Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH BIROKRASI

ALIRAN PEMIKIRAN BIROKRASI


Pembimbing Dr. Abdi, M. Pd

KELAS IAN V-O5 (E)


KELOMPOK 3

Ketua : Rini Sahraini (105611116916)


Anggota : Irmawati (105611117516)
Irawani Anis (105611119916)

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga

dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ALIRAN PEMIKIRAN

BIROKRASI”. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penulis tidak akan sanggup

menyelesaikan dengan baik. Salawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada

baginda tercinta kita, yakni Nabi Muhammad SAW. Makalah ini dibuat sebagai

peunjang kegiatan perkuliahan pada mata kuliah BIROKRASI.

Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing

mata kuliah BIROKRASI. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-

teman mahasiswa yang juga sudah memeberi kontribusi, baik langsung maupun tidak

langsung dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik

dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi

kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah tentang “ALIRAN

PEMIKIRAN BIROKRASI” bermanfaat bagi pembaca.

Makassar, 10 Oktober 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Aliran Pemikiran Birokrasi

B. Aliran Pemikiran Birokrasi

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Birokrasi di kalangan masyarakat selama ini dipahami sebagai sebuah

organisasi yang melayani masyarakat dengan berbagai pandangan negatif antara lain,

yaitu proses pengurusan surat atau dokumen lain yang berbelit-belit, tidak ramah,

tidak adil, tidak transparan, mempersulit dan memperlama pelayanan, dan

sebagainya. Tidak salah jika masyarakat akhirnya menggambarkan birokrasi dengan

hal-hal seperti itu, karena pengalaman-pengalaman yang tidak mengenakkan yang

mereka alami secara langsung membuktikan bahwa birokrasi yang ada tidak berjalan

sesuai apa yang seharusnya.

Dalam ilmu sosial, ketika muncul definisi, sudah pasti tidak mungkin hanya

dilihat dari satu aliran/ perspektif atau pemikiran atau teori saja. Hal ini disebabkan,

karena ilmu sosial merupakan ilmu yang mempelejari tentang manusia yang antara

satu dan yang lainnya punya banyak perbedaan ( misalnya, berbeda tentang latar

belakangnya, status ekonominya, status sosialnya, adat istiadatnya, dan lain

sebagainya). Dengan demikian, ilmu sosial adalah ilmu yang kaya akan pemikiran

dan pendapat atau sudut pandang.


Salah satu pembahasan dalam ilmu sosial adalah birokrasi. Birokrasi

merupakan instrumen penting dalam masyarakat modern yang kehadirannya tidak

mungkin terelakkan. Untuk itu negara membangun sistem administrasi yang

bertujuan untuk melayani kepentingan rakyatnya yang disebut dengan istilah

birokrasi. Berdasarkan realita yang ada saat ini, banyak pertanyaan-pertanyaan yang

bermunculan tentang apakah itu aliran pemikiran birokrasi?.

Oleh karena itu, penulis kemudian menyusun makalah ini yang berjudul

“ALIRAN PEMIKIRAN BIROKRASI” sebagai salah satu usaha pemenuhan tugas

mata kuliah sekaligus media pembelajaran.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan rumusan masalah,

yaitu sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud aliran pemikiran birokrasi?

2. Apa saja aliran pemikiran birokrasi?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini

adalah:

1. Untuk mengetahui yang dimaksud aliran pemikiran birokrasi?

2. Untuk mengetahui apa saja aliran pemikiran birokrasi


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aliran Pemikiran Birokrasi

Birokrasi dalam bahasa Inggris disebut bureaucracy berasal dari dua kata

yaitu “bureau” yang artinya meja dan “cratein” berarti kekuasaan. Jadi, maksudnya

adalah kekuasaan yang berada pada orang-orang yang dibelakang meja. Sedangkan

menurut KBBI kata “birokrasi” artinya sistem pemerintahan yang di jalankan oleh

pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan, cara

bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban serta menurut tata aturan yang

banyak liku-likunya.

Birokrasi juga berarti suatu usaha dalam mengorganisir berbagai pekerjaan

agar terselenggara dengan teratur. Pekerjaan ini bukan hanya melibatkan banyak

personil (birokrat), tetapi juga terdiri dari berbagai peraturan dalam penyelenggaraan

tugas pemerintahan. Birokrasi diperlukan agar penyelenggaran agar tugas

pemerintahan tersebut terlaksana secara efektif, efisien, dan ekonomis.

