Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MAKALAH

TEORI SOSIOLOGI KLASIK


RASIONALISASI, BIROKRASI DAN OTORITAS DARI MAX WEBER

DISUSUN KELOMPOK 6 ;

1. MARNI C1B121134
2. YUNITA PRILIANI TAMBENGI C1B121046
3. INKA ERNAWATI C1B121018
4. DEVIA C1B121056
5. IRA WATI C1B121020
6. ANDI FARHAN. S C1B121052
7. HESTI C1B121014
8. YULI ANDRIAN IMRAN NASIR C1B121164

JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2022
BAB I

PENDAHULUA

A. LATAR BELAKANG

Birokrasi merupakan suatu sistem pengorganisasian negara dengan tugas yang


sangat kompleks dan hal ini jelas memerlukan pengendalian operasi manajemen
pemerintahan yang baik. Sangatlah disayangkan, apabila kerja rutinitas aparat
birokrasi sering menyebabkan masalah baru yang menjadikan birokrasi statis dan
kurang peka terhadap perubahan lingkungan bahkan terkesan cenderung resisten
terhadap pembaharuan. Kondisi seperti ini seringkali memunculkan potensi praktek
mal-administrasi yang mengarah pada korupsi, kolusi, dan nepotisme. Bermula dari
kondisi tersebut maka pemerintah pusat maupun daerah perlu segera melakukan
reformasi birokrasi yang tidak hanya pada tataran komitmen saja tetapi juga
dilandingkan dalam tataran kehidupan nyata

Sejak bergulirnya era reformasi, berbagai isu ataupun pemikiran dilontarkan


para pakar berkaitan dengan bagaimana mewujudkan tata pemerintahan yang baik di
antaranya dilakukan melalui reformasi birokrasi. Upaya tersebut secara bertahap
dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (Provinsi dan
Kabupaten/ Kota). Secara empiris birokrasi identik dengan aparatur pemerintah yang
mempunyai tiga dimensi yaitu organisasi, sumber daya manusia, dan manajemen.
Dalam pemerintahan, dimensi itu dikenal kelembagaan, kepegawaian dan
ketatalaksanaan, yang merupakan unsur-unsur administrasi negara; kiranya dimensi
tersebut dapat ditambah dengan kultur mind set. Konsep birokrasi Max Weber yang
legal rasional, diaktualisasikan di Indonesia dengan berbagai kekurangan dan
kelebihan seperti terlihat dari perilaku birokrasi. Perilaku birokrasi timbul manakala
terjadi interaksi antara karakteristik individu dengan karakteristik birokrasi; apalagi
dengan berbagai isu yang berkembang dan penegakan hukum saat ini yang berkaitan
dengan patologi birokrasi.
Kondisi-kondisi utama dalam masyarakat modern yang mendorong kebutuhan
akan birokrasi adalah perekonomian uang, kapitalisme, dan organisasi berskala luas.
Di mana terdapat perekonomian uang, kapitalisme, dan organisasi skala luas, di sana
dibutuhkan birokrasi (Aluko and Adesopo, 2004:13-14). Max Weber menyatakan
bahwa birokrasi merupakan sarana paling rasional untuk pelaksanaan kontrol
imperatif atas tindakan manusia dan dapat mencapai derajat efisiensi teknis yang
tertinggi. Meskipun birokrasi ada di dalam semua pemerintahan modern dan diakui
sebagai tipe pengorganisasian yang paling efisien dan dibutuhkan dalam organisasi
berskala besar di berbagai bidang, tetapi sampai saat ini menurut Dahlström,
Lapuente and Teorell (2010:3-4) tidak ada usaha yang menggunakan tipe ideal
birokrasi Max Weber sebagai peralatan teoritis untuk mengarahkan penelitian
empirik, dan karena itu kita tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang
dimensi-dimensi mana dan berapa banyak dari struktur birokrasi itu yang ada dalam
kenyataan.
Tipe ideal birokrasi merupakan sarana paling rasional untuk pelaksanaan
kontrol imperatif atas manusia. Birokrasi rasional karena bersandar pada otoritas
legal-rasional yang berisikan lima prinsip dasar berikut:
1) standardisasi dan formalisasi
2) pembagian kerja dan spesialisasi;
3) hirarki otoritas
4) profesionalisasi
5) dokumentasi tertulis (Weber, 1947:330-332).
Kenyataan yang terjadi di pemerintah daerah Kota Kendari, birokrasi tidak
mampu mencapai efektivitas yang tertinggi dalam berbagai jenis tugas administratif.
Tugas untuk merealisasikan kesejahteraan masyarakat sampai saat ini masih jauh
dari yang diharapkan, sebagaimana terlihat dari tingkat pengangguran dan
kemiskinan yang lebih tinggi dari angka nasional. Literatur administrasi publik pada
umumnya dan teori organisasi khususnya, masih kekurangan data empirik tentang
karakteristik birokrasi sebagaimana diformulasikan oleh Max Weber.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pengertian Birokrasi?


