KEKUASAAN NEGARA DI
INDONESIA DAN DI DUNIA
NAMA
KELOMPOK:
1. INTAN NURAFNIH
2. SITI NURIYAH
3. SELLI ANGGRAENI
4. M.VIKRI
5. EKA WAHYU P.
6. A.GHOZI A.
XI-IPS 1
SMA AVISENA
TAHUN AJARAN 2016/2017
KATA PENGANTAR
0
Puji dan syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa,karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini. Di dalam makalah yang berjudul KEKUASAAN
NEGARA DI INDONESIA DAN DI DUNIA ini akan dibahas megens jenis-jens
kekusasaan di indonesia dan di dunia dan bentuk-bentuk negara.
Dalam penyusunan makalah ini tak luput dari kesalahan,untuk itu kami
mohon maaf atas kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Dan demi
menghasilkan makalah yang lebih baik, kami mengharapkan kritik dan saran
dari para pembaca.
Terima kasih..!
PENYUSUN
DAFTAR ISI
1
Kata Pengantar.....................................................................................................1
Daftar Isi..............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
C.tujuan....................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
F. Jenis-jenis kekuasaan............................................................................8
G.Bentuk Negara......................................................................................12
H.Bentuk pemerintahan..........................................................................17
A.Kesimpulan..........................................................................................22
B.saran...................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................22
BAB I
2
PENDAHULUAN
B.Rumusan masalah
3
1. Mengapa seorang pelaku mempunyai kekuasaan ?
2. Apa arti kekuasaan itu sendiri?
3. Apa sumber dari kekusaan?
4. Apa saja jenis-jenis kekuasaan dan jenis-jenis bentuk negara
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi kekuasaan menurut beberapa ahli?
2. Untuk mengetahui apa saja sumber kekuasan itu?
3. Untuk mengetahui jenis-jenis kekuasaan an bentuk negara
BAB II
PEMBAHASAN
4
A.Definisi kekusaan
Telah muncul banyak definisi beberapa ahli,seperti W.connoly (1983)
dan S.LUKES (1947) menganggap kekuasaan sebaga konsep yang
dipertetangkan (a conseted concept) yang artinya merupakan hal yang
tidak dapat dicapai suatu consesus.Perumusan yang umumnya di kenal
bahwa kekuasaan adalah kemampuan seseoramg atau suatu kelompok
manusia untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain
sedemikian rup sehingga tingkah laku itu sesuai dengan keinginan dan
tujuan dari orang yang mempunyai tujuan itu.Dalam hal ini pelaku bisa
berupa seorang,sekelompok orang,atau suatu kolektifitas.”’kekuasaan
biasanya berbentuk hubungan (relationship)dalam arti bahwa satu pihak
yang memerintah dan pihak lain yang diperintah.Satu pihak yang memberi
perintah dan pihak lain yang mematuhi perintah.”
5
lintas.Contoh dari kekuasaan implisit ialah seorang anak sekolah
membatalkan rencana unruk main bola dan memutuskan untuk
membuat pekerjaan rumahnya,karena takut akan dimarahi bapaknya.
D. SUMBER KEKUASAAN
Sumber kekuasaan dapat berupa kedududkan misalnya seorang komandan
terhadap anak buahnya atau seorang majikan terhadap pegawainya,
sumber kekuasaan dapat juga pula berupa kekayaan.Misal seorang
pengusaha kaya mempunyai kekuasaan atau seorang politikus atau
seoarang bawahan yang mempunyai hutang yang belum di bayar kembali.
Kekuasaan dapat pula bersumber pada kepercayaan atau agama.Di banyak
tempat alim ulama’ mempunyai kekuasaan terhadap umatnya ,sehingga
mereka dianggap sebagai pemimpin informal yang perlu di perhitungakan
dalam proses pembuatan keputusan di tempat itu.Kita perlu membedakan
dua istilah menyangkut konsep kekuasaan:
7
dapat diartikan bahwa kekuasaan di bagi secra terotorial atau wilayah
kekuasaan.
