Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ETIKA PROFESI
Diajukan untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Pembangunan Politik dan Pemerintahan

Dosen: Dr. Desi Isnaeni A., S.Si. S.E. Apt. M.Adm.SDA

Disusun Oleh:

WAHYUDIN
NIM. 190221093

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat,
berkah, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Etika Profesi” .

Makalah ini disusun guna memberikan informasi tambahan mengenai Etika


Profesi , dan juga untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembangunan Politik dan
Pemerintahani.

Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang sumbernya


berupa artikel dan tulisan telah kami jadikan referensi guna penyusunan makalah ini.
Semoga dapat terus berkarya guna menghasilkan tulisan-tulisan yang mengacu
terwujudnya generasi masa depan yang lebih baik . kami berharap, semoga informasi
yang ada di dalam makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, banyak
kekurangan dan kesalahan. Pen menerima kritik dan saran yang membantu guna
penyempurna makalah ini.

Cirebon, 9 Juni 2022

Penyusun

1i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang .............................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................ 3
1.3 Tujuan ........................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................... 4


2.1 Prinsip Good Governance ............................................. 4
2.2 Masalah Birokrasi Di Indonesia ..................................... 9
2.3 Pemecahan Masalah ........................................................... 13
2.3.1 Strategi Reformasi Birokrasi ............................... 13
a. Tingkat Makro ............................................... 13
b. Tingkat Mikro ................................................ 14
2.3.2 Menurut Asman Abrur ......................................... 14

BAB III PENUTUP ............................................................................ 18


3.1 Kesimpulan .................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 19

2ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Membangun sebuah konstruksi membutuhkan pondasi yang

menjadi tumpuan beban bidang bangunan. Konstruksi merupakan

sebuah objek bangun yang terdiri dari berbagai struktur sebelum

menjadi bangunan utuh. Sementara pondasi yang menjadi struktur

dasar konstruksi bangunan memiliki peran penting, karena sumber

kekuatan sebuah bangunan terdapat pada pondasi tersebut. Untuk

memperoleh keberhasilan dalam pelaksanaan konstruksi,

perencanaan matang juga perlu diperhatikan secara terperinci seperti

metode penentuan pembangunan, biaya, keselamatan kerja, dan lain

sebagainya.

Jika diibaratkan sebuah negara, konstruksi bisa dianalogikan

sebagai sistem pemerintahan dengan birokrasi sebagai pondasinya.

Birokrasi memang sebuah kata yang tidak asing untuk didengar,

namun sulit untuk didefinisikan secara harfiah. Birokrasi sendiri berasal

dari bahasa Inggris, yaitu bureau dan cracy yang bisa diartikan

sebagai suatu organisasi yang memiliki rantai komando dengan

struktur berbentuk piramida dengan maksud mengorganisasi secara

teratur sesuatu melalui sebuah sistem guna mencapai tujuan tertentu.

1
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mendefinisikan birokrasi

sebagai sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai

pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan.

Sementara Maximilian Weber, atau lebih dikenal dengan Max Weber,

seorang ahli ekonomi politik dan sosiolog dari Jerman, yang juga

merupakan salah satu pendiri ilmu sosiologi dan administrasi negara,

menerjemahkan birokrasi sebagai bentuk organisasi yang

penerapannya berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai.

Birokrasi dimaksudkan sebagai suatu sistem otoritas yang ditetapkan

secara rasional oleh berbagai peraturan. Selain itu, birokrasi juga

dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang

harus dilakukan oleh orang banyak.

Sebagai pondasi dalam sistem pemerintahan, dalam birokrasi

terdapat aparatur yang menjalankan roda pemerintahan. Namun

birokrasi tidak bisa hanya dilihat dari segi aparatur yang menjadi abdi

negara, melainkan harus dilihat secara keseluruhan sebagai sebuah

sistem yang sangat kompleks sebagai pendorong jalannya roda

pemerintahan.

