Anda di halaman 1dari 23

TUGAS KELOMPOK DOSEN PENGAMPU

Sistem Politik Indonesia Afrinaldy Rustam, S.IP, M.SI

BIROKRASI POLITIK

Disusun Oleh
Kelompok 6:

1. Atika Suryani
2. Bhelsy Mutiara Shalsabila
3. Dhevi Afriani
4. Rahmania Nadhratul Illahi

Kelas 2/ B / ANA /2023

JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA (S.1)


FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SAYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2023 M / 1445 H
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, Atas segala rahmat dan
hidayah yang diberikan-Nya. Sehingga penulis telah dapat menyelesaikan makalah
ini. Makalah yang berjudul “BIROKRASI POLITIK” dibuat untuk memenuhi
sebagian dari tugas bidang studi Sistem Politik Indonesia. Penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang terlibat langsung dalam penyelesaian makalah
ini. Dan juga kepada pihak-pihak yang telah menyumbangkan ide-ide serta
mendukung penyelesaian makalah ini.
Adapun tujuan dari makalah ini adalah agar pembaca dapat mengetahui apa
itu birokrasi politik serta pelaksanaan birokrasi indonesia. Berharap makalah ini dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya. Sehingga dapat bermanfaat bagi para pembaca
dan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan.
Penulis sadar bahwa makalah ini tidaklah sempurna. Masih banyak kesalahan
dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Jadi penulis menerima segala saran
maupun kritikan yang dapat membangun, agar kemudian harinya penulis dapat
memperbaiki segala kekurangan. Terimakasih.

Pekanbaru, 17 Maret 2023

Pemakalah

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... 1

DAFTAR ISI ................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 3

A. Latar Belakang ..................................................................................... 3


B. Rumusan Masalah................................................................................. 3
C. Tujuan Pembahasan .............................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 5

A. Pengertian Birokrasi .............................................................................. 5


B. Karakteristik Birokrasi........................................................................... 6
C. Tipe Ideal Birokrasi............................................................................... 6
D. Etika Birokrasi Dan Pelaksanannya........................................................ 8
E. Pelaksanaaan Birokrasi Indonesia........................................................... 14

BAB III PENUTUP....................................................................................... 18

A. Kesimpulan..................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20

DOKUMENTASI

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Birokrasi adalah wadah organisasi yang sengaja dibentuk sebagai
bagian dari manajemen organisasi yang menjalankan aktivitasnya untuk
mencapai tujuan dengan mengkoordinasikan beragam kepentingan orang
dalam suatu sistem dan pola administrasi. Jadi organisasi birokrasi adalah
kegiatan yang membutuhkan koordinasi dimana kegiatannya melibatkan
banyak orang dan sangat terspesialisasi serta sangat terstruktur dalam
prosesnya dari pelaksanaan pemerintahan.
Peningkatan birokrasi harus didukung oleh orang-orang di atas yang
menjalankan pemerintah dan tidak hanya pada sistem, juga sistem atau aturan
apa saja yang dibuat, jika hanya orang-orang yang menjalankannya sistem
tidak memiliki kemampuan, dan konsisten dengan pekerjaan mereka atau
perangkat akan seperti yang diharapkan masyarakat. Dalam pandangannya,
birokrasi erat kaitannya dengan masalah pelayanan, tertib, sistematis, baik
dari pusat pemerintah sampai dengan pemerintah desa. Tujuan sebenarnya
dari birokrasi adalah setiap kebutuhan pelayanan publik dapat diselesaikan
dengan cepat. Peningkatan birokrasi pemerintahan harus diciptakan melalui
aparatur yang sehat baik jasmani dan rohani (moralitas). Harapan masyarakat
agar birokrasi terlayani dengan baik dan cepat, Tanpa dibarengi dengan
pelayanan yang baik, maka akan mempercepa terwujudnya tujuan dan aspirasi
masyarakat.
Politik merupakan instrumen untuk mewujudkan tujuan masyarakat,
yaitu melalui birokrasi pemerintahan yang menghasilkan dari proses politik.
Kesimpulannya adalah jika pelayanan publik dapat dilakukan dengan baik
melalui pemerintah birokrasi, maka yang harus menjadi syarat aparatur
pemerintah pelaksana selain memiliki sumber daya manusia yang sesuai
dengan tubuh yang sehat secara moral.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka muncul


rumusan masalah antara lain :

1. Apa Pengertian Birokrasi?


2. Bagaimana Karakteristik Birokrasi?
3. Apa Saja Tipe Ideal Birokrasi?
4. Apa Itu Etika Birokrasi Dan Bagaimana Pelakasanaannya?
5. Bagaimana Pelaksanaan Birokrasi Indonesia?

