NPP : 31.0221
KELAS : A-2
RESUME BUKU
BIROKRASI DAN DINAMIKA KEKUASAAN
Prof. Dr. Miftah Thoha, MPA.
BAB I
BUDAYA BIROKRASI PEMERINTAH
Kita mengenal ada tiga bangunan model birokrasi yang selama ini kita pelajari, yakni :
1. Bangunan birokrasi Weberian
2. Birokrasi Hegelian
3. Marxisian
Selain itu, banyak lagi model bangunan lain, seperti misalnya bangunan human
governance. Denhard dan Denhard mengemukakan tiga model bangunan birokrasi
pemerintah, yakni :
1. Model tua tergolong di dalamnya konsep model Weberian
2. Hegelian dan Marxisian
3. Model bangunan baru manajemen public
4. Model bangunan pelayanan public
Di Indonesia, Fadel Muhammad mengemukakan modelnya membangun birokrasi
wirausaha. Ada empat variable yang dikemukakan oleh Dr. Fadel Muhammad : Pertama,
faktor endowment daerah; Kedua, Faktor budaya organisasi; Ketiga, lingkungan makro;
dan keempat kapasitas manajemen kewirausahaan.
Dari temuannya ternyata faktor kemampuan manajemen kewirausahaan dan faktor budaya
organisasi berpengaruh besar terhadap bangunan birokrasi otonomi pemerintah daerah.
Birokrasi pemerintah yang demokrasi tampaknya tidak bisa dipi- sahkan dari
pembahasan hal-hal yang berkaitan dengan tata kepemerintahan dan kegiatan politik.
Semua proses politik dan lembaga pemerintahan berjalan seiring dengan jalannya
demokrasi. Oleh karena itu, Ranny (1996), berpendapat bahwa, demokrasi merupakan suatu
ben- tuk pemerintahan yang ditata dan diorganisasikan berdasarkan prinsip-prinsip
kedaulatan rakyat (populer sovereignity), kesamaan politik (political equality), konsultasi
atau dialog dengan rakyat (populer con- sultation), dan berdasarkan pada aturan suara
mayoritas.
Adapun proses rekrutmen pejabat birokrasi berasal dari pejabat pega- wai negeri
yang memenuhi persyaratan pemerintah diangkat oleh pejabat yang berhak mengangkatnya.
Dasar sistem merit yang meliputi keahlian, kompetensi, dan profesional menjadi landasan
pengangkatannya. Sistem merit dijalankan secara konsekuen dan terbuka. Setiap
pengangkatan dan promosi harus didasarkan atas pertimbangan bahwa kompetensi calon
sangat sesuai dan dibutuhkan oleh kompetensi jabatan yang kosong. Penilaian akhir dari
calon yang akan diangkat harus dijalankan secara ter- buka dapat diketahui oleh semua
pihak baik yang diterima atau diangkat ataupun yang tidak bisa diterima atau diangkat.
Budaya transparansi ini harus melalui ujian atau tes terbuka dilakukan oleh lembaga
independen bukan oleh Tim Penilai Akhir (TPA) yang selama ini dilakukan oleh pejabat
politik. Komisi Aparatur Sipil Negara perlu segera dibentuk untuk menetapkan dan
melaksanakan kebijakan pembinaan dan pengembangan karier jabatan karier birokrasi
pemerintah.
Perilaku merupakan suatu fungsi dari interaksi antara seorang in- dividu dan
lingkungannya. Ini formula psikologi, dan mempunyai kan- dungan pengertian bahwa
perilaku seseorang itu tidak hanya ditentukan oleh dirinya sendiri, melainkan ditentukan
sampai seberapa jauh interaksi antara diri dan lingkungannya. Formula psikologi ini dapat
dituliskan dengan rumus di atas. Perilaku birokrasi pada hakikatnya merupakan hasil
interaksi an- tara individu dan organisasinya. Oleh karena itu, untuk memahami pe- rilaku
birokrasi sebaiknya diketahui terlebih dahulu individu sebagai pendukung organisasi
tersebut. Individu membawa ke dalam tatanan birokrasi, kemampuan, ke. percayaan
pribadi, pengharapan, kebutuhan, dan pengalaman masa lainnya. Ini semua merupakan
karakteristik individu, dan karakteristik ini akan dibawa olehnya manakala individu
tersebut akan memasuki suatu lingkungan baru, semisal birokrasi atau organisasi ini.
BAB II
BIROKRASI PEMERINTAH
Reformasi Birokrasi
Gerakan reformasi birokrasi itu belum menghinggapi atmosfir pemerintahan
sekarang. Gegap gempitanya gerakan reformasi birokrasi tidak sedahsat gerakan anti
korupsi. Padahal korupsi itu terjadi karena lembaga birokrasinyayang kuat dan kebesaran
ini. Refor. masi birokrasi pemerintah tidak mungkin bisa dilakukan tanpa didahului oleh
upaya pemerintah melakukan evaluasi atau penelitian terhadap lem- baga pemerintahannya.
Dari hasil evaluasi ini akan dihasilkan rekomen- dasi lembaga organisasi mana yang masih
efektif. Ada tiga prakondisi yang harus diperhatikan jika nanti menyusun organisasi
birokrasi pemerintah yang efektif sesuai dengan tuntutan zaman. Tiga hal ini, yaitu:
pertama semangat desentralisasi dan otonomi sebagai perwujudan dari sistem pemerintahan
yang demokratis kedua, perubahan sistem politik yang jauh berbeda dengan keadaan sistem
politik di zaman pemerintahan orde baru; dan ketiga, krisis ekonomi yang mengakibatkan
defisit anggaran, terpuruknya mata uang kita, pengangguran, dan ketergantungan
pemerintah pada negara lain pula yang harus dihemat, atau dilakukan penyusunan lembaga
yang efektif.
BAB III
KEKUASAAN BIROKRASI DALAM PRAKTIK
Teori Organik
pada Dalam organic theory, jauh sebelum abad ke 17 hampir semua filsuf politik
menguraikan pandangan dari origanisasi negara dan pemerin tahan. Di dalam politiknya
Aristoteles dijelaskan bahwa manusia itu se cara alami adalah makhluk sosial yang tidak
seperti malaikat atau sistem yang tidak bisa hidup di luar masyarakat. Timbulnya
pemerintahan itu dalam pandangan Aristoteles sejalan dengan evolusi pertumbuhan dari
keluarga, atau satuan rumah tangga (household units) ke arah satuan yang lebih komplek,
satuan pemuas kebutuhan sendiri yang masing- masing individu bisa mencapai atau
mengembangkan potensi intelek- tual dan moralnya.
Teori Kontrak
Adapun dalam contract theory, teori ini merupakan aliran pemikir- an utama yang
kedua tentang pemerintahan. Teori ini berpostulat suatu "state of nature", suatu negara atau
kondisi di mana individu hidup se- belum timbulnya suatu pemerintahan. Pemerintahan itu
diciptakan melalui mediasi kontrak di antara individu tersebut. Di dalam kontrak itu secara
khusus dinyatakan bahwa orang-orang harus mau diatur atau diperintah (will be governed).
Klasifikasi Pemerintahan
Menurut Bagian ini akan membicarakan penggolongan jenis pemerintah- an, baik
berdasarkan yang tergolong lama (old fashion) maupun yang tergolong penggolongan
modern. Penggolongan yang tergolong lama mengikuti penggolongan Aristoteles
kelihatannya masih banyak diikuti oleh para pemikir pada zaman berikutnya.
Klasifikasi Modern
Dalam penggolongan modern ini para pemikir pemerintahan modern tidak dengan
otomatis mudah menerima klasifikasi Aristoteles yang membedakan jenis pemerintahan
yang baik dan jahat (pure and governments). Jenis pemerintahan itu atas dasar pada tingkat
atau derajat pelaksanaan stabilitas, penegakan hukum tatanan kebebasan, dan perlindungan
hak civil dan asasi manusia.
Klasifikasi Chookolingo
Frank C. Chookolingo seperti yang disebut di muka mengatakan bahwa setiap
upaya untuk membuat klasifikasi bentuk pemerintahan banyak mengalami kesulitan dan
perlu dilakukan secara hati-hati. Hal ini disebabkan karena tidak ada satu metode yang
memberikan kepuasan kepada semua situasi dan keadaan yang ada.
