Anda di halaman 1dari 12

FILSAFAT HUKUM

Kls. A; Senin; Pagi; 9 Oktober 2023; Jam 10.30

Tentang Politik Hukum

Politik: berasal dari bahasa Yunani yaitu polis yang artinya negara. Dalam

arti luas, politik adalah suatu aktivitas yang dibuat, dipelihara, dan di gunakan

untuk masyarakat untuk menegakkan peraturan yang ada di dalam masyarakat

itu sendiri.

Ilmu politik dapat dikatakan sebagai ilmu sosial tertua, apabila dilihat

sebagai suatu pembahasan tentang berbagai aspek kehidupan bermasyarakat

dan bernegara. namun baru sejak abad ke-19 ilmu ini memiliki dasar, kerangka,

pusat perhatian dan ruang lingkup yang jelas dan terinci.

Politik Hukum adalah kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk,

maupun isi hukum yang akan dibentuk untuk mencapai tujuan negara. Moh.

Mahfud MD 1 mengatakan bahwa politik hukum merupakan “legal policy”

tentang hukum yang diberlakukan atau tidak diberlakukan untuk mencapai

tujuan Negara; Terkait dengan ini Sunaryati Hartono juga mengemukakan

tentang “hukum sebagai alat” sehingga secara praktis politik hukum juga

sebagai alat atau sarana yang digunakan pemerintah untuk menciptakan

sestem hukum nasional guna mencapai tujuan Negara. 2 Bahwa hukum adalah

produk politik. 3 Asumsi dasar yang dipergunakan, hukum sebagai produk

politik adalah karakter isi setiap produk hukum akan sangat ditentukan atau

diwarnai oleh imbangan kekuatan atau konfigurasi politik yang melahirkannya.

Freies Ermessen (diskresi) lahir disebabkan tuntutan keadaan yang

serba cepat berubah, sekaligus ketidakmampuan aturan hukum yang ada untuk

1
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pres, 2011), hlm. 1
2
C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, (Bandung:
Alumni, 1991), hlm. 1.
3
Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum Menegakan Konstitusi, (Jakarta: Rajawali Pres,
2011), hlm. 64

1
mengatasi keadaan, sehingga diperlukan administrasi negara yang responsif

terhadap perkembangan yang terjadi dan tentu saja asas legalitas tidak dapat

dipertahankan secara kaku. Dengan demikian freies ermessen berperan dalam

melengkapi dan mengembangkan hukum administrasi negara.

Arti Diskresi, Ruang Lingkup, Syarat, dan Contohnya 4

Apa itu Diskresi Pemerintah?

Dari segi bahasa, menurut KBBI, diskresi adalah kebebasan mengambil

keputusan sendiri dalam setiap situasi yang dihadapi. Adapun, menurut S.

Prajudi Atmosudirdjo mendefinisikan diskresi; discretion (Inggris)

discretionair (Prancis), freies ermessen (Jerman), sebagai kebebasan

bertindak atau mengambil keputusan dari para pejabat administrasi negara

yang berwenang dan berwajib menurut pendapat sendiri.

Laica Marzuki, berpendapat bahwa freies ermessen atau diskresi

adalah kebebasan yang diberikan kepada tata usaha negara dalam rangka

penyelenggaraan pemerintahan, sejalan dengan meningkatnya tuntutan

pelayanan publik yang harus diberikan tata usaha negara terhadap kehidupan

sosial ekonomi masyarakat yang kian kompleks.

Menurut Philipus M. Hadjon, kebebasan bertindak (freies ermessen)

atau diskresi adalah kebebasan untuk menerapkan peraturan dalam situasi

konkret, kebebasan untuk mengukur situasi konkret tersebut, dan kebebasan

untuk bertindak meskipun tidak ada atau belum ada pengaturannya secara

tegas (sifat aktifnya pemerintah). 5 Secara yuridis, arti diskresi adalah 6

keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh

pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi

4
https://www.hukumonline.com/klinik/a/arti-diskresi--ruang-lingkup--syarat--dan-contohnya-
lt54b538f5f35f5/
5
Ridwan. Diskresi & Tanggung Jawab Pemerintah. Yogyakarta: FH UII Press, 2014, hal. 128
6
Pasal 175 angka 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta
Kerja (“Perppu Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan (“UU Administrasi Pemerintahan”)

2
dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-

undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak

jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.

Pejabat Pemerintahan yang Berwenang Menggunakan Diskresi

Pada prinsipnya, pejabat pemerintahan memiliki hak untuk menggunakan

kewenangan dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan, salah satunya

adalah menggunakan diskresi sesuai dengan tujuannya. Lalu, siapa yang

dimaksud dengan pejabat pemerintahan itu?

