PENDAHULUAN
Birokrasi dan politik bagai dua mata uang yang tidak akan pernah terpisahkan
satu sama lain. Birokrasi dan politik memang merupakan dua buah institusi yang
memiliki karakater yang sangat berbeda, namun harus selalu saling mengisi. Dua
karakter yang berbeda antara dua institusi ini pada satu sisi memberikan sebuah
ruang yang positif bagi apa yang disebut dengan sinergi, namun acapkali juga tidak
umum. Ciri khas yang melekat dalam tubuh birokrasi adalah bentuk organisasi yang
merupakan unit yang secara perlahan mengalami penguatan, independen, dan kuat.
kekuatan besar yang dimiliki oleh negara. Sedangkan politik merupakan institusi
yang disebut juga dengan pusat kekuasaan. Kekuasaan yang dimiliki oleh politik
kebijakan publik. Dalam arti yang lebih luas, segala sesuatu yang berkaitan dengan
sumber dayanya, namun pada lain sisi sistem kenegaraan mensyaratkan politik
masuk sebagai aktor yang mengepalai birokrasi melalui mekanisme politik formal.
Oleh karena itu, birokrasi pemerintah tidak bisa dilepaskan dari kegiatan politik.
Pada gilirannya, birokrasi mau tidak mau harus rela dikepalai oleh mereka
yang umumnya bukan berasal dari kalangan birokrasi. Artinya, kepentingan politik
kepada birokrasi yang dipimpinya dengan arif untuk tetap mengikuti kaidah
Dalam berbagai macam pola hubungan antara birokrasi dan politik, institusi
suatu kebijakan. Oleh karena itu, birokrasi pemerintah secara langsung ataupun
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
keadaan serta hubungan birokrasi dengan politik di Indonesia. Selain itu, pembuatan
makalah ini juga bertujuan untuk mengkaji lebih dalam mengenai bagaimana proses
dari reformasi birokrasi itu sendiri di Indonesia yang pada kenyataannya belum
PEMBAHASAN
2.1 Birokrasi
Jika dilihat dari segi bahasa, birokrasi terdiri dari dua kata yaitu biro yang
artinya meja dan krasi yang artinya kekuasaan. Birokrasi memiliki dua elemen utama
yang dapat membentuk pengertian, yaitu peraturan atau norma formal dan hirarki.
Jadi, dapat dikatakan pengertian birokrasi adalah kekuasaan yang bersifat formal
bekerjanya suatu organisasi. Secara etimologi birokrasi berasal dari istilah “buralist”
yang dikembangkan oleh Reineer von Stein pada 1821, kemudian menjadi
“bureaucracy” yang akhir-akhir ini ditandai dengan cara-cara kerja yang rasional,
impersonal dan leglistik (Thoha, 1995 dalam Hariyoso, 2002). Birokrasi dapat dirujuk
yaitu:
yang terdiri dari hierarki otorita dan pembagian kerja yang amat terperinci (Victor
Thonson);
dengan ukuran fungsional dari pejabat administrasi. Dengan kata lain, perilaku
a. Faktor Budaya
Budaya dan perilaku koruptif yang sudah terlembaga (“uang administrasi” atau
uang “pelicin”)
b. Faktor individu
Perilaku individu sangat bersifat unik dan tergantung pada mentalitas dan
moralitas
tempat
terdesentralisasi
charter)
d. Faktor Politik
Model ini merupakan birokrasi dimana negara menjadi akumulasi dari kekuasaan
dan menyingkirkan peran masyarakat dari politik dan pemerintahan. Ada pula yang
Orwel. Hal ini disampaikan oleh Hans Dieter Evers. Birokrasi Parkinson merujuk
pada pertumbuhan jumlah anggota serta pemekaran struktural dalam birokrasi yang
tidak terkendali. Birokrasi Orwel merujuk pada pola birokratisasi yang merupakan
kegiatan ekonomi, politik dan social dengan menggunakan regulasi yang bila perlu
Dari model yang diutarakan di atas dapat dikatakan bahwa birokrasi yang
berkembang di Indonesia pada masa Orde Baru adalah birokrasi yang berbelit-belit,
berikut, seperti :
Penyalahgunaan wewenang
dari reformasi tersebut. Namun secara umum reformasi dapat diartikan sebagai
pembaruan dengan melakukan perubahan menuju arah yang lebih baik karena
Reformasi dapat berupa perubahan total yang radikal tau bisa diidentikkan
dengan revolusi ataupun dapat berupa perubahan yang secara bertahap. Hal ini
tergantung dari objek yang akan direformasi. Apabila kerusakan dan penyimpangan
yang terjadi sudah sangat kronis maka reformasi harus dilakukan secara radikal.
