Anda di halaman 1dari 48

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum
1. Sejarah Singkat Dinas Perhubungan Kota Bandung
Dinas perhubungan Kota Bandung dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah

Kota Bandung Nomor 5 tahun 2001 tentang pembentukan dan susunan organisasi

dinas daerah dan lingkungan Pemerintah Kota Bandung. Sebelum berubah

menjadi Dinas Perhubungan, nomenklaturnya adalah sebagai berikut:

1. Dinas lalu lintas dan angkatan jalan Provinsi daerah tingkat I Jawa Barat

cabang kota Madya daerah tingkat II Bandung, sampai dengan 1997.

2. Dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2001 dirubah menjadi Dinas lalu

lintas daerah Kota Bandung Nomor 21 Tahun 1997 tanggal 1 April 1997

tentang Pembentukan Dinas lalu Lintas dan Angkatan Jalan Kota Madya

daerah tingkat II Bandung.

3. Sejak tahun 2001 sampai dengan sekarang menjadi Dinas Perhubungan

Kota Bandung. (https://elib.unikom.ac.id/files/disk1/527/jbptunikompp-

gdl-wendiwijay-26349-7-13.unik-c.pdf. Diaskses pada tanggal 10 Juni

2019)

45
46

2. Sejarah Lahirnya Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 16 Tahun 2012

Tentang Penyelenggaraan Perhubungan dan Retribusi dibidang

Perhubungan dalam Penggunaan Halte Bus Trans Metro Bandung

Lahirnya Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 16 Tahun 2012 Tentang

Penyelenggaraan Perhubungan dan Retribusi dibidang Perhubungan dalam

Penggunaan Halte Bus Trans Metro Bandung tidak terlepas dari kinerja Dinas

Perhubungan Kota Bandung melalui UPT Angkutan Umum selaku pengelola

angkutan umum di Kota Bandung baik dari kendaraan bus Trans Metro Bandung,

bus Bandros dan angkutan umum lainnya, begitu juga bagian Sarana Prasarana

Dinas Perhubungan Kota Bandung dalam menjaga fasilitas penunjang angkutan

umum berupa shalter atau bisa disebut dengan halte.

Berdasarkan ketentuan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 16 Tahun

2012 tentang Penyelenggaraan Perhubungan dan Retribusi dibidang Perhubungan

dalam Penggunaan Halte Bus Trans Metro Bandung, maka setiap penumpang

yang ingin menaiki angkutan umum yaitu bus Pemerintah Kota Bandung sudah

menyediakan halte sebagai tempat menaikan dan menurunkan penumpang,

adapun isi penjelasan halte adalah sebagai berikut:

Pasal 28

1) Di tempat-tempat tertentu pada jalur angkutan penumpang umum dalam

trayek, dilengkapi dengan fasilitas pemberhentian berupa bangunan halte /

atau rambu yang menyatakan tempat pemberhentian kendaraan umum.


47

2) Penempatan fasilitas pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

berada di sebelah kiri jalan kecuali ditentukan lain oleh walikota

3) Setiap kendaraan umum dalam trayek wajib menaikan dan atau

menurunkan penumpang di tempat pemberhentian yang telah disediakan

oleh pemerintah daerah yang berupa bangunan halte atau tempat

pemberhentiann kendaraan umum yang dinyatakan dengan rambu.

4) Untuk kendaraan umum tidak dalam trayek dapat menaikan dan atau

menurunkan penumpang ditempat sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

5) Setiap kendaraan dilarang memamfaatkan atau menggunakan tempat

pemberhentian berupa bangunan halte untuk kegiatan selain kegiatan

menaikkan dan menurunkan penumpang tanpa izin Walikota.

6) Pemerintah Daerah melaksankan pembangunan fasilitas pemberhentian

berupa bangunan halte paling lama dalam jangka waktu 5 tahun sejak

peraturan daerah di tetapkan.

3. Dasar Hukum

Dasar hukum dari berdirinya Dinas Perhubungan Kota Bandung dapat

dilihat pada rincian sebagai berikut:

1. Perda No. 13 tahun 2007 tentang pembentukan dan susunan organisasi

Dinas daerah Kota Bandung.

2. Perda No. 2 tahun 2008 tentang penyelenggaraan perhubungan.

3. Perda No. 13 tahun2007 tentang pe.nyelenggaraan perparkiran.


48

4. Peraturan Walikota Bandung No. 475 tahun 2008 tentang rincian tugas

pokok dan fungsi satuan organisasi pada Dinas daerah Kota Bandung.

