Anda di halaman 1dari 17

TUGAS PERTEMUAN IV

11 Oktober 2021

TATA KELOLA ESTIS & AKUNTANBILITAS

Disusun Oleh Kelompok 9 :

Gata Mayo 188330167


Fridolin Lasse 188330126
Idaman Harefa 188330246
Bona Malau 188330123
Handry 188330168

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MEDAN AREA
T.A 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNya sehingga
kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini dengan baik tepat pada waktunya.
Adapun judul dari makalah ini adalah Tata Kelola Estis & Akuntanbilitas diberikan oleh
Dosen Pengampu Sari Nuzullina Rahmadhani, S.E., M.Acc., Ak pada Mata Kuliah Etika
Bisnis dan Profesi.
Kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
penyusunan makalah ini, termasuk sumber-sumber dari isi yang tertulis didalam makalah.
Kami menyadari banyaknya kekurangan yang masih terdapat dimakalah inu sehingga kami
sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan selanjutnya. Terimakasih.

Medan 11 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………...1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………..2
1.3 Tujuan …………………………………………………………………………....2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………….....3
2.1 Pengertian Good Governance……………………………………….……………3
2.2 Konsep Dasar Good Governanace………………………………………………...4
2.3 Prinsip-prinsip Good Governance………………………………………………..4
2.4 Pelaksanaan Good Governance di Indonesia……………………………………..5
2.5 Contoh Kasus……………………………………………………………………..6
2.6 Perkembangan Program Etika……………………………………………………...7
BAB III KESIMPULAN…………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Para pebisnis, direktur, eksekutif dan akuntan professional berhadapan dengan


semakin meningkatnya harapan dari pemegang saham dan pemangku kepentingan lain
atas apa yang dilakukan oleh organisasi dan bagaimana mereka melakukannya. Pada saat
yang sama, lingkungan dimana organisasi beroperasi menjadi semakin kompleks, begitu
pula tantangan etika mereka.
Tata kelola dan mekanisme akuntabilitas organisasi kini dibawah
tekanan besar, dan peningkatan sangat diinginkan.
Pemegang saham dan para pemangku kepentingan lainnya menaruh harapan besar
terhadap bisnis, direksi, eksekutif, dan akuntan profesional tentang apa yang dikerjakan
dan bagaimana cara mereka melakukannya.
Pada saat yang sama, lingkungan tempat bisnis
beroperasi semakin kompleks sehingga hal tersebut menjadi tantangan etika bagi mereka.
Jika mereka sampai melakukan tindakan yang melanggar etika, maka hal tersebut dapat
menimbulkan risiko yang besar dan akan berpengaruh buruk bagi reputasi dan pencapaian
tujuan perusahaan secara keseluruhan. Jadi, sangat dibutuhkan sistem tata kelola
perusahaan yang menyediakan aturan serta akuntabilitas yang tepat untuk kepentingan
pemegang saham dan semua pemangku kepentingan lainnya.
1.2 Rumusan Masalah

1. Pengertian Governance
2. Konsep Governance
3. Prinsip-prinsip Governance
4. Pelaksanaan Governance
5. Perkembangan Etis