2. Bagaimana Konsep Max Weber dalam birokrasi?
3. Apa Sumber legitimasi otoritas pemerintahan di Indonesia?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Birokrasi

Secara etimologis, istilah birokrasi berasal dari gabungan kata Perancis,


„bureau‟, yang berarti “kantor”, dan kata Yunani „kratein‟ yang berarti aturan.
Sebagai suatu bentuk institusi, birokrasi telah ada sejak lama. Raison d’etre
keberadaannya adalah munculnya masalah-masalah publik tertentu yang
penanganannya membutuhkan koordinasi dan kerjasama dari orang yang banyak
dengan berbagai keahlian dan fungsi.

Birokrasi merupakan instrumen penting dalam masyarakat modern yang


kehadirannya tak mungkin terelakkan. Eksistensi birokrasi ini sebagai konsekuensi
logis dari tugas utama negara (pemerintahan) untuk menyelenggarakan kesejahteraan
masyarakat (social welfare). Negara dituntut terlibat dalam memproduksi barang dan
jasa yang diperlukan oleh rakyatnya baik secara langsung maupun tidak. Bahkan
dalam keadaan tertentu negara yang memutuskan apa yang terbaik bagi rakyatnya.
Untuk itu negara mernbangun sistem administrasi yang bertujuan untuk melayani
kepentingan rakyatnya yang disebut dengan istilah birokrasi. Sejauh ini, birokrasi
menunjuk pada empat pengertian, yaitu :
1. Menunjuk pada kelompok pranata atau lembaga tertentu. Pengertian ini
menyamakan birokrasi dengan biro.
2. Senunjuk pada metode khusus untuk pengalokasian sumberdaya dalam suatu
organisasi besar. !engertian ini berpadanan dengan istilah pengambilan
keputusan birokratis.
3. Menunjuk pada “kebiroan” atau mutu yang membedakan antara biro-biro
dengan jenis-jenis organisasi lain. Pengertian ini lebih menunjuk pada sifat-
sifat statis organisasi
4. Sebagai kelompok orang, yakniorang-orang yang digaji yang berfungsi dalam
pemerintahan
5. Konsep Birokrasi Max Weber.
Dengan demikian maka Birokrasi dapat juga dimaknai sebagai suatu sistem
kerja yang berlaku dalam suatu organisasi (baik publik maupun s'asta) yang mengatur
secara ke dalam maupun keluar. Mengatur ke dalam berarti berhubungan dengan hal-
hal yang menyangkut hubungan atau interaksi antara manusia dalam organisasi juga
antara manusia dengan sumber daya organisasilainnya. Sedangkan mengatur keluar
berarti berhubungan dengan interaksiantara organisasi dengan pihak lain baik dengan
lembaga lain maupun dengan individu-individu.
B. Konsep Max Weber dalam Borokrasi

