Anda di halaman 1dari 4

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

RESUME BAB 4

DI SUSUN OLEH :

Aditia Izzaturziyan

NIM : 02011382227383

KELAS : A PALEMBANG

DOSEN PENGAMPU :

1. Dr. Ridwan., S.H., MHUM


2. Dr. Iza Rumesten RS., S.H, MHUM
3. Agus Ngadino S.H, M.H
4. Taufani Yunithia Putri S.H, M.H

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

FAKULTAS HUKUM PALEMBANG

2023
KEKUASAAN, WEWENANG, DAN KEWENANGAN

A. Konsep dasar wewenang pemerintah


Berkaitan dengan istilah wewenang dan kewenangan, Ateng Syafrudin ber- pendapat ada
perbedaan antara pengertian kewenangan dan wewenang (2000). Kita harus membedakan antara
kewenangan (authority, gezag) dengan wewe- nang (competence, bevoegheid). Kewenangan
adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang
diberikan oleh undang- undang, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu onderdeel (bagian)
ter- tentu saja dari kewenangan. Di dalam kewenangan terdapat wewenang- wewenang (rechtsbe
voegdheden). Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum publik, lingkup wewenang
pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat keputusan pemerintah (bestuur), tetapi
meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi
wewe- nang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Pengertian wewenang menurut H.D. Stout (dalam Fachruddin, 2004: 4) adalah: "Bevoegheid wet
kan worden omscrevenals het geheel van bestuurechtelijke bevoegdheden door publiekrechtelijke
rechtssubjecten in het bestuurechttelijke rechtsverkeern" (wewenang dapat dijelaskan sebagai
keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang
pemerintah oleh subjek hukum publik dalam hukum publik).

Keterangan ahli yang Penulis sampaikan dalam Berita Acara Pemeriksaan KPK RI Surat Perintah
Penyidikan Nomor: Sprin.Dik-32/01/07/2014 tanggal 18 Juli 2014 dan Surat Perintah Penyidikan
Nomor: Sprin.Dik-32A/01/07/2014, tanggal 25 Juli 2014 membedakan antara kekuasaan dengan
wewenang. Kekuasaan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk memengaruhi
pihak lain melakukan atau tidak melakukan sesuatu menurut kehendaknya. Kemudian, hukum
menormakan kekuasaan itu menjadi wewenang yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
supaya dapat ditentukan parameter keabsahannya baik berdasarkan peraturan perundang-
undangan maupun asas-asas umum pemerintahan yang baik. Kewenangan adalah kekuasaan yang
diatur melalui peraturan perundang-undangan.

Wewenang adalah kekuasaan yang dilembagakan (institutionalized power) beadasarkan norma


hukum publik. Menteri dalam pelaksanaan tugas dan wewenang serta kekuasaannya harus selalu
berpedoman kepada asas-asas pemerintahan yang baik. Hal ini disebabkan asas-asas umum
pemerintahan yang baik merupakan norma hukum tak tertulis yang harus digunakan sebagai
pedoman bertindak/norma pemerintahan (bestuursnorm) dalam pelaksanaan wewenang
pemerintahan di samping kewajiban menteri/pejabat pemerintah untuk mematuhi norma hukum.
Kekuasaan sering disamakan begitu saja dengan kewenangan, dan kekuasaan sering
dipertukarkan dengan istilah kewenangan, demikian pula sebaliknya. Bahkan kewenangan sering
disamakan juga dengan wewenang. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan dalam arti bahwa
"ada satu pihak yang memerintah dan pihak lain yang diperintah" (the rule and the ruled)

Berdasarkan pengertian di atas, dapat terjadi kekuasaan yang tidak ber kaitan dengan hukum.
Kekuasaan yang tidak berkaitan dengan hukum, oleh Henc van Maarseven disebut sebagai blote
match, sedangkan kekuasaan yang berkaitan dengan hukum oleh Max Weber disebut sebagai
wewenang rasional atau legal, yakni wewenang yang berdasarkan suatu sistem hukum ini
dipahami sebagai suatu kaidah-kaidah yang telah diakui serta dipatuhi oleh masyarakat dan
bahkan yang diperkuat oleh Negara. Prajudi Atmosudirjo berpendapat bahwa kewenangan adalah
apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan legislatif (diberi oleh
undang-undang) atau dari kekuasaan eksekutif/administratif. Kewenangan merupakan kekuasaan
terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan
tertentu yang bulat.