Melihat kondisi birokrasi di Indonesia sejak beberapa tahun

belakangan, siapapun akan berpandangan pesimis bahkan sinis

terhadap birokrasi. Hal ini terjadi mengingat kompleksitas masalah

yang ada dalam birokrasi di Indonesia. Struktur organisasi yang terlalu

gemuk dan tidak fit dengan fungsi, payung hukum yang kontradiktif

2
dan ambigu, rekrutmen yang tidak objektif, maraknya praktik KKN,

integritas aparatur yang masih bermaslah, pelayanan publik yang tidak

berkualitas dan transparan, kurang inovatif serta sistem dan budaya

kerja yang belum terbangun menjadi potret masalah birokrasi di

Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :

“Bagaimana menjalankan sistem birokrasi di Indonesia dengan

masalah-masalah yang dimilikinya agar dapat mencapai predikat Good

Governance?”.

1.3 Tujuan

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengetahui strategi atau

metode apa yang harus dilakukan agar terciptanya sistem birokrasi yang

baik dan bersih serta efektif dan efisien di Indonesia dengan masalah-

masalah yang dimilikinya agar dapat mencapai predikat Good Governance.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Prinsip Good Governance

Good Governance adalah suatu kondisi penyelegaraan

manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang

sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien,

penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi

baik secara politik maupun secara administratif menjalankan disiplin

anggaran serta penciptaan legal dan political framework bagi

tumbuhnya aktifitas.

Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang

mengacu kepada proses pencapaian keputusan dan

pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara

bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah,

warga negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan

pemerintahaan dalam suatu negara good Governance bukan

sekedar menjadi tanggungjawab pemerintah (goverment) tetapi juga

melibatkan komponen lain, yaitu pemerintah, korporasi, dan

masyarakat sipil. Ketiga unsur harus saling menjaga, saling

mendukung, dan saling berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan

pemerintahan yang sedang dilakukan.

4
Konsep good Governance pada prinsipnya merupakan

kepemimpinan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-

prinsip profesionnalitas, akuntabilitas, transparan, demokratis,

efisien, efektif, menegakkan supremasi hukum, memberikan layanan

prima, dan diterima masyarakat (Sugeng, 2007). Untuk mewujudkan

hal tersebut perlu diketahui beberapa prinsip good governance yang

meliiputi :

1) Partisipasi Masyarakat (Participation)

Setiap warga masyarakat mempunyai hak dan suara dalam

pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui

lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan

mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan

kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta

kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif. Partisipasi

bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil

mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka

mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah daerah

menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat

mengutarakan pendapatnya.

2) Tegaknya Supremasi Hukum (Rule of Law)

Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-

perumusan kebijakan publik diperlukan dasar dan rambu agar

tidak menyimpang dari tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu

5
diperlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Sehubungan dengan

itu, dalam proses mewujudkan cita good governance, harus

diimbangi dengan komitmen untuk menegakkan rule of law

dengan prinsip-prinsip dasar antara lain Supremasi hukum (the

supremacy of law), dan Kepastian hukum (legal certainty).

3) Transparansi (Transparency)

Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan

kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Prinsip transparansi

menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan

masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin

kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan

memadai. Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang

bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan

informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang

berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar

dapat dimengerti dan dipantau.

4) Peduli pada Stakeholder/Dunia Usaha

Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus

berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan. Dalam

konteks praktek lapangan dunia usaha, pihak korporasi

mempunyai tanggungjawab moral untuk mendukung bagaimana

good governance dapat berjalan dengan baik di masing-masing

lembaganya. Pelaksanaan good governance secara benar dan

6
konsisten bagi dunia usaha adalah perwujudan dari pelaksanaan

etika bisnis yang seharusnya dimiliki oleh setiap lembaga

korporasi yang ada didunia. Dalam lingkup tertentu etika bisnis

berperan sebagai elemen mendasar dari konsep Corporate

Social Responsibility (CSR) yang dimiliki oleh perusahaan. Pihak

perusahaan mempunyai kewajiban sebagai bagian masyarakat

yang lebih luas untuk memberikan kontribusinya. Praktek good

governance menjadi guidence atau panduan untuk operasional

perusahaan, baik yang dilakukan dalam kegiatan internal maupun

eksternal perusahaan. Internal berkaitan dengan operasional

perusahaan dan bagaimana perusahaan tersebut bekerja,

sedangkan eksternal lebih kepada bagaimana perusahaan

tersebut bekerja dengan stakeholder lainnya, termasuk di

dalamnya publik.