3
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui Pengertian Birokrasi
2. Mengetahui Bagaimana Karakteristik Birokrasi
3. Mengetahui Apa Saja Tipe Ideal Birokrasi
4. Mengetahui Apa Itu Etika Birokrasi Dan Bagaimana Pelaksanaannya
5. Mengetahui Bagaimana Pelaksanaan Birokrasi Indonesia

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Birokrasi
Secara teoretis pengertian birokrasi dapat dipahami sebagai aparatur
negara, sedangkan secara praktis birokrasi sering disebut badan/sektor
pemerintah, atau dalam konsepsi Bahasa Inggris disebut public sector atau
public administration. Konsepsi itu mencakup institusi atau orang yang
penghasilannya berasal secara langsung atau tidak langsung dari uang negara
atau rakyat. Birokrasi lahir sebagai produk dari sebuah proses sosial yang
panjang, dari serangkaian prosedur yang berliku dan menyangkut
konstektualitas sosial yang hampir universal pada suatu masyarakat
(Setiyono, 2016:15).
Peter M. Blau dan Charles H. Page, Sosiolog asal Amerika,
berpendapat bahwa birokrasi adalah suatu tipe organisasi yang dimaksudkan
untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar, yaitu dengan cara
mengoordinir secara sistematik pekerjaan yang dilakukan oleh banyak orang.
Secara singkat pengertian birokrasi menurut Tome (2012), birokrasi
adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai. Pengertian secara
luas birokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan atau pengaturan yang
dilakukan dari meja ke meja secara terpisah. Maksud dilakukannya peraturan
dan pengambilan keputusan secara terpisah-pisah itu adalah untuk
menghindarkan terjadinya subjektivitas keputusan dan pengawasan pada satu
tangan. Demikian pula dalam hal pengangkatan pejabatnya tidak didasarkan
kehendak penguasa, tetapi didasarkan persyaratan-persyaratan yang objektif,
seperti pendidikan, keahlian, pengalaman, dan senioritas. (Ngadisah, 2015).
Teori tentang birokrasi yang sangat popular dikemukakan oleh Max
Weber dalam kerangka kerjanya yang disebut “Domination”. Dalam teorinya
tersebut Weber berpendapat bahwa birokrasi adalah salah satu bentuk
organisasi yaitu suatu sistem otoritas yang ditetapkan secara rasional oleh
berbagai peraturan. Birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisasi secara
teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh orang banyak.

5
Dari pengertian di atas, disimpulkan bahwa birokrasi merupakan
organisasi yang terdiri dari aparat pemerintahan dan melaksanakan tugas
pemerintahan secara terstruktur serta dilakukan oleh orang-orang yang
berkemampuan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Birokrasi
“dipegang” oleh pimpinan tertinggi organisasi yang tidak sepenuhnya
birokratis, yaitu penguasa yang membuat kebijakan seperti raja, presiden atau
perdana menteri.

B. Karakteristik Birokrasi
Salah satu karakteristik utama dari birokrasi ialah biasanya digunakan
oleh organisasi besar, seperti pemerintahan, dan sifatnya formal. Selain
karakteristik tersebut, birokrasi memiliki sejumlah karakteristik lainnya,
yaitu:
1. Pekerjaannya sangat ketat dan berorientasi pada peraturan.
Tugasnya bersifat spesialisasi atau khusus atau spesifik.
2. Biasanya bersifat kaku dan sederhana.
3. Penyelenggaraannya dilakukan secara resmi atau formal.
4. Bersifat sentral atau terpusat. Biasanya tidak melanggar
ketentuan yang telah disepakati.
5. Bentuknya terstruktur. Artinya memiliki susunan organisasi
yang jelas.
6. Taat dan patuh terhadap peraturan atau ketentuan yang ada.
7. Adanya kewenangan hierarki secara vertikal.
8. Terkadang prosedur pelayanannya berbelit-belit sehingga
menyulitkan proses pengambilan keputusan.