Namun apabila penyimpangan yang terjadi dipandang masih ringan maka tidak
Reformasi politik 1998 adalah pintu gerbang Indonesia menuju sejarah baru
dalam dinamika politik nasional. Reformasi politik yang diharapkan dapat beriringan
hambatan signifikan hingga kini, akibatnya masyarakat tidak dapat banyak memetik
Pasca reformasi, ikhtiar untuk melepaskan birokrasi dari kekuatan dan pengaruh
No.5 Tahun 1999), yang menekankan kenetralan pegawai negeri sipil (PNS) dari
partai politik. Aturan ini diperkuat dengan pengesahan UU Nomor 43 Tahun 1999
Saat membentuk yang pertama setelah Gus Dur terpilih, sedang terjadi keributan
adalah orang dari partai yang sama dengan menteri kehutanan saat itu. Begitu juga
terjadi di beberapa departemen dan di Diknas, BUMN, dan lain-lain. Ada beberapa
eselon yang diangkat yang dia merupakan orang dari partai yang sama dengan
bagaimana suatu birokrasi pemerintahan tidak terlepas dari intervensi partai politik.
departemen tersebut bermasalah, banyak KKN, dan departemen itu dianggap telah
reinventing government atau ada pula yang menganggap hal ini sebagai langkah
Aturan induk netralitas politik birokrasi Indonesia sudah ada pada pasal 4
Golkar, yaitu semua organisasi pemerintah dikaburkan antara jabatan karier dengan
non karier, serta jabatan birokrasi dengan jabatan politik. Hal ini menunjukkan
bahwa pada masa ini harapan untuk melakukan reformasi birokrasi tidak akan
terlaksana. Hingga pada tahun 2004 barulah dimulai reformasi birokrasi secara riil
bidang sistem pemerintahan. Agar reformasi birokrasi dapat berjalan baik, perlu
perubahan individu, kelompok, atau organisasi dalam rangka menyesuaikan diri dan
organisasi. Pada tahap ini, setiap lini dalam instansi pemerintah harus tahu apa
yang dicita-citakan instansi, apa yang mereka hadapi, dan cara menghadapi atau
pengambilan keputusan;
mengorganisasi diri maupun organisasi agar dapat mencapai apa yang dicita-
citakan;
harus ada pada semua level agar dapat mengontrol perubahan. Pemimpin
d. Langkah keempat, fokus pada hasil kerja. Langkah itu dilakukan dengan
membuat mekanisme asessment yang dapat mengukur hasil kerja tiap pegawai
terjadi;
emphaty;
Berbagai ahli seperti Drucker ( 1992 ), Osborne & Gaebler (1992), Barzelay
(1992), Mc Leod (1998) secara implisit menyebutkan bahwa causa prima atau
umumnya sudah sangat usang, tertinggal oleh kemajuan jaman, sehingga alih-alih
Hal tersebut nampak dari penggunaan sebagian besar dana publik untuk
kepentingan mereka sendiri. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan apabila Ingraham
dan Romzek ( 1994 ) menyebutkan bahwa sektor pemerintah harus belajar dari
sektor privat yang sukses. Ingraham dan Romzek (1994) menawarkan pengelolaan
Sektor privat pada umumnya sudah masuk pada manajemen generasi kelima
pencapaian tujuan, tetapi tidak bersifat mengatur. Pada tahap kemandirian, setiap
individu telah memiliki kesadaran dan tanggung jawab tanpa terlampau banyak
Pada sisi lain, sektor pemerintah masih berkutat pada manajemen generasi
pemimpin menjadi sumber ide dan gagasan, sedangkan pengikut lebih banyak
inovasi. PNS dihargai karena kepatuhan dan loyalitasnya, bukan karena kreativitas
maupun Departemen Kelautan dan Perikanan, dan mungkin nantinya juga pada
jabatan tertinggi dalam jajaran birokrasi di Indonesia (golongan IVe) ternyata tidak
memiliki keberanian untuk menolak perintah menteri, meskipun mereka tahu bahwa
berlaku.