Max Weber menciptakan model tipe ideal birokrasi yang menjelaskan bahwa
suatu birokrasi atau administrasi mempunyai suatu bentuk yang pasti dimana semua
fungsi dijalankan dalam cara-cara yang rasional. Tipe ideal itu menurutnya bisa
dipergunakan untuk membandingkan birokrasi antara organisasi yang satu dengan
organisasi yang lain. Menurut Max Weber bahwa tipe ideal birokrasi yang rasional
tersebut dilakukan dalam cara-cara sebagai berikut:
1. individu pejabat secara personal bebas, akan tetapi dibatasi oleh jabatannya
manakala ia menjalankan tugas-tugas atau kepentingan individual dalam
jabatannya. Pejabat tidak bebas menggunakan jabatannya untuk keperluan dan
kepentingan pribadinya termasuk keluarganya.
2. jabatan-jabatan itu disusun dalam tingkatan hierarki dari atas ke bawah dan ke
samping. Konsekuensinya ada jabatan atasan dan bawahan, dan ada pula yang
menyandang kekuasaan lebih besar dan ada yang lebih kecil.
3. tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam hiearki itu secara spesifik
berbeda satu sama lainnya.
4. setiap pejabat mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan. Uraian
tugas (job description) masing-masing pejabat merupakan domain yang
menjadi wewenang dan tanggung jawab yang harus dijalankan sesuai dengan
kontrak.
5. setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya, idealnya hal
tersebut dilakukan melalui ujian yang kompetitif.
6. setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima pensiun sesuai
dengan tingkatan hierarki jabatan yang disandangnya. Setiap pejabat bisa
memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan jabatannya sesuai dengan
keinginannya dan kontraknya bisa diakhiri dalam keadaan tertentu.
7. terdapat struktur pengembangan karier yang jelas dengan promosi
berdasarkan senioritas dan merit sesuai dengan pertimbangan yang obyektif.
8. setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan menjalankan jabatannya dan
resources instansinya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.
9. setiap pejabat berada di bawah pengendalian dan pengawasan suatu sistem
yang dijalankan secara disiplin.

Weber mengemukakan bahwa birokrasi rasional semakin penting, yang


memiliki seperangkat ciri ketetapan, kesinambungan, disiplin kekuasaan, keajegan
(reliabilitas) yang menjadikan secara teknis merupakan bentuk organisasi yang paling
memuaskan, baik bagi pemegang otoritas maupun bagi semua kelompok kepentingan
lain. Rasionalitas formal birokrasi merupakan penerapan peraturan berdasarkan
keahlian. Inti gagasan tentang kalkulasi yang benar baik menurut istilah numerik
seperti akuntan maupun menurut istilah logika. Hal ini bisa diperlukan walaupun
bukan merupakan kondisi yang cocok bagi pencapaian tujuan bahkan dapat
berbenturan dengan rasionalitas materiil. Apabila nilai dan keyakinan suatu
masyarakat diketahui secara jelas mendasarkan pada logika, perhitungan dan
pengetahuan ilmiah. Dengan perkataan lain bahwa proses rasionalitas pada
masyarakat itu telah maju, maka birokrasi pun dapat berjalan dengan baik.
Max Weber mengemukakan mekanisme untuk membatasi lingkup sistem-
sistem otoritas pada umumnya dan birokrasi pada khususnya dikelompokan menjadi
lima kategori yaitu:\
1. Kolegialitas, birokrasi dalam arti masing-masing tahapan hierarki jabatan
seseorang dan hanya satu orang yang memiliki tanggung jawab untuk
mengambil keputusan; jika orang lain terlibat dalam pengambilan keputusan
maka kolegialitas terlaksana.
2. Pemisahan kekuasaan, pembagian tanggung jawab terhadap fungsi yang sama
antara dua badan atau lebih. Keputusan apapun memerlukan kompromi di
antara badan-badan itu untuk tercapai.
3. Administrasi amatir, manakala suatu pemerintahan tidak menggaji para
administraturnya, maka pemerintahan tergantung pada orang-orang yang
memiliki sumber-sumber yang dapat memungkinkan mereka menghabiskan
waktu dalam kegiatan yang tidak bergaji; namun para amatir tersebut dibantu
oleh para profesional, maka yang sebenarnya membuat keputusan adalah oleh
para profesional itu.
4. Demokrasi langsung, ada beberapa cara yang memastikan bahwa para pejabat
dibimbing langsung oleh dan dapat dipertanggungjawabkan pada suatu
majelis. Disini dibutuhkan orang-orang yang ahli sebagai pembuat keputusan.
5. Representasi (perwakilan), badan-badan perwakilan kolegial yang anggota-
anggotanya dipilih melalui pemungutan suara dan bebas membuat keputusan
serta memegang otoritas bersama-sama dengan orang yang telah memilih
mereka
Di sisi lain, rasionalisasi juga berarti peningkatan pemahaman teoretis atas
realitas yang diperoleh melalui konsep-konsep yang saksama dan abstrak. Dalam
pengertian ini, sains memegang peranan penting karena sains dipercaya sebagai
perangkat yang paling ampuh dan sahih untuk memahami dan, dengan demikian,
menguasai proses-proses objektif alam. Kepercayaan pada superioritas sains ini pada
gilirannya menggantikan nilai-nilai lama seperti agama, metafisika, dan kearifan
tradisional. Weber menyebut proses ini sebagai “hilangnya pesona dunia”
(disenchantment of the world). Keterpukauan dan keterpesonaan pada dunia, yang
dipasok oleh agama dan tradisi yang memberikan makna serta nilai bagi kehidupan,
kini digantikan oleh sains yang hanya mampu menawarkan pengetahuan deskriptif
yang dingin dan keras tentang realitas.