Secara teoritis, pemerintah dapat diartikan dalam arti luas dan dalam

arti sempit. Dalam arti luas, mencakup semua alat kelengkapan negara yang

pada pokoknya terdiri dari cabang-cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, dan

yudisial, atau kelengkapan negara yang bertindak untuk dan atas nama negara.

Sedangkan pemerintah dalam arti sempit adalah cabang kekuasaan eksekutif,

baik di tingkat pusat maupun daerah.

Pemerintah dalam arti sempit ini disebut sebagai administrasi, yang

memiliki dua pengertian, yaitu administrasi dalam arti fungsional dan dalam

arti institusional. Administrasi dalam arti fungsional adalah penyelenggaraan

semua tugas-tugas kenegaraan selain bidang pembuatan undang-undang dan

peradilan. Sementara administrasi dalam arti institusional adalah kumpulan

jabatan pemerintahan.

Contoh pejabat pemerintahan adalah presiden/wakil presiden, gubernur

dan perangkatnya, bupati/wali kota dan perangkatnya. Secara yuridis, UU

Administrasi Pemerintahan mendefinisikan badan dan/ atau pejabat

pemerintahan adalah unsur yang melaksanakan fungsi pemerintahan, baik di

lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya.

Dalam UU Administrasi Pemerintahan, pejabat pemerintahan tersebut

termasuk yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam lingkup lembaga

eksekutif, yudikatif, legislatif, dan pejabat pemerintahan lain yang

3
menyelenggarakan fungsi pemerintahan yang disebutkan dalam UUD 1945

dan/atau undang-undang.

Adapun yang dimaksud dengan fungsi pemerintahan adalah fungsi dalam

melaksanakan administrasi pemerintahan yang meliputi fungsi pengaturan,

pelayanan, pembangunan, pemberdayaan, dan perlindungan. Administrasi

pemerintahan sendiri adalah tata laksana dalam pengambilan keputusan

dan/atau tindakan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan.

Pada dasarnya cakupan pejabat pemerintahan dalam UU Administrasi

Pemerintahan adalah badan/pejabat dalam lingkup eksekutif, yudikatif, dan

legislatif yang menyelenggarakan urusan pemerintahan, di luar wewenang

pembuatan undang-undang dan peradilan. Misalnya, dalam lingkup lembaga

yudikatif, fungsi pemerintahan berkaitan dengan kebijakan kepegawaian,

bukan berkenaan dengan wewenang hakim dalam memberikan putusan.

Ruang Lingkup Diskresi

Diskresi pejabat pemerintahan meliputi pengambilan keputusan

dan/atau tindakan pemerintahan karena kondisi tertentu, yaitu: Ketentuan

peraturan perundang-undangan memberikan suatu pilihan keputusan dan/atau

tindakan. Biasanya dicirikan dengan kata dapat, boleh, atau diberikan

kewenangan, berhak, seharusnya, diharapkan, dan kata-kata lain yang sejenis.

Peraturan perundang-undangan tidak mengatur, yaitu ketiadaan atau

kekosongan hukum yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu

kondisi tertentu atau di luar kelaziman.

Peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas, yakni

apabila dalam peraturan perundang-undangan masih membutuhkan penjelasan

lebih lanjut, peraturan yang tumpang tindih (tidak harmonis dan tidak

sinkron), dan peraturan yang membutuhkan peraturan pelaksanaan, tetapi

belum dibuat.

4
Adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas, adalah

kepentingan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, penyelamatan

kemanusiaan dan keutuhan negara, antara lain bencana alam, wabah penyakit,

konflik sosial, kerusuhan, pertahanan dan kesatuan bangsa.

Tujuan Diskresi

Setiap penggunaan diskresi oleh pejabat pemerintahan tentu memiliki

tujuan tersendiri. Tujuan diskresi tersebut adalah:

1. Melancarkan penyelenggaraan pemerintahan;

2. Mengisi kekosongan hukum;

3. Memberi kepastian hukum;

4. Mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna

kemanfaatan dan kepentingan umum. Adapun yang dimaksud dengan

stagnasi pemerintahan adalah tidak dapat dilaksanakannya aktivitas

pemerintahan sebagai akibat kebuntuan atau disfungsi dalam

penyelenggaraan pemerintahan, contohnya seperti keadaan bencana

alam atau gejolak politik.