F. JENIS-JENIS KEKUASAAN
Negara-negara yang menerapkan jenis kekuasaan monarki hingga saat ini adalah
Inggris, Swedia, Denmark, Belanda, Norwegia, Belgia, Luxemburg, Jepang, Muangthai, dan
Spanyol. Di negara-negara ini, monarki menjadi instrumen pemersatu yang cukup efektif,
misalnya sebagai simbol persatuan antar berbagai kelompok yang ada di tengah
8
masyarakat. Kita perhatikan negara yang modern dan maju seperti Inggris dan Jepang pun
masih menerapkan sistem monarki.
Jenis monarki lainnya yang kini masih ada adalah Arab Saudi. Negara ini berupa
kerajaan dan raja adalah sekaligus kepala negara dan pemerintahan. Kekuasaan raja tidak
dibatasi secara konstitusional, tidak ada partai politik dan oposisi di sana. Pola kekuasaan di
Arab Saudi juga dikenal sebagai dinasti (Dinasti al-Saud), di mana pewaris raja adalah
keturunannya.
Bentuk pemerintahan yang buruk di dalam satu tangan adalah Tirani. Tiran-tiran
kejam yang pernah muncul dalam sejarah politik dunia misalnya Kaisar Nero, Caligula, Hitler,
atau Stalin. Meskipun Hitler atau Stalin memerintah di era negara modern, tetapi jenis
kekuasaan yang mereka jalankan pada hakekatnya terkonsentrasi pada satu tangan, di
mana keduanya sama sekali tidak mau membagi kekuasaan dengan pihak lain, dan kerap
kali bersifat kejam baik terhadap rakyat sendiri maupun lawan politik.
Dalam jenis kekuasaan monarki, raja atau ratu biasanya bergantung pada dukungan
yang diberikan oleh para penasihat dan birokrat. Jika kekuasaan lebih banyak ditentukan
oleh orang-orang ini (penasihat dan birokrat) maka jenis kekuasaan tidak lagi berada pada
satu orang (mono) melainkan beberapa (few).
Biasanya, di mana ada kelas aristokrat yang dominan secara politik, maka di sana ada
pula monarki. Namun, jenis kekuasaan oleh beberapa orang ini —aristokrasi— tidak
bertahan lama, oleh sebab orang-orang yang orang tuanya bukan bangsawan pun bisa
duduk mempengaruhi keputusan politik negara asalkan mereka berprestasi, kaya,
berpengaruh, dan cerdik. Jika kenyataan ini terjadi, yaitu peralihan dari kekuasaan para
bangsawasan ke kelompok non-bangsawan, maka hal tersebut dinyatakan sebagai peralihan
atau pergeseran dari aristokrasi menuju oligarki.
Untuk menggambarkan peralihan di atas, baiklah kami kemukakan apa yang terjadi
9
di Inggris. Sebelum terjadinya Revolusi Industri padaa abad ke-18 —tepatnya sebelum mesin
uap ditemukan oleh James Watt— Inggris menganut jenis kekuasaan monarki dengan kaum
bangsawasan (aristokrat) sebagai pemberi pengaruh yang besar.
Namun, setelah Revolusi Industri mulai menunjukkan efek, yaitu berupa munculnya
kelas menengah baru (pengusaha baru yang kekayaan diperoleh sendiri bukan diwariskan),
maka kekuasaan kaum bangsawasan dalam mempengaruhi kekuasaan monarki mulai
‘digerogoti.’ Kelas menengah baru ini mulai menentukan jalannya kekuasaan di parlemen,
dan, pengaruh kaum ‘Orang Kaya Baru’ ini dinyatakan sebagai jenis kekuasaan oligarki.
Hingga saat ini, di parlemen Inggris terdapat dua kamar yaitu House of Lords dan
House of Commons. Kamar yang pertama berisikan kaum bangsawan (namanya didahului
dengan Sir), sementara yang kedua banyak diisi oleh kaum kaya yang berpengaruh,
meskipun mereka bukan berdarah bangsawan. House of Commons lebih menentukan
jalannya parlemen Inggris ketimbang House of Lords. Dengan demikian, oligarki-lah yang
lebih berkuasa di Inggris ketimbang aristokrasi pada masa kini.
Jika kekuasaan dipegang oleh seluruh rakyat, bukan oleh mono atau few, maka
kekuasaan tersebut dinamakan demokrasi. Di dalam sejarah politik, jenis kekuasaan
demokrasi yang dikenal terdiri dari dua kategori. Kategori pertama adalah demokrasi
langsung (direct democracy) dan demokrasi perwakilan (representative democracy).
