Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

WEWENANG, TANGGUNG JAWAB, DAN PENDELEGASIAN


WEWENANG DALAM ILMU MANAJEMEN

Mata Kuliah : Manajemen Pendidikan Islam


Dosen Pengampu: Dr. Sri Lestari, M. Pd.I

Disusun Oleh:
Kelompok VI
1. Eli Suryamin
2. Khana Desnawati
3. May Faridah Nur Afaf
4. Rosidatul Munawaroh
5. Seri Hartati
6. Zahroh

PROGRAM PASCASARJANA
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM AN NUR LAMPUNG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjat kan kehadirat ALLAH SWT yang t elah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk digunakan sebagaimana
mestinya.
Dalam kesempatan ini, kami dari Kelompok 6 mengucapkan terima kasih kepada Dr.
Sri Lestari, M.Pd.I selaku dosen pengampu mata kuliah Manajemen Pendidikan
Islam yang telah meluangkan waktu dan kesempatannya untuk membimbing serta
member arahan kepada penulis dalam pembuatan makalah ini. Tak lupa pula penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantudalam
pembuatan makalah ini.
Kelo mpok kami sangat menyadar i bahwa dala m pembuat an makalah ini
mas ihbanyak kekurangan baik dari segi kelainan maupun penyusunan kata.
Dengan demikian penyusunan sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang sifatnya membangun dari kesempurnaan makalah selanjutnya.

Lampung Selatan, 11 September 2021


Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 1
C. Tujuan ………………………………………………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Wewenang ................................................................................ 3
B. Tanggugjawab .......................................................................... 9
C. Pendelegasian Wewenang ......................................................... 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 20
B. Saran ........................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 21
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam suatu organisasi kita perlu beradaptasi dan menghadapi berbagai macam watak
dan tingkah laku seseorang. Hal ini diperlukan untuk menjalin kerjasama dalam
menjalankan suatu organisasi secara efektif dan efisien. Selain itu, biasanya dalam suatu
organisasi banyak orang yang salah mengartikan posisi yang dapat merugikan orang lain.
Hal ini dapat menimbulkan masalah antar individu ataupun antar organisasi. Oleh karena
itu pentingnya jika kita dapat mengetahui batasan– batasan posisi atau kedudukan dalam
suatu organisasi.
Adapun Wewenang, tanggung jawab dan pendelegasian wewenang merupakan sesuatu
yang sangat penting dan vital dalam organisasi manajemen/kantor. Atasan perlu
melakukan pendelegasian wewenang dan koordinasi agar mereka bisa menjalankan operasi
manajemen dengan baik. Selain itu, pendelegasian wewenang adalah kosekuensi logis dari
semakin besarnya organisasi. Bila seorang atasan tidak mau mendelegasikan wewenang,
maka sesungguhnya organisasi itu tidak butuh siapa-siapa selain dirinya sendiri. Bila
atasan menghadapi banyak pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan oleh satu orang, maka
ia perlu melakukan delegasi. Pendelegasian juga dilakukan agar manajer dapat
mengembangkan bawahan sehingga lebih dapat memperkuat organisasi, terutama disaat
terjadi perubahan susunan manajemen.
Hal yang perlu disadari saat mendelegasikan wewenang dan mengkoordinasikannya
yaitu bahwa kita memberikan otoritas pada orang lain, namun kita sebenarnya tidak
kehilangan otoritas orisinilnya. Ini yang sering dikhawatirkan oleh banyak orang. Mereka
takut bila mereka melakukan delegasi, maka kehilangan wewenang. Padahal wewenang
dan tanggung jawab itu tetap berada pada atasan itu sendiri.
Oleh karena itu, dalam makalah penyusun berusaha untuk memaparkan segala hal
yang berkaitan dengan wewenang, tanggung jawab dan pendelegasian wewenang yang
berkaitan dengan proses manajemen dalam suatu organisasi.
2

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penyusun dapat merumuskan masalah sebagai
berikut:
a) Apa yang dimaksud dengan Wewenang?
b) Apa yang dimaksud dengan Tanggung Jawab?
c) Apa yang di maksud dengan Pendelegasian Wewenang?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hakikat wewenang yang sebenarnya dalam ilmu manajemen.
2. Untuk mengetahui hakikat tanggungjawab yang sebenarnya dalam ilmu manajemen.
3. Untuk mengetahui hakikat pendelegaisan wewenang yang sebenarnya dalam ilmu
manajemen.
3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Wewenang
1. Pengertian Wewenang
Wewenang (authority) pada dasarnya merupakan bentuk lain dari kekuasaan yang
sering kali dipergunakan dalam sebuah organisasi. Wewenang merupakan kekuasaan
formal atau terlegemitasi. Dalam sebuah organisasi, seseorang ditunjuk atau dipilih
untuk memimpin suatu organiasasi, bagian atau departemen memiliki wewenang atau
kekuasaan yang terlegimitasi.1
Berikut ini pendapat beberapa ahli mengenai pengertian wewenang2:
a) G. R. Terry
“Authority is the official and legal right to command action by others and
enforce compliance”.
Artinya:
Wewenang adalah kekuasaan resmi dan kekuasaan pejabat untuk menyuruh
pihak lain, supaya bertindak dan taat kepada pihak yang memiliki wewenang itu.
b) Louis A Allen
“Authority is the sum of the power and rights entrusted to make possible the
performance of the worh delegated”.
Artinya:
Wewenang adalah sejumlah kekuasaan (powers) dan hak (rights) yang
didelegasikan pada suatu jabatan.
c) Harold Koontz dan Cyril O’Donnel
Authority is legal or right full power; right to command or to act.
Artinya:
Wewenang adalah kekuasaan yang sah, suatu hak untuk memerintah atau
bertindak.

