atribusi, delegasi, dan
mandat dalam konteks struktur pemerintah.

Kata kunci : kewenangan pemerintah, atribusi, delegasi, mandat.


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kewenangan pemerintah mengacu pada kekuasaan yang dimiliki


pemerintah untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan tertentu.
Kewenangan ini berasal dari konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang
memberikan mandate kepada lembaga-lembaga dan pejabat pemerintah tertentu.

Atribusi adalah pemberian kewenangan pemerintah oleh peraturan


perundang-undangan kepada organ pemerintahan. Misalnya, Undang-Undang
memberikan kewenangan kepada menteri, gubernur, atau walikota untuk membuat
peraturan dalam rangka melaksankan Undang-Undang.

Delegasi adalah pelimpahan kewenangan dari pejabat yang lebih tinggi


kepada pejabat yang lebih rendah. Misalnya, seorang menteri melimpahkan
sebagian kewenangannya kepada direktur jenderal atau pejabat setingkat eselon I
di bawahnya. Tujuan delegasi adalah untuk memecahkan beban tugas, tanggung
jawab, dan kewenangan ke tingkat yang lebih rendah.

Mandat adalah kewenangan yang diberikan oleh undang-undang kepada


seseorang untuk mewakili kepentingan orang lain. Misalnya, hubungan antara
prinsipal dan agen, di mana agen diberi mandat untuk mewikili kepentingan
prinsipalnya. Dalam pemerintahan, rakyat sebagai prinsipal memberikan mandat
kepada presiden dan wakil rakyat sebagai agen untuk mewakili kepentingannya.

Dalam hukum administrasi, atribusi, delegasi, dan mandat merupakan


sumber kewenangan utama yang diberikan oleh undang-undang kepada organ
pemerintahan. Konsep-konsep ini membantu dalam menjaga kelompokan dan
hierarki organ pemerintahan serta menjaga keterjagaan dan efektivitas dalam
pengambilan keputusan dan persetujuan resmi.

Latar belakang ini menunjukkan bahwa konsep-konsep ini tidak hanya


menciptakan dasar hukum dan konstitusional bagi pemerintahan, akan tetapi juga
memainkan peran penting dalam penyusunan struktur pemerintahan yang efesien
dan akuntabel. Peneliti ini mendalam tentang interaksi kewenangan pemerintahan,
atribusi, delegasi dan mandat diperlukan untuk memahami dinamika yang
melibatkan pengambilan keputusan pemerintahan dan pelaksanaan kegiatan.

B. Rumusan Masalah

• Bagaimana mekanisme kewenangan pemerintah diatur melalui konsep


atribusi, delegasi dan mandat?
• Bagaimana implementasinya mempengaruhi efesiensi akuntabilitas dan
keseimbangan kekuasaan dalam suatu sistem pemerintahan?

C. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami konsep secara mendalam


bagaimana kewenangan pemerintah, atribusi, delegasi dan mandate beroprasi
dalam konteks sistem pemerintahan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak dari implementasi


mekanisme ini terhadap efesiensi pemerintah akuntabilitas dan distribusi kekuasaan
dengan harapan dapat memberikan pengetahuan yang lebih baik dalam menyusun
kebijakan publik dan perbaharuan sistem dalam pemerintahan yang lebih efektif.
II. PEMBAHASAN

Menurut Ridwan (2016) dalam bukunya yang berjudul Hukum Administrasi


Negara. hal. 101. menjelaskan Yaitu bahwa pilar utama negara hukum yaitu asas
legalitas maka berdasarkan prinsip ini tersirat bahwa kewenangan pemerintah
berasal dari peraturan perundang-undangan, yaitu sumber kewenangan bagi
pemerintah yaitu peraturan perundang-undangan, Secara teori wewenang yang
bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara
yaitu kewenangan yang diperoleh melalui atribusi, kewenangan yang diperoleh
melalui delegasi dan kewenangan yang diperoleh dari mandat. 1