C. Tipe Ideal Birokrasi


Pembahasan tentang birokrasi hampir tidak pernah mengabaikan apa
yang biasa disebut dengan tipe ideal birokrasi. Adapun tipe ideal birokrasi
menurut Max Weber (Sunarto, 2016:65) secara garis besar, adalah sebagai
berikut:

6
1. Terdapatnya pembagian kerja dengan spesialisasi peran yang
jelas. Dengan pembagian kerja yang jelas, dalam sistem
birokrasi direkrut para pegawai yang ahli dalam bidangnya
dan para pegawai menjadi pihak yang bertanggungjawab
dalam pelaksanaan tugasnya.
2. Pengorganisasian jabatan mengikuti prinsip hierarki. Ini
berarti jabatan yang lebih rendah berada dalam kontrol atau
pengawasan jabatan yang lebih tinggi. Setiap pejabat
mempertanggung jawabkan kepada atasannya tidak saja atas
keputusan atau tindakan yang diambilnya sendiri, akan tetapi
juga keputusan atau tindakan yang diambil bawahannya.
3. Kegiatan organisasi jabatan dilakukan berdasarkan sistem
aturan abstrak yang konsisten, yang harus diterapkan dalam
penanganan kasus-kasus yang konkrit. Hal ini dimaksudkan
untuk menjamin keseragaman bukan hanya dalam
pelaksanaan setiap tugas, tetapi juga dalam koordinasi
berbagai tugas.
4. Setiap pejabat melaksanakan tugasnya dalam semangat dan
hubungan yang formal dan impersonal, yakni tanpa perasaan
benci atau simpati, dan karena itu tanpa afeksi atau
antusisiasme. Dalam perkataan lain, bahwa setiap pejabat
yang ideal melaksanakan tugasnya dengan semangat “sine ira
et studio” (formal dan tidak bersifat pribadi). Perilaku
diskriminatif dan ketidakefisienan hanya dapat dihilangkan
apabila pertimbangan-pertimbangan pribadi tidak dilibatkan
dalam pelaksanaan tugas organisasi.
5. Setiap pegawai dalam birokrasi direkrut menurut prinsip
kualifikasi teknis (merit sistem), digaji dan dipensiun
menurut pangkat dan kemampuan, serta dipromosikan
menurut asas senioritas, kemampuan, atau keduanya. Dengan
demikian, mendorong pengembangan kesetiaan kepada
organisasi dan semangat korp diantara para anggotanya.

7
Disamping itu, para pegawai akan lebih giat berusaha
mewujudkan tujuan organisasi yang telah dicanangkan.
6. Organisasi administrasi yang bertipe birokratis dari segi
pandangan teknis murni cenderung lebih mampu mencapai
tingkat efisiensi yang lebih tinggi. Birokrasi memaksimalkan
koordinasi dan pengendalian sehingga mencapai bukan
hanya efisiensi organisasi, akan tetapi juga efisiensi produksi
setiap pegawai.

Tipe birokrasi yang dikemukakan oleh Weber tersebut dapat


dikatakan sebagai birokrasi yang ideal dan membawakan banyak kelebihan.
Pembagian kerja dalam birokrasi akan menghasilkan efisiensi, dan hierarkhi
wewenang memungkinkan pengendalian dan koordinasi yang baik atas
berbagai macam jabatan dalam sebuah organisasi. Adanya sistem aturan yang
baku dalam sistem birokrasi menjamin kesinambungan dalam pelaksanaan
tugas organisasi, walaupun pejabat di dalamnya mengalami pergantian. Pola
hubungan yang impersonal memungkinkan tumbuhnya perilaku antar personil
yang didasarkan pada faktor-faktor obyektif-rasional dan bukan atas dasar
pertimbangan suka atau tidak suka. Kemampuan teknis yang dipersyaratkan
bagi aparat birokrasi menjamin bahwa orang-orang yang ada dalam sistem
birokrasi memiliki keahlian sesuai dengan bidang pekerjaan yang menjadi
tugasnya, dan mereka dilindungi dari kemungkinan pemberhentian secara
sepihak tanpa didasari oleh alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Singkatnya, bahwa dengan karakteristik sebagaimana dikemukakan di atas
birokrasi akan dapat berfungsi sebagai sarana yang mampu melaksanakan
tugas-tugas pemerintahan secara efektif dan efisien (Sunarto, 2016:67).