4. Tugas Pokok dan Fugsi Dinas Perhubungan Kota Bandung

a. Tugas Pokok dan Fungsi

Tugas pokok Dinas Perhubungan Kota Bandung yaitu melaksanakan

sebagian urusan Pemerintah Daerah Kota Bandung di bidang perhubungan

Berdasarkan atas otonomi dan pembantuan. Fungsi dari Dinas Perhubungan Kota

Bandung terdisi atas empat dasar utama yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Perumusan kebijakan teknis di bidang perhubungan

2. Penyelenggaraan sebagian urusan pemerintah dan pelayanan umum

dibidang perhubungan.

3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas operasional perhubungan yang meliputi

lalu lintas parkir, angkutan, terminal, saranan dan operasional.

4. Pelaksanaan pelayanan teknis administrative dinas.

b. Visi dan Misi

Visi dari Dinas perhubungan Kota Bandung, yaitu mewujidkan system

transportasi kota yang lebih baik untuk mendukung Kota Bandung sebagai kota

jasa yang BERMARTABAT dan Misi dari Dinas Perhubungan Kota Bandung

tertuang dalam lima pandangan sebagai berikut:


49

1. Mengendalikan aspek-aspek penyebab kemacetan

2. Pengembangan SAUM (Saranan angkutan umum missal) dan pembatasan

penggunaan kendaraan bermotor.

3. Meningkatkan kelayakan pengoperasian angkutan umum dan barang

4. Meningkatkan prasana transportasi yang memadai, seperti terminal, dan

fasiltas pelengkap jalan.

5. Meningkatkan profesionalisme aparat Dinas Perhubungan Kota Bandung.

Gambaran Umum Trans Metro Bandung Trans Metro Bandung merupakan

angkutan transportasi massal yang diciptakan/dibentuk pemerintah Kota Bandung

untuk meningkatkan pelayanan publik khususnya pada sektor transportasi darat

berbasis jalan raya di kawasan Perkotaan Bandung dengan sistem setoran menjadi

sistem pembelian peayanan bus terjadwal. Berhenti di setiap halte-halte khusus

aman, nyaman, andal, terjangkau dan ramah bagi lingkungan.

c. Tujuan

Tujuan Pengoperasian TMB Seiringnya pertumbuhan perkotaan yang semakin

padat, sehingga berdampak pada pergerakan manusia atau barang semakin

banyak. Untuk meminimalisir kegiatan lalu lintas maka dibutuhkan pula sebuat

alat transportasi massal yang terintegrasi dengan angkutan lainnya untuk

memudahkan dalam kegiatan berlalu lintas. Untuk itu maksud dan tujuan

pengoperasian TMB sebagai berikut:

a. Reformasi sistem angkutan umum perkotaan melalui manajemen

pengelolaan maupun penyediaan sarana angkutan umum massal sesuai


50

dengan keinginan masyarakat yaitu aman, nyaman, mudah, tepat waktu

dan murah

b. Pengoperasian TMB melayani penumpang perkotaan (Central Busines

District/CBD Kota Bandung) dan penumpang luar Kota Bandung (Out

Cordon/Bandung Raya). (Dinas Perhubungan Kota Bandung).

c. Perbaikan sistem pelayanan angkutan umum perkotaan

d. Perbaikan manajemen pengelolaan angkutan umum

e. Perbaikan pola operasi angkutan umum perkotaan (misalnya berhenti pada

tempat yang ditentukan, standarisasi armada angkutan)

f. Penghubung simpul transportasi (Terminal, Bus, Stasiun KA serta

Bandara)

g. Penghubung seluruh wilayah perkotaan di Kota Bandung. (Dinas

Perhubungan Kota Bandung).

Dasar Hukum Penyelenggaraan TMB Dalam menciptakan/mengeluarkan

produk, tentunya pasti ada landasan hukum serta kebijakan yang menunjang.

