Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH TEORI ORGANISASI

“MENGELOLA KEKUASAAN, KONFLIK, & POLITIK”

Dosen Pengampu:
Khusnul Rofida N, S.Pd., M.M.

Disusun Oleh:

1. Wahyu Putri Setiyo Pratiwi (202010160311059)


2. Desy Fitriani (202010160311099)
3. Laxmya Dana Nafsah (202010160311100)
4. Yoga Pratama Afandi (202010160311482)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan Rahmat, Inayah, Taufik
dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
"Mengelola Kekuasaan, Konflik, & Politik”.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu
Khusnul Rofida N, S.Pd., M.M. selaku dosen pengampu mata kuliah Teori Organisasi. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Mengelola Kekuasaan,
Konflik, & Politik bagi penulis maupun pembaca.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Malang, 30 November 2022

Kelompok 7
DAFTAR ISI
Judul...................................................................................................................................

Kata Pengantar..................................................................................................................

Daftar Isi.............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................

A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Tujuan Makalah.......................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................

A. Kekuasaan dalam Organisasi...................................................................................


1. Pengertian Kekuasaan .................................................................................
2. Sumber-sumber Kekuasaan.........................................................................
3. Karakter Kekuasaan.....................................................................................
B. Konflik dalam Organisasi........................................................................................
1. Pengertian Konflik.......................................................................................
2. Manajemen Konflik.....................................................................................
C. Politik dalam Organisasi..........................................................................................
1. Pengertian Politik........................................................................................
2. Taktik Memainkan Politik dalam Organisasi..............................................
3. Faktor yang Mendorong Kegiatan Politik dalam Organisasi......................

BAB III PENUTUP...........................................................................................................

A. Kesimpulan..............................................................................................................
B. Saran........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Studi tentang kekuasaan dan politik dalam organisasi hanya sedikit. Beberapa
studi justru menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Kekuasaan dan politik
adalah sesuatu yang ada dan dialami dalam kehidupan setiap orang tetapi agak sulit
untuk mengukurnya tetapi penting untuk dipelajari dalam perilaku keorganisasian,
karena dapat mempengaruhi perilaku orang-orang yang ada dalam organisasi.
Pada saat interaksi individu untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain,
maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah kekuatan kekuatan. Kekuasaan
merupakan kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau lebih individu.
Politik tidak hanya terjadi pada sistem pemerintahan, namun politik juga
terjadi pada organisasi formal, badan usaha, organisasi keagamaan, kelompok, bahkan
pada unit keluarga. Politik merupakan suatu jaringan interaksi antar manusia dengan
kekuatan yang diperoleh, ditransfer, dan digunakan.
Politik yang dijalankan untuk menyeimbangkan karyawan dan manajer
individu, serta kepentingan organisasi. Ketika keseimbangan tersebut tercapai, maka
kepentingan akan mendorong dan mendorong kepentingan organisasi.
Konflik bisa terjadi karena perbedaan dalam pemaknaan yang disebabkan
karena perbedaan pengalaman. Perbedaan pengalaman dapat dilihat dari perbedaan
latar belakang kebudayaan yang membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang
akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran
dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan karakter
individu yang dapat memicu konflik.
Dalam setiap organisasi/perusahaan, perbedaan pendapat sering kali disengaja
atau dibuat sebagai salah satu strategi para pemimpin untuk melakukan perubahan.
Perubahan tersebut dapat dilakukan dengan menciptakan sebuah konflik. Akan tetapi,
konflik juga dapat terjadi secara alami karena adanya kondisi obyektif yang dapat
menimbulkan terjadinya konflik. Seperti yang dikemukakan oleh Hocker dan Wilmot
(Wirawan, 2010:8), konflik terjadi karena pihak-pihak yang terlibat konflik memiliki
tujuan yang berbeda. Konflik bisa juga terjadi karena tujuan pihak yang terlibat
konflik sama tapi cara untuk mencapainya berbeda.
Adapun tujuan masalah
makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Dapat mengetahui
pengertian dan sumber-sumber
kekuasaan
2. Dapat mengetahui taktik
kekuasaan
3. Dapat mengetahui penyebab
dari kekuasaan dan kekuasaan.
4. Dapat mengetahui politik
dalam organisasi.
5. Dapat mengeta hui etika
berpolitik dalam organisasi
B. Tujuan Makalah
Adapun tujuan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui pengertian dan sumber-sumber kekuasaan dalam organisasi
2. Dapat mengetahui karakter kekuasaan
3. Dapat mengetahui pengertian dari konflik dan manajemen konflik
4. Dapat mengetahui politik dalam organisasi
5. Dapat mengetahui taktik memainkan politik dan faktor yang mendorong
kegiatan politik dalam organisasi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kekuasaan dalam Organisasi