D. Etika Birokrasi dan Pelaksanaannya


Jika memahami birokrasi dalam konteks administrasi negara/publik,
terdapat pola-pola sikap dan perilaku serta hubungan antara manusia dalam
organisasi dan hubungannya dengan pihak luar organisasi pada umumnya
diatur dengan peraturanperundangan yang berlaku dalam sistem hukum

8
negara yang bersangkutan. Aparatur pemerintahan dan budaya memiliki
keterkaitan (Nahruddin & Tambajong, 2017).
Bagi aparatur pemerintah, budaya dan etika merupakan hal yang
penting untuk dikembangkan baik pada tingkat pemerintahan pusat maupun
Daerah, pada tingkat Departemen atau organisasi maupun unit-unit kerja
dibawahnya (Ropik, 2016).
Etika birokrasi berkaitan erat dengan moralitas dan mentalitas aparat
birokrasi dalam melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri yang
tercermin dalam fungsi pokok pemerintahan: fungsi pelayanan,
pengaturan/regulasi dan fungsi pemberdayaan masyarakat etika penting
dalam birokrasi (Tarumingkeng, 2013).
Etika merupakan norma-norma moral yang menjadi pegangan
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya atau
kumpulan asas atau nilai moral. Untuk menjadi pegangan atau rujukan
seseorang atau suatu kelompok tersebut, nilai-nilai moral tersebut diwujudkan
dalam bentuk kode etik, misalnya kode etik kedokteran, kode etik
pers/jurnalistik, kode etik kehakiman, dan sebagainya.
Dalam makna ini, menurut Yahya Muhaimin (1991) dalam
Muhammad (2002), birokrasi sebagai keseluruhan aparat pemerintah, baik
sipil maupun militer yang bertugas membantu pemerintah dan menerima gaji
dari pemerintah karena statusnya itu. Dari keseluruhan yang dikemukakan di
atas dapat dirumuskan bahwa etika birokrasi adalah “Norma atau nilai-nilai
moral yang menjadi pedoman bagi keseluruhan aparat pemerintah dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya demi kepentingan umum atau
masyarakat”.
Dengan demikian, aparat pemerintah seharusnya mempunyai
pedoman dan penuntun dalam sikap dan perilaku sehingga birokrasi menjadi
bersih dinamis dan bertanggung jawab. Dalam hal ini tidak cukup hanya
tanggung jawab secara yuridis formal, tetapi juga tanggung jawab secara
moral. Dengan kata lain, birokrasi pada prinsipnya tidak dibuat sulit selama
dalam prosesnya dapat dibuat mudah. Adapun dalam praktiknya ada saja dari
oknum pejabat yang memanfaatkan birokrasi ini untuk kepentingan sesaat
untuk dirinya. Tanpa mengindahkan kesulitan orang lain yang membutuhkan

9
bantuan pelayanan. Hal seperti ini, dalam fenomena pelaksanaan birokrasi
mulai kalangan pegawai rendah sampai kalangan pejabat, masih banyak
terjadi “penyelewengan” birokrasi.
Prinsip dasar birokrasi adalah proses waktu pelayanan cepat, biaya
murah, tidak berbelit-belit, sikap dan perilaku para pegawai ramah dan sopan,
ini yang selalu harus dijaga serta dilaksanakan tanpa mengenal pamrih.
Dengan sendirinya, orang yang dilayani pun akan melakukan hal yang sama
atas kepuasan pelayanan karena para pelaksana birokrasi memegang prinsip
etika dalam melaksanakan birokrasi.
Etika birokrasi terus dikembangkan dalam penyelenggaraan negara
dengan dicantumkannya dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional tahun 2005-2025 pada salah satu misi, yaitu: “mengembangkan etika
birokrasi dan budaya kerja yang transparan, akuntabel, peka, dan tanggap
terhadap kepentingan dan aspirasi masyarakat di seluruh wilayah negara
Indonesia”, selain itu juga pada Bab II tentang Arah Kebijakan Pembangunan
poin (d), yaitu meningkatkan etika birokrasi dan budaya kerja serta
pengetahuan dan pemahaman para penyelenggara negara terhadap prinsip-
prinsip “good governance”, dan pada Bab III tentang Program Pokok
Pembangunan poin (1), yaitu: Program Penerapan Prinsip-prinsip Tata
Pemerintahan yang baik (Good Governance), tujuan dari program ini adalah
untuk mengurangi dan menghilangkan penyalahgunaan kewenangan dalam
birokrasi serta untuk menciptakan etika birokrasi dan budaya kerja yang
baik”.
Penerapan etika birokrasi dalam pemerintahan dituangkan ke dalam
kode etik Pegawai Negeri Sipil dalam PP nomor 42 tahun 2004 dan Pedoman
Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik dalam Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003. Secara
khusus, di lingkungan Departemen Keuangan beberapa unit telah memiliki
kode etik pegawai, yaitu Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal Pajak, dan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, sedangkan beberapa unit lainnya sedang
menyusun kode etik pegawai antara lain; Direktorat Surat Utang Negara pada
Ditjen Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara,
Badan Pengawas Pasar Modal.