Kewenangan yang didapat dari atribusi mutlak berasal dari amanat undang-
undang yang secara eksplisit langsung terdapat dari redaksi undang-undang atau
pasal tertentu (Fitri, 2019), dan penerima atribusi dapat memperluas bidang atribusi
dan memperluas wewenang baru yang telah didapat sejauh tidak melewati bidang
kewenangan, kewenangan atribusi akan tetap lekat selama tidak ada perubahan
peraturan perundang-undangan, secara mutlak tanggung jawab dan tanggung gugat
kepada penerima atribusi, hubungan hukum wewenang antara pembentuk undang-
undang dengan organ/badan pemerintahan, sedangkan dalam delegasi tidak dapat
menciptakan dan memperluas wewenang yang ada hanya pelimpahan wewenang
dari organ/badan dan atau pejabat pemerintahan lain dan secara yuridis tanggung
jawab delegasi berpindah dari pemberi ke penerima delegasi. Penerima delegassi
bertanggung jawab kepada pemberi delegasi serta dapat dicabut atau ditarik
kembali jika terdapat penyalahgunaan dan atau penyimpangan yang dilakukan oleh
penerima delegasi, berdasar kewenangan atribusi yang diberikan oleh pemberi
delegasi kepada penerima delegasi (delegataris), mandat yaitu diperoleh dari
pelimpahan wewenang yang diberikan dari pemberi mandat kepada penerima
mandat (mandataris) biasanya terdapat di dalam intern pemerintahan biasa terjadi
antara atasan dan bawahan kemudian mandat dapat ditarik kembali atau digunakan

1Khazanah Hukum, Vol. 2 No. 3: 92-99. KEWENANGAN ATRIBUSI, DELEGASI DAN MANDAT.
(diakses pada tanggal 3 november 2023/13.45)
sewaktu-waktu oleh pemberi kewenangan sedangkan tanggungjawab dan tanggung
gugat berada pada pemberi mandat. 2

A. Atribusi

Atribusi Istilah "atribusi" berasal dari bahasa Latin yang artinya


"memberikan kepada". Dalam konteks Hukum Tata Negara dan Hukum
Administrasi, wewenang atribusi diartikan sebagai kewenangan yang diberikan
atau ditetapkan untuk jabatan tertentu. Jabatan yang dibentuk oleh Undang-Undang
Dasar (UUD) memperoleh atribusi wewenang, contohnya Presiden yang
melaksanakan kekuasaan pemerintahan sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945.
Atribusi wewenang yang diatur dalam UUD juga diberikan kepada lembaga-
lembaga negara lainnya. Atribusi sering disebut sebagai Original Legislator.
Jabatan yang dibentuk oleh Undang-Undang (UU) mendapatkan wewenang atribusi
yang ditetapkan oleh UU, seperti wewenang Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai
dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (lihat Pasal 25 dst.).
Atribusi mengacu pada Kewenangan Asli berdasarkan Hukum Tata Negara,
memberikan kewenangan untuk membuat keputusan yang bersumber langsung dari
Undang-Undang secara materiil. Dengan demikian, atribusi merupakan metode
untuk membentuk kewenangan tertentu dan memberikannya kepada organ tertentu
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Konsep baku untuk wewenang
atribusi menjadi penting, seperti yang dapat dilihat dalam konsep baku "wewenang
yang ditetapkan" atau yang mengikuti ketentuan Undang-Undang (UU), seperti UU
No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pasal 1 butir 6 jo.
UU No.51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU No.5 Tahun 1986
memberikan rumusan yang jelas, menyatakan bahwa tergugat adalah Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang
yang ada padanya. Dengan demikian, wewenang atribusi dapat diartikan sebagai
wewenang yang melekat pada jabatan.

2 ibid
Pentingnya konsep ini terletak pada kejelasan perbedaannya dengan
wewenang delegasi dan mandat. Konsep yang digunakan harus mampu
membedakan dengan tegas antara wewenang atribusi, yang melekat pada jabatan,
dengan wewenang delegasi yang merupakan pengalihan sebagian wewenang, serta
mandat yang merupakan arahan tertulis untuk melaksanakan tugas atau keputusan.
Dengan demikian, adanya konsep baku untuk wewenang atribusi tidak hanya
memberikan landasan hukum yang jelas, tetapi juga mencegah kebingungan antara
berbagai bentuk wewenang dalam konteks hukum dan administrasi.