1.3 Tujuan

1 Menjelaskan Pengertian Governance


2 Menerapkan Konsep Governance
3 Menjelaskan Prinsip Governace
4 Menjelaskan perkembangan Etis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Governance
Penerapan prinsip-prinsip good governance sangat penting dalam pelaksanaan
pelayanan publik untuk meningkatkan kinerja aparatur negara. Hal ini karena pemerintah
merancang konsep prinsip-prinsip good governance untuk meningkatkan potensi perubahan
dalam birokrasi agar mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik, di samping itu
masyarakat masih menganggap pelayanan publik yang dilaksanakan oleh birokrasi pasti
cenderung lamban, tidak profesional, dan biayanya mahal.
  Gambaran buruknya birokrasi antara lain organisasi birokrasi gemuk dan kewenangan
antar lembaga yang tumang tindih, sistem, metode, dan prosedur kerja belum tertib, pegawai
negeri sipil belum profesional, belum netral dan sejahteran, praktik korupsi, kolusi dan
nepotisme masih mengakar, koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi program belum terarah,
serta disiplin dan etos kerja aparatur negara masih rendah.
  Menurut Sadjijono (2007:203) good governance mengandung arti:  “Kegiatan suatu
lembaga pemerintah yang dijalankan berdasarkan kepentingan rakyat dan norma yang
berlaku untuk mewujudkan cita-cita negara”. Sedangkan menurut IAN & BPKP (2005:5)
yang dimaksud dengan good governance adalah: “Bagaimana pemerintah berinteraksi
dengan masyarakat dan mengelola sumber-sumber daya dalam pembangunan”. Peraturan
Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000, merumuskan arti good governance sebagai berikut:
“Kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas,
akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektivias, supremasi
hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat”.
  Dari defninisi-definisi yang telah diuraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa good
governance mengandung arti kegiatan suatu lembaga pemerintah yang dijalankan
berdasarkan kepentingan rakyat dan norma yang berlaku untuk mewujudkan cita-cita negara
di mana kekuasaan dilakukan oleh masyarakat yang diatur dalam berbagai tingkatan
pemerintahan negara yang berkaitan dengan sumber-sumber sosial-budaya, politik, dan
ekonomi.
Menurut dokumen United Nations Development Progra (UNDP), tata pemerintahan
adalah: “Penggunaan wewenang ekonomi politik dan administrasi guna mengelola urusan-
uruan negara pada semua tingkat”. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme proses
dan lembaga- lembaga di mana warga dan kelompok- kelompok masyarakat mengutarakan
kepentingan mereka menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani
perbedaan-perbedaan diantara mereka. Namun untuk ringkasnya, good governance  pada
umumnya diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata ‘baik’ di sini
dimaksudkan sebagai mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan prinsip- prinsip
dasar good governance.
2.2 Konsep Dasar Geovernance
Konsep good governance  sebenarnya telah lama dilaksanakan oleh semua pihak yaitu
pemerintah, swasta, dan masyarakat. Namun demikian, masih banyak yang rancu memahami
konsep governance. Secara sederhana, banyak pihak menerjemahkan governance  sebagai tata
pemerintahan. Tata pemerintahan di sini bukan hanya dalam pengertian struktur dan
manajemen lembaga yang disebut eksekutif, karena pemerintah (government) hanyalah salah
satu dari tiga aktor besar yang membentuk lembaga yang disebut governance. Dua aktor lain
adalah private sector  (sektor swasta) dan civil society (masyarakat madani). Karenanya,
memahami governance adalah memahami bagaimana integrasi peran antara pemerintah
(birokrasi), sektor swasta dan civil society dalam suatu aturan main yang disepakati bersama.
Lembaga pemerintah harus mampu menciptakan lingkungan ekonomi, politik, sosial,
budaya, hukum dan keamanan yang kondusif. Sektor swasta berperan aktif dalam
menumbuhkan kegiatan perekonomian yang akan memperluas lapangan pekerjaan dan
meningkatkan pendapatan, sedangkan civil society harus mampu berinteraksi secara aktif
dengan berbagai macam aktivitas perekonomian, sosial dan politik termasuk bagaimana
melakukan kontrol terhadap jalannya aktivitas-aktivitas tersebut.
  Berdasarkan pemahaman atas pengertian governance tersebut, maka penambahan
kata sifat good dalam governance bisa diartikan sebagai tata pemerintahan yang baik atau
positif. Letak sifat baik atau positif itu adalah manakala ada pengerahan sumber daya secara
maksimal  dari potensi yang dimiliki masing-masing aktor tersebut atas dasar kesadaran dan
kesepakatan bersama terhadap visi yang ingin dicapai. Governance dikatakan memiliki sifat-
sifat yang good, apabila memiliki ciri-ciri atau indikator-indikator tertentu.