10
Ketentuan-ketentuan tentang pelaksanaan etika birokrasi adalah
sebagai berikut:
1. Dasar Hukum ditetapkannya Etika Pegawai Negeri Sipil
adalah sebagai berikut:
a. Pasal 5 ayat (2), pasal 27 ayat (1), dan pasal 28 dalam
b. Undang-undang Dasar 1945.
c. Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999.
d. Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
KKN.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin PNS.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2004 tentang
Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai
Negeri Sipil.

2. Setiap jenis pekerjaan, pada dasarnya menuntut tanggung


jawab, yang berbeda hanya besar kecil ukuran dan ruang 258
Birokrasi Politik lingkup dari tanggung jawab tersebut.
Semakin rendah posisi/jabatan seseorang dalam organisasi,
semakin kecil ruang lingkup dan ukuran atas tanggung
jawabnya.
3. Demikian pula dengan jabatan, dalam organisasi apa pun
termasuk organisasi pemerintah, tidak bisa dilepaskan dari
peran pejabat dalam organisasi tersebut. Oleh karena itu,
setiap pejabat dalam organisasi pemerintah mulai dari level
eselon IV, eselon III sampai dengan eselon I, tentunya terikat
pada hal-hal yang berkaitan dengan apa yang seharusnya
dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan sesuai
dengan posisi dan jabatannya. Ketentuan-ketentuan tersebut
dijabarkan dalam kode etik pegawai.

11
4. Pada umumnya, penyusunan kode etik minimal didasari oleh
empat aspek pertimbangan sebagai berikut:
a. Profesionalisme
Keahlian khusus yang dimiliki oleh seseorang, baik
yang diperolehnya dari pendidikan formal (dokter,
akuntan, pengacara, dan lain-lain), dari bakat
(penyanyi, pelukis, pianis, dan lain-lain), maupun
dari kompetensi mengerjakan sesuatu (direktur,
pegawai, pejabat, dan lain-lain).
b. Akuntabilitas
Kesanggupan seseorang untuk
mempertanggungjawabkan apa pun yang
dilakukannya berkaitan dengan profesi serta
perannya sehingga ia dapat dipercaya. Misalnya
seorang auditor yang memeriksa laporan keuangan
sebuah perusahaan. Ia harus dapat
mempertanggungjawabkan hasil pemeriksaan yang
dibuatnya sesuai dengan kondisi perusahaan yang
sebenarnya.
c. Menjaga kerahasiaan
Sebuah kemampuan memelihara kepercayaan
dengan bersikap hati-hati dalam memberikan
informasi. Seorang profesional harus mampu
menyeleksi hal-hal yang bisa diinformasikan kepada
umum dan informasi yang perlu disimpan sebagai
sebuah kerahasiaan. Hal ini dilakukan demi menjaga
reputasi sebuah perusahaan dan profesi yang
dijabatnya. Misalnya seorang konsultan merupakan
orang kepercayaan sebuah perusahaan, ia bisa
mengetahui seluruh seluk-beluk perusahaan tersebut,
tetapi harus menjaga informasi yang dimilikinya agar
tidak sampai ke pihak luar yang tidak
berkepentingan.

12
d. Independensi
Sikap netral, tidak memihak salah satu pihak,
menyadari batasan-batasan dalam mengungkapkan
sesuatu juga merupakan salah satu pertimbangan
kode etik. Misalnya, untuk mendamaikan dua pihak
yang berselisih dan merugikan perusahaan. Seorang
manajer yang bisa menjaga sikap independennya
akan lebih dipercaya kedua belah pihak sehingga
akan sangat membantu dalam penyelesaian kasus
perselisihan yang dihadapinya.