1
Sunarto, Untung Sunaryo & Sugiran, Dasar-Dasar Manajemen Pendidikan Islam, (Bandar Lampung:
Pusaka Media), 2021, h. 58
2
Malayu, S.P. Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah, (Jakarta: PT Bumi Aksara), 2007,
h.64-65
4

d) Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan


Authority adalah kekuasaan yang sah dan legal yang dimiliki sesorang untuk
memerintah orang lain, berbuat atau tidak bebuat sesuatu; authority merupakan
dasar hukum yang sah dan legal untuk dapat mengerjakan sesuatu pekerjaan.
e) Henry Fayol
Wewenang adalah hak untuk memerintah (dalam organisasi formal) dan
kekuatan (power) membuat manajer dipatuhi atau ditaati.

Wewenang memiliki peranan penting bagi seseorang dalam sebuah organisasi karena
sebagai berikut3:
a) Authority merupakan dasar hukum bagi seseorang untuk dapat melakukan pekerjaan

atau tugas-tugasnya.

b) Authority selalu akan menciptakan power, right, dan responsibility.

c) Authority menyebabkan perintah-perintah manajer dipatuhi dan ditaati.

d) Authority menyebabkan tolok ukur kedudukan, sifat pekerjaan, dan tanggung jawab

seorang karyawan dalam perusahaan.

e) Authority menjadi batas apa yang boleh dikerjakan dan apa yang tidak boleh dikerjakan

seseorang.

f) Authority merupakan kunci pekerjaan manajerial.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa wewenang (Authority) merupakan dasar
untuk bertindak, berbuat, dan melakukan kegiatan/aktivitas dalam suatu perusahaan.
Tanpa wewenang orang-orang dalam perusahaan tidak dapat berbuat apa-apa. Selain itu,
dalam wewenang selalu terdapat power and responsibility untuk mencapai tujuan, tetapi
power tidak selalu diikuti oleh authority dan responsibility. Jadi authority yang paling
menjamin tercapainya tujuan, sebab authority menciptakan power dan right.
Terdapat dua pandangan mengenai wewenang formal, yaitu pandangan klasik dan
pandangan berdasarkan penerimaan.4
1. Pandangan Klasik (classical view)

3
Ibid., h. 65
4
Op.Cit., h.58-59
5

Pandangan klasik mengenai wewenang formal menerangkan bahwa kewenangan


pada dasarnya terlahir sebagai akibat adanya kewenangan yang lebih tinggi dari
kewenangan yang diberikan.

2. Pandangan berdasarkan Penerimaan (acceptance view)


Pandangan yang berdasarkan penerimaan memandang bahwa wewenang formal
cenderung dijalankan atau diterima oleh bawahan tergantung dari beberapa
persyaratan, antara lain:
 Bawahan dapat memahami apa yang diingankan atau dikomunikasikan oleh
pimpinan atau atasan.
 Bawahan yakin apa yang diperintahkan konsisten mendukung nilai, misi
maupun motif pribadi atau kelompok.
 Bawahan mampu secara mental maupun fisik menjalankan apa yang
diperintahkan.

2. Jenis-Jenis Wewenang
Kewenangan dalam sebuah organisasi dapat dibedakan menjadi5:
a) Line authority (Kewenanga Lini)
Kewenangan lini adalah mereka yang dalam organisasi bertanggung jawab
terhadap berbagai kegaiatan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.
Kewewnangan garis ini dimuli dari hierarki yang tertinggi hingg hierraki yang
terendah. Line authority dalam struktur organisasi disimbolkan dengan garis
( ).
b) Staff authority (Kewenangan Staf)
Kewenangan staf adalah mereka yang ditunjuk oleh organisasi untuk membantu
bagian-bagian dalam sebuah organisasi yang memiliki kewenangan lini. Mereka
yang memiliki kewenangan staf adalah mereka yang membantu organisasi dalam
pencapaian tujuannya, hanya saja dengan cara yang tidak langsung. Staff authority
dalam struktur organisasi disimbolkan dengan garis putus putus (-----).
Wewenang Staf dapat diklasifikasikan ke dalam enam jenis utama yaitu sebagai
berikut6:

5
Ibid., h.59-61
6
George R. Terry, Guide to Management, Terj. J. Smith D.F.M, (Jakarta: PT Bumi Aksara), 2003, h.109-111
6

1. Staf Penasehat
Seorang manajer dengan wewenang staf melakukan analisa terhadap berbagai
permasalahan, memberi usul serta menyiapkan laporan untuk membantu
manajer lini yang dapat menerima, merubah ataupun menolaknya.
2. Staf Pembantu
Wewenang ini meliputi manajer dari suatu unit organisasi untuk mempunyai
hubungan kerja dengan pihak lini.
3. Staf Pengawas
Melakukan pengawasan terhadap manajer yang umumnya memiliki
wewenang lini dalam orgnaisasi.
4. Staf Fungsional
Melaksanakan beberapa kegiatan tertentu yang dapat dilegasikan kepada
manajer lain yang memiliki wewenang lini atau staf.
5. Asistensi
Melakukakn sejumlah tugas terbatas tetapi tidak memiliki tanggung jawab
pengawasan yang berarti.
6. Staf Umum
Wewenang staf umum memberi kepada manajer lini atau staf suatu kelompok
pelaksana untuk membantunya melaksanakan tugas-tugas manajerial.
c) Functional Authority (Kewenangan Fungsional)
Kewenangan fungsional adalah merka yang berada dalam bagian tertentu di
organisasi, memiliki kewenangan lini dan kewenangan staf, namun juga diberikan
kewenangan untuk melakukan control atau koordinasi dengan bagian lainnya.
Functional authority dalam struktur organisasi digambarkan dengan garis
terputus-putus dan titik-titik (- - - - -).
d) Personality Authority (Kewenangan Wibawa)
Personality authority adalah kewibawaan seseorang adalah karena kecakapan
perilaku, ketangkasan, dan kemampuan, sehingga ia disegani oleh kawan
maupun lawan.7

7
Malayu, S.P. Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah, (Jakarta: PT Bumi Aksara), 2007,
h.67
7

Adakalanya konflik terjadi antara mereka yang berada pada di bagian lini dan staf.
Ada juga konflik yang terjadi antarlini atau antarstaf. Konflik dapat saja disebabkan
oleh perbedaan usia, pengalaman, pendidikan atau juga dikarekan faktor perilaku orang-
orang yang berada di perusahaan. Kesemua persoalan tersebut adalah persoalah yang
lumrah terjadi dalam setiap organisasi dan menjadi tantangan bagai para manajer untuk
dapat mengendalikannya.8

3. Sumber-Sumber Wewenang
Adapun sumber-sumber wewenang adalah sebagai berikut9:
a) Formal Authority Theory (Teori wewenang formal)
Menurut Koontz, authority yang dimiliki seseorang bersumber dari
barang-barang yang dimilikinya, sebagaimana yang diatur oleh undang-undang,
hukum dan hukum adat dan lembaga tersebut. Formal authority theory ini
bersumber dan atas (top down authority) sebagai milik perseorangan dan
didelegasikan melalui para pemilik kepada wakilnya yaitu komisaris dan
komisaris kepada manajer, manajer kepada operasionalnya.
b) Acceptance Authority Theory (Teori penerimaan wewenang)
Menurut teori ini, authority seseorang bersumber dan penerimaan, kepatuhan,
dan pengakuan para bawahan terhadap perintah, dan kebijakankebijakan atas
kekuasaan yang dipegangnya. Acceptance authority theory ini bersumber dari
bawah ke atas (bottom-up theory).
c) Authority of the Situation (Wewenang dari situasi)
Menurut teori ini, authority seseorang bersumber dari “situasi”, misalnya
keadaandarurat atau kejadian-keajadian luar biasa. Karena situasi, seseorang
mengambil alih kekuasaan untuk menghadapi situasi-situasi khusus tersebut dan
perintah-perintahnya diterima dan dilaksanakan orang.
d) Position Authority (Wewenang dari jabatan)
Menurut teori ini, wewenang yang diperoleh seseorang bersumber dari potensi
(kedudukan) superior yang dijabatnya di dalam organisasi yang bersangkutan.
e) Technical Authority (Wewenang dari factor teknis)

8
Sunarto, Untung Sunaryo & Sugiran, Dasar-Dasar Manajemen Pendidikan Islam, (Bandar Lampung:
Pusaka Media), 2021, h. 61
9
Op.Cit., h.67-69
8

Menurut teori ini, wewenang seseorang (operator) bersumber/berasal dari


komputer yang dipakainya untuk memproses data. Ia mempunyai kekuasaan
mengambil keputusand an hasil proses data tersebut.
f) Yuridis Authority (Wewenang dari hukum)
Menurut teori ini, wewenang seseorang bersumber dari hukum atau undang-
undang yang berlaku.

Dalam sebuah organisasi atau perusahaan, Pemimpin berdasarkan authority yang


dimilikinya, berhak memerintah para bawahannya untuk berbuat dan atau tidak berbuat
sesuatu. Tetapi ini tidak berarti bahwa seorang manajer dapat bertindak sewenang-
wenang kepada bawahannya. Oleh karena itu, ada beberapa batasan dalam authority
yaitu10:
a) Kemampuan jasmani (fisik), artinya manajer tidak dapat memerintahkan suatu
tugas kepada para bawahannya diluar kemampuan manusia.
b) Alamiah, artinya manajer tidak dapat menugaskan para bawahannya untuk
menentang kodrat alam.
c) Teknologi, artinya manajer tidak dapat memerintah bawahannya untuk melakukan
tugas-tugas yang belum tercapai teknologi/ilmu pengetahuan.
d) Pembatasan ekonomi, artinya wewenang seorang manajer dibatasi oleh
keadaanekonorni.
e) Partnership agreement, artinya wewenang seorang manajer juga dibatasi oleh
rekannya.
f) Lembaga, artinya wewenang seorang manajer dibatasi oleh anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga, kebijakan, dan prosedur lembaga bersangkutan.
g) Pembatasan hukum, artinya wewenang seorang manajer dibatasi oleh hukum, agama,
tradisi, dan hak asasi manusia.

Jika pembatasan-pembatasan di atas tidak dapat ditanggulangi dalam sebuah


organisasi maka akan memperburuk kinerja organisasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan
apa yang dinamakan sebagai perlimpahan wewenang dan tanggung jawab atau yang
lebih dikenal dengan istilah delegation. Pelimpahan wewenang pada dasarnya
merupakan proses pengalihan tugas kepada orang lain yang sah atau terlegimitasi dalam

10
Ibid., 69-70
9

melakukan berbagai aktifitas yang ditunjukkan untuk pencapaian tujuan organisasi yang
jika tidak dilimpahkan akan menghambat proses pencapaian tujuan tersebut.
Terdapat beberapa manfaat dari pelimpahan wewenang yaitu sebagai berikut11:
a) Pelimpahan wewenang memungkinkan subbagian atau bawahan mempelajari
esuatu yang baru dan memperoleh kesempatan untuk melakukan sesuatu yang
baru tersebut.
b) Pelimpahan wewenang mendorong tercapainya keputusan yang lebih baik dalam
berbagai hal.
c) Penyelesaian pekerjaan akan dapat dilakukan dengan lebih cepat sekiranya
pelimpahan wewenang tersebut berjalan sebagaimana mestinya dan diberikan
kepada orang yang bertanggung jawab.

Sekalipun pelimpahan wewenang memiliki sisi manfaat, namun juga tidak terlepas
dari kendala dalam pelaksanaannya. Staf yang tidak memiliki kemampuan atau
kapasibiltas untuk menrima atau menjalankan sesuatu yang didelegasikan kepadanya
justru akan menghambat pencapaian tujuan kea rah yang lebuh baik. Di sisi lain,
pelimpahan wewenang sering kali dilakukan bukan sebagai proses pembelajarn dan
pemberian kepercayaan dari atasan kepada bawahan, akan tetapi lebih sebagai pelarian
tanggung jawab dari atasan kepada bawahan. Oleh karena itu, perlu digaris bawahi
bahwa pelimpahan wewenang tidak berarti juga pelimpahan tanggung jawab.
Pelimpahan wewenang bisa jadi hanya merupakan pelimpahan beberapa hal yang dapat
diekrjakan oleh bawahan kita, akan tetapi tanggung jawab sepenuhnya masih berada di
tangan yang melimpahkan wewenang.

B. Tanggung Jawab
Tanggung jawab (responsibility) adalah keharusan untuk melakukan semua kewajiban
atau tugas-tugas yang dibebankan kepada nya sebagai akibat dari hubungan yang diterima
atau dimilikinya. Setiap wewenang akan menimbulkan hak (right), tanggung jawab
(responsibility), kewajiban kewajiban untuk melaksanakan dan mempertanggungjawabkan
(accountability), tegasnya tanggung jawab tercipta karena penerimaan wewenang,
tanggung jawab harus sama besarnya dengan wewenang yang dimiliki.

11
Sunarto, Untung Sunaryo & Sugiran, Dasar-Dasar Manajemen Pendidikan Islam, (Bandar Lampung:
Pusaka Media), 2021, h. 63-64
10

Pertanggungjawaban hanya diberikan kepada orang atau lembaga yang memberikan atau
mendelegasikan wewenang tersebut atau delegate hanya bertanggung jawab kepada
delegator. Tanggung jawab ini timbul karena adanya hubungan antara atasan (delegator)
dan bawahan (delegate), dimana delegator atau atasan mendelegasikan sebagaian
wewenang pekerjaannya kepada delegate bawahan untuk dikerjakan. Delegate harus benar-
benar mempertanggungjawabkan wewenang yang diterimanya. Jika tidak sewaktu-waktu
wewenang itu dapat ditarik kembali oleh delegator dari delegatenya.12
Wewenang sebenarnya mengalir dari atasan ke bawahan jika diadakan penyerahan atau
perintah tugas, sedangkan tanggung jawab merupakan kewajiban bawahan melakukan
tugas itu. Tanggung jawab mengalir dari bawah ke atas, jadi merupakan arus balik dari
perintah-perintah itu. Karena perusahaan selalu terkait dengan perusahaan-perusahaan
lainnya, yang berada dalam lingkungan sistem social. Maka manajer puncak suatu
perusahaan khususnya harus bertanggung jawab kepada13:
a. Pemilik perusahaan
b. Karyawan perusahaan
c. Pemerintah dan konsumer
Dengan demikian, manajer puncak dalam mencapai tujuannya bertanggung jawab dan
mengkoordinasikan kepentingan dari pemilik perusahaan karyawan perusahaan serta
pemerintah dan konsumen sebagai berikut.
a. Pemilik perusahaan:
1) Perusahaan tetap likuid dan solvable
2) Laba yang layak atas investasinya
3) Sarana dan prasarana hendaknya dimanfaatkan seoptimal mungkin
4) Informasi tentang keadaan perusahaan dan masa depan perusahaan.
5) Perusahaan enggaknya dikelola sesuai dengan izin SIUP
6) Andainya rencana jangka panjang bagi perusahaannya.
7) Terbinanya hubungan baik antara pemilik karyawan dan manajer.

b. Karyawan perusahaan, menginginkan:


1) Kompetensi (gaji dan kesejahteraan) yang adil dan layak.
2) Jaminan adanya pekerjaan yang tetap dan kesempatan promosi.

12
Ibid., h.68
13
Ibid., h. 68-70
11

3) Perlakuan yang baik dan manusiawi dari manajer.


4) Situasi dan lingkungan kerja yang menyenangkan
5) Kepuasan dan penghargaan atas hasil kerja mereka.
6) Mendapat informasi seperlunya mengenai keadaan perusahaan

c. Pemerintah dan konsumen:


1) Menginginkan tersedianya barang dan jasa dengan kualitas baik harganya layak dan
selalu ada di pasar
2) Adanya hubungan yang harmonis antara pemilik karyawan dan manajer sehingga
produksi barang dan jasa tersedia.
3) Pemerintah mewajibkan agar perusahaan dikelola sesuai dengan izinnya.
4) Pemerintah mengharuskan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajibannya
misalkan pajak dan lain-lain nya.
5) Pemerintah mengharapkan hendaknya perusahaan memproduksi barang dan
menjamin konsumennya.
Secara garis besar, responsilibility tidak dapat dilimpahkan kepada orang atau pihak
lainnya. Authority diterima maka responsilibilitynya juga harus diterima dengan sebaik-
baiknya pula.

C. Pendelegasian Wewenang
1. Pengertian Pendelagasian Wewenang
Pendelegasian wewenang (delegation of authority) mempunyai arti dan makna
yang sangat luas. Berikut ini definisi dari pendelagasian wewenang menurut beberapa
ahli14:
a) Drs. H. Malayu S.P Hasibuan menyatakan bahwa pendelegasian wewenang adalah
memberikan sebagian pekerjaan atau wewenang oleh delegator kepada delegate
untuk dikerjakannya atas nama delegator.
b) Ralph C. Davis
Delegation of Authority is merely the phase of the process in wich Authorityof
assigned function is released to position to be exercise by their incumbent.

14
Malayu, S.P. Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah, (Jakarta: PT Bumi Aksara), 2007, h.
72-73
12

Artinya pendelegasian wewenang hanyalah tahapan dari suatu proses ketika


penyerahan wewenang berfungsi melepaskan kedudukan dengan melaksanakan
pertanggungjawaban.
c) Harold Koontz and Cyril O'Donnel
All delegation of authority are subject to recovery by the granter. It is a s
characteristic of authorithy that the original prosessor does not permanentlydispose
himself of this power by delegating it.
Artinya semua pendelegasian wewenang merupakan pokok yang didapat kembali
oleh si pemberi wewenang hal itu adalah suatu sifat wewenang, si pemilik
wewenang manajer tidak selamanya menyelesaikannya sendiri kekuasaan ini dia
menyerahkan wewenangnya itu.
d) Louis A. Allen
Delegation in the dynamic of management; it is the process a manager following
dividing the work assigned to him so that th performs that part which only and so
that the he can get others to help him with remains.
Artinya pendelagasian wewenang adalah dinamika manajemen. Pendelagasian
wewenang adalah proses yang diikuti oleh seorang manajer dalam pembagian kerja
yang dipikulkan kepadanya, sehingga ia melakukakn bagian kerja itu hanya karena
penempatan organisasi yang unik, dapat mengerjakan dengan efektif, sehingga ia
dapat memperoleh orang-orang lain untuk membantu pekerjaan yang tidak dapat ia
kerjakan.

Dari definisi-definisi menurut ahli tersebut, dapat disimpulkan bawah pendelegasian


wewenang yaitu:15
1) Pendelegasian wewenang merupakan dinamika organisasi, karena dengan
penelitian wewenang ini para bawahan mempunyai wewenang, sehingga mereka
dapat mengerjakan pembagian pekerjaan delegator atau pimpinan.
2) Pendelegasian wewenang merupakan proses yang bertahap dan yang menciptakan
pembagian kerja, hubungan kerja, dan adanya kerja sama dalam suatu organisasi
atau perusahaan.
3) Pendelegasian wewenang dapat memperluas ruang gerak dan waktu seorang
manajer

15
Ibid., h. 73
13

4) Pendelegasian wewenang manajer tetap bertanggung jawab terhadap tercapainya


tujuan perusahaan.
5) Pendelegasian wewenang menjadi ikatan formal dalam suatu organisasi.

Pendelagasian wewenang ini penting dan mutlak harus dilakukan seorang manajer
atau pemimpin karena sebagai berikut16:
1) Manajemen baru dikatakan ada jika ada pembagian wewenang dan pembagian
kerja
2) Adanya keterbatasan (fisik waktu perhatian pengetahuan) seorang manajer
3) Supaya sebagian tugas dan pekerjaan manajer dapat dikerjakan oleh para
bawahannya
4) Merupakan kunci dinamika organisasi
5) Menciptakan terjadinya proses manajemen
6) Menciptakan ikatan hubungan formal dan kerjasama antara atasan dengan bawahan
7) Memperluas ruang gerak dan waktu seorang manajer
8) Membuktikan adanya pimpinan dan bawahan dalam suatu organisasi
9) Tanpa pendelegasian tidak akan ada pimpinan dan bawahan.

2. Sifat Pendelagasian Wewenang


Seorang manajer harus berpedoman dalam pendelegasian wewenang kepada seorang
bawahan berdasarkan pada job description dari bawahan yang bersangkutan. Tugasnya
harus menghindarkan pendelegasian wewenang yang tidak tepat.
Delegation of authority sulit diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia secara tepat
karena dalam delegation of authority ini terdapat sifat du characteristic. Du
characteristic artinya pihak bawahan menerima wewenang dari atasan tetapi pada saat
yang sama atasan yang bersangkutan masih tetap memiliki wewenang tersebut.
Pimpinan atau delegator tidak hilang hanya terhadap wewenang yang telah
didelegasikan itu. Jadi wewenang itu menjadi milik bersama delegator dan delegate
sehingga tugas-tugas atas wewenang yang dimiliki sekali itu masih dapat dikerjakan
sendiri oleh delegator.

16
Sunarto, Untung Sunaryo & Sugiran, Dasar-Dasar Manajemen Pendidikan Islam, (Bandar Lampung:
Pusaka Media), 2021, h. 71
14

Disamping itu manajer atau delegator sewaktu-waktu dapat menarik kembali


wewenang yang di delegasikannya tadi dari deleget atau bawahan. Karena itu Deleget
dituntut agar memanfaatkan wewenang tadi sebaik-baiknya sesuai dengan batas-batas
dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Delegate harus
mempertanggungjawabkan semua tugasnya kepada delegator dengan sebaik-baiknya
manajer hanya dapat mendelegasikan wewenang sedangkan tanggung jawab tidak dapat
didelegasikan kepada bawahan. Manajer harus tetap tanggung jawab terhadap
wewenang yang didelegasikan nya, walaupun setiap bawahannya yang telah menerima
wewenang harus mempertanggungjawabkannya kepada manajer, penanggung jawab
terakhir tetap berada di tangan manajer. Wewenang yang dapat didelegasikan seorang
manajer, hanyalah wewenang resmi saja, sedangkan wewenang pribadi tidak dapat
didelegasikan kepada bawahannya.17

3. Asas Pendelegasian Wewenang


Dalam pendelegasian wewenang delegator perlu memperhatikan beberapa asas, yaitu
sebagai berikut18:
a) Asas Kepercayaan
Delegator hanya akan mendelegasikan sebagian wewenang kepada delegate, jika
delegate tersebut dapat dipercaya. Kepercayaan ini harus didasarkan atas
pertimbangan yang objektif mengenai kecakapan, kemampuan, kejujuran,
keterampilan, dan tanggung jawab dan delegate bersangkutan.
b) Asas Delegasi Atas Hasil yang Diharapkan
Pemimpin (delegator) dalam mendelegasikan wewenang harus berdasarkan atas
hasil (pekerjaan) yang akan dilakukan oleh delegate. Tidak boleh kurang ataupun
lebih. Asas ini memperhatikan hasil yang akan diperoleh dan pendelegasian
wewenang itu.
c) Asas Penentuan Fungsi atau asas Kejelasan Tugas
Asas penentuan tugas yang dilakukan manajer kepada para bawahannya harus
secara jelas disertai hasil yang diharapkan. Semakin jelas kegiatan yang harus
dilakukan maka akan semakin jelas delegation of authority dalam organisasi dan
semakin jelas pula hubungan wewenang dengan bagian-bagian lainnya maka akan

17
Ibid., h. 72-73
18
Ibid., h. 73-75
15

semakin jelas tanggung jawab seseorang dalam melakukan tugas-tugasnya untuk


mencapai tujuan perusahaan.
d) Asas Rantai Berkala
Asas rantai berkala artinya manajer dalam mendelegasikan wewenang, harus
dilakukan menurut urutan-urutan kedudukan daripada pejabat yakni dan atas ke
bawah.
e) Asas Tingkat Wewenang
Menurut asas ini, masing-masing manajer pada setiap tingkat harus mengambil
keputusan dan kebijaksanaan apa saja yang dapat diambilnya sepanjang mengenai
wewenangnya.
f) Asas Kesatuan Komando
Setiap bawahan harus diusahakan agar hanya menerima perintah dan seorang atasan
saja. Tetapi seorang atasan dapat memerintah lebih dan seorang bawahan.
g) Asas Keseimbangan Wewenang dan Tanggung Jawab
Menurut asas ini, besarnya wewenang yang didelegasikan harus sama dan seimbang
dengan besarnya tugas-tugas dan tanggung jawab yang diminta (authority
responsibility)-nya. Tanpa keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab
akan berakibat terjadinya kemandekan tugas-tugas, overlapping, dan adanya
tindakantindakan yang tumpang tindih.
h) Asas Pembagian Kerja
Menurut asas ini, untuk berfungsinya organisasi hendaknya dilakukan distribusi
pekerjaan (delegation of authority), karena tanpa adanya pembagian kerja,
manajemen tidak berarti apa-apa dan semua tugas akan langsung dikerjakan sendiri
oleh manajer. Partisipasi bawahan kurang dan mereka tidak dapat melakukan
kegiatankegiatan,tidak memiliki wewenang.
i) Asas Efisiensi
Menurut asas ini dengan pendelegasian wewenang maka manajer akan lebih leluasa
melaksanakan tugas-tugas penting daripada melaksanakan hal-hal yang dapat
dikerjakan bawahan. Keuntungan spesialisasi dapat dimanfaatkan dengan baik,
sehingga manajer dapat memikirkan perkembangan perusahaan.
j) Asas Kemutlakan Tanggung Jawab
Menurut asas ini, bahwa setiap delegate yang menerima wewenang, mutlak haru
bertanggung jawab kepada delegator (atasan)-nya mengenai wewenang (pekerjaan-
16