Dalam ilmu sosial, ketika muncul definisi, sudah pasti tidak mungkin hanya

dilihat dari satu aliran/ perspektif/ pemikiran/ teori saja, karena ilmu sosial

mempelajari tentang manusia yang antara satu dan lainnya punya banyak perbedaan

(misalnya berbeda tentang latar belakangnya, status ekonominya, status sosialnya,

adat-istiadatnya, dan lain sebagainya). Sehingga, ilmu sosial adalah ilmu yang kaya
akan pemikiran dan pendapat atau sudut pandang. Dengan demikian, aliran

pemikiran birokrasi dikenal juga dengan istilah teori.

B. Aliran Pemikiran Birokrasi

Dalam ilmu politik, terdapat beberapa teori (yang menonjol) dalam

membentuk institusi (birokrasi) di berbagai Negara, yaitu:

1. Teori rational administrative model

2. Teori power block model

3. Teori bureaucratic oversupply model

4. Teori new public service

1. Teori Rational Administrative Model (RAM)

Teori rational admin istrative model adalah model yang dikembangkan oleh

Max Weber. Model ini menyatakan bahwa birokrasi yang ideal adalah birokrasi yang

berdasarkan pada sistem peraturan yang rasional, dan tidak berdasarkan pada

paternalisme kekuasaan dan kharisma. Dalam teori ini, birokrasi harus dibentuk

secara rasional sebagai organisasi sosial yang dapat diandalkan, terukur, dapat

diprediksikan, dan efisien.

Penciptaan birokrasi secara rasional ini adalah tuntutan demokratisasi yang

mensyaratkan diimplementasikannya law enforcement dan legalisme formal dalam

tugas-tugas penyelenggaraan negara. Oleh karena itu, birokrasi harus diciptakan

sebagai sebuah organisasi yang terstruktur, kuat, dan memiliki sistem kerja yang
terorganisir dengan baik. Contoh penerapan dari teori ini adalah pada negara-negara

dengan tipe kepemimpinan yang dominan.

Teori ini dikemukan oleh Max Weber dalam buku : The Protestant Ethic and

Spirit of Capitalism. Ia menulis juga buku-buku lain, antara lain adalah The Theory of

Social and Economic Organization, buku yang diharapkan Weber menjadi karyanya

yang terbesar tetapi tidak dapat diselesaikannya hingga saat ajalnya. Pandangan

Weber tentang organisasi tercermin juga pada buku yang berjudul From Max Weber :

Essays in Sociology yang diterjemahkan dan disantun oleh H.H. Gerth dan C.Wright. 

Dalam bukunya, Weber  membahas peran  organisasi  dalam  suatu 

masyarakat  dan ia  mempertanyakan bentuk  organisasi  yang  sesuai  pada  akhir 

abad ke-9. Organisasi birokratis menurut Weber dapat menjamin tercapainya alokasi

sumber yang terbatas dalam sebuah masyarakat  yang  kompleks  seperti  masyarakat

industri Eropa. Ia juga mengemukakan  adanya  7  ciri  yang  dapat dijumpai pada

sebuah oragnisasi birokratis, yaitu :

1) Adanya pengaturan ataupun fungsi-fungsi resmi yang saling terikat oleh

aturan-aturan, yang menjadikan fungsi-fungsi resmi itu suatu kesatuan yang

utuh.

2) Adanya pembagian kerja yang jelas di dalam organisasi. Setiap anggota

organisasi mempunyai tugas yang jelas dan juga mempunyai wewenang

(otoritas) yang seimbang dengan tugas yang harus di jalankannya.

3) Adanya pengorganisas ian yang mengikuti prinsip hirarki, yaitu tingkatan

yang lebih tinggi, sehingga tersusun suatu hirarki otoritas yang runtut
mulaidari tingkatan yang tertinggi hingga tingkatan yang terendah dalam

organisasi.

4) Adanya sistem penerimaan dan penempatan karyawan yang didasarkan pada

kemampuan teknis, tanpa memperhatikan sama sekali koneksi, hubungan

keluarga, maupun favoritisme.

5) Adanya pemisahan antara pemilikan alat produksi maupun administrasi, dari

kepemimpinan organisasi. Weber berpendapat bahwa pemisahan ini akan

membuat organisasi tetap bersifat impersonal, sesuatu yang dianggap penting

untuk mencapai efisiensi.

6) Adanya objektivitas dalam pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan suatu

jabatan dalam organisasi. Weber bependapat bahwa pemegang suatu jabatan

haruslah melakukan kegiatan secara objektif sesuai dengan tugas yang harus

dijalankannya, dan tidak menggunakan jabatannya untuk  melayani

kepentingan dirinya pribadi.

7) Kegiatan  administrasi, keputusan-keputusan dan  peraturan-peraturan dalam

organisasi selalu dituangkan dalam bentuk tertulis.