5) Berorientasi pada Konsensus (Consensus)

Menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui

proses musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan

keputusan tersebut, selain dapat memuaskan semua pihak atau

sebagian besar pihak, juga akan menjadi keputusan yang

mengikat dan milik bersama, sehingga ia akan mempunyai

kekuatan memaksa (coercive power) bagi semua komponen yang

terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut. Paradigma ini

perlu dikembangkan dalam konteks pelaksanaan pemerintahan,

7
karena urusan yang mereka kelola adalah persoalan-persoalan

publik yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat.

6) Kesetaraan (Equity)

Kesetaraan yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan.

Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki

atau mempertahankan kesejahteraan mereka. Prinsip kesetaraan

menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan

masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin

kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan

memadai.

7) Akuntabilitas (Accountability)

Akuntabilitas adalah pertangungjawaban pejabat publik terhadap

masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi

kepentingan mereka. Para pengambil keputusan di pemerintah,

sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung

jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-

lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban

tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis

organisasi yang bersangkutan. Instrumen dasar akuntabilitas

adalah peraturan perundang-undangan yang ada, dengan

komitmen politik akan akuntabilitas maupun mekanisme

pertanggungjawaban, sedangkan instrumen-instrumen

8
pendukungnya adalah pedoman tingkah laku dan sistem

pemantauan kinerja penyelenggara pemerintahan dan sistem

pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas.

8) Visi Strategis (Strategic Vision)

Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk

menghadapi masa yang akan datang. Para pemimpin dan

masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas

tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta

kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan

perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki

pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial

yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.

2.2 Masalah Birokrasi Di Indonesia

Sejak era reformasi, kondisi birokrasi di Indonesia memang

masih belum bisa dikatakan berada pada posisi yang baik,

mengingat mentalitas birokrat masih belum menunjukkan kepedulian

terhadap perubahan dan tuntutan masyarakat akan pelayanan.

Banyak birokrat yang menjadi arogan dan seolah apatis dengan

menganggap bahwa rakyatlah yang membutuhkan seorang birokrat.

Selain itu, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) juga tidak

bisa dipungkiri kerap terjadi di instansi pemerintah. Komitmen dan

9
konsistensi pemerintah untuk mewujudkan birokrasi yang bersih,

akuntabel, dan profesional pun terus dipertanyakan.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi (PANRB) menyebutkan beberapa penyakit birokrasi, antara

lain :

1) Belanja operasional untuk kebutuhan internal pemerintah yang

lebih besar dari belanja public;

2) Tingkat korupsi yang cukup tinggi;

3) Inefektivitas dan inefisiensi dalam pengelolaan pembangunan;

4) Kualitas ASN masih belum optimal,

5) Organisasi pemerintah yang cenderung besar (gemuk);

6) Kualitas pelayanan publik yang masih belum memenuhi harapan

publik dan perilaku ASN yang belum profesional.

Munculnya tindakan korupsi, manipulasi, kesewenang-

wenangan, penyalahgunaan kedudukan, kepentingan politik,

pungutan liar, ketidakadilan, dan tindakan lain yang merugikan

negara dan masyarakat sebenarnya adalah wujud dari sikap mental

dari pelakunya. Tindakan tersebut lebih merupakan wujud dari

adanya hambatan bagi upaya menciptakan good governance. Ibarat

pusing, demam, dan sakit kepala sebenarnya bukan merupakan

penyakit tetapi gejala yang muncul akibat adanya penyakit.

