Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Birokrasi dan politik bagai dua mata uang yang tidak akan pernah terpisahkan

satu sama lain. Birokrasi dan politik memang merupakan dua buah institusi yang

memiliki karakater yang sangat berbeda, namun harus selalu saling mengisi. Dua

karakter yang berbeda antara dua institusi ini pada satu sisi memberikan sebuah

ruang yang positif bagi apa yang disebut dengan sinergi, namun acapkali juga tidak

dapat dipisahkan dengan aroma perselingkuhan.

Menurut Etzioni-Havely (dalam Savirani:2005) birokrasi adalah organisasi

hirarkis pemerintah yang ditunjuk untuk menjalankan tugas melayani kepentingan

umum. Ciri khas yang melekat dalam tubuh birokrasi adalah bentuk organisasi yang

berjenjang, rekrutmen berdasarkan keahlian, dan bersifat impersonal. Birokrasi juga

merupakan unit yang secara perlahan mengalami penguatan, independen, dan kuat.

Penguasaan berbagai sumber daya oleh birokrasi menjadikan birokrasi menjadi

kekuatan besar yang dimiliki oleh negara. Sedangkan politik merupakan institusi

yang disebut juga dengan pusat kekuasaan. Kekuasaan yang dimiliki oleh politik

berlangsung dalam berbagai arena, seperti pembuatan, penerapan, dan evaluasi

kebijakan publik. Dalam arti yang lebih luas, segala sesuatu yang berkaitan dengan

partai, demokrasi, dan kebijakan disebut juga dengan politik.

Sementara birokrasi adalah sebuah institusi yang mapan dengan segala

sumber dayanya, namun pada lain sisi sistem kenegaraan mensyaratkan politik

masuk sebagai aktor yang mengepalai birokrasi melalui mekanisme politik formal.

Oleh karena itu, birokrasi pemerintah tidak bisa dilepaskan dari kegiatan politik.

Makalah Budaya dan Perilaku Birokrasi


“Budaya dan Reformasi Birokrasi” Page 1
Pada setiap gugusan masyarakat yang membentuk tata pemerintahan formal, tidak

bisa dilepaskan dari aspek politik.

Pada gilirannya, birokrasi mau tidak mau harus rela dikepalai oleh mereka

yang umumnya bukan berasal dari kalangan birokrasi. Artinya, kepentingan politik

dengan sendirnya akan turut bermain dalam sistem penyelenggaraan pemerintah.

Persoalan yang mengemuka adalah mampukah kepala daerah memberikan peluang

kepada birokrasi yang dipimpinya dengan arif untuk tetap mengikuti kaidah

demokrasi yang normatif.

Dalam berbagai macam pola hubungan antara birokrasi dan politik, institusi

politik -sebagaimana diketahui bersama- terdiri atas orang-orang yang berprilaku

politik yang diorganisasikan secara politik oleh kelompok-kelompok kepentingan dan

berusaha untuk mempengaruhi pemerintah untuk mengambil dan melaksanakan

suatu kebijakan. Oleh karena itu, birokrasi pemerintah secara langsung ataupun

tidak langsung selalu berhubungan dengan kelompok kepentingan politik tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan birokrasi?

2. Bagaimana birokrasi Indonesia sebelum adanya reformasi birokrasi?

3. Bagaimana sejarah lahirnya reformasi birokrasi di Indonesia?

Makalah Budaya dan Perilaku Birokrasi


“Budaya dan Reformasi Birokrasi” Page 2
1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengkaji kembali bagaimana

keadaan serta hubungan birokrasi dengan politik di Indonesia. Selain itu, pembuatan

makalah ini juga bertujuan untuk mengkaji lebih dalam mengenai bagaimana proses

dari reformasi birokrasi itu sendiri di Indonesia yang pada kenyataannya belum

berjalan secara efektif.

Makalah Budaya dan Perilaku Birokrasi


“Budaya dan Reformasi Birokrasi” Page 3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Birokrasi

2.1.1 Pengertian Birokrasi

Jika dilihat dari segi bahasa, birokrasi terdiri dari dua kata yaitu biro yang

artinya meja dan krasi yang artinya kekuasaan. Birokrasi memiliki dua elemen utama

yang dapat membentuk pengertian, yaitu peraturan atau norma formal dan hirarki.