galanya. Karena pada jabatan tersebut melekat kehormatan serta fasilitas baik yang
resmi dan terutama yang tidak resmi. Gaji dan tunjangan resmi eselon I relatif kecil
dibandingkan dengan jenjang jabatan yang setara pada sektor privat. Tetapi apabila
fasilitas penunjang yang diterima dari negara seperti mobil dinas, rumah dinas, sopir
dinas dan lain sebagainya, yang semuanya dibiayai oleh negara dihitung sebagai
pendapatan maka jumlahnya menjadi sangat besar. Belum lagi gratifikasi dari pihak
ketiga yang diterima karena jabatannya. Sehingga pendapatan yang dibawa pulang
(take home pay) setiap bulannya tidak jauh berbeda dengan sektor swasta.
Apabila pejabat eselon I yang sudah ikut segala macam pendidikan dan
pelatihan di dalam maupun di luar negeri saja tidak memiliki karakter yang jelas,
dapat dibayangkan bagaimana karakter birokrasi pada tingkat yang lebih rendah.
Hal-hal ideal yang diterima selama mengikuti pendidikan dan pelatihan hanya
sekedar wacana, wacana dan wacana, karena kurang diikuti dengan komitmen
Bank Dunia maupun UNDP. Pada hakehatnya tata kepemerintahan yang baik
berbasis pada 6 penegakan hukum. Good governance sendiri adalah cara atau
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
kinerja dan akuntabilitas aparatur yang makin meningkat. Hal ini mengindikasikan
peta tantangan nasional, regional, dan internasional, aparatur negara dituntut untuk
globalisasi, aparatur negara harus siap dan mampu menghadapi perubahan yang
sangat dinamis dan tantangan persaingan dalam berbagai bidang. Saat ini
masyarakat Indonesia sedang memasuki era yang penuh tuntutan perubahan serta
antusiasme akan pengubahan. Ini merupakan sesuatu yang di Indonesia tidak dapat
dibendung lagi. Oleh karena itu, reformasi di tubuh birokrasi indonesia harus terus
dijalankan demi terciptanya pelayanan prima bagi masyarakat seperti yang telah
berpedoman kepada Grand Design dan Road Map Reformasi Birokrasi, yang
Namun dalam pelaksanaannya diperlukan monitoring yang solid dan kredibel serta
ada. Dengan demikian, proses reformasi birokrasi dapat berjalan dengan baik
pemerintah dan masyarakat dalam menciptakan pemerintah yang lebih baik dari
able government ke better government dan trust government. Selain itu, diharapkan
pembangunan yang baik, bersih, dan berwibawa, serta pencegahan dan percepatan
pemberantasan korupsi.
http://www.boss.or.id/images/files/pdf/artikel/reformasi%20birokrasi%20pak%20edi
%20siswadi.pdf
http://hypersteps09.blogspot.com/2016/02/makalah-reformasi-birokrasi-di-indonesia.
html
http://makalahsospol.blogspot.co.id/2013/02/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.
html
www.slidefinder.net/b/birokrasi-kuliah-3-blog1/32514643