Syarat Diskresi

Adapun syarat yang harus dipenuhi pejabat pemerintahan dalam

menggunakan diskresi adalah: Sesuai dengan tujuan diskresi; sesuai

dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (“AUPB”); berdasarkan

alasan-alasan yang objektif, yaitu alasan-alasan yang diambil berdasarkan

fakta dan kondisi faktual, tidak memihak, dan rasional berdasarkan AUPB;

tidak menimbulkan konflik kepentingan; dan dilakukan dengan iktikad baik,

yaitu keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan

didasarkan atas motif kejujuran dan berdasarkan AUPB.

Kemudian, ada ketentuan atau syarat tambahan yang wajib dipenuhi

dalam penggunaan diskresi, yakni terkait dengan persetujuan, pelaporan, atau

pemberitahuan kepada atasan pejabat. Atasan pejabat yang dimaksud

5
adalah atasan langsung pejabat yang berwenang menetapkan dan/atau

melakukan keputusan dan/atau tindakan. Contoh: bagi bupati/wali kota,

atasan langsungnya adalah gubernur.

Penggunaan diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran wajib

memperoleh persetujuan dari atasan pejabat sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan. Persetujuan tersebut dilakukan apabila penggunaan

diskresi menimbulkan akibat hukum yang berpotensi membebani keuangan

negara.

Jika diskresi menimbulkan keresahan masyarakat, keadaan darurat,

mendesak, dan/atau terjadi bencana alam wajib memberitahukan atasan

pejabat sebelum penggunaan diskresi dan melaporkan kepada atasan

pejabat setelah penggunaan diskresi.

Pemberitahuan sebelum penggunaan diskresi kepada atasan pejabat

tersebut dilakukan jika penggunaan diskresi untuk mengatasi stagnasi

pemerintahan berpotensi menimbulkan keresahan masyarakat. Sementara

pelaporan setelah penggunaan diskresi dilakukan jika penggunaan diskresi

untuk mengatasi stagnasi pemerintahan dilakukan dalam keadaan darurat,

keadaan mendesak, dan/atau terjadi bencana alam.

Contoh Diskresi oleh Pejabat Pemerintahan

Seperti yang di jelaskan, pejabat pemerintahan yang melakukan diskresi

adalah mereka yang melaksanakan fungsi pemerintahan, baik di lingkungan

pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya. Menjawab pertanyaan

tentang contoh diskresi adalah seorang polisi lalu lintas yang mengatur lalu

lintas di suatu perempatan jalan. Dalam konteks ini, sebenarnya lalu lintas di

perempatan jalan sudah diatur oleh lampu pengatur lalu lintas (traffic light).

Namun, berdasarkan Pasal 104 ayat (1) huruf a dan b UU LLAJ, polisi dapat

menahan kendaraan dari satu ruas jalan meskipun lampu hijau atau

mempersilakan jalan kendaraan meskipun lampu merah.

6
Contoh lainnya misalnya pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial

berskala besar yang ditetapkan oleh pemerintah dalam menangani pandemi

COVID-19 lalu. Salah satu bentuk pembatasan tersebut adalah penghentian

pembelajaran tatap muka bagi siswa sekolah yang tertuang dalam SE

Mendikbudristek 7/2022.

Dasar Hukum:

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan;


Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan;
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022
tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan menjadi undang-undang
dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023.
Referensi:
Yuniar Kurniawaty. Penggunaan Diskresi dalam Pembentukan Produk
Hukum. Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 13 No. 01, Maret 2016;
Ridwan. Diskresi & Tanggung Jawab Pemerintah. Yogyakarta: FH UII Press,
2014;
Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. Edisi Revisi. Cetakan Ketujuh.
Jakarta: Rajawali Press, 2011.
KBBI, yang diakses pada Kamis, 21 September 2023, pukul 08.43 WIB.

KEBIJAKAN HUKUM

Apa yang dimaksud dengan kebijakan penal ?

Menurut Wisnubroto, kebijakan hukum pidana atau penal policy

merupakan tindakan yang berhubungan dengan hal-hal, sebagai berikut5:

Bagaimana upaya pemerintah untuk menanggulangi kejahatan dengan hukum

pidana. Bagaimana merumuskan hukum pidana agar sesuai dengan kondisi

masyarakat.

Kebijakan Penal (Penal Policy), yaitu kebijakan dengan memberdayakan

Sistem Peradilan Pidana atau Criminal Justice System (penegakan hukum

pidana); Jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat represif (penindakan /

pemberantasan / penumpasan) sesudah kejahatan terjadi, sedangkan

7
jalur non penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif (pencegahan /

penangkalan / pengendalian) sebelum kejahatan terjadi.

