Anda di halaman 1dari 9

KEWIBAWAAN KEKUASAAN NEGARA DAN HUKUM

DICKY ARIEF ABDUSSALAM


dickyarief.bpnri@gmail.com
2010003600081
UNIVERSITAS EKASAKTI PADANG

A. PENDAHULUAN

Kewibawaan kekuasaan merupakan suatu hal sangat penting untuk dipelajari, karena

menyangkut tentang suatu pembawaan serta keadilan. Kewibawaan sangat berpengaruh dalam

beberapa hal, baik itu dalam bernegara dan berorganisasi. Kewibawaan tidak hanya soal

kekuasaan negara, kewibawaan pun dibutuhkan dalam kekuasaan hukum. Dalam mata kuliah

Ilmu Negara kewibawaan dijabarkan banyak oleh beberapa ahli dengan beberapa pendapatnya.

Negara pada hakikatnya merupakan organisasi kekuasaan yang meliputi atau menyatukan

kelompok manusia yang kemudian disebut bangsa dan negara sebagai organisasi kekuasaan

memiliki suatu kewibawaan sehingga negara dapat memaksakan kehendaknya kepada semua

orang yang diliputi oleh organisasi tersebut.

Dalam kaitannya dengan otonomi daerah harus diperhatikan pengaturan pasal 18 ayat (1)

Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dipertegas dalam

ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU. No.32 Tahun 2004, yang mengatur bahwa penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah pada Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut prinsip “otonomi

bertingkat/berjenjang” di mana Pemerintahan Daerah Provinsi ditempatkan pada tingkat/jenjang

lebih tinggi dan membawahi Pemerintahan Daerah Kabupatun/Kota pada tingkat/jenjang

berikutnya yang lebih rendah.

Apabila dihubungkan dengan kewibawaan kekuasaan hukum dapat diartikan bahwa

dalam menjalankan otonomi perlu adanya pengawasaan dan kontrol dalam mejalankan suatu
otonomi, sehingga kewibawaan kekuasaan negara dan hukum dapat berjalan dan saling

berkesinambungan. Tantangan kewibawaan dalam menjalankan kekuasaan adalah saat

kekuasaan berjalan tanpa menghiraukan aspek hukum itu sendiri sehingga kekuasaan berjalan

tanpa terkontrol dan kewibawaan dalam bernegara tidak terlaksana dengan baik.

Penegakan hukum merupakan kewibawaan suatu negara sehingga hukum harus

ditegakkan. Penegakan hukum di suatu negara tidak bisa diciptakan maka kewibawaan negara

tersebut pun akan runtuh. Banyak sekali contoh penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang yang

merugikan masyarakat didalam suatu negara, salah satunya yaitu korupsi. Korupsi mempunyai

efek yang sangat cepat dalam meruntuhkan suatu kewibawaan pemimpin atau suatu kelompok

yang sedang berkuasa sehingga terjadi suatu ketidakadilan dan memunculkan stigma negatif

pada pelaku korupsi itu sendiri. Kewibawaan hukum dalam hal ini penegak hukum pun harus

benar-benar dalam menjalankan kewibawaan sebagai penegak hukum sesuai dengan aturan-

aturan penegakkan hukum. Suatu kewibawaan terbentuk dari dasar kepercayaan dalam beberapa

hal.

Dengan demikian pemahaman terhadap kewibawaan sangat penting untuk

diimplementasikan terhadap kehidupan sehari-hari. Kewibawaan pun penting dimiliki semua

orang, semua kalangan apapun pekerjaannya dan profesinya, dan apapun jabatan yang seseorang

tersebut sedang menjalaninya.

B. PEMBAHASAN

Kekuasaan merupakan hak seseorang atau sekelompok orang atas sesuatu. Yang pokok

dalam melaksanakan kekuasaan adalah bila kekuasaan itu diterima oleh masyarakat dan dipatuhi.

Kalau sudah dipatuhi maka segala kekuasaan berubah menjadi kewibawaan, dengan pengertian
bahwa rakyat yang menerima kekuasaan yakin akan kebenaran dari kekuasaan itu. Untuk

membatasi dan mengontrol kekuasaan cara yang paling efektif adalah dengan diadakannya suatu

hukum.

