OLEH:
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Birokrasi Pemerintahan dengan judul
“Pengertian,Aliran dan Mazhab Birokrasi ”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi.
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….............. 1
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………… 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………. 3
1.2 Rumusan Masalah.…………………………………………………………....... 3
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………………….. 4
1.4 Manfaat Penulisan……………………………………………………………… 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Birokrasi……………………………………………………….........5
2.2 Konsep Dasar Birokrasi………………………………………………………... 9
2.3 Mahdzab Birokrasi……………………………………………………………...15
2.4 Aliran Birokrasi………………………………………………………………....16
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari Latar Belakang tersebut ada beberapa Rumusan Masalah yang
ingin penulis sampaikan yaitu:
1. Apa itu birokrasi?
2. Apa saja konsep dasar dari birokrasi?
3. Apa saja mahdzab birokrasi?
4. Apa saja aliran-aliran dalam birokrasi?
2. Manfaat Praktis
Secara Praktis, hasil dari penulisan ini bermanfaat bagi pribadi penulis
untuk menambah wawasan serta bagi mahasiswa untuk menambah
pengetahuan.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.2Pengertian Birokrasi
Birokrasi berasal dari kata bureaucracy (bahasa inggrisbureau + cracy),
diartikan sebagai suatu organisasi yang memiliki rantai komando dengan bentuk
piramida, di mana lebih banyak orang berada ditingkat bawah daripada tingkat atas,
biasanya ditemui pada instansi yang sifatnya sipil maupun militer.
Pada rantai komando ini setiap posisi serta tanggung jawab kerjanya
dideskripsikan dalam organigram. Organisasi ini pun memiliki aturan dan prosedur
ketat sehingga cenderung kurang fleksibel. Ciri lainnya adalah biasanya terdapat
banyak formulir yang harus dilengkapi dan pendelegasianwewenang harus dilakukan
sesuai dengan hierarki kekuasaan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), birokrasi adalah sistem
pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah yang berpegang pada hierarki
dan jenjang jabatan. Birokrasi juga dapat didefinisikan yaitu cara bekerja atau susunan
pekerjaan yang banyak liku-likunya, menurut tata aturan (adat dan sebagainya)
Didalam mendefinisikan birokrasi ini sendiri, terdapat beberapa tokoh yang ikut
serta mendefinisikanya, antara lain:
5
3. Peter A. Blau dan Charles H. Page
Menurut Peter A. Blau dan Charles H. Page (1956), arti birokrasi adalah
suatu tipe organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif
yang besar, yaitu dengan cara mengkoordinir secara sistematik pekerjaan yang
dilakukan oleh banyak orang.
5. Farel Heady
6
2. Bureaucracy as Rule by Official
8
3. Birokrasi dipandang sebagai perluasan kekuasaan pemerintah dengan
maksud mengontrol kegiatan masyarakat. Oleh Evers (dalam Zauhar)
disebut Orwelisasi.
Sebelum masuk pada pandangan Weber soal Birokrasi ada baiknya ditinjau
etimologi (asal-usul) konsep ini yang berasal dari kata “bureau”. Kata “bureau”
berasal dari Perancis yang kemudian diasimilasi oleh Jerman. Artinya adalah meja
atau kadang diperluas jadi kantor. Sebab itu, terminologi birokrasi adalah aturan yang
dikendalikan lewat meja atau kantor. Di masa kontemporer, birokrasi adalah "mesin"
yang mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang ada di organisasi baik pemerintah
maupun swasta. Pada pucuk kekuasaan organisasi terdapat sekumpulan orang yang
menjalankan kekuasaan secara kurang birokratis, dan dalam konteks negara, mereka
misalnya parlemen atau lembaga kepresidenan.
Hal yang perlu disampaikan, Max Weber sendiri tidak pernah secara definitif
menyebutkan makna Birokrasi. Weber menyebut begitu saja konsep ini lalu
menganalisis ciri-ciri apa yang seharusnya melekat pada birokrasi. Gejala birokrasi
yang dikaji Weber sesungguhnya birokrasi-patrimonial. Birokrasi-Patrimonial ini
berlangsung di waktu hidup Weber, yaitu birokrasi yang dikembangkan pada Dinasti
Hohenzollern di Prussia.
Birokrasi tersebut dianggap oleh Weber sebagai tidak rasional. Banyak
pengangkatan pejabat yang mengacu pada political-will pimpinan Dinasti. Akibatnya
banyak pekerjaan negara yang “salah-urus” atau tidak mencapai hasil secara
maksimal. Atas dasar “ketidakrasional” itu, Weber kemudian mengembangkan apa
yang seharusnya (ideal typhus) melekat di sebuah birokrasi.