Bentuk  organisasi  yang  ditunjukkan  oleh  Weber dengan  tujuh dimensi

tersebut merupakan bentuk ideal dari organisasi birokratis. Kebanyakan dimensi

tersebut tampak di jalankan pada banyak organisasi yang ada di sekeliling kita,

seperti hirarki otoritas, pembagian tugas dan penggunaan dokumen tertulis. Tetapi

jarang sekali dijumpai organisasi yang  mampu  menjalankan  ke tujuh dimensi

tersebut secara sempurna. Apabila setiap kegiatan organisasi dicatat secara tertulis
misalnya, maka organisasi akan penuh dengan dokumen sehingga akan menghambat

seluruh pekerjaan lainnya.

2. Teori Power Blok Model (PBM)

Teori yang berdasarkan pemikiran bahwa birokrasi merupakan alat

penghalang atau blok rakyat dalam melaksanakan kekuasaan. Birokrasi dipandang

sebagai pembendung kekuasaan rakyat yang diwakili oleh politisi memiliki

keterkaitan dengan ideologi Marxisme. Marxisme Marx memandang bahwa birokrasi

sebagai wujud mekanisme pertahanan dan organ dari kaum bourgeois untuk

mempertahankan kekuasaan dalam sistem liberal. Marx memandang birokrasi sebagai

fenomena yang memiliki keterkaitan erat dengan proses dialektika kelas sosial.

3. Teori Bureaucraty Oversupply Model (BOM)

Yaitu teori berbasis pada pemikiran ideologi liberalisme. Teori ini muncul

pada tahun 1970-an oleh William Niskanen dalam buku representative government

(1971), sebagai respon terhadap teori birokrasi Weber maupun teori Marx, akan tetapi

teori ini baru menguat pada dua dekade terakhir seiring dengan munculnya

pemerintahan neoliberalisme di beberapa negara seperti Amerika, Inggris, Kanada

dan Selandia baru. Teori ini juga banyak pembahasan ahli politik seperti konsep

reinventing government, new public management, public choise teory,

managerialism.
Teori ini menyoroti kapasitas organisasi birokrasi yang terlalu besar, terlalu

mencampuri urusan rakyat, mengkonsumsi terlalu banyak sumber daya manusia.

Birokrat, terlepas dari citra sebagai pelayan masyarakat, dia juga memiliki motivasi

yang berkaitan dengan pengembangan karier dan pemenuhan kebutuhan pribadi. Oleh

karena itu, teori ini menuntut agar kapasitas birokrasi dikurangi dan peran yang

selama ini dilakukan hendaknya di delegasikan kepada sektor swasta ( privat sector)

dan mekanisme pasar.

4. Teori New Public Service(NPS)

Teori NPS menentang teori BOM , sebab menurut Denhart (2000), birokrasi

memiliki corak dan cara kerja yang berbeda dengan swasta dan juga corak

manajemen dan lingkungan kerja. Birokrasi juga tidak sesuai dengan nilai – nilai

market mechanism. Sehingga memaksakan prinsip – prinsip manajemen swasta

kedalam institusi birokrasi justru dapat berakibat kontra produktif terhadap kinerja

birokrasi itu sendiri.

Teori NPS memandang bahwa birokrasi adalah alat rakyat dan harus tunduk

pada kepada apapun suara rakyat, sepanjang suara itu rasioanal dan legimate secara

normatif dan konstitusional. Seorang pimpinan dalam birokrasi bukanlah semata-

mata makhluk ekonomi seperti yang diungkapan dalam teori BOM, melainkan juga

makhluk yang berdimensi sosial, politik dan menjalankan tugas sebagai pelayan

publik. Untuk meningkatkan pelayanan publik yang demokratis, konsep “The   New

Public Service (NPS)” menjanjikan perubahan nyata kepada kondisi birokrasi


pemerintahan sebelumnya. Pelaksanaan konsep ini membutuhkan keberanian dan

kerelaan aparatur pemerintahan, karena mereka akan mengorbankan waktu, dan

tenaga untuk mempengaruhi semua sistem yang  berlaku. Alternatif yang ditawarkan

konsep ini adalah pemerintah harus mendengar suara publik dalam pengelolaan tata

pemerintahan. Meskipun tidak mudah bagi pemerintah untuk menjalankan ini, setelah

sekian lama bersikap sewenang-wenang terhadap publik.

Di dalam paradigma ini semua ikut terlibat dan tidak ada lagi yang hanya

menjadi penonton. Gagasan Denhardt & Denhardt tentang Pelayanan Publik Baru

(PPB) menegaskan bahwa pemerintah seharusnya tidak dijalankan seperti layaknya

sebuah perusahaan tetapi melayani masyarakat secara demokratis, adil, merata, tidak

diskriminatif, jujur dan akuntabel. Disini pemerintah harus menjamin hak-hak warga

masyarakat, dan memenuhi tanggungjawabnya kepada masyarakat dengan

mengutamakan kepentingan warga masyarakat. “Citizens   First” harus menjadi

pegangan atau semboyan pemerintah (Denhardt & Gray, 1998).