C. Sumber Legitimasi Otoritas Pemerintahan di Indonesia

a. Otoritas Tradisional

Otoritas pemerintah yang absah berdasarkan landasan tradisional menurut


Max Weber (1968: 215), didasarkan pada kepercayaan yang sudah mapan pada
kesucian tradisi-tradisi kuno dan legitimasi orang-orang yang melaksanakan otoritas
menurut tradisi-tradisi itu.Pemahaman terhadap otoritas tradisional Weber
merupakan otoritas yang didasarkan pada suatu klaim yang diajukan para pemimpin,
dan suatu kepercayaan di pihak para pengikut, bahwa ada kebajikan di dalam
kesucian aturan-aturan dan kekuasaan kuno.(George Ritzer, 2012: 225). Hal ini
ditunjukkan oleh adanya kesetiaan pribadi masyarakat/kelompok/individu terhadap
sang pemimpinnya. Masyarakat bersikap dan bertindak melegitimasinya didasari
nilai-nilai tradisi yang ada dan berlaku dalam masyarakat tersebut.

b. Otoritas Legal-Rasional

Otoritas pemerintah yang diterima (legitimasi) masyarakat berdasarkan legal


rasional menurut Max Weber (1968: 215), yaitu pada kepercayaan terhadap legalitas
aturan-aturan yang ditetapkan dan hak orang-orang yang diberi otoritas berdasarkan
aturan-aturan itu untuk mengeluarkan perintah-perintah.Berdasarkan argumentasi
tersebut, bahwa seseorang yang mendapat dan melaksanakan otoritas secara absah
didasarkan pada landasan-landasan yaitu peraturan perundang-undangan atau aturan
lain yang berlaku dalam suatu masyarakat.

c. Otoritas Kharismatik

Selain otoritas tradisional dan legal-rasional, otoritas yang ketiga menurut


Max Weber, yaitu kharisma. Otoritas ini menurut Max Weber sebagaimana yang
dijelaskan oleh George Ritzer (2012: 220),bersandar pada kesetiaan para
pengikut .kepada kesucian luar biasa, watak teladan, heroisme, atau kekuasaan
istimewa (misalnya kemampuan menghasilkan keajaiban) para pemimpin, dan juga
kepada tatanan normatif yang di dukung oleh mereka.Otoritas karismatik terkandung
dan tampak pada diri seorang pemimpin dengan visi dan misi yang mampu
menginspirasi dan menggugah orang lain melalui aktivitasnya sehingga orang lain
dapat setia mengikutinya. Argumentasi tersebut didasarkan pada karakteristik yang
dimiliki seorang pemimpin dan dapat dirasakan oleh orang lain.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Birokrasi merupakan suatu sistem pengorganisasian negara dengan tugas yang