Dalam hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan (Philipus M. Hadjon, Tentang
Wewenang, Makalah, Universitas Airlangga, Surabaya. tanpa tahun, h. 1). Kekuasaan memiliki
makna yang sama dengan wewenang karena kekuasaan yang dimiliki oleh Eksekutif, Legislatif
dan Yudikatif adalah kekuasaan formal. Kekuasaan merupakan unsur esensial dari suatu negara
dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di samping unsur-unsur lainnya, yaitu: a) hukum; b)
kewenangan (wewenang); c) keadilan; d) kejujuran; e) kebijakbestarian; dan f) kebajikan
Dalam hukum administrasi, sumber dan cara memperoleh wewenang organ pemerintahan sangat
penting. Hal itu berkaitan erat dengan sistem per- tanggungjawaban hukum (rechtelijke
verantwoording system) dalam penggu- naan wewenang tersebut, dan hal itu sejalan dengan salah
satu prinsip dalam negara hukum; "geen bevoegheid zonder verantwoordelijkheid atau there is no
authority without responsibility" (tidak ada kewenangan tanpa pertanggung- jawaban)". Dalam
hukum administrasi negara, ruang lingkup legalitas tindak pemerintahan menyangkut 3 (tiga)
aspek, yaitu: wewenang, prosedur, dan substansi. Tidak terpenuhinya tiga komponen legalitas
tersebut mengakibatkan cacat yuridis suatu tindak pemerintahan. Setiap tindak pemerintahan
disyaratkan harus bertumpu atas kewenangan yang sah. Kewenangan itu diperoleh melalui tiga
sumber, yaitu: atribusi, delegasi, dan mandat. Kewenangan atribusi ditentukan melalui pembagian
kekuasaan negara oleh Undang-Undang Dasar atau ditetapkan oleh undang-undang, kewenangan
delegasi dan mandat adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan.

Asas umum prosedur berlandaskan atas 3 (tiga) landasan utama hukum administrasi, yaitu: asas
negara hukum, asas demokrasi, dan asas instrumental. Asas negara hukum dalam prosedur
utamanya berkaitan dengan perlindungan hak-hak dasar, misalnya hak untuk tidak menyerahkan
dokumen yang sifatnya privacy, hak untuk tidak menyebutkan namanya atau identitas lainnya
sehu- bungan dengan keberatan yang diajukan terhadap suatu permohonan pihak lain atau atas
suatu rancangan tindak pemerintahan. Asas demokrasi dalam prosedur berkenaan dengan asas
keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerin- tahan. Asas keterbukaan mewajibkan pemerintah
untuk secara aktif membe- rikan informasi kepada masyarakat tentang suatu permohonan atau
suatu rencana tindak pemerintahan dan mewajibkan untuk memberikan penjelasan kepada
masyarakat atas hal yang diminta.

Asas instrumental meliputi asas efisiensi (doelmatigheid: daya guna) dan asas efektivitas
(doeltreffenheid: hasil guna). Dewasa ini mungkin masih ba nyak prosedur di bidang
pemerintahan di Indonesia yang masih belum berdaya guna dan berhasil guna. Dalam hubungan
itu deregulasi di bidang pemerintahan khususnya menyangkut prosedur pemerintahan masih
sangat dibutuhkan. Hal kecil yang masih menunjukkan beberapa segi yang tidak efisien dan tidak
efektif misalnya: apakah masih perlu prosedur pengurusan Kartu Tanda Pen- duduk (KTP)
dimulai dari tingkat Ketua Rukun Tetangga (RT), padahal setiap warga yang mengurus KTP
disyaratkan antara lain bahwa dia sudah terdaftar dalam Kartu Keluarga (KK) dan bahkan
sekarang ini sudah diatur wajib me- miliki Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Admi- nistrasi Pemerintahan
mendefinisikan wewenang adalah hak yang dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
atau penyelenggara negara lainnya untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Selanjutnya pada Pasal 1 angka 6 UU No. 30 Tahun 2014,
kewenangan dimaknai sebagai kekuasaan Badan dan/atau Pejabat Pemerin tahan atau
penyelenggara negara lainnya untuk bertindak dalam ranah hukum publik. Wewenang Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan dibatasi oleh: a. masa atau tenggang waktu wewenang; b. wilayah
atau daerah berlakunya we- wenang, dan c. cakupan bidang atau materi wewenang. Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan dilarang menyalahgunakan wewenang.

B. ATRIBUSI, DELEGASI, DAN MANDAT


Kewenangan yang dimiliki oleh organ (institusi) pemerintahan dalam mela- kukan perbuatan
nyata (riil), mengadakan pengaturan atau mengeluarkan keputusan selalu dilandasi oleh
kewenangan yang diperoleh dari konstitusi secara atribusi, delegasi, maupun mandat. Pada
kewenangan delegasi, harus ditegaskan suatu pelimpahan wewenang kepada organ pemerintahan
yang lain. Pada mandat tidak terjadi pelimpahan apa pun dalam arti pemberian wewenang, akan
tetapi yang diberi mandat bertindak atas nama pemberi mandat. Dalam pemberian mandat,
pejabat yang diberi mandat menunjuk pe- jabat lain untuk bertindak atas nama mandator (pemberi
mandat).