Kekuasaan dalam arti kewibawaan diartikan bahwa pemegang kekuasaan memiliki sifat-

sifat yang sesuai dengan cita-cita dan keyakinan sebagian besar warga masyarakatnya.

Kewibawaan ini tidak sama pada setiap pemegang kekuasaan.

Kewibawaan kekuasaan negara dan hukum berdasarkan pendapat para ahli :

1. Max Weber.

Max Weber membagi kewibawaan menjadi tiga macam, yaitu :

1. Kewibawaan yang bersifat kharismatik.  Kewibawaan ini terdapat pada seorang

pemimpin yang memiliki sifat-sifat kepribadian yang tinggi  dan istimewa. Sebagai contoh

kewibaan ini adalah kewibawaan para nabi-nabi yang mempunyai pengaruh besar terhadap

pengikut-pengikutnya atau kewibawaan seorang presiden terhadap rakyatnya.

2. Kewibawaan yang bersifat tradisional. Kewibawaan ini lazimnya dimiliki oleh seorang

raja yang karena hak warisnya mempunyai pengaruh terhadap rakyatnya. Keistimewaan pribadi

seorang raja mungkin tidak ada atau mungkin juga ia tidak sepandai seorang presiden, tapi

karena hak wari yang dimilikinya itu rakyat patuh kepadanya dan ia memiliki kewibawaan

sebagai simbol dari kerajaannya.

3. Kewibawaan yang bersifat rasional. Kewibawaan ini didasarkan atas pertimbangan akal

pikiran manusia yang banyak terdapat pada organisasi-organisasi modern dengan disertai disiplin

yang kuat dan birokrasi.


2. Logemann.

Logemann membagi kewibawaan menjadi lima macam, yaitu :

1. Kewibawaan berdasarkan 'magic' atau kekuasaan gaib. Misalnya, seorang guru yang

mempunyai pengaruh besar terhadap muridnya karena ia mempunyai kekuatan gaib.

2. Kewibawaan berdasarkan 'dinasti' atau hak keturunan. Misalnya, seorang raja yang

dipatuhi rakyatnya sebagai simbol karena hak keturunannya.

3. Kewibawaan berdasarkan 'kharisma'. Misalnya, seorang presiden yang mempunyai

keistimewaan pribadi sehingga ia mempunyai pengaruh besar terhadap rakyatnya.

4. Kewibawaan yang berdasarkan atas 'kehendak rakyat melalui perwakilan'. Kewibawaan

ini merupakan mitos dari abad ke-19 yang berkumandang ke seluruh dunia sesudah Revolusi

Perancis dengan semboyan 'Kedaulatan rakyat dan Perwakilan'.

5. Kewibawaan dari 'elite'. Kewibawaan ini dimiliki oleh segolongan kecil dari rakyat di

dalam negara yang dapat menguasai negara. Elite disebut the ruling class, artinya klas yang

memerintah. Kewibawaan ini juga disebut sebagai mitos dari abad ke-20. Yang dimaksud

dengan golongan elite ini adalah kaum facis dan nasionalis sosialis atau kaum komunis sebagai

perintis dari proletariat yang dtugaskan untuk menyebarkan pahamnya keseluruh penjuru dunia.

Ditinjau dari sudut Hukum Tata Negara, Negara menurut Logemann adalah merupakan

suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan Ilmu Negara kekuasaannya mengatur

serta menyelenggarakan sesuatu masyarakat. Dengan demikian maka, negara pada dasarnya

adalah merupakan organisasi kekuasaan. Kekuasaan dalam kaitannya dengan negara diartikan

sebagai kemampuan seseorang atau beberapa orang untuk mengatur kehidupan dalam

masyarakat negara tersebut. Sedangkan menurut Miriam Budiarjo kekuasaan diartikan sebagai

suatu kemampuan untuk mempengaruhi orang lain/kelompok lain sesuai dengan kehendak
pemegang kekuasaan itu sendiri. Abu Daud Busroh dan Abu Bakar Busro, menyatakan bahwa

kekuasaan adalah kemampuan untuk memaksakan kehendak. Yang terpenting dalam kekuasaan