Jadi, dapat dikatakan pengertian birokrasi adalah kekuasaan yang bersifat formal

yang didasarkan pada peraturan atau undang-undang dan prinsip-prinsip ideal

bekerjanya suatu organisasi. Secara etimologi birokrasi berasal dari istilah “buralist”

yang dikembangkan oleh Reineer von Stein pada 1821, kemudian menjadi

“bureaucracy” yang akhir-akhir ini ditandai dengan cara-cara kerja yang rasional,

impersonal dan leglistik (Thoha, 1995 dalam Hariyoso, 2002). Birokrasi dapat dirujuk

kepada empat pengertian yaitu:

 Birokrasi dapat diartikan sebagai kelompok pranata atau lembaga tertentu.

 Birokrasi dapat diartikan sebagai suatu metoda untuk mengalokasikan sumber

daya dalam suatu organisasi.

 “Kebiroan” atau mutu yang membedakan antara birokrasi dengan jenis

organisasi lain. (Downs, 1967 dalam Thoha, 2003)

 Kelompok orang yang digaji yang berfungsi dalam pemerintahan. (Castle,

Suyatno, Nurhadiantomo, 1983)

Max Weber sebagai bapak birokrasi mengatakan bahwa birokrasi menjadi

elemen penting yang menghubungkan ekonomi dengan masyarakat. Weber

Makalah Budaya dan Perilaku Birokrasi


“Budaya dan Reformasi Birokrasi” Page 4
mengajukan sebuah model birokrasi ideal yang memiliki karakteristik sebagai berikut

(dalam Islamy, 2003):

 Pembagian Kerja (division of labour)

 Adanya prinsip hierarki wewenang (the principle of hierarchi)

 Adanya sistem aturan (system of rules)

 Hubungan Impersonal (formalistic impersonality)

 Sistem Karier (career system)

Menurut Ferrel Heady ada 3 (tiga) pendekatan dalam merumuskan birokrasi

yaitu:

a. Pendekatan struktural. Menurut pendekatan ini birokrasi sebagai suatu susunan

yang terdiri dari hierarki otorita dan pembagian kerja yang amat terperinci (Victor

Thonson);

b. Pendekatan Perilaku (Behavioral). Menurut pendekatan ini menekankan arti

pentingnya objektivitas, pemisahan, ketepatan dan konsistensi yang dikaitkan

dengan ukuran fungsional dari pejabat administrasi. Dengan kata lain, perilaku

positif lekat dengan pencapaian tujuan organisasi birokratik;

c. Pendekatan Pencapaian Tujuan. Menurut pendekatan ini birokrasi sebagai

suatu organisasi yang memaksimalkan efisiensi dalam administrasi atau satu

metode pelembagaan perilaku sosial yang terorganisasi dalam kerangka usaha

mencapai efisiensi administrasi.

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi birokrasi

a. Faktor Budaya

 Budaya dan perilaku koruptif yang sudah terlembaga (“uang administrasi” atau

uang “pelicin”)

Makalah Budaya dan Perilaku Birokrasi


“Budaya dan Reformasi Birokrasi” Page 5
 Budaya “sungkan dan tidak enak” dari sisi masyarakat

 Masyarakat harus menanggung biaya ganda karena zero sum game

 Internalisasi budaya dalam mekanisme informal yang professional

b. Faktor individu

 Perilaku individu sangat bersifat unik dan tergantung pada mentalitas dan

moralitas

 Perilaku individu juga terkait dengan kesempatan yang dimiliki seseorang

yang memiliki jabatan dan otoritas

 Perilaku opportunistik hidup subur dalam sebuah sistem yang korup

 Individu yang jujur seringkali dianggap menyimpang dan tidak mendapat

tempat

c. Faktor organisasi dan manajemen

Meliputi struktur, proses, leadership, kepegawaian dan hubungan antara

pemerintah dan masyarakat

 Struktur birokrasi masih bersifat hirarkis sentralistis dan tidak

terdesentralisasi

 Proses Birokrasi seringkali belum memiliki dan tidak melaksanakan prinsip-

prinsip efisiensi, transparansi, efektivitas dan keadilan

 Birokrasi juga sangat ditentukan oleh peran kepemimpinan yang kredibel

 Dalam aspek kepegawaian, Birokrasi dipengaruhi oleh rendahnya gaji,

proses rekrutmen yang belum memadai, dan kompetensi yang rendah.