Ruang lingkup legalitas tindak pemerintahan meliputi wewenang, prosedur, dan substansi.
Berdasarkan asas itulah ketentuan Pasal 67 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986 menyatakan bahwa
gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang digugat. Tidak terpenuhinya tiga komponen legalitas tersebut mengakibatkan
terjadinya kondisi cacat yuridis suatu tindak pemerintahan.
Cacat yuridis tersebut bisa menyangkut wewenang, prosedur, dan substansi. Setiap tindak
pemerintahan disyaratkan harus didasarkan atas kewenangan yang sah. Kewenangan itu diperoleh
me lalui tiga sumber, yaitu: atribusi, delegasi, dan mandat.

Sehubungan dengan konsep atribusi, delegasi, ataupun mandat, J.G. Brouwerdan A.E. Schilder,
mengemukakan pendapatnya :

a. With atribution, power is granted to an administrative authority by an independent


legislative body. The power is initial (originair), which is to say that is not derived from a
previously existing power. The legislative body creates independent and previously non
existent powers and assigns them to an authority.

b. Delegation is a transfer of an acquired atribution of power from one admi nistrative


authority to another, so that the delegate (the body that the acquired the power) can
exercise power in its own name.

c. With mandate, there is not transfer, but the mandate giver (mandans) assigns power to the
body (mandataris) to make decision or take action in its name.

J.G. Brouwer berpendapat bahwa atribusi merupakan kewenangan yang diberikan kepada suatu
organ (institusi) pemerintahan atau lembaga negara oleh suatu badan legislatif yang independen.
Kewenangan ini adalah asli, yang tidak diambil dari kewenangan yang ada sebelumnya. Badan
legislatif menciptakan kewenangan mandiri dan bukan perluasan kewenangan sebelumnya dan
memberikan kepada organ yang berkompeten.

Delegasi adalah kewenangan yang dialihkan dari kewenangan atribusi dari suatu organ (institusi)
pemerintahan kepada organ lainnya sehingga delegator (organ yang telah member kewenangan)
dapat menguji kewenangan tersebut atas namanya, sedangkan pada mandat, tidak terdapat suatu
pemindahan kewenangan tetapi pemberi mandat (mandator) memberikan kewenangan kepada
organ lain (mandataris) untuk membuat keputusan atau mengambil suatu tindakan atas namanya.

Philipus M. Hadjon pada dasarnya membuat perbedaan antara delegasi dan mandat. Dalam hal
delegasi mengenai prosedur pelimpahannya berasal dari suatu organ pemerintahan kepada organ
pemerintahan yang lainnya dengan peraturan perundang-undangan, dengan tanggung jawab dan
tanggunggugat beralih ke delegataris. Pemberi delegasi tidak dapat menggunakan wewenang itu
lagi, kecuali setelah ada pencabutan dengan berpegang dengan asas contrariusactus. Dalam hal
mandat, prosedur pelimpahan dalam rangka hubungan atasan bawahan yang bersifat rutin.
Adapun tanggung jawab dan tanggung gugat tetap pada pemberi mandat. Setiap saat pemberi
mandat dapat meng- gunakan sendiri wewenang yang dilimpahkan itu "Philipus M Hadjon, 1996"

Huisman membedakan delegasi dan mandat sebagai berikut: Delegasi, merupakan pelimpahan
wewenang (overdracht van bevoegdheid); kewenangan tidak dapat dijalankan secara insidental
oleh organ yang memiliki wewenang asli (bevoegdheid kan door het oorsprokenlijk bevoegde
orgaan niet incidenteel uitgoefend worden); terjadi peralihan tanggung jawab (overgang van
verantwoor delijkheid); harus berdasarkan UU (wetelijk basis vereist); harus tertulis
(moetschriftelijk); Mandat menurut Huisman merupakan perintah untuk melaksanakan (opdracht
tot uitvoering); kewenangan dapat sewaktu-waktu dilaksanakan oleh mandans (bevoegdheidkan
door mandaatgever nog inciden- teeluitgeofendworden); tidak terjadi peralihan tanggung jawab
(behooud van verantwoordelijkheid); tidak harus berdasarkan UU (geen wetelijke basis vereist);
dapat tertulis, dapat pula secara lisan (kan schriftelijk, mag ook mondeling) "Huisman, RJHM,
tt".

Anda mungkin juga menyukai