adalah bila kekuasaan tersebut diterima dan dipatuhi oleh masyarakat. Jika sudah dipatuhi maka

kekuasaan berubah menjadi kewibawaan. Kekuasaan dalam arti kewibaaan mengandung arti

bahwa pemegang kekuasaan memiliki sifatsifat yang sesuai dengan citacita dan keyakinan

sebagian besar warga masyarakatnya. Dengan demikian maka berarti bahwa wibawa (gezag,

authority) adalah “kekuasaan” (macht, power) yang telah diakui dan diterima oleh rakyat. Atau

dengan kata lain wibawa adalah rasionalisasi dari kekuasaan.

Kewibawaan yang dimiliki oleh pemegang kekuasaan tidak sama antara yang satu

dengan yang lainnya tergantung pada karakteristik kewibawaan itu. Untuk melaksanakan

kekuasaan maka seseorang atau beberapa orang tersebut harus memiliki legitimasi kekuasaan.

Legitimasi kekuasaan berasal dari kata legitimate (Inggris), yang artinya authorized or

sanctioned by conforming to law or rule. Sedangkan dalam Dictionary of Law menyebutkan

bahwa arti legitimate (adjective) adalah allowed by law. Karena itu legitimasi kekuasaan akan

berkaitan dengan 3 hal yakni: a. Sumber kekuasaan, b. Siapa pemegang kekuasaan dan c.

Bagaimana keabsahan dari kekuasaan tersebut. Sumber kekuasaan mengandung arti dari mana

kekuasaan itu datangnya – asalnya kekuasaan. Ada beberapa teori terkait sumber kekuasaan

yakni Teori Teokrasi, Teori Hukum Alam dan Teori Kekuatan. Teori Teokrasi, menyatakan

bahwa sumber kekuasaan dari tuhan. Teori Hukum Alam, menyatakan bahwa kekuasaan itu

berasal dari perjanjian masyarakat dan Teori Kekuatan, menyatakan kekuasaaan itu didapat

karena memiliki kekuatan dalam massyarakat. Pemegang kekuasaan, berarti siapakah yang dapat

menjadi penguasa. Ada 2 teori tentang siapa yang menjadi penguasa yakni memakai Teori

warganegara tertutup dan Teori warganegara terbuka. Sedangkan keabsahan kekuasaan berkaitan
dengan bagaimana kekuasaan itu dijalankan dan sifat kekuasaan. Hal itu termasuk dalam ruang

lingkup ajaran kedaulatan. Secara teoritis ada beberapa teori ligitimasi kekuasaan, yaitu :

A. Teori Teokrasi

Teori ini terbagi menjadi 2 (dua) yakni Teori Teokrasi langsung dan Teori Teokrasi tidak

langsung. Teori Teokrasi langsung, berarti bahwa yang berkuasa dalam negara adalah langsung

Tuhan. Adanya negara adalah karena kehendak Tuhan dan yang memerintah dalam negara

adalah Tuhan (Misalnya Jepang menganggap rajanya sebagai anak tuhan – Dewa Matahari).

Sedangkan Teori Teokrasi tidak langsung berarti bahwa bukan Tuhan langsung yang memerintah

melainkan Raja atas nama Tuhan. Raja memerintah atas kehendak Tuhan sebagai kurnia.

B. Teori Kekuasaan (Machta Theorie)

Menurut teori ini yang menjadi dasar pembenar kekuasaan negara bersumber pada

kekuatan-kekuatan tertentu yaitu: a. Keunggulan fisik, jadi kekuasaan didapat karena kekuatan

fisik b. Keunggulan materi, Orang berkuasa karena kedudukan ekonomi dari segolongan

masyarakat

C. Teori Hukum (Yuridische Theorie)

Teori ini tebagi menjadi 3 golongan yaitu: a. Teori Kekeluargaan (Patriachal),

mengatakan bahwa negara itu tidak lain adalah ikatan dari keluarga, dan dipimpin oleh seorang

kepala keluarga.Ikatan tersebut menjadi lebih besar dan terjadi penaklukan oleh kepala keluarga