9
Weber terkenal dengan konsepsinya mengenai tipe ideal (ideal typhus) bagi
sebuah otoritas legal dapat diselenggarakan, yaitu:
Bagi Weber, jika ke-8 sifat di atas dilekatkan ke sebuah birokrasi, maka
birokrasi tersebut dapat dikatakan bercorak legal-rasional.
Selanjutnya, Weber melanjutkan ke sisi pekerja (staf) di organisasi yang legal-
rasional. Bagi Weber, kedudukan staf di sebuah organisasi legal-rasional adalah
sebagai berikut:
1. para anggota staf bersifat bebas secara pribadi, dalam arti hanya menjalankan
tugas-tugas impersonal sesuai dengan jabatan mereka;
2. terdapat hirarki jabatan yang jelas;
3. fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas;
4. para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak;
5. para pejabat dipilih berdasarkan kualifikasi profesional, idealnya didasarkan pada
suatu diploma (ijazah) yang diperoleh melalui ujian;
10
6. para pejabat memiliki gaji dan biasanya juga dilengkapi hak-hak pensiun. Gaji
bersifat berjenjang menurut kedudukan dalam hirarki. Pejabat dapat selalu
menempati posnya, dan dalam keadaan-keadaan tertentu, pejabat juga dapat
diberhentikan;
7. pos jabatan adalah lapangan kerja yang pokok bagi para pejabat;
8. suatu struktur karir dn promosi dimungkinkan atas dasar senioritas dan keahlian
(merit) serta menurut pertimbangan keunggulan (superior);
9. pejabat sangat mungkin tidak sesuai dengan pos jabatannya maupun dengan
sumber-sumber yang tersedia di pos terbut, dan;
10. pejabat tunduk pada sisstem disiplin dan kontrol yang seragam.
11
3. Administrasi Amatir. Administrasi amatir dibutuhkan tatkala pemerintah tidak
mampu membayar orang-orang untuk mengerjakan tugas birokrasi, dapat saja
direkrut warganegara yang dapat melaksanakan tugas tersebut. Misalnya, tatkala
KPU (birokrasi negara Indonesia) “kerepotan” menghitung surat suara bagi tiap
TPS, ibu-ibu rumah tangga diberi kesempatan menghitung dan diberi honor. Tentu
saja, pejabat KPU ada yang mendampingi selama pelaksanaan tugas tersebut.
4. Demokrasi Langsung. Demokrasi langsung berguna dalam membuat orang
bertanggung jawab kepada suatu majelis. Misalnya, Gubernur Bank Indonesia,
meski merupakan prerogatif Presiden guna mengangkatnya, terlebih dahulu harus
di-fit and proper-test oleh DPR. Ini berguna agar Gubernur BI yang diangkat
merasa bertanggung jawab kepada rakyat secara keseluruhan.
5. Representasi. Representasi didasarkan pengertian seorang pejabat yang diangkat
mewakili para pemilihnya. Dalam kinerja birokrasi, partai-partai politik dapat
diandalkan dalam mengawasi kinerja pejabat dan staf birokrasi. Ini akibat
pengertian tak langsung bahwa anggota DPR dari partai politik mewakili rakyat
pemilih mereka.
12
1. Birokrasi sebagai organisasi rasional
13
3. Birokrasi sebagai kekuasaan yang dijalankan oleh pejabat.
15
Dengan demikian birokrasi dibentuk sebagai sarana bagi penguasa untuk
mengimplementasikan kekuasaan (power) dan kepentingan (interest) mereka dalam
mengatur kehidupan negara. Dalam paham tradisional Jawa misalnya, aparatur
birokrasi (punggawa kerajaan) disebut sebagai abdi dalem ingkang sinuwun (abdi
raja). Sehingga mereka sepenuhnya bertanggung jawab kepada raja, dan bukan
kepada rakyat.
Pemikiran kedua menyatakan, bahwa birokrasi ada karena memang rakyat
menghendaki eksistensi mereka untuk membantu masyarakat mencapai tujuan-tujuan
tertentu yang telah ditetapkan bersama.
16
2. Teori power block model
Teori power block model Adalah berdasar pada pemikiran bahwa birokrasi
adalah merupakan penghalang (block) rakyat dalam melaksanakan kekuasaan.
Pemikiran bahwa birokrasi merupakan alat pembendung kekuasaan rakyat (yang
diwakili oleh politisi) memiliki keterkaitan erat dengan ideologi Marxisme. Oleh
Marx, birokrasi dipandang sebagai sebuah fenomena yang memiliki keterkaitan erat
dengan proses dialektika kelas sosial antara si kaya dan si miskin. Marx memandang
bahwa birokrasi merupakan sebuah wujud mekanisme pertahanan dan organ dari
kaum bourgeois (borjuis) untuk mempertahankan kekuasaan dalam sistem kapital.