2.3 Prinsip-Prinsip Good Governance


Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000, prinsip-prinsip kepemerintahan
yang baik terdiri atas:
1. Profesionalitas, meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan
agar mampu memberikan pelayanan yang mudah, cepat, tepat, dengan biaya
terjangkau.
2. Akuntabilitas, meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala
bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat.
3. Transparansi, menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan
masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjadi kemudahan di dalam
memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
4. Pelayanan prima, penyelenggaraan pelayanan publik yang mencakup prosedur yang
baik, kejelasan tarif, kepastian waktu, kemudahan akses, kelengkapan sarana dan
prasarana serta pelayanan yang ramah dan disiplin.
5. Demokrasi dan partisipasi, mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam
menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut
kepentingan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.
6. Efisiensi dan efektivitas, menjamin terselenggaranya pelayanan terhadap masyarakat
dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung
jawab.
Supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat, mewujudkan adanya
penegakkan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM
dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat
Menurut United Nations Development Program (UNDP) ada 14 prinsip good governance,
yaitu:
1. Wawasan ke depan (visionary);
2. Keterbukaan dan transparansi (openess and transparency);
3. Partisipasi masyarakat (participation);
4. Tanggung gugat (accountability);
5. Supremasi hukum (rule of law)
6. Demokrasi (democracy);
7. Profesionalisme dan kompetensi (profesionalism and competency);
8. Daya tanggap (responsiveness);
9. Keefisienan dan keefektivan (efficiency and effectiveness);
10. Desentralisasi (decentralization)
11. Kemitraan dengan dunia usaha swasta dan masyarakat (private sector and civil
society partnership);
12. Komitmen pada    pengurangan kesenjangan (commitment to reduce inequality);
Komitmen pada lingkungan hidup (commitment to environmental protection);
Komitmen pasar yang fair (commitment to fair market).
Keempat belas prinsip good governance tersebut secara singkat dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a.  Tata pemerintahan yang berwawasan ke depan (visi strategis), semua kegiatan pemerintah
di berbagai bidang dan tingkatan seharusnya didasarkan pada visi dan misi yang jelas dan
jangka waktu pencapaiannya serta dilengkapi strategi implementasi yang tepat sasaran,
manfaat dan berkesinambungan.
b.  Tata pemerintahan yang bersifat terbuka (transparan), wujud nyata prinsip tersebut antara
lain dapat dilihat apabila masyarakat mempunyai kemudahan untuk mengetahui serta
memperoleh data dan informasi tentang kebijakan, program dan kegiatan aparatur
pemerintah, baik yang dilaksanakan di tingkat pusat maupun daerah.
c.  Tata pemerintahan yang mendorong partisipasi masyarakat, masyarakat yang
berkepentingan ikut serta dalam proses perumusan dan/atau pengambilan keputusan atas
kebijakan publik yang diperuntukkan bagi masyarakat, sehingga keterlibatan masyarakat
sangat diperlukan pada setiap pengambilan kebijakan yang menyangkut masyarakat luas.
d.  Tata pemerintahan yang bertanggungjawab/ bertanggung gugat (akuntabel), instansi
pemerintah dan para aparaturnya harus dapat   mempertanggungjawabkan pelaksanaan
kewenangan yang diberikan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Demikian halnya
dengan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukannya dapat dipertanggungjawabkan.
e.  Tata pemerintahan yang menjunjung supremasi hukum, wujud nyata prinsip ini mencakup
upaya penuntasan kasus KKN dan pelanggaran HAM, peningkatan kesadaran HAM,