Makalah Budaya dan Perilaku Birokrasi


“Budaya dan Reformasi Birokrasi” Page 6
 Hubungan masyarakat dan pemerintah dalam Birokrasi belum setara;

pengaduan dan partisipasi masyarakat masih belum memiliki tempat (citizen

charter)

d. Faktor Politik

 Ketidaksetaraan sistem birokrasi dengan sistem politik dan sistem hukum

 Birokrasi menjadi “Geld Automaten” bagi partai politik

 Kooptasi pengangkatan jabatan birokrasi oleh partai politik

2.2 Gambaran Umum Birokrasi di Indonesia Sebelum Reformasi

Birokrasi di Indonesia menurut Karl D Jackson merupakan bureaucratic polity.

Model ini merupakan birokrasi dimana negara menjadi akumulasi dari kekuasaan

dan menyingkirkan peran masyarakat dari politik dan pemerintahan. Ada pula yang

berpendapat bahwa birokrasi di Indonesia merupakan birokrasi Parkinson dan

Orwel. Hal ini disampaikan oleh Hans Dieter Evers. Birokrasi Parkinson merujuk

pada pertumbuhan jumlah anggota serta pemekaran struktural dalam birokrasi yang

tidak terkendali. Birokrasi Orwel merujuk pada pola birokratisasi yang merupakan

proses perluasan kekuasaan pemerintah yang dimaksudkan sebagai pengontrol

kegiatan ekonomi, politik dan social dengan menggunakan regulasi yang bila perlu

ada suatu pemaksaan.

Dari model yang diutarakan di atas dapat dikatakan bahwa birokrasi yang

berkembang di Indonesia pada masa Orde Baru adalah birokrasi yang berbelit-belit,

tidak efisien dan mempunyai pegawai birokrat yang makin membengkak.

Keadaan ini pula yang menyebabkan timbulnya penyimpangan-penyimpangan

berikut, seperti :

 Maraknya tindak KKN

Makalah Budaya dan Perilaku Birokrasi


“Budaya dan Reformasi Birokrasi” Page 7
 Tingginya keterlibatan birokrasi dalam partai politik sehingga pelayanan terhadap

masyarakat tidak maksimal

 Pelayanan publik yang diskriminatif

 Penyalahgunaan wewenang

 Pengaburan antara pejabat karir dan non-karir

2.3 Sejarah Reformasi Birokasi di Indonesia

Reformasi memiliki interpretasi yang berbeda-beda tergantung pada konteks

dari reformasi tersebut. Namun secara umum reformasi dapat diartikan sebagai

pembaruan dengan melakukan perubahan menuju arah yang lebih baik karena

terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam sistem yang ada.

Reformasi dapat berupa perubahan total yang radikal tau bisa diidentikkan

dengan revolusi ataupun dapat berupa perubahan yang secara bertahap. Hal ini

tergantung dari objek yang akan direformasi. Apabila kerusakan dan penyimpangan

yang terjadi sudah sangat kronis maka reformasi harus dilakukan secara radikal.

Namun apabila penyimpangan yang terjadi dipandang masih ringan maka tidak

diperlukan reformasi yang radikal

Reformasi politik 1998 adalah pintu gerbang Indonesia menuju sejarah baru

dalam dinamika politik nasional. Reformasi politik yang diharapkan dapat beriringan

dengan reformasi birokrasi, fakta menunjukan, reformasi birokrasi mengalami

hambatan signifikan hingga kini, akibatnya masyarakat tidak dapat banyak memetik

manfaat nyata dari reformasi politik 1998.