 Pengertian Kekuasaan
Kekuasaan adalah gagasan politik yang berkisar pada sejumlah
karakteristik. Karakteristik tersebut mengelaborasi kekuatan sebagai alat yang
digunakan seseorang, yaitu pemimpin (juga pengikut) gunakan dalam
hubungan interpersonalnya. Kekuasaan adalah kapasitas seseorang, tim, atau
organisasi untuk mempengaruhi yang lain. Kekuasaan tidak dimaksudkan
untuk mengubah perilaku seseorang, melainkan potensi untuk mengubah
seseorang (McShane & Von Glinow, 2010: 300). Lebih jauh lagi, kedua ahli
ini menjelaskan bahwa kekuasaan mensyaratkan kebergantungan. Dengan kata
lain, pihak yang berkuasa memiliki hal yang dianggap penting oleh pihak
lainnya sehingga pihak tersebut merasa berada di bawah kendali pihak yang
memiliki kekuasaan.
Seseorang dapat dikatakan memiliki kekuasaan terhadap orang lain
jika ia dapat mengontrol perilaku orang lain. Kekuasaan adalah hubungan
nonresiprokal antara dua orang atau lebih. Nonresiprokal di dalam konteks ini
dapat diartikan sebagai ketidakseimbangan kuasa yang dimiliki oleh individu
yang satu dan individu yang lain. Dengan kata lain, dua pihak yang memiliki
hubungan nonresiprokal mungkin saja tidak memiliki kekuasaan yang sama di
dalam wilayah yang sama (Brown dan Gilman, 2003: 158). Ada banyak hal
yang menjadi dasar terbentuknya faktor kekuasaan, seperti kekuatan,
kekayaan, umur, jender, serta jabatan atau posisi.
 Sumber-sumber Kekuasaan
Thomas (1995: 124-130) dan McShane & Von Glinow (2010: 301-
304) mengemukakan lima sumber kekuasaan di dalam organisasi,
yaitu legitimate power, reward power, coercive power, expert power,
dan referent power.
a) Legitimate power merupakan kesepakatan anggota organisasi bahwa
individu dalam peran-peran tertentu dapat menentukan prilaku tertentu
dari orang lain. Legitimate power biasanya ditentukan oleh deskripsi
pekerjaan dalam suatu jabatan, misalnya seorang atasan memiliki
kekuasaan untuk meminta bawahannya melaksanakan tugas-tugas
organisasi sesuai dengan kapasitasnya.
b) Reward power adalah kekuasaan untuk mengontrol atau memberikan
penghargaan kepada pihak lain. Seorang manajer dapat
mempromosikan bawahannya ke level yang lebih tinggi, member
bonus, atau member hak berlibur sebagai imbalan yang diberikan
kepada karyawan yang mencapai target kerja tertentu. Sebaliknya,
seorang bawahan dapat memberikan umpan balik atas kinerja
atasannya.
c) Coercive power adalah kekuasaan untuk memberikan sanksi atau
hukuman. Contoh coercive power adalah seorang atasan memiliki
kekuasaan untuk memberikan sanksi kepada bawahannya yang terbukti
memiliki kesalahan fatal yang merugikan organisasi.
d) Expert power adalah kekuasaan yang berhubungan dengan
kemampuan, keahlian, atau pengetahuan yang dimiliki oleh individu.
Misalnya, tim peneliti yang dimiliki oleh perusahaan pertambangan
memiliki kekuasaan apakah sebuah proyek dapat dilanjutkan atau tidak.
e) Referent power adalah kekuasaan yang diasosiasikan dengan charisma
seseorang. Secara ilmiah, definisi referent power memunculkan
perdebatan di kalangan para ahli karena ukuran kharisma yang sulit
untuk distandarkan. Namun, secara faktual referent power memang ada
di dalam kehidupan berorganisasi. Di banyak perkampungan di
Indonesia ada tokoh-tokoh masyarakat yang disegani karena memiliki
kharisma. Hal itu merupakan contoh yang nyata dari referent power.