Untuk itu adapun kebijakan hokum dalam penyelenggaraan TMB sebagai berikut

ini:

a. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan

jalan pasal 158 ayat (1) dan (2)

b. Peraturan daerah Kota Bandung No 16 Tahun 2012 tentang

penyelenggaraan perhubungan dan retribusi di bidang perhubungan

c. Peraturan daerah Kota Bandung Nomor 8 Tahun 2008 tentang rencana

pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD) Kota Bandung 2005-2025


51

d. Keputusan Wali Kota Bandung Nomor: 551/Kep.764-DisHub/2012

Tentang Pengoperasian Trans Metro Bandung Pada Koridor 2 Cicaheum-

Cibereum di Kota Bandung pada tanggal 6 November 2012

e. Keputusan Wali Kota Bandung norom 551.2/Kep 694-DisHub/2008

tentang tarif angkutan umum massal bus Trans Metro Bandung

f. Peraturan Wali Kota Bandung Nomor 704 Tahun 2008 tentang Standar

Pelayanan Minimal (SPM) pengoperasian TMB

4. Pembentukan unit pelaksana Teknis Trans Metro Bandung didasarkan oleh

peraturan Wali Kota Bandung Nomor 265 Tahun 2008 Tentang

pembentukan dan susunan organisasi unit pelaksana pada lembaga teknis

daerah di lingkungan pemerintah Kota Bandung.

(https://elib.unikom.ac.id/files/disk1/527/jbptunikompp-gdl-wendiwijay-

26349-7-13.unik-c.pdf. Diaskses pada tanggal 10 Juni 2019)

5. Tingkat Pendidikan Pegawai

Data Dinas perhubungan Kota Bandung pada tahun 2017, mecatat jumlah

kepegawaian instansi berjumlah 514 orang yang terdiri dari, 491 orang

pegawai laki-laki, dan 23 orang pegawai perempuan. Jumlah pegawai di lihat

dari tingkat pendidikannya dapat dilihat dari uraian tabel berikut ini:
52

Tabel 4.1
Tingkat Pendidikan Pegawai
No Tingkat Pegawai Jumlah

1 S-3 1 Orang

2 S-2 10 Orang

3 S-1 50 Orang

4 D-IV 2 Orang

5 D-III 10 Orang

6 SMA 357 Orang

7 SMP 40 Orang

Jumlah 514 Orang

Sumber Data: Dishub Kota Bandung

6. Pangkat/ GolonganPegawai

Pangkat/ golongan pegawai Dinas Perhubungan Kota Bandung dapat

dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 4.2
Pangkat/ golongan pegawai Dinas Perhubungan Kota Bandung
No Pangkat/Golongan Jumlah

1 IV/e -

2 IV/d -

3 IV/c 1 Orang

4 IV/b 1 Orang
53

5 IV/a 5 Orang

6 III/d 7 Orang

7 III/c 7 Orang

8 III/b 52 Orang

9 II/d 19 Orang

10 II/c 16 Orang

11 II/b -

12 II/a 289 Orang

13 I 61 Orang

Sumber Data: Dishub Kota Bandung

7. Status Pegawai

Status kerja pegawai Dinas Perhubungan Kota Bandung dapat dilihat dari

tabel berikut ini:

Tabel 4.3
Status Pegawai Dinas Perhubungan Kota Bandung
No Komposisi Pegawai Jumlah

1 Honorer/TKK (digaji dalam APBD) 165 Orang

2 Tenaga Sukarela / magang -

Sumber Data: Dishub Kota Bandung


54

8. Jabatan Fungsional

Jabatan fungsional dan jumlah pejabat fungsional Dinas Perhubungan

Kota Bandung dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 4.4
Status Pegawai Dinas Perhubungan Kota Bandung
No Jabatan Fungsional Jumlah Pejabat Jumlah Pejabat

yang dibutuhkan yang ada

1 Jabatan Fungsional Penguji - 27 Orang

Kendaraan

2 Jabatan Fungsional PPNS - 21 Orang

Sumber Data: Dishub Kota Bandung

9. Kegiatan Pembangunan

Kegiatan pembangunan yang menjadi tanggungjawab Dinas Perhubungan

Kota Bandung dapat dilihat dari uraian sebagai berikut:

1. Sosialisasi kebijakan di bidang perhubungan

2. Monitoring, evaluasi dan pelaporan.

3. Rehabilitasi/ pemeliharaan terminal.

4. Fasilitasi perijinan di bidang perhubungan.

5. Koordinasi dalam peningkatan pelayanan angkutan.

6. Pembangunan halte bus dan taksi.

7. Pengoperasian angkutan masal/ bus line


55

8. Pengadaan rambu-rambu lalu lintas.

9. Pengadaan marka jalan.

10. Pengadaan papan petunjuk parkir.

11. Rehabilitasi/ pemeliharaan ATCS.

12. Rehabilitasi/ pemeliharaan ATCS (bantuan provinsi).

13. Kegiatan pengendalian disiplin pengoperasian angkutan umum di jalan

raya.