Pasca reformasi, ikhtiar untuk melepaskan birokrasi dari kekuatan dan pengaruh

politik gencar dilakukan. Kesadaran pentingnya netralitas birokrasi mencuat terus-

Makalah Budaya dan Perilaku Birokrasi


“Budaya dan Reformasi Birokrasi” Page 8
menerus. BJ Habibie, Presiden saat itu, mengeluarkan PP Nomor 5 Tahun 1999 (PP

No.5 Tahun 1999), yang menekankan kenetralan pegawai negeri sipil (PNS) dari

partai politik. Aturan ini diperkuat dengan pengesahan UU Nomor 43 Tahun 1999

tentang Pokok-Pokok Kepegawaian untuk menggantikan UU Nomor 8 Tahun 1974.

Saat membentuk yang pertama setelah Gus Dur terpilih, sedang terjadi keributan

tentang pengangkatan Sesjen di Departemen Kehutanan dimana sesjen tersebut

adalah orang dari partai yang sama dengan menteri kehutanan saat itu. Begitu juga

terjadi di beberapa departemen dan di Diknas, BUMN, dan lain-lain. Ada beberapa

eselon yang diangkat yang dia merupakan orang dari partai yang sama dengan

menteri yang membawahi departemen tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa

bagaimana suatu birokrasi pemerintahan tidak terlepas dari intervensi partai politik.

Kemudian ada pula tindakan presiden Abdurrahman Wahid yang menghapuskan

Departemen Penerangan dan Departemen Sosial, dengan alas an bahwa

departemen tersebut bermasalah, banyak KKN, dan departemen itu dianggap telah

mencampuri hak-hak sipil warga negara.

Penghapusan dua departemen tersebut dapat dikatakan sesuai dengan prinsip

reinventing government atau ada pula yang menganggap hal ini sebagai langkah

debirokratiasasi dan dekonstruksi masa lalu yang dianggap terlalu berlebihan

mengintervensi kemerdekaan dan kemandirian publik.

Aturan induk netralitas politik birokrasi Indonesia sudah ada pada pasal 4

Peraturan Pemerintah 1999, yang menyatakan bahwa PNS dalam

menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan tidak bertindak

diskriminatif, khususnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Makalah Budaya dan Perilaku Birokrasi


“Budaya dan Reformasi Birokrasi” Page 9
Dalam pemerintahan Megawati, para menteri dalam masa itu melestarikan tradisi

Golkar, yaitu semua organisasi pemerintah dikaburkan antara jabatan karier dengan

non karier, serta jabatan birokrasi dengan jabatan politik. Hal ini menunjukkan

bahwa pada masa ini harapan untuk melakukan reformasi birokrasi tidak akan

terlaksana. Hingga pada tahun 2004 barulah dimulai reformasi birokrasi secara riil

dengan pembentukan UU.

2.4 Tahap Tahap Reformasi Birokrasi yang ideal

Mengutip definisi yang diajukan Fauziah Rasad dari Masyarakat

Transparansi Indonesia (MTI), reformasi birokrasi adalah perubahan radikal dalam

bidang sistem pemerintahan. Agar reformasi birokrasi dapat berjalan baik, perlu

dilakukan langkah-langkah manajemen perubahan.Manajemen perubahan adalah

proses mendiagnosis, menginisialisasi, mengimplementasi, dan mengintegrasi

perubahan individu, kelompok, atau organisasi dalam rangka menyesuaikan diri dan

mengantisipasi perubahan lingkungannya agar tetap tumbuh, berkembang, dan

menghasilkan keuntungan. Ada tujuh langkah manajemen perubahan yang dikutip

dari Harvard Business Essentials tahun 2005 yaitu:

a. Langkah pertama, memobilisasi energi dan komitmen para anggota organisasi

melalui penentuan cita-cita, tantangan, dan solusinya oleh semua anggota

organisasi. Pada tahap ini, setiap lini dalam instansi pemerintah harus tahu apa

yang dicita-citakan instansi, apa yang mereka hadapi, dan cara menghadapi atau

menyelesaikan masalah itu secara bersama-sama. Agar mereka tergerak untuk

menjalankan solusi bersama, mereka perlu dilibatkan dalam diskusi dan

pengambilan keputusan;

