Dosen Pengampu:
Di Susun Oleh:
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan Nikmat-Nya, kami
senantiasa diberi kekuatan dan kesehatan untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk dan isi yang sangat
sederhana. semoga makalah ini dapat menjadi referensi, panduan bagi para pembaca. Makalah
ini disusun untuk melengkapi tugas dari dosen kami bapak Imran Zulfitri, S.H, M.H Pada Mata
Kuliah Ilmu Negara Dan Konstitusi
Kami berharap semoga makalah ini dapat membantu para pembaca untuk menambah
pengetahuan dan pengalaman, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk dan isi makalah ini
agar dapat lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Kami mengakui bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, karena pengalaman kami
yang sangat kurang. Oleh karena itu, kami berharap para pembaca dapat memberikan masukan
yang akan membantu menyempurnakan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
bernegara dengan melakukan pemisahan kekuasaan yang diharapkan akan saling lepas
dalam kedudukan yang sederajat, sehingga dapat saling mengendalikan dan saling
mengimbangi satu sama lain (check and balances). Selain itu, diharapkan dapat membatasi
kekuasaan agar tidak terjadi pemusatan kekuasaan pada satu tangan yang nantinya akan
melahirkan kesewenang-wenang.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan Teori-teori tentang kekuasaan negara
2. Menjelaskan Teori tentang pembagian kekuasaan dan perwakilan
3. Menjelaskan Fungsi dan macam-macam perwakilan
4. Menjelaskan Perwakilan di indonesia
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Teori-teori tentang kekuasaan negara
2. Untuk mengetahui Teori tentang pembagian kekuasaan dan perwakilan
3. Untuk Mengetahui Fungsi dan macam-macam perwakilan
4. Untuk Mengetahui Perwakilan di indonesia
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seorang pelaku untuk mempengaruhi perilaku
pelaku lain sehingga perilakunya menjadi sesuai dengan keinginan dari pelaku yang
mempunyai kekuasaan. Miriam Budiarjo mengutip beberapa definisi kekuasaan yang
dikemukakan oleh para sarjana, antara lain:1 Max Weber mengatakan bahwa kekuasaan
adalah kemampuan untuk dalam suatu hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri
sekalipun mengalami perlawanan, dan apapun dasar kemampuan ini. Harold D.
Lawwell dan Abraham Kaplan-yang definisinya sudah menjadi rumusan klasik-
mengatakan bahwa kekuasaan adalah suatu hubungan dimana seseorang sekelompok
orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain ke arah tujuan dari
pihak pertama.
Definisi kontemporer dikemukakan oleh Barbara Goodwin kekuasaan adalah
kemampuan untuk mengakibatkan seseorang bertindak dengan cara yang oleh yang
bersangkutan tidak akan dipilih seandainya ia tidak dilibatkan, dengan kata lain
memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendaknya.
Essensi dari kekuasaan adalah hak mengadakan sanksi.
1
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta, PT Gramedia, 2009), hlm 60.
2
Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta, Liberty, 1996 hlm 149.
3
Jawaban pertama diberikan oleh teori Teokrasi yang menyatakan bahwa
asal atau sumber kekuasaan itu adalah dari Tuhan. Teori yang berkembang pada
abad pertengahan. Penganut teori ini antara lain Agustinus, Thomas Aquinas dan
Marsilius.
Jawaban kedua diberikan oleh teori hukum alam yang menyatakan bahwa
kekuasaan itu berasal dari rakyat, yang dipelopori oleh Johanes Athuis mengatakan
bahwa kekuasaan itu berasal dari rakyat, kemudian kekuasaan yang ada pada rakyat
ini diserahkan kepada seseorang yang disebut raja untuk menyelenggarakan
kepentingan masyarakat. Thomas Hobbes mengatakan bahwa kekuasaan itu dari
masing-masing orang yang diserahkan kepada raja melalui perjanjian. Sumber
kekuasaan dalam pandangan kaum muslimin dari pemikir Sunni memandang
bahwa sumber kekuasaan politik adalah Allah SWT yang dimandatkan kepada
rakyat. Kekuasaan merupakan kesepakatan masyarakat melalui suatu mekanisme
politik, baik melalui pemilihan secara langsung (intikhab), atau kesepakatan elite
yang representatif (syura), atau penunjukan putra mahkota. Kekuasaan yang
didapat dari rakyat dapat melalui penunjukan atau musyawarah.3
3
Ija Suntana, Pemikiran Ketatanegaraan Islam, Bandung, CV Pustaka Setia, 2010, hlm 24.
