Oleh :
Aswin Palls, S.Sos., M.AP.
• Patologi birokrasi adalah penyakit dalam birokrasi Negara yang
muncul akibat perilaku para birokrat dan kondisi yang membuka
kesempatan untuk itu, baik yang menyangkut politis, ekonomis, social
cultural dan teknologikal
• Patologi birokrasi atau penyakit birokrasi adalah “hasil interaksi antara
struktur birokrasi yang salah dan variabel-variabel lingkungan yang
salah”. Patologi birokrasi muncul dikarenakan hubungan antar
variabel pada struktur birokrasi yang terlalu berlebihan, seperti rantai
hierarki panjang, spesialisasi, formalisasi dan kinerja birokrasi yang
tidak linear.
• Siagian (2009) tidak ada birokrasi yang sama sekali bebas dari
patalogi birokrasi, sebaliknya tidak ada birokrasi yang menderita
penyakit birokrasi sekaligus.
• Ismail (2009:69) Patologi Birokrasi dapat saja terwujud dalam
ketidakmampuan pejabat politik di eksekutif (terpilih karena
mandate politik). Dalam hal ini patologi birokrasi dapat dilihat dari
perspektif kelembagaan, kepemimpinan politik di eksekutif, perilaku
para elit birokrat maupun perilaku para birokrat itu sendiri.
Erziony Helevey (1983) melihat kekuasaan birokrasi
public menjadi sangat kuat dan luas, karena :
• Dalam hubungan dengan berpola patron klien tidak memiliki standar pelayanan
yang jelas/pasti, tidak kreatif. Perlu membuat peraturan Undang – Undang
pelayanan publik yang memihak pada rakyat
• Dalam hubungan dengan struktur yang gemuk, kinerja berbelit – belit, perlu
dilakukan restrukturisasi brokrasi pelayanan publik
• Untuk mengatasi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme selain hal diatas diharapkan
pemerintah menetapkan perundangan dibidang infomatika (IT) sebagai bagian
pengembangan dan pemanfaatan e Goverment agar penyelenggaraan pelayanan
publik terdapat transparasi dan saling control
• Setiap daerah provinsi dan kabupaten dituntut membuat Perda yang jelas
mengatur secara seimbang hak dan kewajiban dari penyelenggara dan
pengguna pelayanan public
• Setiap daerah diperlukan lembaga Ombusman. Lembaga ini bisa berfungsi
ingin mendudukan warga pada pelayanan yang prima. Ombusman harus
diberikan kewenangan yang memadai untuk melakukan investigasi dan
mencari penyelesaian yang adil terhadap perselisihan antara pengguna jasa
dan penyelenggara dalam proses pelayanan public
• Peran kualitas sumber daya aparatur sangat mempengaruhi kualitas
pelayanan, untuk itu kemampuan kognitif yang bersumber dari intelegensi
dan pengalaman, skill atau ketrampilan, yang didukung oleh sikap
(attitude) merupakan faktor yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah patologi atau penyakit birokrasi yang berhubungan dengan
pelayanan publik. Untuk itu pelatihan diharapkan mampu menjadi program
yang berkelanjutan agar sumber daya aparatur memeliki kecerdasan
inteltual, emosional dan spiritual sebagai landasan dalam pelayanan publik
Pengembangan sumber daya aparatur bukanlah satu – satunya cara
untuk keluar dari kemelut birokrasi. Tetapi sebagai sebuah usaha tentu
ada hasilnya, keseluruhan pembinaan kualitas birokrasi atau aparatur
pemerintah setidaknya ada setitik pencerahan, namun harus tetap
ditingkatkan secara terus menerus agar dapat diciptakan sosok
birokrasi atau aparatur yang profesional dan berkarakter. Dengan usaha
yang tepat diharapkan dapat mewujudkan Good Governance.
Meningkatkan profesionalisme birokrasi melalui perubahan paradigma,
perilaku dan orientasi pelayanan kepada publik