Makalah Budaya dan Perilaku Birokrasi


“Budaya dan Reformasi Birokrasi” Page 10
b. Langkah kedua, mengembangkan visi bersama, bagaimana mengatur dan

mengorganisasi diri maupun organisasi agar dapat mencapai apa yang dicita-

citakan;

c. Langkah ketiga, menentukan kepemimpinan. Di dalam instansi pemerintahan,

kepemimpinan biasanya dipegang para pejabat eselon. Padahal, kepemimpinan

harus ada pada semua level agar dapat mengontrol perubahan. Pemimpin

tertinggi harus memastikan orang-orang yang kompeten dan jujurlah yang

berperan sebagai pemimpin pada level-level di bawahnya;

d. Langkah keempat, fokus pada hasil kerja. Langkah itu dilakukan dengan

membuat mekanisme asessment yang dapat mengukur hasil kerja tiap pegawai

atau tiap tim yang diberi tugas tertentu;

e. Langkah kelima, mulai mengubah unit-unit kecil di instansi kemudian dorong

agar perubahan itu menyebar ke unit-unit lain di seluruh instansi;

f. Langkah keenam, membuat peraturan formal, sistem, maupun struktur untuk

mengukuhkan perubahan, termasuk cara untuk mengukur perubahan yang

terjadi;

g. Langkah ketujuh, mengawasi dan menyesuaikan strategi untuk merespons

permasalahan yang timbul selama proses perubahan berlangsung.

2.5 Strategi reformasi birokrasi

a. Pada level kebijakan, harus diciptakan berbagai kebijakan yang mendorong

Birokrasi yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak sipil warga (kepastian

hukum, batas waktu, prosedur, partisipasi, pengaduan, gugatan);

b. Pada level organisational, dilakukan melalui perbaikan proses rekrutmen

berbasis kompetensi, pendidikan dan latihan yang sensitif terhadap

Makalah Budaya dan Perilaku Birokrasi


“Budaya dan Reformasi Birokrasi” Page 11
kepentingan masyarakat, penciptaan Standar Kinerja Individu, Standar

Kinerja Tim dan Standar Kinerja Instansi Pemerintah;

c. Pada level operasional, dilakukan perbaikan melalui peningkatan service

quality meliputi dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan

emphaty;

d. Instansi Pemerintah secara periodik melakukan pengukuran kepuasan

pelanggan dan melakukan perbaikan.

2.6 Reformasi Birokrasi Pemerintahan Daerah

Berbagai ahli seperti Drucker ( 1992 ), Osborne & Gaebler (1992), Barzelay

(1992), Mc Leod (1998) secara implisit menyebutkan bahwa causa prima atau

penyebab utama kegagalan negara membawa kesejahteraan rakyatnya adalah

karena kelemahan manajemennya. Manajemen pemerintahan pada semua dimensi

umumnya sudah sangat usang, tertinggal oleh kemajuan jaman, sehingga alih-alih

melayani masyarakat, organisasi pemerintah malahan lebih banyak menjadi beban.

Hal tersebut nampak dari penggunaan sebagian besar dana publik untuk

kepentingan mereka sendiri. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan apabila Ingraham

dan Romzek ( 1994 ) menyebutkan bahwa sektor pemerintah harus belajar dari

sektor privat yang sukses. Ingraham dan Romzek (1994) menawarkan pengelolaan

pemerintahan baru yang disebutnya paradigma ”Hollow State”, dengan ciri

pekerjaan pemerintah yang tidak bersifat stratejik (non-strategic function)

dikontrakkan kepada pihak ketiga (contracting-out).

Sektor privat pada umumnya sudah masuk pada manajemen generasi kelima

yakni management by human networking - dengan dominasi penggunaan teknologi

komunikasi dan informasi. Savage (1990) menyebutkan bahwa prinsip human

Makalah Budaya dan Perilaku Birokrasi


“Budaya dan Reformasi Birokrasi” Page 12
networking adalah “self-empowering”, yakni pemberdayaan diri sendiri pada setiap

orang sehingga mampu mandiri, termasuk di dalam mengambil keputusan. Pimpinan

diperlukan untuk mengkoordinasikan kegiatan perorangan agar mengarah pada

pencapaian tujuan, tetapi tidak bersifat mengatur. Pada tahap kemandirian, setiap

individu telah memiliki kesadaran dan tanggung jawab tanpa terlampau banyak

diawasi atau dikendalikan.