Penegakan hukum merupakan suatu keharusan yang dijalankan negara

dalam melindungi warganya, karena penegakan hukum adalah menegakkan

nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Usaha penanggulangan kejahatan dengan

hukum pidana pada hakikatnya adalah bagian dari usaha penegakan hukum

pidana. Penegakan hukum pidana diwujudkan melalui suatu kebijakan hukum

yang merupakan bagian dari politik hukum nasional. Hal ini melibatkan

berbagai unsur dalam negara, mulai dari pembuat undang-undang, aparat

penegak hukum, sampai warga negara.

Fokus pembahasan masalah adalah bagaimanakah kebijakan penegakan

hukum pidana terhadap penanggulangan kejahatan, dan faktor apakah yang

dapat menunjang penerapan kebijakan penegakan hukum pidana terhadap

penanggulangan kejahatan. Pembahasan masalah ini terdiri dari empat poin

utama, yaitu

1. kebijakan penegakan hukum,

2. faktor perundang-undangan,

3. faktor penegak hukum, dan

4. faktor budaya hukum masyarakat.

Kajian ini berkesimpulan bahwa kebijakan penegakan hukum pidana dapat

dimulai dengan pembentukan produk hukum yang tepat dan sesuai dengan

perkembangan masyarakat. Adapun kendala yang dihadapi penegakan hukum

dapat bersumber dari perundang-undangan, aparat penegak hukum, dan

budaya hukum masyarakat.

Sistem hukum mempunyai tujuan dan sasaran tertentu. Tujuan dan

sasaran hukum tersebut dapat berupa orang-orang yang secara nyata berbuat

melawan hukum, juga berupa perbuatan hukum itu sendiri, dan bahkan berupa

alat atau aparat negara sebagai penegak hukum. Sistem hukum mempunyai

8
mekanisme tertentu yang menjamin terlaksananya aturan-aturan secara adil,

pasti dan tegas, serta memiliki manfaat untuk terwujudnya ketertiban dan

ketenteraman masyarakat. Sistem bekerjanya hukum tersebut merupakan

bentuk dari penegakan hukum. 7

Penegakan hukum merupakan suatu keharusan yang dijalankan negara

dalam melindungi warganya, karena tindak pidana merupakan permasalahan

masyarakat yang mendesak untuk diatasi agar tercapai kehidupan yang

harmonis, tertib dan tenteram sebagai wujud dari masyarakat yang damai.

Berbagai catatan tentang penegakan hukum pidana banyak diberitakan oleh

media massa baik cetak maupun elektronik. Hal ini menggambarkan adanya

peningkatan dan intensitas pemberitaan kasus-kasus tindak pidana yang

berarti masyarakat merasa perlu diperhatikan keamanan, ketertiban, dan

keadilannya.

Kebijakan Kriminal (Criminal Policy) adalah “rational organization to

respons of crime”, sehingga kata “kebijakan” sebagai padanan dari kata

“policy” disini lebih ditujukan pada adanya tanggapan masyarakat atau “social

respons” terhadap kejahatan dan segala problematikanya.

Kebijakan Kriminal Dalam UU No. 31 Tahun 1999 Juncto UU No 20 Tahun

2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi;

Pendayagunaan UU No. 20 Tahun 2001 termasuk sebagai kebijakan

kriminal, yang menurut Sudarto, sebagai usaha yang rasional dari masyarakat

untuk menanggulangi kajahatan. Di dalamnya mencakup kebijakan hukum

pidana yang disebut juga sebagai kebijakan penanggulangan kejahatan dengan

hukum pidana, yang dalam arti paling luas merupakan keseluruhan kebijakan

yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan resmi, yang bertujuan

7
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Hukum Pidana dalam Perspektif Kajian Perbandingan, Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2011, hlm. 3.

9
untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat. Kebijakan kriminal

secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2 :

1. kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana hukum pidana (penal

policy);

2. kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana di luar hukum pidana

(nonpenal policy).

Kedua sarana (penal dan nonpenal) tersebut di atas merupakan suatu

pasangan yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan, bahkan dapat dikatakan

keduanya saling melengkapi dalam usaha penanggulangan kejahatan di

masyarakat. Pendayagunaan sanksi hukum pidana untuk menanggulangi

kejahatan, lebih konkretnya mengoperasikan UU 31 Tahun 1999 jo. UU No.