peningkatan kesadaran hukum, serta pengembangan budaya hukum. Upaya-upaya tersebut
dilakukan dengan menggunakan aturan dan prosedur yang terbuka dan jelas, serta tidak
tunduk pada manipulasi politik.
f.  Tata pemerintahan yang demokratis dan berorientasi pada konsensus, perumus kebijakan
pembangunan baik di pusat maupun daerah dilakukan melalui mekanisme demokrasi, dan
tidak ditentukan sendiri oleh eksekutif. Keputusan-keputusan yang diambil antara lembaga
eksekutif dan legislatif harus didasarkan pada konsensus agar setiap kebijakan publik yang
diambil benar-benar merupakan keputusan bersama.
g.  Tata pemerintahan yang berdasarkan profesionalitas dan kompetensi, wujud nyata dari
prinsip profesionalisme dan kompetensi dapat dilihat dari upaya penilaian kebutuhan dan
evaluasi yang dilakukan terhadap tingkat kemampuan dan profesionalisme sumber daya
manusia yang ada, dan dari upaya perbaikan atau peningkatan kualitas sumber daya manusia.
h.  Tata pemerintahan yang cepat tanggap (responsif), aparat pemerintahan harus cepat
tanggap terhadap perubahan situasi/kondisi mengakomodasi aspirasi masyarakat, serta
mengambil prakarsa untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi masyarakat.
i.  Tata pemerintahan yang menggunakan struktur dan sumber daya secara efisien dan efektif,
pemerintah pusat maupun daerah dari waktu ke waktu harus selalu menilai dukungan struktur
yang ada, melakukan perbaikan struktural sesuai dengan tuntutan perubahan seperti
menyusun kembali struktur kelembagaan secara keseluruhan, menyusun jabatan dan fungsi
yang lebih tepat, serta selalu berupaya mencapai hasil yang optimal dengan memanfaatkan
dana dan sumber daya lainnya yang tersedia secara efisien dan efektif.
j.  Tata pemerintahan yang terdesentralisasi, pendelegasian tugas dan kewenangan pusat
kepada semua tingkatan aparat sehingga dapat mempercepat proses pengambilan keputusan,
serta memberikan keleluasaan yang cukup untuk mengelola pelayanan publik dan
mensukseskan pembangunan di pusat maupun di daearah.
k.  Tata pemerintahan yang mendorong kemitraan dengan dunia usaha, swasta dan
masyarakat, pembangunan masyarakat madani melalui peningkatan peran serta masyarakat
dan sektor swasta harus diberdayakan melalui pembentukan kerjasama atau kemitraan antara
pemerintah, swasta, dan masyarakat. Hambatan birokrasi yang menjadi rintangan
terbentuknya kemitraan yang setara harus segera diatasi dengan perbaikan sistem pelayanan
kepada masyarakat dan sektor swasta serta penyelenggaraan pelayanan terpadu.
l.  Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pengurangan kesenjangan, pengurangan
kesenjangan dalam berbagai bidang baik antara pusat dan daerah maupun antar daerah secara
adil dan proporsional merupakan wujud nyata prinsip pengurangan kesenjangan. Hal ini juga
mencakup upaya menciptakan kesetaraan dalam hukum (equity of the  law) serta mereduksi
berbagai perlakuan diskriminatif yang menciptakan kesenjangan antara laki-laki dan
perempuan          dalam  kehidupan bermasyarakat.
2. Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada lingkungan hidup, daya dukung
lingkungan semakin menurun akibat pemanfaatan yang tidak terkendali. Kewajiban
penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan secara konskuen, penegakkan hukum
lingkungan secara konsisten, pengaktifan lembaga-lembaga pengendali dampak lingkungan,
serta pengelolaan sumber daya alam secara lestari merupakan contoh perwujudan komitmen
pada lingkungan hidup.
3.  Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pasar, pengalaman telah membuktikan
bahwa campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi seringkali berlebihan sehingga
akhirnya membebani anggaran belanja dan bahkan merusak pasar. Upaya pengaitan kegiatan
ekonomi masyarakat dengan pasar baik di dalam daerah maupun antara daerah merupakan
contoh wujud nyata komitmen pada pasar.
 