B. Delegasi

Delegasi berasal dari bahasa Latin delegare yang artinya melimpahkan.


Konsep wewenang delegasi dengan demikian adalah wewenang pelimpahan. 3
Konsep ini tergambar dengan jelas dalam Pasal 1 butir 6 jo. Pasal 1 butir 12 UU
PTUN. Delegasi, sebagai unsur penting dalam mekanisme pendelegasian
wewenang, merupakan pelimpahan wewenang untuk membuat keputusan oleh
Pejabat Pemerintahan kepada pihak lain, dan wewenang yang dilimpahkan itu
menjadi tanggung jawab pihak yang menerima, yang disebut delegataris. Dalam
konteks ini, perlu dicatat bahwa pemberi delegasi disebut delegans. Untuk
melakukan delegasi wewenang, langkah awal yang harus diambil adalah adanya
wewenang atribusi, di mana badan atau pejabat pemerintahan dapat melakukan
pendelegasian wewenang jika peraturan perundang-undangan sebelumnya telah
membentuk dan memberikan wewenang kepada badan atau pejabat pemerintahan
tertentu terlebih dahulu. Artinya, tanpa adanya atribusi, proses delegasi tidak dapat
terjadi, menegaskan keterkaitan yang erat antara kedua konsep ini dalam konteks
pelimpahan wewenang di dalam administrasi pemerintahan.

Syarat delegasi

➢ Harus definitive
➢ Harus didasarkan peraturan perundang-undangan

3Philipus M Hadjon, Kebutuhan akan Hukum Administrasi Umum, dalam Hukum Administrasi dan
Good Governance, (Jakarta :Universitas Trisakti, 2012),hlm.21
➢ Tidak dilakukan kepada bwahan
➢ Kewajiban memberikan keterangan penjelasan oleh delegalitas
kepada delegasi
➢ Ada kemungkinan wewenang yang dilimpah ditarik kembali jika
badan/organ yang menerima pelimpahan wewenang TIDAK BISA
melaksakan (asas contrario actus, harus didahului dengan
pencabutan dengan peraturan yang setara atau lebih tinggi).

c. Mandat

Mandat endiri dapat terjadi jika organ pemerintahan mengizinkan


kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya. Berdasarkan Undang-
Undang Administrasi Pemerintahan, mandat adalah pelimpahan kewenangan dari
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung
gugat tetap berada pada pemberi mandat.

Jadi salah satu ciri dari pelimpahan dalam bentuk mandat ini adalah
kewenangan dari si pemberi mandat dapat diturunkan tidak hanya satu layer ke
bawah, namun dapat diturunkan beberapa layer ke bawah. Sebagai contoh, Menteri
Keuangan dapat memberikan mandat langsung kepada Kepala Seksi ataupun
kepada pelaksana sekalipun dalam hal diperlukan.

Namun demikian pelimpahan dalam bentuk mandat ini dalam hal sudah
dimandatkan dari pemberi mandat kepada penerima mandat, maka si penerima
mandat tidak dapat melimpahkan kewenangan itu kepada pihak lain (berhenti
kepada si penerima mandat).

Ciri lain dari pelimpahan dalam bentuk mandat ini adalah :

a. hakikat dari mandat adalah penugasan;

b. tanggung jawab jabatan dan tanggung jawab gugat tetap ada pada si pemberi
mandat;
c. tanggung jawab pribadi karena mal-administrasi (antara lain melawan hukum,
penyalahgunaan wewenang, gratifikasi dll), menjadi tanggungjawab pelaku (tidak
ada vicarious liability, tidak ada superior respondeat);

d. setiap saat si pemberi mandat dapat menggunakan sendiri wewenang yang


sudah dimandatkan tersebut; dan

e. bentuk dari tata naskah dinasnya biasanya berupa a.n., u.b., a.p.