Prinsip-prinsip etika pelayanan publik yang dikembangkan oleh


Institute Josephson America, yang dikutip oleh The Liang Gie (2006), dapat
digunakan sebagai rujukan atau referensi bagi para birokrasi publik dalam
memberikan pelayanan, antara lain:

1) Jujur, dapat dipercaya, tidak berbohong, tidak menipu,


mencuri, curang Dan berbelit;
2) Integritas, memunyai prinsip, terhormat, tidak mengorbankan
prinsip moral dan tidak bermuka dua;
3) Memegang janji, memenuhi janji serta mematuhi jiwa
perjanjian sebagaimana isinya dan tidak menafsirkan isi
perjanjian secarasepihak;
4) Setia, loyal dan taat pada kewajiban yang semestinya
harusdikerjakan;
5) Adil, memperlakukan orang dengan sama, bertoleransi,
menerima
6) . Perhatian, memperhatikan kesejahteraan orang lain,
memberikan kebaikan dalam pelayanan;
7) Hormat, menghormati martabat manusia, privasi dan hak
menentukan nasib bagi setiap orang;
8) Kewarganegaraan, bertanggungjawab menghormati,
menghargai dan mendorong pembuatan keputusan yang
demokratis;

13
9) Keunggulan, memperhatikan kualitas pekerjaan.

E. Pelaksanaan Birokrasi Indonesia


Sejarah birokrasi di Indonesia memiliki raport buruk, khususnya
semasa Orde Baru yang menjadikan birokrasi sebagai mesin politik. Imbas
dari itu semua, masyarakat harus membayar biaya yang mahal. Ketidakpastian
waktu, ketidakpastian biaya, dan ketidakpastian siapa yang bertanggung
jawab adalah beberapa fakta empiris rusaknya layanan birokrasi. Lebih dari
itu, layanan birokrasi justru menjadi salah satu causa prima terhadap
maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pejabat politik yang mengisi
birokrasi pemerintah sangat dominan. Kondisi ini cukup lama terbangun
sehingga membentuk sikap, perilaku, dan opini bahwa pejabat politik dan
pejabat birokrat tidak dapat dibedakan.
Birokrasi merupakan instrumen dalam masyarakat yang
kehadirannya diperlukan. Birokrasi adalah sebuah konsekuensi logis bahwa
negara mempunyai misi untuk mensejahterakan masyarakat. Karena birokrasi
dianggap masih belum efisien, dengan adanya tumpang tindih kegiatan antar
instansi masih tidak jelas, tetapi masih ditangani pemerintah, karena itu negara
harus terlibat langsung dalam memproduksi barang dan jasa publik yang
diperlukan oleh rakyat. Negara secara aktif terlibat dalam kehidupan sosial
masyarakat. Untuk itu negara membangun sistem administrasi yang bertujuan
untuk melayani kepentingan masyarakat yang disebut dengan istilah birokrasi.
Masyarakat menghendaki terjadinya reformasi, akan diikuti dengan
perubahan mendasar pada desain kehidupan masyarakat, terkait dimensi
politik, sosial, ekonomi dan budaya. Perubahan struktur, budaya dan
paradigma birokrasi dalam berhadapan dengan masyarakat menjadi suatu hal
penting untuk dilakukan, karena birokrasi mempunyai kontribusi terhadap
krisis multi dimensi yang terjadi di Indonesia. Reformasi birokrasi dalam
penyelenggaraannya di arahkan untuk menciptakan kinerja birokrasi yang
profesional dan akuntabel.
Pelaksanaan reformasi birokrasi telah mendapatkan landasan hukum
melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand
Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Salah satu agenda Indonesia pada

14
reformasi birokrasi adalah menciptakan Good Governance di Indonesia. Pada
hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan
mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama
menyangkut aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business
prosess) dan sumber daya manusia aparatur (Yusriadi, 2018b).
Pemerintah bisa mengawali reformasi birokrasi dengan mengubah
budaya aparatur negara yang menganut tradisi lisan, namun untuk mengubah
budaya birokrasi memang tidak mudah dan membutuhkan waktu yang lama,
sehingga pemerintah pun harus segera memulainya. Selain itu, birokrasi kita
menganut tradisi lisan, suka omong-omong diseminar atau diberbagai forum
tanpa ada keputusan yang kongkret. Akibatnya, tidak ada satu orang pun yang
bisa diminta pertanggungjawabannya (Mustafa, 2013).
Salah satu usaha pembaharuan untuk menunjang reformasi birokrasi
adalah menggunakan information technology. Usaha ini dinilai efektif untuk
memperbaiki birokasi di Indonesia. Information technology dapat diterapkan
di lembaga negara seperti lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. Bahkan
pejabat administrasi publik pun dapat menggunakan teknologi dalam
menyampaikan berbagai informasi mengenai pemerintahan kepada
masyarakat. Dengan information technology kerja pemerintahan dinilai dapat
lebih efiseien. Masyarakat juga dapat mengontrol langsung kinerja pada
pejabat publik, ini tentunya akan membawa pengaruh yang baik dalam
birokrasi di Indonesia (Yusriadi, 2018b).
Bentuk dari penggunaan teknologi informasi ini, lebih dikenal dengan
electronic government (e-government). E-government adalah penggunaan
teknologi informasi oleh instansi pemerintah seperti Wide Area Networks
(WAN) internet, mobile competing, yang dapat digunakan untuk membangun
hubungan dengan masyarakat, dunia usaha dan instansi pemerintah lainnya
(Wibawa, 2009). Pengembangan aplikasi e-government memerlukan
pendanaan yang cukup besar, sehingga diperlukan kesiapan dari sisi sumber
daya manusia aparat pemerintahan dan kesiapan dari masyarakat.
Pengembangan e-government berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun
2003 adalah upanya untuk mengembangkan penyelenggaraaan
kepemerintahan yang berbasis elektronik dalam rangka meningkatkan