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang sedang berjuang dan mendambakan
terciptanya good governance. Namun, keadaan saat ini menunjukkan bahwa hal tersebut
masih sangat jauh dari harapan. Kepentingan politik, KKN, peradilan yang tidak adil, bekerja
di luar kewenangan, dan kurangnya integritas dan transparansi adalah beberapa masalah yang
membuat pemerintahan yang baik masih belum dapat tercapai.
Untuk mencapai good governance dalam tata pemerintahan di Indonesia, maka prinsip-
prinsip good governance hendaknya ditegakkan dalam berbagai institusi penting
pemerintahan. Dengan melaksanakan prinsip- prinsip good governance maka tiga pilarnya
yaitu pemerintah, korporasi, dan masyarakat sipil hendaknya saling menjaga, saling support
dan berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan pemerintahan yang sedang dilakukan.

2.4 Pelaksanaan Good Governance di Indonesia


a.  Tuntutan eksternal: Pengaruh globalisasi telah memaksa kita untk menerapkan  good
governance. Istilah good governance mulai mengemuka di Indonesia pada akhir tahun 1990-
an, seiring dengan interaksi antara pemerintah Indonesia dengan negara-negara luar dan
lembaga-lembaga donor yang menyoroti kondisi objektif situasi perkembangan ekonomi dan
politik dalam negeri Indonesia.
b.  Tuntutan internal: Masyarakat melihat dan merasakan bahwa salah satu penyebab
terjadinya krisis multidimensional saat ini adalah terjadinya juse of power yang terwujud
dalam bentuk KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), dan sudah sedemikan rupa mewabah
dalam segala aspek kehidupan. Masyarakat menilai praktik KKN yang paling mencolok
kualitas dan kuantitasnya adalah justru yang dilakukan oleh cabang-cabang pemerintahan,
eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Pelaksanaan good governance yang  baik adalah bertumpu pada tiga pilar dan penerapannya
akan berjalan dengan baik jika didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu
negara/pemerintah dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha atau swasta sebagai
pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dari dunia usaha, sehingga
menjalankan good governance seyogyanya dilakukan bersama- sama pada tiga pilar/elemen
tersebut. Bila pelaksanaan hanya dibebankan pada pemerintah saja maka keberhasilannya
kurang optimal dan bahkan memerlukan waktu yang panjang.

2.5 Contoh Kasus


Studi kasus : Enron
Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi
laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan
mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham
tetap diminati investor, kasus memalukan ini konon ikut melibatkan orang dalam gedung
putih, termasuk wakil presiden Amerika Serikat. Kronologis, fakta, data dan informasi dari
berbagai sumber yang berkaitan dengan hancurnya Enron (debacle), dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1. Board of Director (dewan direktur, direktur eksekutif dan direktur non eksekutif)
membiarkan kegitan-kegitan bisnis tertentu mengandung unsur konflik kepentingan dan
mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan informasi yang hanya bisa di akses
oleh Pihak dalam perusahaan (insider trading), termasuk praktek akuntansi dan bisnis tidak
sehat sebelum hal tersebut terungkap kepada publik.
2. Enron merupakan salah satu perusahaan besar pertama yang melakukan out sourcing
secara total atas fungsi internal audit perusahaan.
a. Mantan Chief Audit Executif Enron (Kepala internal audit) semula adalah partner KAP
Andersen yang di tunjuk sebagai akuntan publik perusahaan.
b. Direktur keuangan Enron berasal dari KAP Andersen.
c. Sebagian besar Staf akunting Enron berasal dari KAP Andersen.
3. Pada awal tahun 2001 patner KAP Andersen melakukan evaluasi terhadap kemungkinan
mempertahankan atau melepaskan Enron sebagai klien perusahaan, mengingat resiko yang
sangat tinggi berkaitan dengan praktek akuntansi dan bisnis enron. Dari hasil evaluasi di
putuskan untuk tetap mempertahankan Enron sebagai klien KAP Andersen.
4. Salah seorang eksekutif Enron di laporkan telah mempertanyakan praktek akunting
perusahaan yang dinilai tidak sehat dan mengungkapkan kekhawatiran berkaitan dengan hal
tersebut kepada CEO dan partner KAP Andersen pada pertengahan 2001. CEO Enron
menugaskan penasehat hukum perusahaan untuk melakukan investigasi atas kekhawatiran
tersebut tetapi tidak memperkenankan penasehat hukum untuk mempertanyakan
pertimbangan yang melatarbelakangi akuntansi yang dipersoalkan. Hasil investigasi oleh
penasehat hukum tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada hal-hal yang serius yang perlu
diperhatikan.
5.  Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga.
Dalam laporan itu disebutkan bahwa laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta,
naik $100 juta dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan
bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Ia juga tidak
menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting
charge/expense) sebesar $1 miliar yang sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada
periode tersebut menjadi rugi $644 juta. Para analis dan reporter kemudian mencari tahu lebih
jauh mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata berasal dari transaksi yang dilakukan
oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO Enron.
6. Pada tanggal 2 Desember 2001 Enron mendaftarkan kebangkrutan perusahaan ke
pengadilan dan memecat 5000 pegawai. Pada saat itu terungkap bahwa terdapat hutang
perusahaan yang tidak di laporkan senilai lebih dari satu milyar dolar. Dengan pengungkapan
ini nilai investasi dan laba yang di tahan (retained earning) berkurang dalam jumlah yang
sama.
7. Enron dan KAP Andersen dituduh telah melakukan kriminal dalam bentuk penghancuran
dokumen yang berkaitan dengan investigasi atas kebangkrutan Enron (penghambatan
terhadap prosesperadilan.
8.  Dana pensiun Enron sebagian besar diinvestasikan dalam bentuk saham Enron. Sementara
itu harga saham Enron terus menurun sampai hampir tidak ada nilainya.
9. KAP Andersen diberhentikan sebagai auditor enron pada pertengahan juni 2002. sementara
KAP Andersen menyatakan bahwa penugasan Audit oleh Enron telah berakhir pada saat
Enron mengajukan proses kebangkrutan pada 2 Desember 2001.
10. CEO Enron, Kenneth Lay mengundurkan diri pada tanggal 2 Januari 2002 akan tetapi
masih dipertahankan posisinya di dewan direktur perusahaan. Pada tanggal 4 Pebruari Mr.
Lay mengundurkan diri dari dewan direktur perusahaan.
11. Tanggal 28 Pebruari 2002 KAP Andersen menawarkan ganti rugi 750 Juta US dollar
untuk menyelesaikan berbagai gugatan hukum yang diajukan kepada KAP Andersen.
12. Pemerintahan Amerika (The US General Services Administration) melarang Enron dan
KAP Andersen untuk melakukan kontrak pekerjaan dengan lembaga pemerintahan di
Amerika.
13. Tanggal 14 Maret 2002 departemen kehakiman Amerika memvonis KAP Andersen
bersalah atas tuduhan melakukan penghambatan dalam proses peradilan karena telah
menghancurkan dokumen-dokumen yang sedang di selidiki.
14. KAP Andersen terus menerima konsekwensi negatif dari kasus Enron berupa kehilangan
klien, pembelotan afiliasi yang bergabung dengan KAP yang lain dan pengungkapan yang
meningkat mengenai keterlibatan pegawai KAP Andersen dalam kasus Enron.
15. Tanggal 22 Maret 2002 mantan ketua Federal Reserve, Paul Volkcer, yang direkrut untuk
melakukan revisi terhadap praktek audit dan meningkatkan kembali citra KAP Andersen
mengusulkan agar manajeman KAP Andersen yang ada diberhentikan dan membentuk suatu
komite yang diketuai oleh Paul sendiri untuk menyusun manajemen baru.
16.  Tanggal 26 Maret 2002 CEO Andersen Joseph Berandino mengundurkan diri dari
jabatannya.
17.  Tanggal 8 April 2002 seorang partner KAP Andersen, David Duncan, yang bertindak
sebagai penanggungjawab audit Enron mengaku bersalah atas tuduhan melakukan hambatan
proses peradilan dan setuju untuk menjadi saksi kunci dipengadilan bagi kasus KAP
Andersen dan Enron.
18.  Tanggal 9 April 2002 Jeffrey McMahon mengumumkan pengunduran diri sebagai
presiden dan Chief Opereting Officer Enron yang berlaku efektif 1 Juni 2002.
19. Tanggal 15 Juni 2002 juri federal di Houston menyatakan KAP Andersen bersalah telah
melakukan hambatan terhadap proses peradilan.

2.6 Perlembangan Program Etis

1 Code of Conduct Perusahaan

Kebutuhan tata kelola etis tidak hanya baik bagi bisnis perusahaan. Perubahan-
perubahan terkini pada regulasi pemerintahan merubah ekspektasi secara signifikan. Dalam
era meningkatkan pengawasan, dimana perilaku tidak etis dapat mempengaruhi pencapaian
tujuan perusahaan secara keseluruhan, sangat dibutuhkan sistem tata kelola perusahaan yang
menyediakan aturan serta akuntabilitas yang tepat untuk kepentingan shareholders, direktur,
dan eksekutif.
Direktur harus cermat dalam mengatur risiko bisnis dan etika perusahaannya. Mereka
harus memastikan bahwa budaya etis telah berjalan dengan efektif dalam perusahaan. Hal ini
membutuhkan pengembangan code of conduct, dan cara yang paling fundamental dalam
menciptakan pemahaman mengenai perilaku yang tepat, memperkuat perilaku tersebut, dan
meyakinkan bahwa nilai yang mendasarinya dilekatkan pada strategi dan operasi perusahaan.
Konflik kepentingan dalam perusahaan, kekerasan seksual, dan topik–topik serupa perlu
diatasi segera dengan pengawasan yang memadai untuk menjaga agar budaya perusahaan
sejalan dengan ekspektasi saat ini.

2. Pendedikasian Kembali Peran Akuntan Profesional


Peristiwa Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom mengubah fokus akuntan
profesional terhadap perannya sebagai orang yang dipercaya oleh publik. Reputasi dan
eksistensi profesi akuntan di masa depan telah menurun di mata publik, sehingga perbaikan
serta kesuksesannya kembali tergantung pada perubahan yang akan dilakukan. Profesi
akuntan harus mengembangkan pertimbangan, nilai, dan sifat karakter yang mencakup
kepentingan publik, dimana pertimbangan tersebut inheren dengan munculnya akuntabilitas
berorientasi stakeholder dan kerangka tata kelola (governance framework).
Standar code of conduct  yang baru muncul untuk menuntun profesi akuntan serta
memastikan bahwa self-interest, bias, dan kesalahpahaman tidak menutupi independensinya.
Globalisasi mulai mempengaruhi perkembangan aturan dan harmonisasi standar akuntan
profesional, dan hal ini akan terus berkelanjutan. Sama seperti mekanisme tata kelola untuk
korporasi yang menghasilkan batasan dan yurisdiksi domestik, stakeholder di seluruh dunia
akan lebih mengutamakan dalam menentukan standar kinerja bagi profesi akuntan. Pekerjaan
mereka akan melayani pasar modal dan korporasi global, dan kesuksesannya membutuhkan
respek dari karyawan dan partner yang lebih banyak dibandingkan dahulu. Dengan
kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, akan menarik apabila akuntan profesional dapat
menggunakan kesempatan yang menunjukkan perannya yang lebih luas. Mereka secara
khusus harus menempatkan diri untuk membantu perkembangan mekanisme ke depan yang
menyediakan dan memastikan panduan etika yang lebih baik bagi organisasi.

Ekspektasi Publik pada Semua Profesional


Seorang profesional bekerja dengan sesuatu yang bernilai, akibat kepercayaan dan
compete nsinya mereka bekerja serta bertanggungjawab. Jika sebuah profesi kehilangan
kredibilitas di mata publik, maka konsekuensinya cukup parah. Dalam analisis terakhir
menyebutkan bahwa sebuah profesi merupakan kombinasi dari keistimewaan, tugas, dan hak
yang semuanya terbingkai dalam sekumpulan nilai profesional yang umum, nilai yang
menentukan bagaimana keputusan dibuat dan tindakan diambil.

Ekspektasi Publik pada Akuntan Profesional


Akuntan profesional diharapkan mempunyai keahlian khusus berhubungan dengan
akuntansi dan pemahaman yang lebih baik dari orang awam mengenai hal-hal terkait seperti
kontrol manajemen, perpajakan, atau sistem informasi. Sebagai tambahan, mereka juga
diharapkan untuk menganut nilai dan tugas profesional umum serta menganut standar
spesifik yang dikeluarkan oleh badan profesional dimana mereka bernaung.

Yang Dominan antara Nilai Etis dan Teknik Audit atau Akuntansi
Nilai etis harus dipertimbangkan agar sejajar dengan kemampuan teknik. Namun
demikian, yang dominan mungkin ditujukan pada nilai etis, ketika seorang profesional
menemukan masalah yang melebihi kemampuan yang dimilikinya saat itu, nilai etislah yang
akan mendorongnya untuk mengenali dan mengungkapkan fakta tersebut. Tanpa nilai etis,
kepercayaan yang diperlukan dalam hubungan fidusial tidak dapat dipertahankan, dan hak-
hak yang dimiliki oleh profesi akuntansi akan dibatasi, sehingga mengurangi efektivitas yang
dapat diberikan oleh profesi independen pada masyarakat.
Prioritas Kewajiban, Loyalitas, dan Kepercayaan pada Fidusial
Salah satu peran utama dari akuntan profesional adalah menawarkan jasa fidusial
untuk masyarakat, maka kinerja dari jasa-jasa tersebut seringkali melibatkan pilihan yang
dapat memihak kepentingan salah satu pihak dari orang yang membayar fee, pemilik
perusahaan/pemegang saham saat ini, pemegang saham potensial di masa depan,
dan stakeholder lainnya termasuk pekerja, pemerintah dan kreditur. Oleh karena itu, sebagai
auditor, loyalitas pada publik tidak boleh lebih kecil dari loyalitas pada pemegang
saham/pemilik perusahaan saat ini, dan tidak boleh mengutamakan manajemen perusahaan.