terhadap kepala keluarga lainnya dan memunculkan 1 orang sebagai raja, dan akan mewariskan

kepada raja-raja kemudian yang menggantikannya. b. Teori Patrimonial, artinya bahwa

kekuasaan itu ada karena ada hak milik (patrimonium). Oleh karena itu para bangsawan yang

mempunyai hak milik terhadap daerah/tanahnya mempunyai kekuasaan untuk memerintah atas

semua penduduk yang ada di daerah/tanahnya dan penduduk harus tunduk kepada para tuan
tanah tersebut. c. Teori Perjanjian, yang menyatakan bahwa kekuasaan itu berdasarkan pada

perjanjian masyarakat. Ada 3 tokoh yakni: Thomas Hobbes, John Locke dan JJ.Rousseau.

C. PENUTUP

Sejatinya kewibawaan itu memang sangat dibutuhkan terutama dalam hal ini yaitu

kekuasaan dan hukum itu sendiri. Banyak sekali yang telah dibahas mengenai kewibawaan, yang

ternyata kewibawaan itu memang telah ada sejak dulu, dengan berdasar pada teori-teori para ahli

dalam ilmu negara itu sendiri. Kewibawaan erat sekali hubungannya dengan kekuasaan dan

hukum sebagai pengontrol kekuasaan itu sendiri sehingga menjadikannya sebuah kewibawaan

yang terlihat baik pribadi maupun organisasi-organisasi yang sedang berkuasa. Dalam mata

kuliah Ilmu Negara banyak sekali penjelasan-penjelasan maupun tulisan-tulisan baik itu yang

hadir memalui pikiran maupun pada realita yang ada sejak dulu maupun sekarang.

Demikian penjelasan-penjelasan yang membahas tentang kewibawaan yang berdasarkan

pada teori-teori dalam bidang ilmu negara. Semoga yang sudah saya jelaskan pada tulisan artikel

yang saya buat ini dapat bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Darmini Roza dan Laurensius Arliman S Peran Pemerintah Daerah Di Dalam Melindungi Hak
Anak Di Indonesia, Masalah-Masalah Hukum, Volume 47, Nomor 1, 2018.

Laurensius Arliman S, Komnas HAM dan Perlindungan Anak Pelaku Tindak Pidana,
Deepublish, Yogyakarta, 2015.

Laurensius Arliman S, Penguatan Perlindungan Anak Dari Tindakan Human Trafficking Di


Daerah Perbatasan Indonesia, Jurnal Selat, Volume 4, Nomor 1, 2016.

Laurensius Arliman S, Problematika Dan Solusi Pemenuhan Perlindungan Hak Anak Sebagai
Tersangka Tindak Pidana Di Satlantas Polresta Pariaman, Justicia Islamica, Volume 13,
Nomor 2, 2016.
Laurensius Arliman S, Pelaksanaan Perlindungan Anak Yang Tereksploitasi Secara Ekonomi
Oleh Pemerintah Kota Padang, Veritas et Justitia, Volume 2, Nomor 1, 2016.

Laurensius Arliman S, Kedudukan Ketetapan MPR Dalam Hierarki Peraturan Perundang-


Undangan Di Indonesia, Lex Jurnalica, Volume 13, Nomor 3, 2016.

Laurensius Arliman S, Komnas Perempuan Sebagai State Auxialiary Bodies Dalam Penegakan
Ham Perempuan Indonesia, Justicia Islamica, Volume 14, Nomor 2, 2017.

Laurensius Arliman S, Peranan Pers Untuk Mewujudkan Perlindungan Anak Berkelanjutan Di


Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai, Volume 2, Nomor 2, 2017.

Laurensius Arliman S, Mewujudkan Penegakan Hukum Yang Baik Untuk Mewujudkan


Indonesia Sebagai Negara Hukum, Jurnal Hukum Doctrinal, Volume 2, Nomor 2, 2017.

Laurensius Arliman S, Participation Non-Governmental Organization In Protecting Child


Rights In The Area Of Social Conflict, The 1st Ushuluddin and Islamic Thought
International Conference (Usicon), Volume 1, 2017.

