R. Agus Abikusna
Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Email: a.abikusna@gmail.com
ABSTRAK
Kewenangan merupakan ruh dari pelaksanaan otonomi daerah, tanpa kewenangan yang
diberikan oleh pemerintah pusat, otonomi daerah tidak ada artinya, tidak ada yang bias
diperbuat. Namun kewenangan yang diberikan kepada daerah baik propinsi maupun
kabupaten/kota dalam perjalanan pelakanaan otonomi daerah selalu berubah tidak semakin
meningkat, tetapi mengalami degradasi pemberian kewenangan. Artikel ini dimaksudkan
untuk mencoba mengungkap tentang kewenangan secara teoritis dibandingkan dengan
kewenangan yang diatur oleh Undang-undang Nomor 23 Thun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.
ABSTRACT
Authority is the spirit of the implementation of regional autonomy, without the authority
granted by the central government, regional autonomy has no meaning, nothing can be
done. However, the authority given to regions, both provinces and districts / cities in the
course of implementation of regional autonomy, is always changing, not increasing, but
experiencing degradation in the granting of authority. This article is intended to try to
uncover theoretical authority compared to the authority regulated by Law Number 23 Year
2014 concerning Regional Government.
hubungan dalam arti bahwa ada satu hubungan hukum publik”.4 Ada dua
pihak yang memerintah dan pihak lain unsur yang terkandung dalam pengertian
1
yang diperintah (the rule and the ruled). konsep kewenangan yang dikemukakan
Atas dasar pengertian tersebut di atas, H.D. Stout, yaitu: (1) adanya aturan-
dapat terjadi kekuasaan yang tidak aturan hukum, (2) adanya sifat hukum.
berkaitan dengan hukum. Kekuasaan Sebelum kewenangan tersebut
yang tidak berkaitan dengan hukum oleh dilimpahkan kepada institusi yang akan
Henc van Maarseven disebut sebagai melaksanakannya, maka terlebih dahulu
“blote match”2. Sedangkan kekuasaan harus ditentukan dalam peraturan
yang berkaitan dengan hukum oleh Max perundang-undangan apapun bentuk
Weber disebut sebagai wewenang peraturan tersebut. Sifat hubungan
rasional atau legal, yakni wewenang yang hukum adalah sifat yang berkaitan dan
berdasarkan suatu sistem hukum ini mempunyai sangkut paut dengan hukum,
dipahami sebagai suatu kaidah-kaidah dengan hubungan hukum baik yang
yang telah diakui serta dipatuhi oleh bersifat publik maupun privat.
masyarakat dan bahkan yang diperkuat Menurut Ateng Syafrudin,5 ada
oleh Negara.3 perbedaan antara pengertian kewenangan
Kewenangan berasal dari dan wewenang. Kewenangan (authority,
terjemahan bahasa Inggris (authority), gezag) adalah apa yang disebut
dan istilah dalam bahasa Belanda kekuasaan formal, kekuasaan yang
(gezag). Menurut H.D. Stout yang di berasal kekuasaan yang diberikan oleh
kutip Ridwan HR, kewenangan adalah: undang-undang, sedangkan wewenang
”Keseluruhan aturan-aturan yang (competence, bevoegheid) hanya
berkenaan dengan perolehan dan mengenai suatu ”onderdeel” (bagian)
penggunaan wewenang pemerintahan tertentu saja dari kewenangan. Dalam
oleh subyek hukum publik di dalam kewenangan terdapat wewenang-
wewenang (rechtsbe voegdheden).
1
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998, hlm 35-36 Wewenang merupakan lingkup tindakan
2
Suwoto Mulyosudarmo, Kekuasaan dan Tanggung
Jawab Presiden Republik Indonesia, Suatu Penelitian
4
Segi-Segi Teoritik dan Yuridis Pertanggungjawaban Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta,
Kekuasaan, Surabaya: Universitas Airlangga, 1990, RajaGrafindo Persada, 2008, hlm. 110
5
hlm. 30 Ateng Syafrudin, Menuju Penyelenggaraan
3
A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral Pemerintahan Negara yang Bersih dan Bertanggung
dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia, Jawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, Bandung,
Yogyakarta: Kanisius, 1990, hlm. 52 Universitas Parahiyangan, 2000, hlm. 22.
propinsi atau lintas negara; (4) urusan melaakukan kratifitas sesuai dengan
pemerintahan yang sumberdayanya lebih kebutuhan dan perkembangan daerahnya.