10
Oleh karena itu apabila dicermati lebih mendalam maka dapat

diambil suatu pengertian bahwa hambatan bagi upaya menciptakan

good governance adalah sikap mental dari sebagian rakyat

Indonesia lebih khusus dari para pengelola negara dan mitra yang

terkait. Dalam hal ini sikap mental dan kultural dari pengelola negara,

corporate, dan masyarakat. Secara lebih rinci ada beberapa

penyebab munculnya tindakan tersebut antara lain ialah :

1) Mengendornya dimensi kerohanian dalam pola hidup ‘modern’

yang materialistik;

2) ‘Pengkawulaan’ rakyat kepada penguasa;

3) Tradisi upeti, baik secara paksa oleh penguasa; dan

4) Gengsi dan harga diri.

Sudah tentu gejala tersebut bukan muncul tiba-tiba tetapi ada

rangsangan yang menyebabkannya. Dilihat dari kacamata sejarah

Indonesia pada umumnya gejala tersebut selain berakar dari

feodalisme juga karena pengaruh gaya orang-orang asing di

Indonesia, khususnya orang-orang Belanda. Feodalisme dalam

konteks Eropa disebut feudal dari kata Latin feudum yang berarti

sebidang tanah yang diberikan untuk sementara kepada seorang

vassal sebagai imbalan atas pelayanan yang diberikan kepada lord

sebagai pemilik tanah. Feodalisme juga dipahami sebagai sebutan

bagi pemerintahan negara di abad pertengahan di Eropa (Soebroto,

nd, hlm 488). Istilah ini kemudian terserap dalam bahasa

11
Indonesiayang memiliki konotasi negatif yang berkaitan dengan gaya

hidup para tuan tanah di Indonesia. Seperti terekam dalam catatan

sejarah Indonesia, sebagian besar dari para priyayi, baik dari

kalangan bangsawan maupun para juragan pribumi, lebih memiliki

gaya hidup yang beralaskan konsumeristik. Mereka tidak berpikir

yang berorientasi pada produktifitas dan efisiensi. Gaya hidup

hedonisme, hura hura, dan menghamburkan harta adalah gaya

hidup yang banyak mereka lakukan. Di sisi lain, selain timbul

tekanan pada rakyat, menumpuk hutang, juga tidak sedikit yang

menyewakan tanah kepada kolonial atau orang asing. Dalam hal ini

muncullah apa yang disebut dengan proses pemiskinan bangsawan.

Faktor lain munculnya hambatan mewujudkan good

Governance adalah tidak adanya motivasi untuk berprestasi. Dalam

beberapa teori sosiologi disebutkan bahwa gejala yang muncul pada

bangsa-bangsa yang sedang berkembang adalah tidak memiliki

Needs for achievement, kemauan untuk berprestasi (Andre Gunder

Frank, 1984, ix). Everett Hagen juga mengatakan bahwa masyarakat

di negara-negara bekembang kurang kreatif dan kurang memiliki

kemauan untuk mengambil inisiatif (Frank, 1984, ix). Budaya ini

seiring dengan feodalistik yang melekat pada sebagian besar

birokrat di Indonesia menimbulkan sikap hidup yang hanya mengejar

status dan hal-hal yang bersifat material.

12
2.3 Pemecahan Masalah

2.3.1 Strategi Reformasi Birokrasi

Pemerintah telah menyusun strategi reformasi birokrasi nasional

untuk mencapai tiga sasaran reformasi birokrasi, yaitu

terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN,

meningkatknya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi,

serta meningkatnya kualitas pelayanan publik. Strategi

pemerintah tersebut dibagi menjadi dua kerangka, yaitu makro

(sebagai kerangka regulasi nasional) dan mikro (sebagai

program/kegiatan pada tingkat instansi).

a. Tingkat Makro

Pada tingkat makro, tiga strategi telah ditetapkan, yaitu

melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Aparatur Sipil

Negara (ASN), RUU Administrasi Pemerintahan, dan

Sembilan Program Percepatan Reformasi Birokrasi.