Dalam kenyataannya, kekuasaan memberikan beberapa keleluasaan


bagi pihak yang memiliki posisi superior. Keleluasaan tersebut dapat
menentukan optimal atau tidaknya kinerja sebuah organisasi.
 Karakter Kekuasaan
Karakter kekuasaan menurut Fairholm adalah:
a) Kekuasaan bersifat sengaja, karena meliputi kehendak, bukan sekadar
tindakan acak
b) Kekuasaan adalah alat (instrumen), ia adalah alat guna mencapai
tujuan
c) Kekuasaan bersifat terbatas, ia diukur dan diperbandingkan dengan
berbagai situasi atau dideteksi kemunculannya
d) Kekuasaan melibatkan kebergantungan, terdapat kebebasan atau faktor
kebergantungan-ketidakbergantungan yang melekat pada penggunaan
kekuasaan
e) Kekuasaan adalah gagasan tindakan, ia bersifat samar dan tidak selalu
dimiliki
f) Kekuasaan ditentukan dalam istilah hasil, hasil menentukan kekuatan
yang kita miliki
g) Kekuasaan bersifat situasional, taktik kekuatan tertentu efektif pada
suatu hubungan tertentu, bukan seluruh hubungan
h) Kekuasaan yang didasarkan pada oposisi atau perbedaan, pihak harus
berbeda sebelum mereka bisa menggunakan kekuatannya
B. Konflik dalam Organisasi
 Pengertian Konflik
Kondisi konflik merupakan terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau
tujuan-tujuan yang hendak dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun
dalam hubungannya dengan orang lain (Kilman & Thomas, dalam Wijono,
1993). Tidak dapat dipungkiri, bahwa setiap individu memiliki kebutuhan dan
tujuan yang berbeda-beda dalam hidupnya. Melihat persoalan dengan
perspektif yang beragam juga akan sulit dielakkan. Oleh karena itu, wajar jika
terjadi konflikatau benturan kebutuhan dan kepentingan antara individu yang
satu dengan yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin sering
berinteraksi, semakin besarkemungkinan terjadinya konflik interpersonal ini
(Muryantinah dkk, 2008).
Konflik merupakan fenomena dinamika yang tidak dapat dihindari
dalam kehidupan organisasi, bahkan konflik selalu hadir dalam setiap
hubungan kerja antara individu dan kelompok. Semakin banyaknya individu
yang melakukan politik organisasi, semakin besar pula potensi terjadinya
konflik. McShane dan Von Glinow (2010: 328) mendefinisikan konflik
sebagai suatu proses di mana salah satu pihak menganggap bahwa
kepentingannya bertentangan dengan pihak lain. Pandangan ini didasari oleh
fakta bahwa setiap individu adalah unik. Mereka memiliki persepsi yang
berbeda atas suatu realita.
Perbedaan ini berpengaruh kepada heterogenitas individu dalam
berinteraksi di lingkungannya. Di sisi lain, organisasi juga harus menetapkan
visi dan misi, yang tak jarang tidak searah dengan persepsi individu.
Perbedaan-perbedaan atau benturan-benturan yang terjadi di dalam interaksi
social telah menempatkan konflik sebagai hal yang dianggap negatif. Konflik
menciptakan ketidak sepahaman di antara berbagai pihak. Dampaknya, konflik
banyak menciptakan ketidak efisienan dalam berbagai sendi organisasi
(conflict is bad perspective). Ketidak sepahaman ini juga sering memicu
timbulnya berbagai politik organisasi yang pada akhirnya berpengaruh negatif
kepada kinerja individu dan organisasi.
Pada era 1970-1990an muncul persepsi lain yang memandang konflik
dengan kaca mata yang lebih positif (optimal – conflict – perspective). Pada
titik tertentu, ada kemungkinan bahwa pihak-pihak yang mengalami
konflik berbicara satu sama lain. Pada saat seperti inilah konflik dapat menjadi
hal positif. Dalam kondisi ini, keterbukaan antara pihak-pihak yang berkonflik
akan memunculkan alternatif pemecahan masalah.
Setelah tahun 1990an, muncul pandangan yang berbeda mengenai
konflik. Di era ini konflik dibagi menjadi dua, yakni constructive
conflict dan relationship conflict. Constructive conflict dianggap dapat
mendorong lahirnya ide-ide dan rekomendasi baru untuk memecahkan
masalah. Di sisi lain, relationship conflict hanya terfokus pada manusia
sebagai pihak yang mencetuskan konflik.
Setiap hal yang terjadi di dunia ini pasti memiliki efek positif dan
negatif, begitu pula dengan konflik. Di dalam konteks organisasi, konflik
dapat menyebabkan beberapa hal positif sebagai berikut:
a) Memperkuat hubungan antar individu (jika semua pihak yang
berkonflik dapat saling bicara dengan baik)
b) Menumbuhkan kepercayaan terhadap orang lain (konflik yang
diselesaikan dengan baik akan menumbuhkan rasa kepercayaan
terhadap pihak lain)
c) Meningkatkan harga diri (pihak-pihak yang berkonflik akan memiliki
harga diri tinggi, dan secara positif mereka akan memperbaiki
argumen-argumen untuk membela dirinya).

Pengaruh positif tersebuat akan berdampak pula pada organisasi. Salah


satu dampaknya yaitu organisasi memiliki atternatif pemecahan masalah
karena adanya keinginan dari pihak-pihak yang berkonflik untuk duduk
bersama. Hal ini akan berpengaruh terhadap produktifitas organisasi yang
semakin membaik. Di samping pengaruh positif, konflik juga memiliki
beberapa pengaruh negatif seperti mengakibatkan ketidaknyamanan antar
individu karena adanya perasaan saling curiga dan hilangnya kepercayaan.
Dalam jangka panjang, hal tersebut akan berdampak pada menurunnya kinerja
organisasi.