10
Dengan alasan kelemahan demokrasi langsung, terutama oleh ketidakrealistisannya
untuk diberlakukan dalam keadaan negara modern, maka demokrasi yang saat ini
dikembangkan adalah demokrasi perwakilan. Di dalam demokrasi perwakilan, tetap rakyat
yang memerintah. Namun, itu bukan berarti seluruh rakyat berbondong-bondong datang ke
parlemen atau istana negara untuk memerintah atau membuat UU. Tentu tidak demikian.
Dengan demokrasi perwakilan, rakyat tidak terlibat secara penuh di dalam membuat
UU negara. Misalnya saja, dari hampir 200 juta jiwa warganegara Indonesia, proses
pemerintahan demokrasi di tingkat parlemen hanya dilakukan oleh 500 orang wakil rakyat
yang duduk menjadi anggota DPR. Bandingkan kalau saja Indonesia menerapkan demokrasi
langsung di mana 200 juta rakyat Indonesia duduk di parlemen. Kacau dan pasti memakan
biaya mahal, bukan? Dengan kenyataan ini maka demokrasi perwakilan lebih praktis
ketimbang demokrasi langsung.
Dalam demokrasi, baik langsung ataupun tidak langsung, keterlibatan rakyat menjadi
tujuan utama penyelenggaraan negara. Masing-masing individu rakyat pasti ingin
kepentinganyalah yang terlebih dahulu dipenuhi. Oleh sebab keinginan tersebut ingin
didahulukan, dan pihak lain pun sama, dan jika hal ini berujung pada situasi chaos (kacau)
bahkan perang (bellum omnium contra omnes --- perang semua lawan semua), maka bukan
demokrasi lagi namanya melainkan mobokrasi. Mobokrasi adalah bentuk buruk dari
demokrasi, di mana rakyat memang berdaulat tetapi negara berjalan dalam situasi perang
dan tidak ada satu pun kesepakatan dapat dibuat secara damai.
4. Timokrasi
Menurut Stanley Rosen, Timokrasi adalah jenis kekuasaan yang pernah disebutkan
oleh Sokrates, filosof Yunani. Timokrasi dirujuk Sokrates dalam menggambarkan rezim
pemerintahan negara kota Sparta. Konsep ini mengacu pada “timocratic man”, yaitu
seseorang yang gandrung akan kemenangan dan kehormatan. Timokrasi terletak di posisi
tengah antara Aristokrasi dan Oligarki. Juga disebutkan Timokrasi adalah Aristokrasi yang
tengah mengalami kemerosotan ke arah jenis kekuasaan Oligarki.
Jika Aristokrasi adalah jenis pemerintahan ideal, penuh keberanian dan kehormatan
dalam pemerintahan. Namun, tatkala keberanian dan kehormatan dari kekuasaan di tangan
beberapa orang atau kelompok ini (aristokrasi) mulai diwarnai motivasi kesejahteraan
pribadi atau kelompok, maka dimulaikan Timokrasi. Timokrasi bukan Oligarki, oleh sebab di
dalam Timokrasi, menurut Sokrates, masih meniru Aristokrasi. Barulah, tatkala proses
peniruan kualitatif atas Aristokrasi tidak lagi terjadi, Timokrasi merosot menjadi Oligarki.
11
5. Oklokrasi
Mirip dengan definisi Mobokrasi. Oklokrasi adalah situasi negara dalam anarki
massa. Pemerintahan ini tidak legal dan konstitusional. Namun, karena --biasanya--
kelompok-kelompok massa tersebut punya senjata atau massa besar, mereka memerintah
memanfaatkan rasa takut. Amerika Serikat tahun 1930-an hampir masuk ke dalam kategori
ini, di mana keluarga-keluarga mafia mengendalikan negara secara ilegal dan
inkonstitusional.
6. Plutokrasi
Plutokrasi adalah jenis kekuasaan di mana negara “disetir” oleh orang-orang kaya.
Plutokrasi ini mirip dengan Oligarki. Namun, Plutokrasi terjadi tatkala tercipta suatu kondisi
ekstrim ketimpangan antara “kaya” dan “miskin” di dalam suatu negara. Plutokrat
(penguasa dalam Plutokrasi) tidak hanya menguasai sumber-sumber ekonomi dan politik,
melainkan juga sumber-sumber militer (pasukan, senjata, teknologi). Dalam kondisi seperti
ini, Plutokrat biasanya, secara de facto, lebih berkuasa ketimbang pemerintah resmi.