sangat kompleks dan hal ini jelas memerlukan pengendalian operasi manajemen
pemerintahan yang baik. Sangatlah disayangkan, apabila kerja rutinitas aparat
birokrasi sering menyebabkan masalah baru yang menjadikan birokrasi statis dan
kurang peka terhadap perubahan lingkungan bahkan terkesan cenderung resisten
terhadap pembaharuan. Kondisi seperti ini seringkali memunculkan potensi praktek
mal-administrasi yang mengarah pada korupsi, kolusi, dan nepotisme. Bermula dari
kondisi tersebut maka pemerintah pusat maupun daerah perlu segera melakukan
reformasi birokrasi yang tidak hanya pada tataran komitmen saja tetapi juga
dilandingkan dalam tataran kehidupan nyata.

Dari dasar birokrasi Max Weber yang mencakup standardisasi dan


formalisasi, pembagian kerja dan spesialisasi, hirarki otoritas, profesionalisasi, dan
dokumentasi tertulis pada organisasi penerapannya kurang sesuai dengan tipe ideal
Max Weber sehingga tidak dapat menjadi sarana kontrol imperatif atas tindakan
pejabat organisasi tersebut. Karakteristik birokrasi Max Weber yang kurang sesuai
penerapannya pada organisasi mengakibatkan tindakan-tindakan pejabat kurang
terkontrol.

Secara gradual, di Indonesia reformasi birokrasi dilakukan dalam dimensi


kelembagaan, sumberdaya aparatur, ketatalaksanaan, dan kultur/ mind set. Baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, hendaknya melakukan reformasi
birokrasi melalui organisasi pembelajaran yang konsisten dan berkelanjutan, dengan
memperhatikan critical success factors.
DAFTAR PUSTAKA

Allen, Kieran. 2004. Max Weber: A Critical Introduction. London: Pluto


Press.

Blau, Peter M., dan Meyer, Marshall W. 1987. Birokrasi dalam Masyarakat
Modern; (edisi kedua), Terj. Jakarta: UI Press

Budi Santoso, Priyo, Birokrasi Pemerintah Orde Baru Perspektif Kultural dan
Struktural. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1997.

Ekawati , Ely Nor. "Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal ," Legitimasi
Politik Pemerintah Desa (Studi Pengunduran Diri Kepala Desa Di Desa CV Cindai
Alus Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar), vol. 01, no. 02, 2012, pp. 60-61.

Iriawan, H., & Rijal, R. (2019). REFORMASI BIROKRASI DALAM


PELAYANAN PUBLIK (Studi Kasus UPTB Samsat Kabupaten Biak Numfor).
Kolaborasi:JurnalAdministrasiPublik,5(2),128–141.
https://doi.org/10.26618/KJAP.V5I2.2290

Ngadisah M.A, Prof.Dr. Pengertian dan Teori-teori Klasik Birokrasi.E-book,


repository.ut.ac.id, 2022, pp. 1.5-1.6.

Pramusinto, Agus dan Agus Purwanto, Erwan, Reformasi Birokrasi,


Kepemimpinan, dan Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gava Media,2009.

Supriatna, Tjahya, Manajemen dan Birokrasi Pemerintahan. Bandung,2001.

Thoha, Miftah, Perspektif Perilaku Birokrasi. Jakarta: Rajawali Press,


1991.Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.

Thoha Miftah dan Agus Dharma, Menyoal Birokrasi Publik: Balai Pustaka,

1999.

wakhid, Ali Abdul. Eksistensi Konsep Birokrasi Max Weber Dalam


Reformasi Birokrasi di Indonesia , vol. 7, no. 13, 2011, p. 127-129.

https://www.academia.edu/38679586/Bab_1_Konsep_Birokrasi

Anda mungkin juga menyukai