Setelah memahami mengenai bentuk pelimpahan wewenang berupa mandat


ini, di pembahasan berikutnya penulis akan membahas mengenai sumber
kewenangan yang lainnya, yaitu atribusi dan juga delegasi.

D. KEWENANGAN PEMERINTAH

Philipus M. Hadjon4, dalam tulisannya tentang wewenang mengemukakan


bahwa ”Istilah wewenang disejajarkan dengan istilah “bevoegdheid” dalam istilah
hukum Belanda. Kedua istilah ini terdapat sedikit perbedaan yang teletak pada
karakter hukumnya, yaitu istilah “bevoegdheid” digunakan baik dalam konsep
hukum publik maupun dalam konsep hukum privat, sementara istilah wewenang
atau kewenangan selalu digunakan dalam konsep hukum publik.

Selanjutnya H. D Stout, sebagaimana dikonstantir oleh Ridwan H.R,


5
menyebutkan bahwa :
”Bevoedheid is een begrip uit bestuurlijke organisatierecht, watkan worden
omschreven als het geheel van regels dat betrekking heeft op de verkrijging en
uitoefening van bestuurscrechttelijke bevoegheden door publiekrechtelijke
rechtssubjecten in hetnbestuursrechtelijke rechtsverkeer.”
(Wewenang merupakan pengertian yang berasal dari hukum organisasi
pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan atura-aturan yang

4 Philipus M Hadjon II, h. 1


5 Ridwan HR (2002), Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.101
berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek
hukum publik di dalam hubungan hukum publik)

Sebagai konsep hukum publik, wewenang (bevoegdheid) dideskripsikan


sebagai kekuasaan hukum (rechsmacht), dimana konsep tersebut diatas,
berhubungan pula dalam pembentukan besluit (keputusan pemerintahan) yang
harus didasarkan atas suatu wewenang 6.

Dengan kata lain, keputusan pemerintahan oleh organ yang berwenang


harus didasarkan pada wewenang yang secara jelas telah diatur, dimana wewenang
tersebut telah ditetapkan dalam aturan hukum yang terlebih dulu ada 7. Sejalan
dengan pendapat diatas, F.P.C.L. Tonnaer 8, menyatakan bahwa :

"Kewenangan pemerintah dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk


melaksanakan hukum positif, dan dengan begitu, dapat dirincikan hubungan
hukum antara pemerintah dengan warga negara."

Berbagai pengertian mengenai wewenang sebagaimana dikemukakan


diatas, walaupun dirumusakan dalam bahasa yang berbeda, namun mengandung
pengertian bahwa wewenang itu memberikan dasar hukum untuk bertindak dan
mengambil keputusan tertentu berdasarkan wewenang yang diberikan atau melekat
padanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kewenangan itu haruslah jelas
diatur secara jelas dan ditetapkan dalam peraturan perundangan-undangan yang
berlaku. Hal ini berarti bahwa, perolehan dan penggunaan wewenang daerah dalam
pengaturan tata ruang laut pada wilayah kepulaun hanya dapat dilakukan apabila
daerah berdasarkan ketentuan perundang-undangan memiliki kewenangan untuk
itu, sebagaimana dikemukakan oleh Philipus M. Hadjo 9yakni, bahwa :

6 Philipus M Hadjon I, Ibid


7
8
9 Phlipus M Hadjon I, h 130.
”…minimal dasar kewenangan harus ditemukan dalam suatu undang-undang,
apabila penguasa ingin meletakan kewajiban-kewajiban di atas para warga
masyarakat. Dengan demikian di dalamnya terdapat suatu legitimasi yang
demokratis. Melalui undang-undang, parlemen sebagai pembentuk undang-undang
yang mewakili rakyat pemilihnya ikut menentukan kewajiban-kewajiban apa yang
pantas bagi warga masyarakat. Dari sini, atribusi dan delegasi kewenangan harus
didasarkan undang-undang formal, setidak-tidaknya apabila keputusan itu
meletakan kewajiban-kewajiban pada masyarakat.”