Adapun prinsip-prinsip yang ditawarkan Denhart & Denhart (2003) adalah

sebagai berikut (Putria):

1. Melayani Warga Negara, bukan customer (Serve Citizens, Not Customers)

2. Mengutamakan Kepentingan Publik (Seeks the Public Interest)

3. Kewarganegaraan lebih berharga daripada Kewirausahaan (Value Citizenship

over Entrepreneurship)

4. Berpikir Strategis, Bertindak Demokratis (Think Strategically, Act

Democratically)
5. Tahu kalau Akuntabilitas Bukan Hal Sederhana (Recognize that

accountability is not Simple)

6. Melayani Ketimbang Mengarahkan (Serve Rather than Steer).

7. Menghargai Manusia, Bukan Sekedar Produktivitas (Value People, Not Just

Productivity)

Adapun dimensi Pengukur Keberhasilan dari diterapkannya New Pulic

Service. Keberhasilan penerapan konsep standar dan kualitas pelayanan publik yang

minimal memerlukan dimensi yang mampu mempertimbangkan realitas dalam

mengelola sektor-sektor publik yang lebih partisipatif, transparan, dan akuntabel. Ada

sepuluh dimensi untuk mengukur keberhasilan tersebut (Jauharul Islam):

1) Tangable → menekankan pada penyediaan fasilitas, fisik, peralatan, personil,

dan komunikasi.

2) Reability → adalah kemampuan unit pelayanan untuk menciptakan yang

dijanjikan dengan tepat.

3) Responsiveness → kemauan untuk membantu para provider untuk

bertanggungjawab terhadap mutu layanan yang diberikan.

4) Competence → tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan keterampilan

yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan.

5) Courtessy → sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap

keinginan pelanggan serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi.

6) Credibility → sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan

masyarakat.
7) Security → jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin dan bebas dari

bahaya dan resiko.

8) Access → terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan.

9) Communication → kemaun pemberi layanan untuk mendengarkan suara,

keinginan, atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu

menyampaikan informasi baru kepada masyarakat.

10) Understanding the customer → melakukan segala usaha untuk mengetahui

kebutuhan pelanggan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa

aliran pemikiran birokrasi disebut juga teori. Aliran pemikiran birokrasi terdiri dari

beberapa teori (yang menonjol) dalam membentuk institusi (birokrasi) di berbagai

Negara, yaitu:

1. Teori rational administrative model

2. Teori power block model

3. Teori bureaucratic oversupply model

4. Teori new public service.

B. Saran

Materi Aliran pemikiran birokrasi merupakan materi yang sangat menarik

apabila dikaji lebih mendalam, sebab dengan memahami berbagai aliran pemikiran

birokrasi akan sangat membantu untuk kita selaku insane akademisi untuk

mengidentifikasi mana diantara aliran pemikiran birokrasi yang cocok diterapkan di

Indonesia. Akan tetapi, dengan segala keterbatasan waktu yang diberikan maka

penulis hanya dapat menyajikan sedikit materi terkait aliran pemikiran birokrasi.
Penulis harapkan agar kedepannya diberikan kesempatan untuk mengkaji

lebih mendalam terkait judul materi ini. Semoga dengan materi yang penulis buat bisa

menjadi motivasi awal untuk terus mengkaji khazanah keilmuan.


DAFTAR PUSTAKA

Ida Budiarti. 2014. Penerapan New Public Service di Indonesia.


https://www.scribd.com/doc/239622364/PENERAPAN-NEW-PUBLIC-
SERVICE-DI-INDONESIA diakses pada 08 Oktober 2018

Pebrizon. 2018. BIROKRASI DALAM TEORI RATIONAL ADMINISTRATIVE


MODEL. http://katarizon.blogspot.com/2013/10/birokrasi-dalam-teori-
rational.html?m=1 diakses pada 10 Oktober 2018.

Rina Martini. 2012. Buku Ajar Birokrasi Dan Politik. Universitas Diponegoro
Semarang.https://www.google.co.id/url?
q=http://eprints.undip.ac.id/38849/1/BIROKRASI_DAN_POLITIK.pdf diakses
pada 8 Oktober 2018.

Thoha, Miftah. 2014. Birokrasi Politik & Pemilihan Umum di Indonesia. Jakarta:
Prenadamedia Group.

Thoha, Miftah. 2016. Birorasi & Politik di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai