Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

WEWENANG
Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Hukum Administrasi Islam

Dosen Pengampu : Elvi Syoviana, MA

OLEH KELOMPOK 1 :

WITOS

ALJESKI

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH NAHDATUL


ULAMA ( STITNU ) SAKINAH DHARMASRAYA
PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas segala rahmatnya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Sholawat beserta salam semoga
tercurah kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW.
Tidak lupa pula penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya, sehingga
penulis dapat menyusun makalah ini dengan judul “ Kaidah muamalat”. Untuk memenuhi
tugas Qawaidul Fiqhiyah.
Penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan penulis berharap agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari. Bagi Penulis sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
penulis. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Abai Siat, 06 April 2023

Mahasiswa

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
1. Latar Belakang...............................................................................................................................1
2. Rumusan Masalah.........................................................................................................................1
3. Tujuan Penulisan...........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................2
1. PENGERTIAN WEWENANG............................................................................................................2
2. SUMBER WEWENANG...................................................................................................................2
3. WEWENANG TERIKAT DAN DISKRESI.............................................................................................3
4. TINDAKAN TANPA WEWENANG....................................................................................................3
5. PENYALAHGUNAAN WEWENANG.................................................................................................6
6. TINDAKAN SEWENANG-WENANG.................................................................................................6
7. MALADMINISTRASI........................................................................................................................6
8. DAPAT DIBATALKAN DAN BATAL DEMI HUKUM............................................................................6
9. UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN..............................................................................................7
BAB III PENUTUP....................................................................................................................................8
1. KESIMPULAN..................................................................................................................................8
2. SARAN............................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................9

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dalam suatu perusahaan sudah sering di jumpai yang namanya
wewenang,delegasi dan disentralisasi, ketiganya memang sangat di butuhkan
perusahaan, seorang menejer sebuah perusahaan atau organisasi dituntut
kemampuannya untuk mengola perusahaan atau organisasi dengan baik agar tujuan
tercapai efektif, untuk mewujudkannya diperlukan kemampuan dalam
mendelegasikan wewenang kepada setiap organ di perusahaan atau organisasi.
Tentunya dalam mendelegasikan wewenang maupun disentralisasi kekuasaan
manajer harus memahami terlebih dahulu rentang konsep atau teori mengenai
wewenang.

2. Rumusan Masalah
1. Apa itu wewenang?
2. Apa yang di maksud wewenang?

3. Tujuan Penulisan
1. Agar mahasiswa mengetahui apa itu wewenang.
2. Agar mahasiswa mengetahui pengertian wewenang.
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN WEWENANG
Wewenang merupakan hak dan kekuasaan pemegang jabatan untuk memilih,
mengambil sikap, atau tindakan tertentu dalam melaksanakan tugas, dan
mempunyai peranan sebagai penyeimbang terhadap tanggung jawab, guna
mendukung berhasilnya pelaksanaan tugas.
Wewenang menurut (Philipus M. Hadjon III). menyelesaikan suatu
tugas/kewajiban tertentu. Jadi, wewenang adalah dasar untuk bertindak, berbuat
dan melakukan kegiatan/aktivitas organisasi. Tanpa wewenang orang-orang tidak
dapat berbuat apa-apa.
2. SUMBER WEWENANG
Dalam hukum administrasi ada 3 (tiga) sumber wewenang yaitu: atribusi,
delegasi, dan mandat.
pengertian Atribusi
Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-
undang kepada organ pemerintahan.contoh atribusi adalah bagaimana kita
membuat keputusan tentang seseorang. misalnya seseorang itu baik atau buruk,
maka kita akan membuat sebuah atribusi (penilaian) ketika kita merasa dan
mendeskripsikan perilaku seseorang dan mencoba menggali pengetahuan
mengapa mereka berperilaku seperti itu.
pengertian Delegasi
Delegasi adalah seseorang yang dipercaya untuk menjalankan tugas tertentu
atas dasar penunjukan dari atasan maupun organisasi. Nantinya, Ia akan
mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada si pemberi perintah.
Selain itu, makna lain dari delegasi adalah tindakan pelimpahan wewenang
yang biasanya dilakukan oleh manajer maupun atasan di suatu perusahaan kepada
anggota tim atau anak buahnya agar suatu pekerjaan dapat berjalan secara efektif
dan efisien.
pengertian Mandat
Mandat adalah pelimpahan kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada
pemberi mandat.

2
3. WEWENANG TERIKAT DAN DISKRESI
pengertian wewenag terikat adalah wewenang yang harus sesuai dengan
aturan dasar yang menentukan waktu dan keadaan wewenang tersebut dapat
dilaksanakan, termasuk rumusan dasar isi dan keputusan yang harus diambil. Di
sini ada aturan dasar yang mengatur secara rinci syarat-syarat digunakannya
wewenang.
pengertian diskresi adalah Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI)
diskresi diartikan sebagai kebebasan mengambil keputusan sendiri dalam setiap
situasi yang dihadapi.contoh dari diskresi  dalam penegakan hukum, yaitu:
Tindakan pengecualian oleh polisi dalam menciptakan kelancaran lalu lintas,
seperti mengubah sistem lalu lintas, mengatur arus kendaraan, maupun
mengalihkan arus. Penyelesaian kasus perkelahian remaja melalui mediasi dan
tidak dilanjutkan ke persidangan.
4. TINDAKAN TANPA WEWENANG
Setiap tindakan atau keputusan yang dibuat oleh badan atau pejabat
pemerintahan harus selalu berdasarkan wewenang yang diperolehnya menurut
sumber wewenang yang sah, yaitu apakah wewenang itu diberikan oleh peraturan
perundang-undangan, atau mendapatkan delegasi wewenang dari badan atau
pejabat pemerintahan lainnya, atau ia bertindak atas nama pejabat atasannya yang
berarti ia adalah mandatory. Tanpa memiliki wewenang maka badan atau pejabat
pemerintahan tidak dapat melakukan suatu tindakan, misalnya membuat suatu
keputusan. Jika badan atau pejabat pemerintahan yang tidak memiliki wewenang
tersebut tetap melakukan tindakan maka tindakannya adalah tindakan tanpa
wewenang.
Tindakan tanpa wewenang dalam hukum administrasi Belanda dikenal sebagai
onbevoegdheid dan dalam hukum administrasi Perancis. Menurut Peter
incompetence Cane, berarti ketika badan atau pejabat pemerintahan melakukan s
incompetence uatu tindakan tanpa wewenang sama sekali. atau berarti
Incompetence want of authority tindakan pejabat tanpa wewenang (a public
official acting without authority). Hal ini dapat terjadi, misalnya ketika wali kota
membuat suatu keputusan yang faktanya wewenang untuk membuat keputusan
tersebut menjadi wewenang menteri terkait. Menurut Joseph Minattur, terjadi
ketika seorang pejabat bert incompetence indak tanpa kewenangan seperti ketika

3
seorang pegawai negeri sipil diberhentikan oleh atasannya langsung tanpa
delegasi wewenang dari menteri yang terkait.
Menurut Alex Carrol, badan atau pejabat pemerintahan bertindak di luar
wewenangnya jika:
a. membuat keputusan atau tindakan di luar kewenangan hukumnya atau gagal
untuk melakukan sesuatu yang menjadi kewajibannya.
b. membuat keputusan atau tindakan yang memang berdasarkan
kewenangannya akan tetapi tetapi berhubungan dengan materi yang salah.
c. kesalahan menafsirkan hukum yang dipakai sebagai dasar untuk
mengambil keputusan.
Chris Taylor menjelaskan ketidakwenangan badan atau pejabat pemerintahan
dalam membuat kuputusan sebagai berikut.“The concept of ‘Illegality’ can be a
difficult one to grasp but is easier if you think of it in terms of ‘absence of
authority’. The manager of a shop has the power to make decisions about what
happens in the shop, but cannot walk into the shop next door and issue orders they
have no authority to do so. In the same way, a decision maker will be given
powers to make decisions in a specific area: if they move outside that area, their
decisions may be ultra vires.”
Berdasarkan pandangan Chris Taylor di atas, penggunaan wewenang dibatasi
oleh dua hal, yaitu materi dan wilayah. Pembatasan dari segi materi, misalnya
seorang manajer toko berwenang membuat keputusan mengenai apa yang terjadi
di tokonya, tetapi ia tidak dapat masuk ke toko yang berada di sebelah tokonya
dan kemudian membuat keputusan. Pembatasan dari segi wilayah, misalnya
seorang pejabat yang memiliki wewenang untuk membuat keputusan di wilayah
tertentu, maka ia hanya berwenang membuat keputusan di wilayah tertentu itu dan
bukan wilayah lain.
Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa setiap wewenang dibatasi oleh
materi (substansi), ruang/wilayah (A) dan waktu (B). Tindakan yang melampaui
ba locus tempus tasbatas wewenang tersebut adalah tindakan tanpa wewenang.
Tindakan tanpa wewenang (onbevoegdheid) dapat berupa onbevoegdheid ratione
material (substansi), onbevoegdheid ratione loci onbevoegdheid ratione temporis
(wilayah), atau (waktu).
Tindakan tanpa wewenang dari aspek materi atau substansi, misalnya
Gubernur di Provinsi A menerbitkan keputusan pemberhentian Kepala Kantor

4
Wilayah Hukum dan HAM Provinsi A. Dalam kasus ini, meskipun Gubernur
tidak melanggar batas waktu dan wilayah, akan tetapi ia melakukan wewenang
yang merupakan wewenang pejabat lain yaitu Menteri Hukum dan HAM sebagai
atasan Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM. Tindakan tanpa wewenang dari
aspek wilayah, misalnya Walikota Kota A mengangkat seseorang bernama B
menjadi camat di wilayah Kota C. Sementara itu, tindakan tanpa wewenang dari
aspek waktu, misalnya seorang Kepala Dinas A pada tanggal 1 Agustus 2016
telah dipindahtugaskan menjadi Kepala Dinas B. Pada tanggal 2 Agustus 2016,
Kepala Dinas tersebut menerbitkan surat tugas untuk pegawai pada Dinas A, maka
tindakan tersebut adalah tindakan tanpa wewenang.
Wade menyatakan bahwa suatu keputusan yang dibuat di luar wewenang
(outside jurisdiction) dari badan atau pejabat pembuat keputusan maka keputusan
yang seperti itu null and void, and no legal effect. Menurut Wade, keputusan yang
dibuat di luar wewenang dari pembuat keputusan maka keputusan itu batal demi
hukum dan tidak menimbulkan akibat hukum apa pun. Hal ini karena keputusan
yang sah membutuhkan kewenangan berdasarkan undang-undang, dan jika ada
keputusan yang dibuat tanpa kewenangan yang diberikan undang-undang maka
keputusan seperti tidak ada bukti yang dapat ditunjukkan dasar wewenangnya
(any administrative act or order which is ultra vires or outside jurisdiction is void
in law, i.e. deprived of legal effect. This is because in order to be valid it needs
statutory authorization, and if it is not within the powers given by the Act, is has
no legal leg to stand on).
Menurut Peter Leyland dan Gordon Anthony, keputusan yang dibuat oleh
badan atau pejabat pemerintahan yang tidak memiliki wewenang untuk membuat
keputusan yang dibuatnya itu, maka keputusan tersebut tidak ada dan tidak pernah
ada atau void ab initio yaitu never having had legal validity; void from the
beginning. Keputusan dianggap tidak pernah ada sejak semula atau batal demi
hukum. Pendapat serupa dikemukakan Philipus M. Hadjon, beliau menyatakan
bahwa tindakan atau keputusan pemerintahan dapat batal demi hukum apabila
tindakan atau keputusan itu dibuat dengan nyata-nyata tanpa wewenang.
5. PENYALAHGUNAAN WEWENANG
Penyalahgunaan wewenang adalah penggunaan wewenang oleh Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan dengan melampaui wewenang,

5
mencampuradukkan wewenang, dan/atau bertindak sewenang-wenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18.
6. TINDAKAN SEWENANG-WENANG
Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang
(hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan
sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan.
contoh tindakan sewenang-wenang yang bertentangan dengan HAM adalah
menghalangi atau menghambat orang lain memberikan aspirasi dan pendapat.
Tindakan ini melanggar hak asasi pribadi seseorang. Contoh tindakan ini adalah
mengacuhkan pendapat orang lain, memutuskan masalah tanpa mempertimbangkan
pendapat orang, dan lainnya.
7. MALADMINISTRASI
Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum dan etika
dalam proses administrasi pelayanan publik. Maladministrasi ada berbagai macam
seperti penyimpangan prosedur, penyalahgunaan wewenang, termasuk kelalaian
atau pengabaian kewajiban hukum, tindakan diskriminatif, permintaan imbalan,
dan lainnya.
beberapa contoh maladministrasi seperti pungutan liar, penundaan berlarut,
pelayanan yang diskriminatif, dan prosedur pelayanan yang tidak jelas.
8. DAPAT DIBATALKAN DAN BATAL DEMI HUKUM
Dapat dibatalkan artinya salah satu pihak dapat memintakan pembatalan itu.
Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan oleh
hakim.
Contoh dapat dibatalkan:
Apabila seorang anak usia 12 membeli sepeda motor secara kredit dan ternyata
motor tersebutu tidak bisa dipakai, maka perjanjian tersebut bisa dibatalkan oleh
orang tuanya atau wali nya. Tetapi akibat yang timbul dari perjanjian itu tetap
dilaksanakan.
Sedangkan batal demi hukum artinya adalah dari semula dianggap tidak pernah ada
dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.
Contoh Batal Demi Hukum.
Seorang (A) berjanji membagi hasil atas perampokan yang dilakuka dengan (B),
maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Walau perampokan itu terjadi dan