7. Kleptokrasi
G. BENTUK NEGARA
Bentuk-bentuk negara yang dikenal hingga saat ini terdiri dari tiga bentuk yaitu
Konfederasi, Kesatuan, dan Federal. Meskipun demikian, bentuk negara Konfederasi kiranya
jarang diterapkan di dalam bentuk-bentuk negara pada masa kini. Namun, untuk keperluan
analisis, baiklah di dalam materi kuliah ini dicantumkan pula masalah Konfederasi minimal
untuk lebih meluaskan wawasan kita mengenai bentuk-bentuk negara yang ada.
1. Negara Konfederasi
Bagi L. Oppenheim, “konfederasi terdiri dari beberapa negara yang berdaulat penuh
yang untuk mempertahankan kedaulatan ekstern (ke luar) dan intern (ke dalam) bersatu
atas dasar perjanjian internasional yang diakui dengan menyelenggarakan beberapa alat
perlengkapan tersendiri yang mempunyai kekuasaan tertentu terhadap negara anggota
Konfederasi, tetapi tidak terhadap warganegara anggota Konfederasi itu.”
12
Menurut kepada definisi yang diberikan oleh L. Oppenheim di atas, maka
Konfederasi adalah negara yang terdiri dari persatuan beberapa negara yang berdaulat.
Persatuan tersebut diantaranya dilakukan demi mempertahankan kedaulatan dari negara-
negara yang masuk ke dalam Konfederasi tersebut. Pada tahun 1963, Malaysia dan
Singapura pernah membangun suatu Konfederasi, yang salah satunya dimaksudkan untuk
mengantisipasi politik luar negeri yang agresif dari Indonesia di masa pemerintahan
Sukarno. Malaysia dan Singapura mendirikan Konfederasi lebih karena alasan pertahanan
masing-masing negara.
13
2. Kesatuan
Negara Kesatuan adalah negara yang pemerintah pusat atau nasional memegang
kedudukan tertinggi, dan memiliki kekuasaan penuh dalam pemerintahan sehari-hari. Tidak
ada bidang kegiatan pemerintah yang diserahkan konstitusi kepada satuan-satuan
pemerintahan yang lebih kecil (dalam hal ini, daerah atau provinsi).
Dalam negara Kesatuan, pemerintah pusat (nasional) bisa melimpahkan banyak tugas
(melimpahkan wewenang) kepada kota-kota, kabupaten-kabupaten, atau satuan-satuan
pemerintahan lokal. Namun, pelimpahan wewenang ini hanya diatur oleh undang-undang
yang dibuat parlemen pusat (di Indonesia DPR-RI), bukan diatur di dalam konstitusi (di
Indonesia UUD 1945), di mana pelimpahan wewenang tersebut bisa saja ditarik sewaktu-
waktu.
Miriam Budiardjo menulis bahwa yang menjadi hakekat negara Kesatuan adalah
kedaulatannya tidak terbagi dan tidak dibatasi, di mana hal tersebut dijamin di dalam
konstitusi. Meskipun daerah diberi kewenangan untuk mengatur sendiri wilayahnya, tetapi
itu bukan berarti pemerintah daerah itu berdaulat, sebab pengawasan dan kekuasaan
tertinggi tetap berada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat-lah sesungguhnya
yang mengatur kehidupan setiap penduduk daerah.
14
Ada sebagian kewenangan yang didelegasikan pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah, yang dengan kewenangan tersebut pemerintah daerah mengatur penduduk yang
ada di dalam wilayahnya. Namun, pengaturan pemerintah daerah terhadap penduduk di
wilayahnya lebih bersifat ‘instruksi dari pusat’ ketimbang improvisasi dan inovasi
pemerintah daerah itu sendiri.
3. Federasi
Apakah ada perbedaan antara Konfederasi dengan Federasi ? Ya, ada! Negara-
negara yang menjadi anggota suatu Konfederasi tetap merdeka sepenuhnya atau
berdaulat, sedangkan negara-negara yang tergabung ke dalam suatu Federasi kehilangan
kedaulatannya, oleh sebab kedaulatan ini hanya ada di tangan pemerintahan Federasi.