Pada sisi lain, sektor pemerintah masih berkutat pada manajemen generasi

kedua yakni management by direction - dengan dominasi peran pemimpin. Sang

pemimpin menjadi sumber ide dan gagasan, sedangkan pengikut lebih banyak

bertindak sebagai pelaksana. Dengan perkataan lain, organisasi sektor pemerintah

masih memiliki karakteristik berorientasi pada pemimpin (leader orientation), belum

berorientasi pada sistem (system orientation). Dengan demikian, maju mundurnya

organisasi pemerintah sangat tergantung pada sang pemimpin.

Anggota organisasi lebih merupakan bawahan yang lebih banyak

menjalankan perintah atasan, daripada insan-insan yang memiliki kreativitas dan

inovasi. PNS dihargai karena kepatuhan dan loyalitasnya, bukan karena kreativitas

dan inovasinya. Birokrasi di Indonesia adalah birokrasi tanpa karakter.

Indikasinya nampak dari berbagai persidangan korupsi pada Departemen Agama

maupun Departemen Kelautan dan Perikanan, dan mungkin nantinya juga pada

departemen-departemen lainnya. Seorang sekretaris jenderal yang merupakan

jabatan tertinggi dalam jajaran birokrasi di Indonesia (golongan IVe) ternyata tidak

memiliki keberanian untuk menolak perintah menteri, meskipun mereka tahu bahwa

perintah tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Makalah Budaya dan Perilaku Birokrasi


“Budaya dan Reformasi Birokrasi” Page 13
Mereka takut kehilangan jabatan, karena bagi mereka jabatan adalah segala-

galanya. Karena pada jabatan tersebut melekat kehormatan serta fasilitas baik yang

resmi dan terutama yang tidak resmi. Gaji dan tunjangan resmi eselon I relatif kecil

dibandingkan dengan jenjang jabatan yang setara pada sektor privat. Tetapi apabila

fasilitas penunjang yang diterima dari negara seperti mobil dinas, rumah dinas, sopir

dinas dan lain sebagainya, yang semuanya dibiayai oleh negara dihitung sebagai

pendapatan maka jumlahnya menjadi sangat besar. Belum lagi gratifikasi dari pihak

ketiga yang diterima karena jabatannya. Sehingga pendapatan yang dibawa pulang

(take home pay) setiap bulannya tidak jauh berbeda dengan sektor swasta.

Apabila pejabat eselon I yang sudah ikut segala macam pendidikan dan

pelatihan di dalam maupun di luar negeri saja tidak memiliki karakter yang jelas,

dapat dibayangkan bagaimana karakter birokrasi pada tingkat yang lebih rendah.

Hal-hal ideal yang diterima selama mengikuti pendidikan dan pelatihan hanya

sekedar wacana, wacana dan wacana, karena kurang diikuti dengan komitmen

untuk perubahan ke arah kemajuan dan konsisten menjaga komitmen.

Reformasi manajemen birokrasi diberbagai negara, termasuk Indonesia,

diperkuat dengan hadirnya paradigma good governance yang dikembangkan oleh

Bank Dunia maupun UNDP. Pada hakehatnya tata kepemerintahan yang baik

adalah upaya memperbaiki manajemen dalam berbagai aspkenya dengan

memasukkan nilai-nilai baru yang lebih transparan, akuntabel, demokratis serta

berbasis pada 6 penegakan hukum. Good governance sendiri adalah cara atau

implementasi untuk mengubah keadaan dari pemerintahan yang jelek (bad

government) menuju pada pemerintahan yang baik (good government).