pekerjaan) yang dilakukannya. Tanggung jawab tidak boleh didelegasikan kepada


bawahan yang menerima wewenang itu. Hanya wewenang yang boleh didelegasikan
kepada bawahan. Tegasnya seseorang yang menerima wewenang, harus
bertanggung jawab kepada orang yang memberikan wewenang tersebut.

4. Seni Pendelegasian Wewenang


Pendelegasian wewenang baru efektif jika dilakukan berdasarkan asas-asas dan seni
(art) pendelegasian wewenang yang baik. The art of the delegation didasarkan pada
personal attitude yaitu sikap pribadi manajer yang melakukan pendelegasian wewenang
itu. Personal attitude yang harus dimiliki oleh manajer adalah19:
a) Personal receptiveness (daya pikir pribadi), artinya manajer harus bersedia
memberikan kesempatan kepada pendapat-pendapat (gagasan-gagasan) orang lain
terutama bawahan untuk dilakukan demi kemajuan perusahaan.
b) Willingness to let go, artinya manajer dalam pendelegasian wewenangnya supaya
efektif, harus bersedia untuk melepaskan wewenang dan pengambilan keputusan
kepada bawahan (delegate).
c) Willingness to les others make mistakes, artinya manajer dalam pendelegasian
wewenangnya harus bersedia menerima dan memaafkan kesalahan bawahan
sepanjang kesalahan itu wajar dan dianggap biasa.
d) Willingness to trust subordinate, artinya manajer dalam pendelegasian sebagian
wewenangnya harus ada kesediaan untuk mempercayai bawahan (orang lain).
e) Willingness to establish and use broad control, artinya kesediaan untuk mengadakan
dan menggunakan pengendalian yang luas, ketat, efektif, dan intensif, dengan alat-
alat dan sistem-sistem pengendalian yang terbaik.

Seni (art) delegasi ini merupakan akibat dan keempat personal attitude yang
diuraikan di atas, karena tanpa adanya kesediaan untuk melakukan pengendalian maka
seni-seni delegasi itu tidak akan efektif

19
Malayu, S.P. Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah, (Jakarta: PT Bumi Aksara), 2007, h.
78-79
17

5. Kunci Pokok Agar Pelimpahan Wewenang Efektif


Agar pelimpahan wewenang dapat berjalan secara efektif, maka ada 3 kunci pokok
yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut20:
a) Kepercayaan manajer terhadap bawahan dalam melimpahkan wewenang yang perlu
diiriingi dengan pemberian kebebasan kepada bawahan untuk menjalankan
kewenangannya sendiri menurut caranya sendiri.
b) Adanya komunikasi yang terbuka antara manajer dan bawahan
Keterbukaan dalam berkomunikasi selain akan memberikan kejelasan akan
keinginan dari kedua belah pihak, juga akan akan meminimalkan persepsi-persepsi
yang keliru akan berbagai hal yang terkait dengan pekerjaan.
c) Kemampuan manajer dalam memahami tujuan organisasi, tuntutan dari setiap
pekerjaan, dan kemampuan bawahan.

Tanpa pemahaman yang baik mengenai ketiga hal ini, bisa jadi manajer salah dalam
melakukan pelimpahan wewenang. Misalnya sesuatu yang mestinya dilimpahkan, tidak
dilimpahkan dan sebaliknya sesuatu yang semestinya tidak dilimpahkan justru
dilimpahkan. Sebagaimana pendapat Oteng Sutisna, bahwa hal maksud utama dari
penyerahan kewenangan yaitu untuk menghasilkan organisasi yang efektif dalam
mencapai tujuan dengan kerugian yang paling kecil dalam hal waktu, material dan hal
ketidakpuasan.21
Selain ketiga kunci pokok tersebut, Stoner memberikan prinsip klasik mengenai
dasar agar pelimpahan wewenang menjadi efektif. Ketiga pinsip klasik tersebut yaitu
sebagai berikut:22
a) Pinsip Skalar (Scalar Principle)
Prinsip scalar merujuk kepada pedoman bahwa dalam sebuah proses pendelegasian
atau pelimpahan wewenang, harus ada garis wewenang yang jelas dari hierarki yang
tertinggi hingga hierarki yang terendah. Garis wewenang yang jelas akan
memberikan kemudahan mengenai:
 kepada siapa delegasi harus diberikan,
 siapa yang akan meberikan delegasi,

20
Sunarto, Untung Sunaryo & Sugiran, Dasar-Dasar Manajemen Pendidikan Islam, (Bandar Lampung:
Pusaka Media), 2021, h. 64-65
21
Nanang Fatah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), 2011, h. 77
22
Op.Cit., h. 65-66
18

 dan kepada siapa pertanggungjawaban harus dilakukan.