 Manajemen Konflik
Dalam satu organisasi, konflik kadang-kadang merupakan hal yang
sangat sulit untuk dihindari. Karenanya perlu ada strategi yang dapat
mengarahkan konflik menjadi hal yang lebih positif. Para ahli menjelaskan
beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi konflik,
yaitu avoiding, collaborating, compromising, avoiding, dan accommodating,
dan forcing.
1) Avoiding adalah menghadapi konflik dengan cara menghindarinya.
Cara ini akan menimbulkan masalah yang lebih besar jika konflik
sudah terjadi.
2) Collaborating biasanya digunakan jika pihak-pihak yang berkonflik
memiliki kekuasaan yang relatif seimbang. Dalam collaborating
pemecahan masalah diusahakan memenuhi kepentingan semua pihak.
3) Compromising adalah mengelola konflik melalui konsensus. Dalam
compromising, setiap pihak mendapatkan setengah dari total
kepentingannya. Compromising dinilai efektif untuk menyelesaikan
masalah secara cepat.
4) Berbeda dengan tiga cara pengelolaan konflik yang sudah disebutkan
di atas, accommodating merupakan strategi mengelola konflik dengan
mengorbankan kepentingan salah satu pihak dengan memberikan
kesempatan kepada pihak lain untuk memenuhi kepentingannya.
5) Selain itu, ada pula strategi mengelola konflik yang dilakukan dengan
sistem pemaksaan atau forcing. Forcing dinilai efektif jika keputusan
yang diambil oleh pihak yang memaksa adalah keputusan yang benar.
Sebaliknya, jika keputusan yang diambil oleh pihak yang melakukan
pemaksaan tidak benar, maka akan menimbulkan permusuhan di dalam
organisasi.
C. Politik dalam Organisasi
 Pengertian Politik
Politik dapat diartikan sebagai kegiatan di mana individu atau
kelompok terlibat sedemikian rupa untuk memperoleh dan menggunakan
kekuasaan untuk mencapai kepentingannya sendiri. Padahal politik punya
kans merusak, politik sesungguhnya tidaklah buruk. Nyatanya, para manajer
dan pekerja sering menolak bahwa politik mempengaruhi kegiatan organisasi,
sebuah penelitian menunjukkan bahwa politik kantor muncul dan memiliki
jangkauan terukur dalam perilaku organisasi.
Politik organisasi merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
individu dalam organisasi untuk memperjuangkan kepentingannya sendiri
(Colquitt, J.A., Lepine, J.A., & Wesson, M.J. 2011: 460). Sedangkan
menurut McShane & Von Glinow (2010: 315-316) politik organisasi terkait
erat dengan taktik organisasi. Menurut kedua pakar ini, politik organisasi
adalah prilaku yang dianggap oleh orang lain sebagai taktik yang
menguntungkan diri sendiri dengan mengatasnamakan organisasi. Taktik
tersebut sering kali bertentangan dengan kepentingan organisasi.
Politik organisasi tumbuh subur dalam kondisi-kondisi tertentu,
misalnya pada saat kurangnya sumber daya manusia, sangat mungkin ada
individu-individu yang mempertahankan satu posisi atau jabatan di organisasi.
Secara faktual, politik organisasi bukanlah merupakan suatu hal yang
tabu bagi orang-orang tertentu. Hal ini merupakan imbas dari berkumpulnya
banyak individu di dalam organisasi. Semakin banyak individu di dalam
organisasi, semakin banyak pula tarik menarik kepentingan di dalam
organisasi tersebut.
Hal tersebut berimplikasi pada maraknya politik organisasi. Setiap
pihak akan melakukan apa pun yang bisa mereka lakukan untuk mendukung
kepentingannya serta untuk melakukan hal-hal yang menguntungkan dirinya.
Hal inilah yang pada akhirnya memunculkan politicking atau berpolitik dalam
organisasi.
Dalam jangka panjang, tarik menarik kepentingan ini akan
memberikan dampak tidak baik terhadap eksistensi organisasi. Semakin
banyak individu yang mengedepankan kepentingannya, semakin terabaikan
pula tujuan organisasi. Karenanya, seorang pemimpin yang baik harus dapat
meminimalkan politik organisasi atau berupaya semaksimal mungkin agar
politik organisasi tidak memicu timbulnya konflik yang dapat mengancam
keberadaan organisasi.
 Taktik Memainkan Politik dalam Organisasi
Untuk memahami komponen politik dari organisasi, mengkaji taktik
dan strategi yang digunakan oleh seseorang atau subunit untuk meningkatkan
peluangnya dalam memenangkan permainan politik, individu atau sub-unit
dapat menggunakan beberapa taktik poltik untuk memperoleh kekuasaan
dalam mencapai tujuan. Taktik memainkan politik dalam organisasi adalah
sebagai berikut:
1) Meningkatkan ketidakmampuan mengganti, misalkan jika dalam
suatu organisasi hanya ada satu-satunya orang atau subunit yang
mampumelakukan tugas yang dibutuhkan oleh subunit atau organisasi,
maka ia atau sub-unit tersebut dikatakan sebagai memiliki
ketidakmampuan mengganti.
2) Dekat dengan manajer yang berkuasa. Cara lain untuk memperoleh
kekuasaan adalah dengan mengadakan pendekatan dengan manajer
yang sedang berkuasa.
3) Membangun koalisi. Melakukan koalisi dengan individu atau subunit
lainyang memiliki kepentingan yang berbeda merupakan taktik politik
yang dipakai oleh manajer untuk memperoleh kekuasaan untuk
mengatasi konflik sesuai dengan keinginannya.
4) Mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Taktik untuk
mengendalikan proses pengambilan keputusan agar penggunaan
kekuasaan nampaknya memiliki legitimasi dan sesuai dengan
kepentingan organisasi yaitu mengendalikan agenda dan menghadirkan
ahli dari luar.
5) Menyalahkan atau menyerang pihak lain. Manajer biasanya