4
Ibid, hlm 152-160.
4
semuanya harus tunduk pada hukum. Penganut ajaran ini antara lain Krabbe yang
mengatakan bahwa yang berdaulat adalah hukum, dan yang menjadi sumber
hukum adalah rasa hukum yang terdapat dalan masyasakat itu sendiri.
Teori kedaulatan rakyat yang dipelopori oleh JJ Rouseau mengajarkan
bahwa kedaulatan rakyat itu pada prinsipnya adalah cara atau sistem yang
bagaimanakah pemecahan suatu soal itu menurut cara tertentu yang memenuhi
kehendak umum, dan kedaulatan itu adalah kehendak umum.
c. Pemegang Kekuasaan.
5
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Hukum Tata Negara, Jilid II Jakarta, Konstitusi Press, 2006, hlm 19.
5
state) atau pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam negara kesatuan (Unitary
state).
Pada negara yang berbentuk kesatuan pembagian kekuasaan secara vertikal
menurut Mahfud MD disebut dengan istilah pemencaran kekuasaan secara vertikal
yang melahirkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah otonom yang memikul hak
desentralisasinya.6
Pada hakekatnya desentralisasi dapat dibedakan menurut karakteristiknya, yaitu:
a. Desentralisasi teritorial, penyerahan urusan pemerintahan atau pelimpahan
wewenang untuk menyelenggarakan suatu urusan pemerintahan dari pemerintah
yang lebih tingi kepada unit organisasi yang lebih rendah berdasarkan aspek
kewilayahan.
b. Desentralisasi fungsional, penyerahan urusan pemerintahan atau pelimpahan
wewenang untuk menyelenggarakan sustu urusan pemerintahan dari pemerintah
yang lebih tinggi kepada unit-unit yang lebih rendah berdasarkan aspek tujuannya.
c. Desentralisasi politik, pelimpahan wewenang yang menimbulkan hak untuk
mengurus kepentingan rumah tangga sendiri bagi badan-badan politik di daerah-
daerah yang dipilih oleh rakyat.
d. Desentralisasi Budaya, pemberian hak kepada golongan-golongan tertentu untuk
menyelenggarakan kebudayaannya sendiri.
e. Desentralisasi ekonomi, yaitu pelimpahan wewenang dalam penyelenggaraan
kegiatan ekonomi.
f. Desentralisasi administrasif, yaitu pelimpahan sebagian kewenangan kepada alat-
alat atau unit pemerintahan, pengertiannya identik dengan dekonsentrasi.
6
Moh Mahfud MD, Pergulatan Politik Dan Hukum Di Indonesia, (Yogyakarta, Gama Media, 1999),
hlm 186.
6
➢ Mandat Imperatif, menurut tean ini bahwa seorang wakil yang bertindak di
lembaga perwakilan harus sesuai dengan perintah (intruksi) yang diberikan oleh
yang diwakilinya. Si wakil tidak boleh bertindak di luar perintah, sedangkan
kalau ada hal-hal atau masalah persoalan baru yang tidak terdapat dalam
perintah tersebut maka sang wakil harus mendapat perintah baru dari yang
diwakilinya. Dengan demikian berarti akan menghambat tugas perwakilan
tersebut, akibatnya lahir teori mandat baru yang disebut mandat bebas.
➢ Mandat Bebas, teori ini berpendapat bahwa sang wakil dapat bertindak tanpa
tergantung pada perintah (intruksi) dari yang diwakilinya. Menurut teori ini
sang wakil adalah merupakan orang-orang yang terpercaya dan terpilih serta
memiliki kesadaran hukum dari masyarakat yang diwakilinya sehingga sang
wakil dimungkinkan dapat bertindak atas nama mereka yang diwakilinya.
Ajaran ini dipelopori oleh Abbe Sieyes di Perancis dan Block Stone di Inggris.
Dalam perkembangan selanjutnya teori ini berkembang menjadi teori Mandat
Representatif.
➢ Mandat Representatif, teori ini mengatakan bahwa sang wakil dianggap
bergabung dalam lembaga perwakilan, dimana yang diwakili memilih dan
memberikan mandat pada lembaga perwakilan, sehingga sang wakil sebagai
individu tidak ada hubungan dengan pemilihnya apalagi untuk minta
pertanggungjawabannya. Yang bertanggung jawab justru adalah lembaga
perwakilan kepada rakyat pemilihnya.
b. Teori Organ
Ajaran ini lahir di Prancis sebagai rasa ketidakpuasan terhadap ajaran teori
mandat. Para sarjana mencari dan membuat ajaran teori baru dalam hal hubungan
antara wakil dengan yang diwakilinya. Teori Organ diungkapkan oleh Von Gierke
(Jerman), bahwa negara merupakan satu organisme yang mempunyai alat-alat
perlengkapannya seperti: eksekutif, parlemen dan rakyat, yang semuanya itu
mempunyai fungsinya sendiri-sendiri namun antara satu dengan lainnya saling
berkepentingan.
Dengan demikian maka setelah rakyat memilih lembaga perwakilan mereka
tidak perlu lagi mencampuri lembaga perwakilan tersebut danlembaga ini bebas
menjalankan fungsinya sesuai dengan kewenangan Yang diberikan oleh Undang-
Undang Dasar.
7
c. Teori Sosiologi
Ajaran ini menganggap bahwa lembaga perwakilan bukan merupakan
bangunan politis, akan tetapi merupakan bangunan masyarakat (sosial). Para
pemilih akan memilih wakil-wakilnya yang dianggap benar-benar ahli dalam
bidang kenegaraan yang akan bersungguh-sungguh membela kepentingan para
pemilih. Sehingga lembaga perwakilan yang terbentuk itu terdiri dari golongan-
golongan dan kepentingan yang ada dalam masyarakat. Artinya bahwa lembaga
perwakilan itu tercermin dari lapisan masyarakat yang ada. Yang membahas teori
ini dipelopori oleh Rieker.
d. Teori Hukum Objektif
Leon Duguit mengatakan bahwa hubungan antara rakyat dan parlemen
dasarnya adalah solidaritas. Wakil-wakil rakyat dapat melaksanakan dan
menjalankan tugas kenegaraannya hanya atas nama rakyat. Sebaliknya rakyat tidak
akan dapat melaksanakan tugas kenegaraannya tanpa memberikan dukungan
kepada wakil-wakilnya dalam menentukan wewenang pemerintah. Dengan
demikian ada pembagian kerja antara rakyat dan parlemen (Badan Perwakilan
Rakyat). Keinginan untuk berkelompok yang disebut solidaritas adalah merupakan
dasar dari hukum dan bukan hak-hak yang diberikan kepada mandataris yang
membentuk lembaga perwakilan tersebut.7
7
Esti Royani, PEMBAGIAN HARTA BERSAMA AKIBAT PERCERAIAN YANG BERKEADILAN
PANCASILA, (Sleman, Zahir Publishing, 2021), hlm 61-63.
8
b. Pembuatan Kebijakan: Perwakilan terlibat dalam proses pembuatan kebijakan
dengan mengusulkan, membahas, dan memutuskan undang-undang atau
keputusan-keputusan yang memengaruhi masyarakat.
c. Pengawasan: Perwakilan juga berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan kebijakan
yang telah dibuat dan memastikan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas
tindakan dan keputusan mereka.8
2. Macam-Macam Perwakilan
a. Perwakilan Politik: Ini merujuk kepada pemilihan pejabat politik seperti anggota
parlemen atau presiden untuk mewakili warga negara dalam membuat kebijakan
pemerintah.
b. Perwakilan Sosial: Jenis perwakilan ini mewakili kelompok-kelompok sosial
tertentu, seperti perwakilan suku, agama, atau kelompok kepentingan khusus.
c. Perwakilan Ekonomi: Ini melibatkan perwakilan bisnis atau kepentingan ekonomi
dalam proses pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan ekonomi, perdagangan,
dan industri.