14. Pembangunan balai pengujian kendaraan bermotor.

15. Pengadaan alat pengujian kendaraan bermotor.

16. Pelaksanaan uji petik kendaraan bermotor.

17. Rehabilitasi/ pemeliharaan sarana alat pengujian kendaraan bermotor.

Penghargaan yang diperoleh Dinas Perhubungan Kota Bandung

1. Plakat lomba tata tertib lalu lintas dan angkutan kota tingkat nasional

tahun 2004.

2. Piala Wahana Tata Nugraha lomba tertib lalu lintas dan angkutan kota

tingkat nasional tahun 2005.

3. Juara 1 lomba tata tertib lalu lintas tingkat provinsi Jawa Barat dalam

rangka hari perhubungan nasional tahun 2007.

4. Juara 2 Wahana TataNugraha tingkat nasional tahun 2007


56

10. Angkutan Umum Di Kota Bandung

Kota bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia, tak heran

apabila aktivits kegiatan perkotaannya sangat banyak, akan tetapi dampak dari

kegiatan tersebut menimbulkan pergerakan orang/barang jadi tidak heran

kaitannya antara Land use dengan transportasi. Dengan sistem aktivitas yang

tinggi maka kegiatan orang-orang untuk berlalulintas sangat tinggi pula dan akhir-

akhir ini Kota Bandung pun sudah menjadi seperti Jakarta dimana terdapat

permasalah untuk transportasinya. Kosndisi transportasi di Kota Bandung

cenderung heterogen, karena banyak jeisnya yang berlalulintas dengan

menggunakan alat transportasi yang berbeda pula. Sedangkan untuk angkutan

umum sendiri di Kota Bandung sudah di dominasi oleh Angkutan Kota (Angkot)

dengan jumlah trayek dan unit yang banyak. Akan tetapi hal tersebut justru bisa

menjadi permasalah karena tidak efektif untuk mengangkut orang/barang karena

bermuatan kecil. Adapun angkutan umum massal yang di kelola PERUM DAMRI

kebanyakan sudah tidak layak kondisi fisik maupun kondisi mesinnya. Maka dari

itulah diperlukan angkutan umum massal yang bisa digunakan penumpang untuk

memberikan kenyamanan bagi penumpang seperti layaknya Bus Rapid Transit.

Untuk sebagai gambaran angkutan umum di Kota Bandung bisa dilahat pada tabel

dibawah ini jenis jenis angkutan umum berbasis jalan di Kota Bandung yang

sudah ada:
57

Tabel 4.5
Jumlah penumpang TMB tahun 2017
Bulan Jumlah Penumpang

Koridor Koridor Koridor Koridor 4

1 2 3

Januari

Februari 5097 9976 5532 Belum beroperasi

Maret 14825 35754 17595 Belum beroperasi

April 8476 29566 11000 Belum beroperasi

Mei 8289 30147 11168 Belum beroperasi

Juni 6332 19222 7586 Belum beroperasi

Juli 7845 27810 12668 Belum beroperasi

Agustus 5560 23974 11059 Belum beroperasi

September 4082 20529 9563 287

Oktober 3284 21926 10452 3254

November 18624 15147 0 6905

Desember 18637 1503 0 8169

Total 101051 235554 96623 18615

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Bandung


58

11. Gambaran Umum TMB Koridor 2 (Cicaheum-Cibereum)

Trans Metro Bandung Koridor 2 (Cicaheum-Cibereum) mulai diremsikan

oleh Pemerintah pada tanggal 6 November 2012. Antusias Masyarkat Kota

Bandung dengan di resmikannya TMB Koridor 2 sangat baik terbukti dengan

jumlah penumpang dalam setiap harinya yang selalu meningkat. Dari sejak

beroperasinya pada tanggal 6 November 2012 sampai Desember 2012 jumlah

pengguna/penumpang TMB pada koridor 2 sebanyak 12.946 Orang (Dinas

Perhubungan Kota Bandung, 2012) dengan fenomena seperti itu bahwa TMB

sangat bermanfaat bagi masyarakat Kota Bandung. Dengan jumlah yang selalu

meningkat tiap harinya maka diperlukan juga tingkat pelayanan yang sesuai untuk

memberikan kenyamanan bagi pengguna TMB Koridor 2 supaya tidak beralih ke

moda lain.