20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi, memperhatikan beberapa

langkah strategis yang dimulai dari substansi hukum, struktur hukumnya dan

pemberdayaan masyarakat atau disebut budaya hukum dalam rangka

mencegah tindak pidana korupsi yang kian marak di negeri ini;

DISPARITAS:

Disparitas (disparity: dis-parity) pada dasarnya adalah negasi dari

konsep paritas (parity) yang artinya kesetaraan jumlah atau nilai. Disparitas

adalah istilah Bahasa Indonesia yang juga terkait dengan sebuah istilah di

dunia hukum. Simak ulasan berikut untuk mengetahui pengertiannya.

Belakangan ini di berbagai media sosial kerap menyuarakan isu-isu yang

menyematkan kata disparitas. Isu-isu tersebut tepatnya sering digunakan

pada pemberitaan-pemberitaan tentang ekonomi dan hukum. Agar lebih

memahami arti kata disparitas simaklah pembahasan di bawah ini.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata disparitas

adalah perbedaan atau jarak. Contoh penggunaan kata disparitas yang

dicantumkan dalam KBBI misalnya ialah kata disparitas binokular.

10
Sementara itu, kata disparitas juga kerap dipakai untuk menyebut sebuah

istilah di dunia hukum. Hal ini tepatnya berkaitan erat dengan dunia hukum

pidana.

Dikutip dari buku Disparitas Pemidanaan Dalam Perkara Tindak Pidana

Korupsi karya Irfan Ardiansyah (19:2020), Menurut Muladi dan Barda Nawawi

Arief, disparitas adalah perbedaan antara vonis yang dijatuhkan dengan bunyi

peraturan perundang-undangan, yang disebabkan oleh alasan yuridis maupun

ekstra yuridis.

Lebih spesifik dari pengertian itu, menurut Harkristuti Harkrisnowo

disparitas pidana dapat terjadi dalam beberapa kategori:

1. Disparitas antara tindak pidana yang sama.

2. Disparitas antara tindak-tindak pidana yang mempunyai tingkat

keseriusan yang sama.

3. Disparitas pidana yang dijatuhkan oleh majelis hakim yang berbeda

untuk tindak pidana yang sama.

Penyematan kata disparitas sering terjadi untuk merujuk kalimat yang

berkenaan dengan topik ekonomi dan hukum. Merujuk pada pemaknaan

disparitas yang ada di KBBI, kata tersebut dapat dipahami sebagai istilah

untuk menyebut sebuah kondisi yang tak seragam sehingga menggambarkan

perbedaan atau hal yang berlawanan serta bersinggungan.

Demikian arti kata disparitas yang bermakna perbedaan. Semoga pembahasan

di atas dapat dipahami dengan mudah dan bermanfaat dalam menambah

hasanah ilmu pengetahuan kebahasaan.

Disparitas hukuman didefinisikan sebagai "suatu bentuk perlakuan yang

tidak setara dalam hukuman pidana yang sering kali penyebabnya tidak dapat

dijelaskan dan setidaknya tidak sesuai, tidak adil, dan konsekuensinya


[1]
merugikan". Di Amerika Serikat, laki-laki paling terkena dampak buruk dari

disparitas hukuman, yaitu dua kali lebih besar kemungkinannya untuk dijatuhi

11
hukuman penjara setelah divonis bersalah dibandingkan perempuan dan rata-

rata menerima hukuman penjara 63% lebih lama

Terdapat perbedaan yang jelas antara perbedaan yang timbul karena

penggunaan diskresi yang sah dalam penerapan hukum dan perbedaan yang

timbul karena diskriminasi atau sebab-sebab lain yang tidak dapat dijelaskan,

yang tidak berkaitan dengan permasalahan yang terdapat dalam perkara

pidana tertentu. Terdapat bukti bahwa beberapa hakim federal AS

memberikan hukuman penjara yang jauh lebih lama untuk pelanggaran serupa

dibandingkan hakim lainnya.

Hal ini merupakan masalah besar karena dua hakim dapat dihadapkan

pada kasus serupa dan salah satu hakim dapat menjatuhkan hukuman yang

sangat berat sementara hakim yang lain akan memberikan hukuman yang jauh

lebih ringan. Sebuah studi tahun 2006 yang dilakukan Crow dan Bales

memberikan bukti adanya disparitas hukuman. Departemen Pemasyarakatan

Florida memberikan statistik mengenai narapidana yang menerima masa

percobaan atau kontrol komunitas pada periode 1990–1999. Narapidana

dikategorikan sebagai orang kulit hitam dan Hispanik atau kulit putih/Non-

Hispanik . Studi ini menemukan bahwa kelompok kulit hitam dan

Hispanik menerima hukuman yang lebih berat dan lebih keras dibandingkan

kelompok kulit putih/Non-Hispanik .

12

Anda mungkin juga menyukai