Untuk mengejar ketertinggalan dibanding sektor pemerintah di negara lain maupun

sektor swasta, manajemen sektor pemerintah di Indonesia, khususnya pemerintah

Makalah Budaya dan Perilaku Birokrasi


“Budaya dan Reformasi Birokrasi” Page 14
daerah perlu dibenahi secara menyeluruh dan berkelanjutan. Pembenahannya

mencakup semua fungsi dan aspek manajemen meliputi perencanaan, organisasi,

pelaksanaan, pengawasan sampai pengelolaan konflik dan kolaborasi.

Makalah Budaya dan Perilaku Birokrasi


“Budaya dan Reformasi Birokrasi” Page 15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan demokratis mensyaratkan

kinerja dan akuntabilitas aparatur yang makin meningkat. Hal ini mengindikasikan

bahwa reformasi birokrasi merupakan kebutuhan dan harus sejalan dengan

perubahan tatanan kehidupan politik, kemasyarakatan, dan dunia usaha. Dalam

peta tantangan nasional, regional, dan internasional, aparatur negara dituntut untuk

dapat mewujudkan profesionalisme, kompetensi dan akuntabilitas. Pada era

globalisasi, aparatur negara harus siap dan mampu menghadapi perubahan yang

sangat dinamis dan tantangan persaingan dalam berbagai bidang. Saat ini

masyarakat Indonesia sedang memasuki era yang penuh tuntutan perubahan serta

antusiasme akan pengubahan. Ini merupakan sesuatu yang di Indonesia tidak dapat

dibendung lagi. Oleh karena itu, reformasi di tubuh birokrasi indonesia harus terus

dijalankan demi terciptanya pelayanan prima bagi masyarakat seperti yang telah

dilakukan oleh departemen keuangan.

Reformasi birokrasi pemerintahan daerah merupakan suatu kewajiban yang

harus dilaksanakan oleh seluruh pemerintahan daerah di Indonesia dengan

berpedoman kepada Grand Design dan Road Map Reformasi Birokrasi, yang

meliputi reformasi organisasi, sumber daya, dan reformasi kepemimpinan daerah

dalam rangka tercapainya tujuan dalam rangka mensejahterakan masyarakat.

Namun dalam pelaksanaannya diperlukan monitoring yang solid dan kredibel serta

mencerminkan suatu sistem pengukuran yang objektif, dan pengguna dapat

menerima dan menindaklanjuti hasil dari sistem tersebut.

Makalah Budaya dan Perilaku Birokrasi


“Budaya dan Reformasi Birokrasi” Page 16
3.2 Saran

Untuk memayungi reformasi birokrasi, diupayakan penataan perundang-

undangan, antara lain dengan menyelesaikan rancangan undang-undang yang telah

ada. Dengan demikian, proses reformasi birokrasi dapat berjalan dengan baik

dengan adanya legalitas secara hukum dalam pelaksanaannya.

Untuk membangun bangsa yang bermartabat, harus dilakukan bersama oleh

pemerintah dan masyarakat dalam menciptakan pemerintah yang lebih baik dari

able government ke better government dan trust government. Selain itu, diharapkan

masyarakat dapat lebih partisipatif dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, prinsip-

prinsip good governance, pelayanan publik, penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan yang baik, bersih, dan berwibawa, serta pencegahan dan percepatan

pemberantasan korupsi.

Makalah Budaya dan Perilaku Birokrasi


“Budaya dan Reformasi Birokrasi” Page 17
DAFTAR PUSTAKA.

http://www.boss.or.id/images/files/pdf/artikel/reformasi%20birokrasi%20pak%20edi
%20siswadi.pdf
http://hypersteps09.blogspot.com/2016/02/makalah-reformasi-birokrasi-di-indonesia.
html

http://makalahsospol.blogspot.co.id/2013/02/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.
html

Pasolong harbani,2007. Teori Administrasi Publik, , alfabeta :bandung

www.slidefinder.net/b/birokrasi-kuliah-3-blog1/32514643

Yunus Yasril dkk ,2006.pengantar ilmu administrasi Negara , unp press:Padang

Makalah Budaya dan Perilaku Birokrasi


“Budaya dan Reformasi Birokrasi” Page 18

Anda mungkin juga menyukai