Laurensius Arliman S, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan PerundangUndangan


Untuk Mewujudkan Negara Kesejahteraan Indonesia, Jurnal Politik Pemerintahan
Dharma Praja, Volume 10, Nomor 1, 2017, https://doi.org/10.33701/jppdp.v10i1.379.

Laurensius Arliman S, Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia Untuk Mewujudkan


Perlindungan Anak, Jurnal Respublica Volume 17, Nomor 2, 2018.

Laurensius Arliman S, Menjerat Pelaku Penyuruh Pengrusakan Barang Milik Orang Lain
Dengan Mempertimbangkan Asas Fungsi Sosial, Jurnal Gagasan Hukum, Volume 1,
Nomor 1, 2019.

Laurensius Arliman S, Ilmu Perundang-Undangan Yang Baik Untuk Negara Indonesia,


Deepublish, Yogyakarta, 2019.

Laurensius Arliman S, Isdal Veri, Gustiwarni, Elfitrayenti, Ade Sakurawati, Yasri, Pengaruh
Karakteristik Individu, Perlindungan Hak Perempuan Terhadap Kualitas Pelayanan
Komnas Perempuan Dengan Kompetensi Sumber Daya Manusia Sebagai Variabel
Mediasi, Jurnal Menara Ekonomi: Penelitian dan Kajian Ilmiah Bidang Ekonomi,
Volume 6, Nomor 2, 2020.

Laurensius Arliman S, Pendidikan Kewarganegaraan, Deepublish, Yogyakarta, 2020.

Laurensius Arliman S, Makna Keuangan Negara Dalam Pasal Pasal 23 E Undang-Undang


Dasar 1945, Jurnal Lex Librum, Volume 6, Nomor 2 Juni 2020,
http://dx.doi.org/10.46839/lljih.v6i2.151.
Laurensius Arliman S, Kedudukan Lembaga Negara Independen Di Indonesia Untuk Mencapai
Tujuan Negara Hukum, Kertha Semaya Journal Ilmu Hukum, Volume 8, Nomor 7, 2020.

Laurensius Arliman S, Pelaksanaan Assesment Oleh Polres Kepulauan Mentawai Sebagai


Bentuk Pelaksanaan Rehabilitasi Bagi Pecandu Dan Korban Penyalahgunaan
Narkotika, Jurnal Muhakkamah, Volume 5, Nomor 1, 2020.

Laurensius Arliman S, Aswandi Aswandi, Firgi Nurdiansyah, Laxmy Defilah, Nova Sari
Yudistia, Ni Putu Eka, Viona Putri, Zakia Zakia, Ernita Arief, Prinsip, Mekanisme Dan
Bentuk Pelayanan Informasi Kepada Publik Oleh Direktorat Jenderal Pajak, Volume 17,
No Nomor, 2020.

Larensius Arliman S, Koordinasi PT. Pegadaian (Persero) Dengan Direktorat Reserse Narkoba
Polda Sumbar Dalam Penimbangan Barang Bukti Penyalahgunaan Narkotika, UIR Law
Review, Volume 4, Nomor 2, 2020, https://doi.org/10.25299/uirlrev.2020.vol4(1).3779.

Laurensius Arliman S, Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan Pada Revolusi 4.0,


Ensiklopedia Sosial Review, Volume 2, Nomor 3, 2020.

Muhammad Afif dan Laurensius Arliman S, Protection Of Children's Rights Of The Islamic And
Constitutional Law Perspective Of The Republic Of Indonesia, Proceeding: Internasional
Conference On Humanity, Law And Sharia (Ichlash), Volume 1, Nomor 2, 2020.

Otong Rosadi danLaurensius Arliman S, Urgensi Pengaturan Badan Pembinaan Idelogi


Pancasila Berdasarkan Undang-Undang Sebagai State Auxiliary Bodies yang Merawat
Pancasila dalam Perspektif Hak Asasi Manusia, Prosiding Konferensi Nasional Hak
Asasi Manusia, Kebudayaan dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Indonesia pada
Masa Pandemi Covid-19: Tantangan untuk Keilmuan Hukum dan Sosial Volume 1,
Universitas Pancasila, Jakarta, 2020.

Anda mungkin juga menyukai