Dalam kajian hukum administrasi, mengetahui sumber dan cara


memperoleh wewenang organ pemerintahan ini penting, karena berkenaan dengan
pertanggungjawaban hukum (rechtelijke verantwording) dalam penggunaan
wewenang tersebut, seiring dengan salah satu prinsip dalam negara hukum; ”geen
bevoegheid zonder verantwoordelijkheid atau there is no authority without
responsibility” (tidak ada kewenangan tanpa pertanggungjawaban)”. 10 Sumber
kewenangan dapat dilihat pada konstitusi setiap negara yang memberi suatu
legitimasi kepada badan-badan publik untuk dapat melakukan fungsinya. 11
Perwujudan dari fungsi pemerintahan sebagaimana dikemukakan diatas, itu
nampak pada tindakan pemerintahan (besturrshandelingen) yang dalam banyak hal
merupakan wujud dari tindakan yang dilakukan oleh organ-organ maupun badan
pemerintahan.

Dalam melaksanakan fungsinya (terutama berkaitan dengan wewenang


pemerintahan), Pemerintah mendapatkan kekuasaan atau kewenangan itu
bersumber dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang. Sutarman12
mengutip pendapat dari H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, menyatakan bahwa:

"Pemerintahan menurut undang-undang: pemerintah mendapatkan kekuasaan


yang diberikan kepadanya oleh undang-undang atau undang-undang dasar."

10 Ridwan HR (2002), Op CIt, h.108


11 Tatiek Sri Djatmiati, (2004) Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia, Disertasi, Program
Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 2004, h. 60
12 Sutarman (2007), Loc Cit., h 11
Dalam kepustakaan hukum administrasi terdapat dua cara utama
memperoleh wewenang pemerintahan, yaitu atribusi delegasi dan mandat 13.

KESIMPULAN

Dalam hukum administrasi, atribusi, delegasi, dan mandat merupakan


sumber kewenangan utama yang diberikan oleh undang-undang kepada organ
pemerintahan. Konsep-konsep ini membantu dalam menjaga kelompokan dan
hierarki organ pemerintahan serta menjaga keterjagaan dan efektivitas dalam
pengambilan keputusan dan persetujuan resmi.

Kewenangan atribusi akan tetap lekat selama tidak ada perubahan peraturan
perundang-undangan, secara mutlak tanggung jawab dan tanggung gugat kepada
penerima atribusi, hubungan hukum wewenang antara pembentuk undang-undang
dengan organ/badan pemerintahan, sedangkan dalam delegasi tidak dapat
menciptakan dan memperluas wewenang yang ada hanya pelimpahan wewenang
dari organ/badan dan atau pejabat pemerintahan lain dan secara yuridis tanggung
jawab delegasi berpindah dari pemberi ke penerima delegasi.

Dan mandat adalah pelimpahan kewenangan dari Badan/Pejabat


Pemerintah yang lebih tinggi kepada Badan/Pejabat yang lebih rendah. Yaitu
hubungan antara prinsipal dan agen, di mana agen diberi mandat untuk mewikili
kepentingan prinsipalnya. Dalam pemerintahan, rakyat sebagai prinsipal
memberikan mandat kepada presiden dan wakil rakyat sebagai agen untuk
mewakili kepentingannya.

13 Philipus M Hadjon II, h. 2


DAFTAR PUSTAKA

Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Ridwan HR, Jakarta 2002

Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia, Disertasi, Program Pascasarjana


Universitas Airlangga, Tatiek Sri Djatmiati, Surabaya 2004

Kebutuhan akan Hukum Administrasi Umum, dalam Hukum Administrasi dan


Good Governance, Philipus M Hadjon, (Jakarta :Universitas
Trisakti, 2012)

KEWENANGAN ATRIBUSI, DELEGASI DAN MANDAT. Khazanah Hukum,


(diakses pada tanggal 3 november 2023)

Anda mungkin juga menyukai