Birokrat tidak segan-segan untuk menjadi agen kaum kaya untuk menekan dan
mengeksploitasi kaum miskin, misalnya ketika mereka melakukan penggusuran,
membuat peraturan ketenagakerjaan yang menguntungkan kaum pengusaha,
menghambat organisasi kelompok tani/buruh, dsb. Contoh dari penerapan teori ini
adalah pada negaranegara dengan ideologi komunis. Oleh karena itu para pemikir
teori ini mengusulkan untuk mengadakan ”revolusi politik”, dimana birokrasi harus
dirubah sebagai alat rakyat kaum proletariat yang dapat dikomando oleh para politisi,
dan dijauhkan dari keintiman hubungan dengan para pengusaha/ pemilik kapital. Hal
ini dapat dialkukan dengan mengurangi sesdikit mungkin kekuasaan birokrasi dan
memperketat pengawasan oleh politisi sebagai wakil rakyat. Tokoh dari model ini
adalah : Ralp Miliband (1969), Trotsky (1937).
Teori bureaucratic oversupply model adalah sebuah teori yang berbasis pada
pemikiran ideologi liberalisme. Teori ini muncul sebagai respon dari teori birokrasi
Weber maupun Karl Max. Teori ini pada intinya menyoroti kapasitas organisasi
birokrasi yang dipandang terlalu besar (too large), terlalu mencampuri urusan rakyat
(too intervenee), dan mengkonsumsi terlalu banyak sumber daya (consumning too
many scarce resources). Pejabat birokrasi dimotivasi oleh kepentingankepentingan
mereka sendiri. Oleh karenanya, mereka cenderung untuk membesarkan institusi
mereka agar mempermudah pekerjaan dan tanggung jawab memperbanyak anggaran,
dan memiliki kewenangan sebanyak mungkin. Contoh dari penerapan model ini
adalah pada negara-negara berkembang pada umumnya. Karenanya para pemikir teori
ini menuntut agar kapasitas birokrasi diperkecil (dengan semboyan less government),
17
dengan cara jumlah aparatur dikurangi dan peranan hendaknya didelegasikan kepada
sektor swasta (private sector). Tokoh dari teori ini adalah Niskanen (1971), dan
Anthony Down (1967).
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Birokrasi adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai
pemerintah yang berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan. Birokrasi juga dapat
didefinisikan yaitu cara bekerja atau susunan pekerjaan yang banyak liku-likunya,
menurut tata aturan (adat dan sebagainya).
Konsep-konsep birokrasi secara awam lekat dengan stempel “tak efektif”,
“lambat”, “kaku”, bahkan “menyebalkan.” Stempel-stempel seperti ini pada satu sisi
menemui sejumlah kebenarannya pada fakta lapangan. Namun, sebagian lain
merupakan stereotipe yang sesungguhnya masih dapat diperdebatkan keabsahannya.
Terdapat dua konsep yakni Max Weber on Bureaucracy dan Konsep Birokrasi Martin
Albrow.
Terdapat dua pandangan mengenai birokrasi yaitu Mazhab Kebutuhan Rakyat
yang memandang birokrasi ada karena dibutuhkan masyarakat. Oleh karena itu tugas
utama birokrasi adalah untuk melayani kebutuhan masyarakat. Pelayanan publik
menyesuaikan dengan kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan Mazhab
Kekuasaan, Mazhab ini menyatakan bahwa seorang penguasa pastilah orang yang
kuat, Penguasa yang kuat harus dilayani oleh pembantu (aparat) yang solid, kuat,
loyal, dan dapat dipercaya. Dengan demikian, birokrasi dibentuk sebagai sarana bagi
penguasa untuk mengimplementasikan kekuasaan dan kepentingan mereka dalam
mengatur kehidupan negara.
Didalam ilmu politik, terdapat beberapa teori (yang menonjol) dalam
membentuk institusi (birokrasi) di berbagai Negara, yaitu: Teori rational
administrative model ,Teori power block model, Teori bureaucratic oversupply model
dan Teori new public service
3.2 Saran
Dalam rangka membangun pemerintahan yang baik, haruslah diperlukan
perhatian yang lebih baik lagi agar tidak terjadinya berbagai penyimpangan-
penyimpangan berdasarkan konsep ataupun teori dari Pengertian, Konsep Dasar,
Mahdzab dan Aliran Birokrasi ini dan juga agar birokrat ataupun sistem pemerintahan
tidak dipandang buruk lagi oleh masyarakat.
19
DAFTAR PUSTAKA
20