Aturan Independensi SEC Baru


Komite khusus tidak mengantisipasi ketidakmampuan anggotanya dalam mengelola
konflik bawaan dari situasi berkepentingan yang muncul saat audit dan jasa lainnya
ditawarkan pada klien yang sama. Pembatasan diperkenalkan oleh SOX dan dibentuk oleh
SEC yang membatasi auditor dari perusahaan yang terdaftar di SEC untuk mengaudit
pekerjaanya sendiri, atau bertindak sebagai pembela untuk klien.

Nilai Tambah Kritis oleh Akuntan Profesional


Kredibilitas adalah nilai tambah dari akuntan profesional dalam jasa assurance yang
lebih baru. Kredibilitas untuk klien/pekerja dan pada masyarakat luas, bergantung pada
reputasi dari seluruh profesi. Reputasi berasal dari nilai profesional yang dianut dan
ekspektasi yang dibentuk dari pihak-pihak yang dilayani. Secara khusus, nilai tambah kritis
oleh akuntan profesional berada pada ekspektasi bahwa apapun jasa yang ditawarkan akan
didasarkan pada integritas dan objektivitas, dan nilai-nilai ini sebagai tambahan untuk
menjamin standar minimum kompetensi, kredibilitas atau keyakinan pada laporan atau
aktivitas. 

Standar yang Diharapkan untuk Perilaku


Publik, khususnya klien mengharapkan bahwa akuntan profesional akan melakukan
jasa fidusial dengan kompetensi, integritas, dan objektivitas. Integritas, kejujuran dan
objektivitas sangat penting dalam pelaksanaan yang tepat dari tugas fidusial.
BAB III KESIMPULAN

Good governance  mengandung arti kegiatan suatu lembaga pemerintah yang


dijalankan berdasarkan kepentingan rakyat dan norma yang berlaku untuk mewujudkan cita-
cita negara di mana kekuasaan dilakukan oleh masyarakat yang diatur dalam berbagai
tingkatan pemerintahan negara yang berkaitan dengan sumber-sumber sosial-budaya, politik,
dan ekonomi.
Lembaga pemerintah harus mampu menciptakan lingkungan ekonomi, politik, sosial,
budaya, hukum dan keamanan yang kondusif. Sektor swasta berperan aktif dalam
menumbuhkan kegiatan perekonomian yang akan memperluas lapangan pekerjaan dan
meningkatkan pendapatan, sedangkan civil society harus mampu berinteraksi secara aktif
dengan berbagai macam aktivitas perekonomian, sosial dan politik termasuk bagaimana
melakukan kontrol terhadap jalannya aktivitas-aktivitas tersebut.
Kebutuhan tata kelola etis tidak hanya baik bagi bisnis perusahaan. Perubahan-
perubahan terkini pada regulasi pemerintahan merubah ekspektasi secara signifikan. Dalam
era meningkatkan pengawasan, dimana perilaku tidak etis dapat mempengaruhi pencapaian
tujuan perusahaan secara keseluruhan, sangat dibutuhkan sistem tata kelola perusahaan yang
menyediakan aturan serta akuntabilitas yang tepat untuk kepentingan shareholders, direktur,
dan eksekutif.
DAFTAR PUSTAKA
: http://zetzu.blogspot.com/2012/05/tata-kelola-etis-dan-akuntabilitas.html
http://dian-pratama-feb17.web.unair.ac.id/artikel_detail-322743-PERKULIAHAN
%20%20KOMETIK-Good%20Governance%20dan%20Pengembangan%20Program
%20Etika.html

Anda mungkin juga menyukai