d. Perwakilan Regional: Dalam sistem federal atau negara dengan banyak wilayah,
terdapat perwakilan yang mewakili masing-masing wilayah atau negara bagian.
e. Perwakilan Khusus: Terkadang, ada perwakilan khusus yang ditunjuk untuk
masalah-masalah tertentu, seperti hak asasi manusia, lingkungan, atau gender.9
D. Perwakilan Di Indonesia
Perwakilan di Indonesia merujuk kepada sistem perwakilan dalam
pemerintahan negara ini. Indonesia adalah negara demokratis yang menganut prinsip-
prinsip perwakilan dalam sistem politiknya. Pembahasan lengkap mengenai perwakilan
di Indonesia mencakup beberapa aspek penting seperti berikut:
a. Sistem Politik: Indonesia adalah sebuah republik yang menganut sistem
presidensial. Negara ini memiliki tiga cabang pemerintahan yang independen:
8
Dahlan Thaib, dkk, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2001, hlm 3.
9
Sri Sumantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Bandung, Alumni, 1987, hlm 51.
9
eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Perwakilan terutama terkait dengan cabang
legislatif.
b. DPR (Dewan Perwakilan Rakyat): DPR adalah lembaga legislatif tertinggi di
Indonesia. Terdiri dari anggota yang dipilih secara langsung melalui pemilihan
umum. Jumlah kursi dalam DPR ditentukan oleh populasi dan jumlah provinsi di
Indonesia. DPR memegang peran penting dalam pembuatan undang-undang dan
pengawasan terhadap pemerintah.
c. DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah): Setiap provinsi dan kabupaten/kota di
Indonesia memiliki DPRD yang bertugas merumuskan peraturan daerah (perda)
sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan daerah masing-masing. Anggota DPRD
dipilih melalui pemilihan umum di tingkat daerah.
d. Partai Politik: Perwakilan dalam DPR dan DPRD diwujudkan melalui partai politik.
Partai-partai politik mengusulkan calon anggota legislatif yang akan mewakili
rakyat. Setiap partai harus mencapai ambang batas tertentu dalam pemilihan umum
untuk mendapatkan kursi di DPR atau DPRD.
e. Sistem Pemilihan: Indonesia menerapkan sistem pemilihan umum dengan beberapa
metode, termasuk pemilihan langsung dan pemilihan perwakilan proporsional.
Sistem ini memungkinkan warga Indonesia memilih wakil-wakil mereka untuk
berbagai tingkatan pemerintahan.
f. Peran Perwakilan: Anggota DPR dan DPRD memiliki peran penting dalam proses
perumusan undang-undang, anggaran, dan pengawasan terhadap pemerintah.
Mereka juga mewakili suara rakyat dalam pengambilan keputusan politik.
g. Pemilihan Presiden: Selain pemilihan legislatif, Indonesia juga mengadakan
pemilihan presiden setiap lima tahun. Warga Indonesia secara langsung memilih
presiden. Presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan.
h. Keterwakilan Etnis dan Agama: Indonesia memiliki keragaman etnis, agama, dan
budaya yang penting. Sistem perwakilan harus mencerminkan keragaman ini, dan
perwakilan dari berbagai kelompok masyarakat harus dijamin.
i. Tantangan dan Perkembangan: Sistem perwakilan di Indonesia juga menghadapi
sejumlah tantangan, seperti korupsi, politik uang, dan isu-isu keadilan sosial.
Namun, Indonesia terus mengembangkan sistem perwakilannya untuk
meningkatkan partisipasi publik dan akuntabilitas pemerintah.10
10
Soehino, Hukum Tata Negara, Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, Yogyakarta, Liberty,
1985, hlm 182.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kekuasaan adalah kemampuan seorang pelaku untuk mempengaruhi
perilaku pelaku lain sehingga perilakunya menjadi sesuai dengan keinginan dari
pelaku yang mempunyai kekuasaan.
11
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie Jimly, (2006), Pengantar Hukum Tata Negara ,Jilid II, Jakarta Konstitusi
Press.
Thaib Dahlan, dkk, (2001), Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta, Raja Grafindo
Persada.
Sumantri Sri, (1987), Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Bandung, Alumni.
Soehino, (1985), Hukum Tata Negara, Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia,
Yogyakarta, Liberty.
12