BAB IV
KEKUASAAN DALAM PEMERINTAHAN
Klasifikasi Pemerintahan
Bagian ini akan membicarakan penggolongan jenis pemerintah- an, baik
berdasarkan yang tergolong lama (old fashion) maupun yang tergolong penggolongan
modern. Penggolongan yang tergolong lama mengikuti penggolongan Aristoteles
kelihatannya masih banyak diikuti oleh para pemikir pada zaman berikutnya.
Klasifikasi Aristoteles
Semenjak zaman dahulu, jenis pemerintahan itu dibedakan atas luas lingkup dan
sumber kewenangan yang dimiliki. Pemerintahan atau government dapat digolongkan atau
diklasifikasi atas dasar beberapa hal. Aristoteles telah memberikan kontribusi yang besar
dalam hal klasifikasi pemerintahan ini, bentuk penggolongannya diikuti dan berlaku sampai
sekarang. Para ilmuwan pemerintahan modern sering menggunakan penggolongan yang
dilakukan oleh Aristoteles. Pola penggolongan ini semakin menarik melibatkan faktor
sosial dan ekonomi dalam menen- tukan bagaimana pemerintahan itu dijalankan dalam
praktik. Aristoteles mengklasifikasikan pemerintahan menurut lokus kedau- latan
(sovereignity), yakni pada dasar siapa yang mempunyai kewe- nangan tertinggi dalam
membuat keputusan dalam sistem politik atau masyarakat.
Pemerintahan Konstitusional
Banyak kalangan ahli pemerintahan yang masih mengemukakan konsep Aristoteles
bahwa suatu struktur dan proses negara itu ialah pemerintahan harus mencerminkan pada
tingkat tertentu dari sifat, watak, dan komposisi masyarakatnya manakala ia ingin
menciptakan sistem keamanan yang efektif bagi rakyat di dalam komunitas sosial tersebut.
Distribusi Kekuasaan Pemerintah
Dalam paham konstitusionalisme terdapat hambatan yang disebut "paper
barricades" yang tidak cukup bisa membatasi ruang lingkup kekuasaan pemerintahan. Paper
barricade ini mencurigai bahwa suatu konstitusi tertulis tidak cukup bisa membatasi ruang
lingkup kekuasaan pemerintahan. Oleh karena itu, diamati selanjutnya bagaimana distribusi
kekuasaan pemerintahan harus bisa dibatasi. Untuk keperluan analisis dan perbandingan,
maka para filsuf kuno maupun modern sepakat bahwa pola distribusi kekuasaan pemerintah
itu bisa dibagi atas dua kategori, yakni: distribusi vertikal dan horizontal.
Distribusi Vertikal
Istilah federalism digunakan ketika pembagian kekuasaan dan fungsi pemerintahan
dilakukan di antara pemerintah pusat dan pemerintah di tingkat bawah (subsidiary). Atau
dalam praktika pemerintahan federal yang dipakai Amerika Serikat merupakan pembagian
kekuasaan (authority atau power) dari pemerintah federal (nasional) dengan pemerintah
negara bagian (states).
Distribusi Horizontal
Distribusi kekuasaan dan fungsi pemerintahan secara horizontal mengarah kepada
alokasi kekuasaan diantara cabang atau divisi pemerintahan. Distribusi kekuasaan yang
horizontal ini melahirkan dua bentuk pemerintahan yakni pemerintahan yang diintervensi
oleh parlemen (legislatif) yang disebut pemerintahan perlementer, dan bentuk pemerintahan
yang dikendalikan oleh eksekutif atau presiden yang disebut pemeritahan presidensiel.
Sistem parlementer melahirkan Kabinet Parlementer yang pemerintahannya dikuasai oleh
parlemen. Sistem peme- rintahan parlementer ini kekuasaan pemerintahan dibagi oleh
koalisi mayoritas partai di parlemen. Partai mayoritas akan memegang kekuasaan dan
kedudukan sebagai perdana menteri. Penggabungan antara tanggung jawab dan
kewenangan banyak dijumpai mempunyai bentuk yang beraneka di beberapa negara,
seperti yang terjadi pada sistem per- lementer di Jepang, India, dan Jerman.