melakukan ini jika ada sesuatu yang tidak beres atau mereka tidak
dapat menerimakegagalannya dengan cara menyalahkan pihak lain
yang mereka anggap sebagai pesaingnya.
6) Memanipulasi informasi. Taktik lain yang sering dilakukan adalah
manipulasi informasi. Manajer menahan informasi, menyampaikan
informasi kepada pihak lain secara selektif, mengubah informasi untuk
melindungi dirinya.
7) Menciptakan dan menjaga image yang baik. Taktik positif yang
sering dilakukan adalah menjaga citra yang baik dalam organisasi
tersebut. Hal ini meliputi penampilan yang baik, sopan, berinteraksi
dan menjaga hubungan baik dengan semua orang, menciptakan kesan
bahwa mereka dekat dengan orang-orang penting dan hal yang
sejenisnya.
 Faktor yang Mendorong Kegiatan Politik dalam Organisasi
Penulis lain seperti Wagner II dan Hollenbeck mengidentifikasi
sejumlah faktor yang mendorong kegiatan politik di dalam organisasi. -faktor-
faktor tersebut adalah Personalitas Individu, Ketidakmenentuan, Ukuran
Organisasi. Tingkat Hirarki, Heterogenitas Anggota, dan Pentingnya
Keputusan.
1) Personalitas Individu
Karakteristik kepribadian tertentu memungkinkan orang
menunjukkan perilaku politik. Contohnya, orang yang punya
kebutuhan kekuatan (nPow) tinggi dalam istilah Charles McClelland.
Orang ini terdorong kehilangan politik dari dalam dirinya sendiri guna
mencari pengaruh atas orang lain, yang juga memotivasinya untuk
menggunakan kekuatan demi hasil-hasil politik.
Riset lain juga menunjukkan orang yang menunjukkan
karakteristik Machiavellianisme cenderung mengendalikan orang lain
lewat tindak oportunistik dan perilaku yang manipulatif. Mereka
cenderung terbuka untuk terlibat dalam politik. Sebagai tambahan, riset
menunjukkan bahwa kesadaran orang-orang tidak sama dengan orang
lain untuk terlibat dalam politik kantor karena mereka takut menjadi
perhatian publik dan dinilai negatif karena terlibat dalam politik.
2) Ketidakmenentuan
Ketidakmenentuan menjadi alasan munculnya nuansa politik di
dalam organisasi, yang jenis-jenisnya sebagai berikut:
 Keberatan-keberatan dalam ketersediaan sumber daya langka
atau informasi seputar sumber daya tersebut.
 Informasi yang beredar bersifat ambigu (tidak jelas) atau lebih
dari satu versi.
 Sasaran, tujuan, peran pekerjaan, atau ukuran kinerja yang
tidak didefinisikan secara baik.
 Ketidakjelasan peraturan mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan siapa yang harus membuat keputusan, bagaimana
keputusan dicapai, atau bilamana pembuatan keputusan harus
dilakukan.
 Perubahan reorganisasi, reallokasi anggaran, atau modifikasi
prosedur dalam aneka bentuknya.
 Pihak yang menjadi gantungan (tumpuan harapan/backing)
individu atau kelompok memiliki pesaing atau musuh.
3) Ukuran Organisasi
Politicking lebih sering muncul pada organisasi skala besar
daripada skala kecil. Adanya orang dalam jumlah besar cenderung
menyembunyikan perilaku seseorang, memungkinkan mereka terlibat
dalam politik tanpa takut diketahui (konspirasi).
4) Level Hirarki
Politik juga kerap ditemukan dalam manajer tingkat atas,
karena kekuasaan yang dibutuhkan untuk terlibat dalam politik
biasanya pertimbangan di antara para manajer tingkat atas tersebut.
5) Heterogenitas Anggota
Anggota dalam organisasi yang heterogen biasanya saling
berbagi kepentingan dan nilai yang sedikit dan lebih lanjut mencari
sesuatu yang berbeda. Dalam kondisi ini, proses-proses politik
cenderung muncul dimana setiap anggota bersaing untuk memutuskan
kepentingan siapa yang terpuaskan dan siapa yang tidak.
6) Pentingnya Keputusan
Keputusan yang sifatnya penting lebih memancing aktivitas
politik organisasi daripada keputusan yang biasa-biasa saja. Ini
menghasilkan sebuah keputusan penting punya dampak besar dalam
menarik perhatian para anggota organisasi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kekuasaan memungkinkan seseorang memaksakan kehendaknya untuk
mencapai tujuan yang ia inginkan. Perbedaan tujuan berbagai pihak yang terhimpun
di dalam organisasi akan mendorong pihak-pihak tersebut melakukan politik
organisasi. Politik organisasi inilah yang selanjutnya menimbulkan benturan-benturan
atau konflik di dalam organisasi. Konflik merupakan hal yang tidak bisa dihindari
dalam sebuah organisasi, disebabkan oleh banyak faktor yang intinya karena
organisasi terbentuk dari banyak individu dan kelompok yang memiliki sifat serta
tujuan yang berbeda satu sama lain. Namun, konflik tidak selalu membawa dampak
buruk bagi organisasi, tetapi juga dapat membawa dampak positif jika dikelola
dengan benar.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan memberikan sumbangsih kepada para
pembaca mengenai beberapa faktor pemicu konflik dan juga manajemen konflik
sebagai strategi dalam menyelesaikan konflik. Dengan demikian pembaca dapat
mengantisipasi timbulnya konflik sebelum terjadi. Beberapa saran yang ingin
disampaikan oleh kelompok kami ialah kampanye para pembaca dapat menyikapi
sikap dengan bijak sehingga timbulnya konflik dapat dicegah. Jika pun konflik
tersebut sudah terlanjur ada, diharapkan pembaca dapat menempatkan diri sehingga
konflik itu tidak membawa dampak buruk yang semakin meluas.
STUDI KASUS: CRACKING THE WHIP (Menggunakan Otoritas Untuk Membuat
Orang Lain Berperilaku Lebih Baik atau Bekerja Lebih Keras)

Harmon Davidson terlihat sedih dengan figur pemimpin tim survei manajemen.
Pertemuan mereka tidak berjalan dengan baik. Davidson telah menyampaikan ke Al Pitcher
keluhan tentang penanganan surveinya. Pitcher menanggapi dengan penolakan yang kukuh
dan cemoohan yang tidak terselubung. Davidson, direktur manajemen pusat, siap untuk
mengurangi beberapa kritik sebagai kekesalan terhadap orang luar yang ikut campur dengan
"cara kita selalu melakukan bisnis," diperburuk oleh turbulensi reorganisasi berkelanjutan.
Namun, Davidson tidak dapat mengabaikan begitu saja banyaknya keluhan atau penghargaan
tingginya terhadap beberapa narasumber mereka.

"Apakah aku kehilangan sinyal bahaya tentang Pitcher dari awal?" Davidson bertanya
sendiri. "Atau aku hanya memberi seorang pria yang tidak tahu kesempatan adil dengan tugas
kontroversial bawaan?" Dengan divisinya yang merosot dalam putaran terakhir perampingan
di departemen pelayanan teknik pada awal tahun itu, Davidson diminta untuk kembali ke
kantor pusat setelah absen lima tahun. Direktur, Walton Drummond, tiba-tiba mengambil
pensiun dini.

Salah satu hal pertama yang Davidson pelajari tentang pekerjaan barunya adalah
bahwa dia akan bertanggung jawab atas survei enam bulan yang komprehensif terhadap
struktur dan proses kantor pusat. Sekretaris DTS telah menjanjikan survei ke gedung putih
sebagai pendahuluan untuk reformasi manajemen fase lembaga berikutnya. Drummond telah
memilih tim survei lima orang yang terdiri dari dua analis manajemen yang berpengalaman,
seorang anggota staf yang lebih muda yang menjanjikan, seorang pemagang dan Pitcher,
pemimpin tim. Pitcher baru saja dari departemen keuangan, di mana dia telah berpartisipasi
dalam survei yang sama. Tetapi setelah pensiun untuk ekspedisi mendaki gunung yang
panjang di Asia, Drummond tidak dapat menjelaskan rencana surveinya atau pemahaman apa
pun yang telah dicapainya dengan Pitcher.

Davidson terkesan dengan energi dan motivasi Pitcher. Dia bekerja berjam-jam,
menulis banyak jika canggung dan dipenuhi dengan teori organisasi terbaru. Pitcher punya
karakteristik lain, namun, yang menggelisahkan. Dia tampak tidak tertarik dengan sejarah dan
budaya DTS dan paternalistik terhadap para manajer kelas atas, menganggap mereka tidak
terpelajar dan tidak peduli tentang manajemen modern.
Serangkaian pengarahan informasi pra-survei untuk kepala kantor pusat yang
diadakan oleh Davidson dan Pitcher tampaknya berjalan dengan baik. Pitcher yang
memusatkan perhatiannya pada hal-hal filsafat dan membatasi kata-katanya pada jadwal dan
prosedur. Dia menutup bagiannya dengan ramah, mengatakan, "Jika kita menemukan
kesempatan untuk perbaikan, kita akan berusaha untuk memiliki rekomendasi bagi Anda."

Tetapi survei itu baru berusia seminggu ketika direktur manajemen menerima
panggilan pertamanya dari pelanggan yang sangat marah. Itu adalah asisten sekretaris urusan
publik, Erin Dove, dan dia tidak berbicara dengan nada optimis seperti biasanya. "Orang-
orang Anda telah berhasil membuat marah seluruh staf atasan saya dengan komentar mereka
tentang bagaimana kita harus mengubah organisasi dan metode kita," katanya. "Saya pikir
Anda akan melalui penelitian pencari fakta. Orang ini, Pitcher terdengar seperti dia ingin
merubah kantor pusat DTS semalaman. Dia pikir siapa dia?"

Ketika Davidson menanyakan kepadanya tentang pertemuan dengan urusan


kemasyarakatan, Pitcher menyatakan kebingungan bahwa beberapa pengamatan ringkasan
yang dibagikan dengan para atasan dalam kepentingan "mendorong umpan balik informal"
telah ditafsirkan sebagai kesimpulan yang mengganggu. "Saya memberi tahu mereka bahwa
kami akan memberi tahu mereka cara memperbaikinya," ia meyakinkan supervisornya.

"Dengar, Al," Davidson membantah dengan lembut, “Ini adalah manajer yang sangat
dicapai yang tidak digunakan untuk diberitahu mereka harus memperbaiki apa pun. Lembaga
ini sudah berjalan selama bertahun-tahun, dan kebutuhan untuk penemuan kembali belum
beresonansi dengan baik. Kita harus mengumpulkan dan menganalisis informasi dan
mengumpulkan kasus meyakinkan untuk perubahan, atau kita akan memutar roda kita. Mari
kita tunda umpan balik sampai Anda dan saya telah memeriksanya bersama."

Namun dua minggu kemudian, direktur pengembangan teknologi Phil Canseco,


seorang kolega lama dan berharga, sedang berada di depan pintu Davidson dengan tampak
tidak bahagia seperti Erin Dove yang terdengar di telepon. "Harmon, sobat, saya pikir Anda
harus sedikit mengendalikan tim survei ini," katanya. "Beberapa manajer yang dijadwalkan
untuk wawancara survei sedang mengerjakan turnaround 24 jam untuk memberikan anggaran
proyek yang direvisi kepada subkomite alokasi hari itu. Wakil saya mengatakan Pitcher
terlihat sangat kecewa dengan penundaan wawancara dan menggerutu tentang apakah kami
memahami prioritas baru. Apakah dia hidup di dunia nyata?”
Komentar Canseco membuat Davidson menghubungi beberapa teman sekelasnya
yang telah menangani tim survei itu. Dengan tingkat keengganan yang berbeda-beda, mereka
semua mengkritik pemimpin tim dan, dalam beberapa kasus, anggota tim, sebagai kasar dan
tidak tertarik pada rasionalisasi yang ditawarkan untuk struktur dan proses yang sudah ada.

Jadi Davidson telah mengatur semua kebijaksanaannya untuk diperiksa dengan


pemimpin tim survei. Tapi Pitcher tidak berminat untuk introspeksi atau pertimbangan ulang.
Dia menerima pandangan bahwa dia telah dibawa untuk memelopori sebuah inisiatif
peningkatan manajemen White House yang diilhami dalam agensi glamor yang tidak pernah
harus berpikir banyak tentang efisiensi. Dia mengingatkan Davidson, dia telah mengakui
bahwa para manajer mendapat beberapa pelajaran sulit dalam hal ini. Pitcher tidak melihat
cara untuk memenuhi tenggat waktunya kecuali dengan mengikuti jadwal yang ketat, karena
dia bekerja dengan manajer yang enggan bekerja sama dengan orang luar yang mendorong
latihan yang tidak populer. Dia merasa peran Davidson adalah menahan kritik yang tidak
beralasan dari primadona yang mencoba mendiskreditkan survei.

1. Banyak pertanyaan muncul dalam benak Davidson tentang rencana survei dan
kapasitas divisinya untuk melaksanakannya. Apakah mereka mengambil terlalu
banyak dengan terlalu sedikit?
2. Apakah orang yang tepat telah dipilih untuk tim survei?
3. Apakah para manajer dan eksekutif, dan bahkan tim, telah benar-benar siap untuk
survei itu?

Jawaban Analisis Kasus:


1. Dalam kasusnya, Harmon Davidson menerima tim yang tidak memiliki banyak
pengalaman. Davidson harusnya menghabiskan lebih banyak waktu dengan tim survei
yang berjumlah 5 orang sebelum mengirim mereka ke lapangan.
Dengan tambahan waktu yang dihabiskan dengan tim Davidson, semoga bisa
membangun hubungan yang lebih baik dengan Al Pitcher dan mereka berdua bisa
membicarakan pemikiran mereka dan apa yang harus mereka lakukan pada surveinya.

Davidson menerima feedback dari semua orang yang disurvei, dan tidak ada yang
memiliki sesuatu yang baik untuk dikatakan tentang survei yang dipimpin oleh
Pitcher. Ini merupakan alasan utama bahwa tidak mudah seperti yang dikatakan kalau
beberapa orang itu menolak perubahan. Jika Pitcher melakukan sesuatu yang sangat
mengganggu, maka si Davidson adalah orang yang harus menghadapinya.
2. Sepertinya masih belum tepat, karena Pitcher sendiri sebagai pemimpin tim survei
juga kurang bertanggung jawab dalam pelaksanaan survei yang dilakukan. Di satu sisi
dia kurang menghormati para manajer, menanggapi keluhan yang diterima dengan
penolakan yang kukuh dan cemoohan, dan Pitcher juga tidak berminat untuk
introspeksi atau pertimbangan ulang.
3. Menurut kelompok kami, survei tersebut tidak berjalan dengan baik dikarenakan
Pertemuan tidak berjalan dengan baik. Davidson telah menyampaikan keluhan kepada
Al Pitcher tentang penanganannya terhadap survei tersebut. Pitcher telah menanggapi
dengan penolakan yang kukuh dan cemoohan.
DAFTAR PUSTAKA

Brown, R. & A. Gilman. 2003. “The Pronouns of Power and Solidarity”. Dalam C. B.
Paulston & G.R. Tucker (ed). Sociolinguistics: The Essential Readings.  Oxford:
Blackwell.

Colquitt, J.A., Jefferey A.L. & Michael J. W. 2011. Organizational Behavior: Improving
Performance and Commitment in the Workplace. Second Edition. New York: Mc Graw
Hill.

Mc Shane, S.L. & Von Glnow, M.A.Y. 2010. Organizational Behavior: Emerging
Knowledge and Practice for the Real Word. New York: Mc Graw Hill.

Thomas, J. 1995. Meanining in Interaction: an Introduction to Pragmatics. New York:


Longman.

Seta Basri. (2011). “Pengertian Kekuasaan dan Politik dalam Organisasi”. Diakses pada
tanggal 27 November 2022 melalui (https://www.setabasri.com/2011/01/kekuasaan-dan-
politik-dalam-organisasi.html?m=1)

Dyana Paramita, Patricia. “Keterkaitan Antara Politik dan Kekuasaan Dalam Organisasi”.
Diakses pada tanggal 28 November 2022 melalui (https://docplayer-
info.cdn.ampproject.org/v/s/docplayer.info/amp/29917583-Keterkaitan-antara-politik-
dan-kekuasaan-dalam-organisasi-patricia-dhiana-paramita-abstraksi.html ?
amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D
%3D#aoh=16343636222511&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F
%2Fdocplayer.info%2F2F29917 -antara-politik-dan-kekuasaan-dalam-organisasi-
patricia-dhiana-paramita-abstraksi.html)

Heryawan, Ahmad. 2009. Kekuasaan Politik. Online. Tersedia:


http://www.ahmadheryawan.com/kolom/3840-kekuasaan-politik.html.
Karl Albrecht. Organizational Development: A Total System Approach to positive Change in
Any Business Organization; Englewood Cliffs, NJ; Prentice Hall Inc; 1983.
(http://globalmanagement.wordpress.com/2009/03/09/kekuasaan-dan-politik-dalam-
organisasi/)

Anda mungkin juga menyukai