Garis wewenang ini juga dimaksudjan agar terhindar dari:
 kesenjangan, dimana tugas-tugas tidak ada yang mengerjakan
 tumpang tindih (overlaps) di mana tugas-tugas saling bertindihan dalam hal
pengerjaanya.
 Perintah berganda (splits of command), dimana tugas yang sama diberikan
kepada bagian organisasi yang berbeda-beda.
b) Prinsip Kesatuan Perintah (Unity of Command)
Prinsip ini merujuk kepada pandangan bahwa setiap bawahan semestinya melapor
atau mempertanggungjawabkan hanya kepada satu atasan yang memberikan
kewenangan kepadanya. Oleh karena itu juga, perintah semsetinya berasal dari satu
sumber. Hal ini agar jelas siapa yang memberikan kewenangan dan kepada siapa
harus dipertanggungjawabkan.
c) Tanggung Jawab, Kewenangan, dan Pertanggungjawaban
Prinsip ini beranggapan bahwa pelimpahan wewenang dilakukan untuk memperjelas
siapa yang akan bertanggung jawab atas suatu pekerjaan denga kewenangan seperti
apa. Dengan adanya kejelasan ini, maka proses pertanggungjawaban dari apa yang
telah didelegasikan juga akn menjadi lebih mudah dan jelas.

Ketiga kunci pokok sebagaimana diterangkan di atas dapat mendorong pelimpahan


wewenang menjadi lebih efektif jika diiringi oleh beberapa tindakan yaitu sebagai
berikut:23
a) Penentuan hal-hal yang dapat didelegasikan
Manajer harus mampu membedakan hal-hal yang bisa dan tidak bisa didelegasikan.
Termasuk di dalamnya juga tujuan dari manajer ketika melakukan itu untuk apa,
mengapa, seterusnya.
b) Penentuan orang yang layak menerima delegasi
Manajer juga harus mampu menentukan siapa yang memiliki kemampuan untuk
menerima pelimpahan wewenang. Hal ini dapat dilihat dari segi perilaku,
ketersediaan waktu, maupun kesiapannya untuk bekerja sama.
c) Penyediaan sumber daya yang dibutuhkan

23
Ibid., h. 66-67
19

Berbagai sumber daya yang dibutuhkan oleh bawahan untuk menjalankan


wewenang yang didelegasikan perlu untuk disediakan. Sumber daya ini dari mulai
informasi,financial, maupun sumber daya lainnya yang terkait dengan pelimpahan
wewenang yang dilakukan.
d) Pelimpahan tugas yang akan diberikan
Seorang manajer harus percaya dengan sepenuhnya kepada bawahan terhadap tugas
yang akan dilimpahkan. Jika terdapat keraguan, manajer perlu menjelaskan hasil
yang ingin dicapai dari pelimpahan wewenang tersebut tetapi bukan dengan caranya.
e) Intervensi pada saat diperlukan
Hal yang lumrah terjadi jika apa yang didelagasikan tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Maka dari itu, intervensi kadangkala diperlukan agar kegiatan yang telah
didelegasikan berikut kewenangannya tetap dalam jalur pencapaian tujuan
organisasi.
20

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Wewenang atau authority adalah merupakan dasar untuk bertindak, berbuat dalam
melakukan kegiatan dalam suatu organisasi. Arti penting wewenang adalah dengan
adanya wewenang pimpinan dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan
wewenang yang diberikan.
2. Tanggung jawab meruapakan keharusan untuk melakukan semua kewajiban atau
tugas-tugas yang telah dibebankan.
3. Pendelagasian wewenang merupakan sebuah pelimpahan wewenang dari atasan
kepada bawahan. Arti penting pendelegasian wewenang adalah dengan adanya
pelimpahan wewenang, pimpinan dalam organisasi dapat terbantu tugas yang telah
diberikan kepada orang-orang yang di anggap mampu melaksanakan wewenang
tersebut.

B. Saran

Kami menyadari terdapat kekurangan dalam makalah kami ini jadi kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca semua agar kami
kedepannya dapat lebih baik lagi.
21

DAFTAR PUSTAKA

Malayu, S.P. Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah, (Jakarta: PT Bumi
Aksara), 2007.
Nanang Fatah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya),
2011.
R. Terry, Guide to Management, Terj. J. Smith D.F.M, (Jakarta: PT Bumi Aksara), 2003.
Sunarto, Untung Sunaryo & Sugiran, Dasar-Dasar Manajemen Pendidikan Islam, (Bandar
Lampung: Pusaka Media), 2021.

Anda mungkin juga menyukai