6
ternyata (A) lebih banyak menguasai barang rampokan, maka si (B) tidak bisa
menggugat bagiannya.
9. UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
Penyelenggaraan Pemerintahan diatur dengan sebuah Undang-Undang yang
disebut Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. UU 30 tahun 2014 Administrasi
Pemerintahan menjamin hak-hak dasar dan memberikan pelindungan kepada Warga
Masyarakat serta menjamin penyelenggaraan tugas-tugas negara sebagaimana dituntut
oleh suatu negara hukum sesuai dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (3), Pasal
28 F, dan Pasal 28 I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Berdasarkan ketentuan tersebut, Warga Masyarakat tidak menjadi objek,
melainkan subjek yang aktif terlibat dalam penyelenggaraan Pemerintahan.
Undang–Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
disahkan Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 17 Oktober 2014
di Jakarta. Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan mulai berlaku sejak diundangkan oleh Menkumham Amir
Syamsudin pada tanggal 17 Oktober 2014 dan ditempatkan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292. Penjelasan Atas Undang–Undang
Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601.
UU 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dimaksudkan sebagai
salah satu dasar hukum bagi Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan, Warga
Masyarakat, dan pihak-pihak lain yang terkait dengan Administrasi Pemerintahan
dalam upaya meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan. Dasar hukum
Undang–Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

7
BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Wewenang merupakan hak dan kekuasaan pemegang jabatan untuk memilih,
mengambil sikap, atau tindakan tertentu dalam melaksanakan tugas, dan mempunyai peran
sebagai penyeimbang terhadap tanggung jawab. Wewenang terikat adalah berwenang yang
harus sesuai dengan aturan dasar yang menentukan waktu dan keadaan yang berwenang
tersebut dapat dilaksanakan, termasuk rumusan dasar isi dan keputusan yang harus diambil.
Penyelesaian kasus perkelahian remaja melalui mediasi dan tidak dilanjutkan ke
persidangan. Setiap tindakan atau keputusan yang dibuat oleh badan atau pejabat
pemerintahan harus selalu berdasarkan wewenang yang diperolehnya menurut sumber
berwenang yang sah, yaitu apakah berwenang itu diberikan oleh peraturan perundang-
undangan, atau penyerahan wewenang dari badan atau pejabat pemerintahan lainnya, atau
tindakan atas nama pejabat atasannya yang berarti ia wajib. Tanpa berwenang maka badan
atau pejabat pemerintahan tidak dapat melakukan suatu tindakan, misalnya membuat suatu.
2. SARAN
1. Dalam pendelegasian wewenang dan menilai kinerja karyawan harus di lakukan
sesuai dengan tanggung jawab secara continue, dengan memperhatikan keinginan
karyawan terutama keinginan karyawan dalam pemeberian keterampilan maupun
memotivasi untuk memiliki keadilan kerja dan penilaian terhadap kinerja
karyawan.
2. Seluruh karyawan diharapkan mempunyai rasa tanggung jawab yang besar
terhadap tugas yang diberikan, sehingga pekerjaan dapat terselesaikan dengan
tepat waktu.
3. Pimpinan harus lebih memaksimalkan cara kerja perusahaan dengan menambah
karyawan yang memiliki potensi dan pendidikan tinggi dibagian-bagian tertentu
untuk menunjang tercapainya hasil yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Azmi Fendri . 2016 . Pengaturan Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah . Jakarta :
PT RajaGrafindo Persada.

Jum Anggriani . 2012 . Hukum Administrasi Negara . Yogyakarta : Graha Ilmu

8
Prajudi Atmosudirjdjo . 1994 . Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Ridwan HR . 2013. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Rajawali Pers.

(https://ilmupengetahuanumum.com/10-negara-dengan-jumlah-pendudukpopulasi-terbanyak-
di-dunia/

Anda mungkin juga menyukai