15
Bagaimana selanjutnya, adakah perbedaan antara negara Federasi dengan negara
Kesatuan ? Ya, juga ada! Negara-negara bagian suatu Federasi memiliki wewenang untuk
membentuk undang-undang dasar sendiri serta pula wewenang untuk mengatur bentuk
organisasi sendiri dalam batas-batas konstitusi federal, sedangkan di dalam negara
Kesatuan, organisasi pemerintah daerah secara garis besar telah ditetapkan oleh undang-
undang dari pusat.
Di dalam negara Federasi, kedaulatan hanya milik pemerintah Federal, bukan milik
negara-negara bagian. Namun, wewenang negara-negara bagian untuk mengatur penduduk
di wilayahnya lebih besar ketimbang pemerintah daerah di negara Kesatuan.
Wewenang negara bagian di negara Federasi telah tercantum secara rinci di dalam
konstitusi federal, misalnya mengadakan pengadilan sendiri, memiliki undang-undang dasar
sendiri, memiliki kurikulum pendidikan sendiri, mengusahakan kepolisian negara bagian
sendiri, bahkan melakukan perdagangan langsung dengan negara luar seperti pernah
dilakukan pemerintah Indonesia dengan negara bagian Georgia di Amerika Serikat di masa
Orde Baru.
Kendatipun negara bagian memiliki wewenang konstitusi yang lebih besar ketimbang
negara Kesatuan, kedaulatan tetap berada di tangan pemerintah Federal yaitu dengan
monopoli hak untuk mengatur Angkatan Bersenjata, mencetak mata uang, dan melakukan
politik luar negeri (hubungan diplomatik). Kedaulatan ke dalam dan ke luar di dalam negara
Federasi tetap menjadi hak pemerintah Federal bukan negara-negara bagian.
16
H. BENTUK PEMERINTAHAN
1. Bentuk Pemerintahan Parlementer
Dalam bentuk pemerintahan parlementer, pemilu hanya diadakan satu macam yaitu
untuk memilih anggota parlemen. Lewat mekanisme pemilihan umum, warganegara
memilih wakil-wakil mereka untuk duduk di parlemen. Wakil-wakil yang mereka pilih
tersebut merupakan anggota dari partai-partai politik yang ikut serta di dalam pemilihan
umum.
Jika sebuah partai memenangkan suara secara mayoritas (misalnya 51% suara
pemilih), maka secara otomatis, ketua partai tersebut menjadi perdana menteri.
Selanjutnya, tugas yang harus dilakukan si perdana menteri ini adalah membentuk kabinet,
di mana anggota-anggota kabinet diajukan oleh para anggota parlemen terpilih, sehingga
anggota kabinet dapat berasal baik dari partainya sendiri maupun partai saingannya yang
punya jumlah suara signifikan. Menteri-menteri inilah yang nantinya mengarahkan atau
mengepalai kementerian-kementerian yang dibentuk.
Jika pemilu tidak menghasilkan jumlah suara mayoritas (misalnya 30% hingga 50%),
maka partai-partai harus berkoalisi untuk kemudian memilih siapa perdana menterinya.
Biasanya, partai dengan jumlah suara paling besar-lah yang ketua partainya menjadi
perdana menteri di dalam koalisi (kabinet koalisi). Susunan kabinet pun, dengan koalisi ini,
tidak bisa dimonopoli oleh satu partai saja, layaknya ketika pemilu menghasilkan suara
mayoritas 51%. Masing-masing partai yang berkoalisi biasanya menuntut ‘jatah’ menteri
sesuai dengan jumlah suara yang mereka hasilkan dalam pemilu. Untuk selanjutnya,
perdana menteri (beserta kabinetnya) bertanggung jawab kepada parlemen sebagai
representasi rakyat hasil pemilihan umum.
17
perdana menteri baru. Sistem ‘kabinet bayangan’ ini berlangsung efektif di Inggris di mana
‘kabinet bayangan’ tersebut bekerja layaknya kabinet pemerintah dan … digaji pula.
18
Dalam sistem presidensil, pemilu diadakan dua macam. Pertama untuk memilih
anggota parlemen dan kedua untuk memilih presiden. Presiden inilah yang dengan hak
prerogatifnya menunjuk pembantu-pembantunya, yaitu menteri-menteri di dalam kabinet.