Sembilan program tersebut adalah penataan struktur

birokrasi, penataan jumlah, distribusi dan kualitas PNS,

sistem seleksi dan promosi secara terbuka, profesionalisasi

PNS, pengembangan sistem elektronik pemerintah (E-

Government), peningkatan pelayanan publik, peningkatan

transparansi dan akuntabilitas aparatur, peningkatan

kesejahteraan pegawai negeri, dan efisiensi belanja

pegawai.

13
b. Tingkat Mikro

Pemerintah telah menetapkan Grand Design Reformasi

Birokrasi 2010-2025, Road Map Reformasi Birokrasi, dan

pedoman pelaksanaan lainnya yang menyasar delapan area

perubahan melingkupi organisasi, tatalaksana, sumber daya

manusia aparatur, peraturan perundang-undangan,

pengawasan, akuntabilitas, pelayanan publik, dan budaya

kinerja. Seolah terbangun dari mimpi indah karena

tamparan, para birokrat dipaksakan untuk mengubah pola

kerja yang pada awalnya birokrasi berdasarkan peraturan

(rule based bureaucracy) menuju performance based

bureaucracy yang pada akhirnya akan mengerucut menjadi

dynamics government. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan

good and clean government yang telah ditetapkan melalui

percepatan implementasi reformasi birokrasi. Dengan

demikian, pemerintah melakukan penataan kembali

terhadap sistem penyelenggaraan pemerintah, di mana

birokrasi akan menjadi tulang punggung perubahan

2.3.2 Menurut Asman Abrur (Mantan Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB)

Disebutkan bahwa untuk memperbaiki birokrasi dapat dilakukan

dengan berbagai cara antara lain:

14
1) Memperbaiki manajemen kinerja di mana program dan

kegiatan harus benar-benar dirancang untuk menghasilkan

outcome yang tepat sehingga dapat meningkatkan efektivitas

dan efisiensi pembangunan. Tidak boleh ada lagi kegiatan-

kegiatan siluman yang diselipkan dalam program tertentu

yang sama sekali tidak memiliki kaitan dengan outcome.

2) Melaksanakan pembangunan unit kerja menuju Wilayah

Bebas dari Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani

(WBK/WBBM) yang merupakan miniatur pelaksanaan

reformasi birokrasi, terutama pada unit kerja yang

memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat.

Diharapkan unit kerja yang nantinya mendapat predikat

WBK-WBBM dapat menjadi contoh pelaksanaan reformasi

birokrasi bagi unit-unit kerja lainnya.

3) Melakukan penyederhanaan organisasi pemerintahan. Pada

tahun 2014, yaitu awal pemerintahan Kabinet Kerja,

pemerintah telah membubarkan 10 Lembaga Non Struktural

(LNS), pada tahun 2015 dibubarkan 2 LNS, tahun 2016

dibubarkan 9 LNS dan terakhir pada tahun 2017 dibubarkan

2 LNS.

4) Mempercepat penerapan sistem pemerintahan berbasis

elektronik (e-government) secara terintegrasi.

15
5) Meningkatkan kapasitas Aparatur Sipil Negara. Upaya ini

dilakukan melalui perbaikan sistem rekrutmen, percepatan

penetapan peraturan teknis sebagai pelaksanaan UU ASN,

peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan, dan

pengawasan terhadap penerapan sistem merit.

6) Mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik, perlu

adanya terobosan-terobosan di bidang penyelenggaraan

pelayanan, salah satunya dengan melakukan inovasi

pelayanan publik, salah satu upaya memotivasinya yaitu

dengan ikut serta dalam Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik

Alternatif yang memungkinkan untuk mewujudkan good

governance adalah dengan memotong generasi sebagaimana

dilakukan Malaysia tahun 1980-an. Secara garis besar dalam

konsep tersebut diasumsikan birokrat yang ada pada saat itu

sebagian besar memiliki kultur korup yang sulit untuk diperbaiki.

Oleh karena itu kultur tersebut tidak boleh menular ke generasi

yang masih mengenyam pendidikan. Agar mereka yang masih

mengenyam pendidikan tidak tertular virus korupsi maka

didatangkan guru-guru dari luar negeri, khususnya dari

Indonesia. Adapun tenaga pendidik, baik guru maupun dosen

muda, banyak dikirim ke luar negeri. Pada saatnya ketika para

birokrat memasuki masa pensiun, generasi yang steril dari

16
kultur korup menggantikan kedudukan mereka tanpa terjadi

proses pewarisan budaya korupsi. Saat ini yang memegang

pemerintahan dan guru di Malaysia adalah hasil pemotongan

generasi yang steril dari budaya korupsi. Kenyataannya

Malaysia mengalami percepatan untuk memodernisasikan diri

serta dalam hal menangani kasus korupsi. Apabila tahun

1980an banyak mahasiswa yang belajar ke Indonesia, saat ini

kondisinya terbalik, banyak mahasiswa Indonesia yang belajar

ke Malaysia atau ke negara lain.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Birokrasi adalah organisasi yang dirancang untuk menangani

tugas-tugas administratif dalam skala besar serta

mengkoordinasikan pekerjaan orang banyak secara sistematik.

Namun yang terjadi yaitu masih diketemukan birokrasi yang tidak

sesuai dengan harapan dan birokrasi, pada dasarnya diciptakan

dengan tujuan yang baik, namun tercemar karena oknum, hal ini

ditunjukan masih adanya yang melakukan penyimpangan dalam

melaksanakan tugasnya, selain dari pada itu masih ada yang

melakukan KKN (korupsi, kolusi, nepotisme), berbeli-belitnya

proses pengurusan suatu izin. Cara mengatasi permasalahan

tersebut yaitu membangun partisipasi masyarakat bukan dengan

paksaan, mengadakan efisiensi dalam penggunaan sumber daya,

peningkatan keterampilan aparaturnya dan meningkatkan

efektifitas dalam pemberian pelayanan terhadap masyarakat, dan

seharusnya para birokrat sadar bahwa ia adalah pelayan

masyarakat, jadi harus dapat melayani masyarakat dengan adil

dan bukan minta untuk dilayani, kepercayaan masyarakat itu

penting bagi wibawa birokrat.

18
DAFTAR PUSTAKA

________ .2022 . Birokrasi Adalah. Sumber:


https://www.dosenpendidikan.co.id/birokrasi-adalah/. [09 Juni 2022]

Burhanudin. DR. _____. Mewujudkan Good Governance Di Indonesia,


Kendala Dan Pemecahannya. [Online]. Sumber:
https://dpad.jogjaprov/public/article/1574/1527141274. [09 Juni 2022]

Pasha, Afifah Cinthia. 2019. Birokrasi Adalah Entitas Penting Suatu


Negara. ____ . [Online]. Sumber: https://www.liputan6.com/citizen6/
read/3867885/. [09 Juni 2022]

Sagala, Deasy. 2020. Masihkah Birokrasi Kita Terkukung Oleh Paradigma


Lama. [Online]. Sumber: https://www.kompasiana.com/deasysagala/
5824a629d392735a34b5b123. [10 Juni 2022]

Paat, Yustinus. 2018. Ini Cara Obati Penyakit Birokrasi Menurut Menteri
Asman. [Onine]. Sumber: https://www.beritasatu.com/nasional/
485776-ini-cara-obati-penyakit-birokrasi-menurut-menteri-asman. [10
Juni 2022]

Sukoco. Budi. 2021. Upaya Menciptakan Birokrasi Yang Efisien Inovatif


Responsif dan Akuntabel. [Online]. Sumber:
https://media.neliti.com/media/publications/23384. [10 Juni 2022]

Saputra, Aris Hendris. 2022. Reformasi Birokrasi Pondasi Wujudkan Good


and Clean Government. [Online]. Sumber :
http://rbkunwas.menpan.go.id/artikel/artikel-rbkunwas/115. [10 Juni
2022]

19

Anda mungkin juga menyukai