15
kualitas layanan publik secara efektif dan efesien (Yusriadi, Akib, & Ihsan,
2017).
Beberapa keuntungan terhadap pelayanan publik yang didapatkan
dari penerapan e-government tersebut antara lain (Campo, Salvatore Schiavo,
2002):
1) Biaya administrasi yang lebih murah (low administrative
cost);
2) Respon terhadap permintaan dan keluhan masyarakat yang
lebih cepat dan tepat (faster and more accurate response);
3) Memudahkan akses ke semua departemen dan level
pemerintah di berbagai daerah (access to all department and
levels);
4) Meningkatkan kapabilitas pemerintah (better govt.
capability);
5) Mendorong ekonomi local dan nasional melalui penyediaan
fasilitas interface pemerintah – pengusaha (assistance to local
and national economies);
6) Melalui pengembangan e-government dilakukan penataan
sistem manajemen dan proses kerja dilingkungan pemerintah
dengan mengoptimalkan pemanfaatan kemajuan teknologi
informasi untuk mengeliminasi sekat-sekat organisai dan
birokrasi, membentuk jaringan sistem manajemen dan proses
kerja yang memungkinkan instansi pemerintah berkerja
secara terpadu, untuk menyederhanakan akses kesemua
informasi layanan publik yang harus disediakan oleh
pemerintah. (Yusriadi, 2018a).

Penerapan e-government sebagai suatu strategi inovasi di kalangan


organisasi pemerintah, sebagaimana strategi inovasi yang diterapkan pada
sebuah organisasi bisnis, jelas mensyaratkan adanya manajemen perubahan
(change management) yang tepat demi kesuksesannya. Menerapkan e-
goverment berarti melakukan serangkaian perubahan atau reformasi budaya
(cultural change). Penerapan e-government akan mendorong terjadinya

16
perubahan cultural, yang berarti juga perubahan sistem nilai, tidak saja di
kalangan birokrasi pemerintah, tetapi juga masyarakat secara menyeluruh
termasuk privat sector dan NGOs. Dari budaya birokrasi yang tertutup
menuju budaya yang transparan, dimana tuntutan adanya transparansi itu
semakin kuat dari level local, nasional dan sampai ke level internasional
(antara Negara). Hal ini jelas sangat membutuhkan kesiapan mental serta
kemampuan (skills) sumberdaya manusia yang memadai (Astuti, 2005).