Pola penunjukkan menteri oleh presiden ini efektif di dalam sistem dua partai, di mana
dengan dua partai yang bersaing tersebut, pasti salah satu partai akan menang secara
mayoritas. Di dalam sistem banyak partai, penunjukkan menteri oleh presiden juga dapat
efektif jika salah satu partai menang secara 51%.
Matthew Soberg Shugart menyatakan, bentuk murni dari presidensil adalah sebagai berikut:
Eksekutif dikepalai oleh presiden yang dipilih rakyat secara langsung dan ia
merupakan “kepala eksekutif.”
Posisi eksekutif dan legislatif didefinisikan secara jelas dan keduanya tidak saling
bergantung.
Presiden memilih dan mengarahkan kabinet dan punya sejumlah kewenangan
pembuatan legislasi yang diatur secara konstitusional.
Bagi Shugart, posisi hubungan eksekutif dan legislatif adalah transaksional. Keduanya
independen satu sama lain karena dipilih rakyat lewat dua pemilu berbeda. Posisi legislatif
tidak lebih tinggi ketimbang eksekutif dan demikian pula sebaliknya. Namun, eksekutif dan
legislatif terlibat dalam hubungan pertukaran (transaksional) seputar keputusan-keputusan
atau kebijakan-kebijakan politik bergantung permasalahan yang mengemuka.
19
Kala parlemen terdiri atas partai mayoritas, baik itu partai-nya presiden atau bukan,
pasti terdapat kapasitas institusional untuk tawar-menawar dengan presiden seputar
kepentingan partai mayoritas tersebut. Dalam konteks ini, presiden mungkin tidak
membutuhkan kabinet yang merefleksikan transaksi eksekutif-legislatif. Legislatif dan
eksekutif yang otonomi tercipta.
Kala parlemen terfragmentasi dan presiden punya dukungan yang kurang memadai
dari parlemen. Sementara itu, presiden memilih tidak membentuk kabinet yang
mencerminkan komposisi suara dalam parlemen dengan alasan persetujuan dengan
parlemen akan membatasi kemampuannya mengimplementasi kebijakan. Jika ini yang
terjadi, maka akan tercipta pola “anarkis” di mana presiden terus menerus diganggu dan
tidak ada program-program pemerintah yang tuntas terlaksana akibat gangguan tersebut.
Kala tidak terdapat mayoritas legislatif tetapi terdapat dukuan partisan substansial
bagi presiden di parlemen, maka presiden butuh dan ingin melakukan transaksi dengan
parlemen seputar kabinet. Transaksi ini dalam rangka menghubungkan legislatif dan
eksekutif bersama dan memfasilitasi tawar-menawar legislatif.
3. Semi Presidensil
Semi-Presidensial juga disebut Blondell tahun 1984 sebagai “Dual Excecutive”. Dual
executive terjadi kala presiden tidak hanya kepala negara yang kurang otoritas politiknya,
tetapi juga bukan kepala pemerintahan (eksekutif) yang sesungguhnya, karena juga terdapat
Perdana Menteri yang punya hubungan kuat dengan parlemen dan merefleksikan
demokrasi parlementer. Namun, rupa hubungan antara Presiden, Perdana Menteri, Kabinet,
dan Parlemen berbeda-beda antara negara-negara yang menerapkan Semi-Presidensial
tersebut.
20
Premier-Presidensil. Dalam Premier-Presidensil, perdana menteri dan kabinet secara
eksklusif bertanggung jawab kepada mayoritas parlemen. Ini berbeda dengan President-
Parlementer dimana perdana menteri dan kabinet bertanggung jawab kepada dua pihak
yaitu presiden dan mayoritas parlemen.
4. Hybryd Lainnya
21
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam suatu hubungan kekuasaan selalu ada satu pihak yang lebih kuat dari pihak
lain.Jadi,selalu ada hubungan tidak seimbang.Ketidak seimbangan inilah yang dering
menimbulkan ketergantungan.Semakin tidak seimbang maka semakin besar pula sifat
ketergantungannya.
B. SARAN
Penulis mengharapkan makalah ini dapat memberi manfaat dan ilmu pengetahuan
kepada para pembaca,dan disarankan pada pembaca untuk mencari referensi yang lebih
banyak lagi,baik dari sosial media maupun media lain.
DAFTAR PUSTAKA
www.setabasri01.blogspot.co.id
22