efisien apabila dilakukan oleh pemerintah 2) Kriteria Kewenangan
pusat; dan/atau (5) urusan pemerintahan Kriteria urusan pemerintahan yang
yang peranannya strategis bagi menjadi kewenangan daerah propinsi
kepentingan nasional. adalah ; (1) urusan pemerintahan yang
Pembagian kewenangan dengan lokasinya lintas daerah kabupaten/kota;
mengacu kepada pembagian uruan (2) urusan pemerintahan yang
pemerintahan absolut, urusan penggunanya lintas daerah
pemerintahan konkuren dan urusan kabupaten/kota; (3) urusan pemerintahan
pemerintahan umum, pada hakikatnya yang manfaat atau dampak negatifnya
pemerintahan tingkat pusat belum lintas daerah kabupaten/kota; (4) urusan
sepenuh hati dalam melaksanakan pemerintahan yang penggunaan
otonomi daerah, hal ini berkenaan dengan sumberdayanya lebih efisien apabila
kepercayaan pusat terhadap daerah yang dilakukan oleh daerah propinsi. Kriteria
belum sepenuhnya mempercayai, karena urusan pemerintahan yang menjadi
adanya kekuatiran daerah melakukan kewenangan daerah kabupaten/kota
tindakan yang terlalu jauh yang akan adalah : (1) urusan pemerintahan yang
mempengaruhi kesatuan dan persatuan, lokasinya dalam daerah kabupaten/kota;
merusak kebinekaan, kerukunan dan (2) urusan pemerintahan yang
toleransi. Hal ini terbukti dengan penggunanya dalam daerah
banyaknya Peraturan Daerah yang kabupaten/kota; (3) urusan pemerintahan
dianggap melampaui batas kewenangan, yang manfaat atau dampak negatifnya
Perda yang dinggap “ekstrim” dalam hanya dalam daerah kabupaten/kota;
mengatur masyarakat berdasarkan dan/atau (4) urusan pemerintahan yang
keagamaan, Perda yang mengklaim penggunaan sumberdayanya lebih efisien
sebagai daerah yang dianggap istimewa, apabila dilakukan oleh daerah
inklusif, dan sebagainya, sehingga kabupaten/kota.
banyak Perda yang dibatalkan oleh Kriteria kewenangan seperti itu
Kementrian Dalam Negeri. Kewenangan pada hakikatnya pembagian kewenangan
yang telah diberikan seakan-akan tidak daerah propinsi dengan kabupaten/kota,
ada artinya, sangat dibatasi untuk yang didasarkan kepada territorial atau
kewilayahan, baik penggunanya, dampak yang asli atas dasar konstitusi atau
yang ditimbulkan maupun undang-undang dasar. Pada kewenangan
memperhitungkan antara efektifitas dan delegasi, harus ditegaskan suatu
efisensi, tanpa memperhitungkan potensi pelimpahan wewenang kepada organ
dan tingkat kesulitan yang dihadapi oleh pemerintahan yang lain. Pada mandat
masing-masing daerah. tidak terjadi pelimpahan apapun dalam
Berdasarkan Undang-undang No. arti pemberian wewenang, akan tetapi,
23 Tahun 2014, otonomi tidak lagi yang diberi mandat bertindak atas nama
bertumpu pada daerah kabupaten/kota, pemberi mandat. Dalam pemberian
karena sebagian kewenangan daerah yang mandat, pejabat yang diberi mandat
sebelumnya dilaksanakan oleh menunjuk pejabat lain untuk bertindak
kabupaten/kota saat ini banyak yang atas nama mandator (pemberi mandat).
ditarik ketingkat propinsi dan juga pusat, J.G. Brouwer berpendapat bahwa
sehingga kewenangan daerah atribusi merupakan kewenangan yang
kabupaten/kota semakin menyempit, diberikan kepada suatu organ (institusi)
sementara daerah propinsi bertambah pemerintahan atau lembaga Negara oleh
kewenangannya, padahal bebannya suatu badan legislatif yang independen.
cukup berat, karena disamping menjadi Kewenangan ini adalah asli, yang tidak
daerah otonom, daerah propinsi juga diambil dari kewenangan yang ada
merupakan wakil pemerintah pusat, sebelumnya. Badan legislatif
sehingga daerah propinsi berada pada menciptakan kewenangan mandiri dan
posisi dua kaki. bukan perluasan kewenangan sebelumnya
4. Cara Memperoleh dan memberikan kepada organ yang
Kewenangan berkompeten.
Kewenangan yang dimiliki oleh Atribusi merupakan wewenang
organ/institusi pemerintahan dalam yang melekat pada suatu jabatan. Dalam
melakukan perbuatan nyata, mengadakan tinjauan Hukum Tata Negara atribusi
pengaturan atau mengeluarkan keputusan ditunjukkan dalam wewenang yang
selalu dilandasi oleh kewenangan yang dimiliki oleh organ pemerintah dalam
diperoleh dari konstitusi baik secara menjalankan pemerintahannya
atribusi, delegasi, maupun mandat. Suatu berdasarkan kewenangan yang ditunjuk
atribusi menunjuk pada kewenangan oleh pembuat undang-undang.
17
Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang
Pemerintahan, (Bestuurbevoegdheid), Pro Justisia
16
Jimly Asshiddiqie, Op. Cit., hlm. 264. Tahun XVI Nomor 1, Januari 1998, hlm. 94.