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan :
1. Birokrasi merupakan organisasi yang terdiri dari aparat pemerintahan
dan melaksanakan tugas pemerintahan secara terstruktur serta
dilakukan oleh orang-orang yang berkemampuan baik sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Birokrasi “dipegang” oleh pimpinan
tertinggi organisasi yang tidak sepenuhnya birokratis, yaitu penguasa
yang membuat kebijakan seperti raja, presiden atau perdana menteri.
2. Salah satu karakteristik utama dari birokrasi ialah biasanya digunakan
oleh organisasi besar, seperti pemerintahan, dan sifatnya formal.
3. Tipe birokrasi yang dikemukakan oleh Weber tersebut dapat
dikatakan sebagai birokrasi yang ideal dan membawakan banyak
kelebihan. Pembagian kerja dalam birokrasi akan menghasilkan
efisiensi, dan hierarkhi wewenang memungkinkan pengendalian dan
koordinasi yang baik atas berbagai macam jabatan dalam sebuah
organisasi. Adanya sistem aturan yang baku dalam sistem birokrasi
menjamin kesinambungan dalam pelaksanaan tugas organisasi,
walaupun pejabat di dalamnya mengalami pergantian. Pola hubungan
yang impersonal memungkinkan tumbuhnya perilaku antar personil
yang didasarkan pada faktor-faktor obyektif-rasional dan bukan atas
dasar pertimbangan suka atau tidak suka. Kemampuan teknis yang
dipersyaratkan bagi aparat birokrasi menjamin bahwa orang-orang
yang ada dalam sistem birokrasi memiliki keahlian sesuai dengan
bidang pekerjaan yang menjadi tugasnya, dan mereka dilindungi dari
kemungkinan pemberhentian secara sepihak tanpa didasari oleh
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Singkatnya, bahwa
dengan karakteristik sebagaimana dikemukakan di atas birokrasi akan
dapat berfungsi sebagai sarana yang mampu melaksanakan tugas-
tugas pemerintahan secara efektif dan efisien.

18
4. Etika merupakan norma-norma moral yang menjadi pegangan
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya atau
kumpulan asas atau nilai moral. Untuk menjadi pegangan atau
rujukan seseorang atau suatu kelompok tersebut, nilai-nilai moral
tersebut diwujudkan dalam bentuk kode etik, misalnya kode etik
kedokteran, kode etik pers/jurnalistik, kode etik kehakiman, dan
sebagainya.
5. Penerapan etika birokrasi dalam pemerintahan dituangkan ke dalam
kode etik Pegawai Negeri Sipil dalam PP nomor 42 tahun 2004 dan
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik dalam
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003.
6. Pemerintah bisa mengawali reformasi birokrasi dengan mengubah
budaya aparatur negara yang menganut tradisi lisan. Salah satu usaha
pembaharuan untuk menunjang reformasi birokrasi adalah
menggunakan information technology.

19
DAFTAR PUSTAKA

Andre, K. (2021, Maret 20). Birokrasi Adalah Suatu Bentuk Sistem Organisasi.
merdeka.com. https://www.merdeka.com/jabar/birokrasi-adalah-suatu-
bentuk-sistem-organisasi-berikut-tujuan-dan-fungsinya

Astuti, S. Y. W. (2005). Peluang dan tantangan penerapan egovernance dalam


konteks otonomi daerah. Jurnal Universitas Airlangga.

Bambang, Diana. (2020). Pengaruh Politik Dalam Birokrasi Pemerintahan.


Jurnal Birokrasi dan Pemerintahan Daerah. Vol 2, No 1.

https://www.kompas.com/skola/read/2021/07/12/150000969/birokrasi--
definisi-para-ahli-karakteristik-jenis-dan-contohnya

Muhammad. (2018). Birokrasi, (Kajian Konsep, Teori menuju Good


Governance). Unimal Press. Hlm 21.

Mustafa, H. D. (2013). Birokrasi Pemerintahan. Alfabeta

Nahruddin, Z., & Tambajong, H. (2017). The Behavior of Apparatus and


Cultural Organization in Provision of Public Service in District Level.

Ropik, A. (2016). Etika dan Moralitas Organisasi Pemerintah. Jurnal Dakwah


dan Kemasyarakatan.

Setiyono, Budi. (2016). Birokrasi dalam Perspektif Politik dan Administrasi.


Nuansa Cendekia.

Sunarto. (2016). Sistem Politik Indonesia. Magnum Pustaka Utama.

Tarumingkeng, S. (2013). Etika Birokrasi Dalam Mewujudkan Prinsip


Pemerintahan Yang Baik (Suatu Studi di Kecamatan Maesaan
Kabupaten Minahasa Selatan)." Jurnal Eksekutif 2.1.

20
The Liang Gie. (2006). Etika Administrasi Pemerintahan. Universitas Terbuka.

Vanya, P. (2021, Juli 12). Birokrasi: Definisi Para Ahli, Karakteristik, Jenis,
dan Contohnya. kompas.com.

Yusriadi. (2018b). Manajemen Perubahan dalam Reformasi Birokrasi menuju


Information Technology (IT). Jurnal Mitra Manajemen, 2, 61–70.
Retrieved from http://www.e-
jurnalmitramanajemen.com/index.php/jmm/article/view/39

Peraturan Perundang-undangan

Keputusan Menteri PAN Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum


Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

21
DOKUMENTASI

22

Anda mungkin juga menyukai