a. Bentuk Fisik Trans Metro Bandung

Bus Trans Metro Bandung Koridor 2 (Cicaheum-Cibereum) berukuran bus

besar dengan desain yang menarik dengan warna dasar biru muda dan biru tua,

desain TMB ada 2 macam, bus pertama kali diluncurkan berdasar biru tua dan

bercorak putih dan biru muda, sedangkan bus paling baru berdasarkan biru muda

dengan corak gambar alam semakin menarik perhatian orang.

b. Kondisi Lampu Penerangan

Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan

umum massal berbasis jalan raya disebutkan bahwa variabel-variabel yang

terdapat dalam aturan tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait
59

untuk mengelola angkutan umum massal. Aturan tersebut dibuat untuk

menyerempakan seluruh angkutan umum massal di Indonesia. Untuk standar

lampu penerangan di hitung jumlah yang berfungsi dan minimal 95% sudah

sesuai dengan standar teknis, Kondisi lampu penerangan dalam bus TMB sendiri

jumlah lampu yang ada di dalam bus sebanyak 3 berada di depan, tengah dan

belakang bus. Kondisinya nyala semua sesuai standar, akan tetapi secara eksisting

lampu yang dinyalakan yaitu lampu di depan dan lampu yang di tengah, namun

demikian kondisinya sangat terang.

c. Kondisi Petugas Keamanan

Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan

umum massal berbasis jalan raya disebutkan bahwa variabel-variabel yang

terdapat dalam aturan tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait

untuk mengelola angkutan umum massal. Aturan tersebut dibuat untuk

menyerempakan seluruh angkutan umum massal di Indonesia. Untuk standar

petugas kemanan menurut peraturan tersebut. bahwa harus ada orang yang

bertugas untuk keamanan didalam bus disebutkan bahwa jumlah petugas kemanan

yang harus ada di dalam bus sebanyak 1 orang. Petugas keamanan yang ada di

dalam TMB sudah ada sebanyak 1 orang petugas kemanan tersebut merangkap

sebagai kondektur untuk memungut ongkos. Berdasarkan aturan PM nomor 10

kondisi tersebut tidak dibolehkan seharusnya petugas kemanan berjaga/berdiri di

samping pintu keluar tepatnya di tengah-tengah bus.


60

d. Kondisi Aduan Pelayanan

Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan

umum massal berbasis jalan raya disebutkan bahwa variabel-variabel yang

terdapat dalam aturan tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait

untuk mengelola angkutan umum massal. Aturan tersebut dibuat untuk

menyerempakkan seluruh angkutan umum massal di Indonesia. Menurut standar

tersebut disebutkan untuk aduan pelayanan harus berupa stiker dimana didalam

nya memuat call centre dan jumlah stiker tersebut minimal dua stiker. Untuk

aduan pelayanan pada TMB sudah ada berupa stiker call centre yang terdapat di

belakang bus dan di dalam bus, artinya sudah memenuhi standar pelayanan.

e. Kondisi Identitas

Kendaraan Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan

angkutan umum massal berbasis jalan raya disebutkan bahwa variabel-variabel

yang terdapat dalam aturan tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang

terkait untuk mengelola angkutan umum massal. Aturan tersebut dibuat untuk

menyerempakkan seluruh angkutan umum massal di Indonesia. Berdasarkan

peraturan PM. Nomor 10 untuk identitas kendaraan yang harus ada yaitu nomor

seri kendaraan serta nama trayek yang di tempelkan di depan atau di belakang

minimal satu jumlahnya. Untuk identitas kendaraan pada TMB semua armada

sudah memakai identitas kendaraan baik nama trayek maupun nomor seri

kendaraan, artinya sudah memenuhi standar pelayanan tersebut.


61

f. Kondisi Tanda Pengenal

Pengemudi Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan

angkutan umum massal berbasis jalan raya disebutkan bahwa variabel-variabel

yang terdapat dalam aturan tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang

terkait untuk mengelola angkutan umum massal. Aturan tersebut dibuat untuk

menyerempakkan seluruh angkutan umum massal di Indonesia. Berdasarkan

peraturan PM. Nomor 10 untuk tanda pengenal pengemudi berupa papan/kartu

identitas pengemudi yang diletakan di depan. Namun berdasarkan hasil observasi

untuk tanda pengenal pengemudi pada TMB masih beberapa saja yang memakai

tanda pengenal pengemudi belum semuanya memakai tanda pengenal pengemudi

g. Kondisi Kaca Film

Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan

umum massal berbasis jalan raya disebutkan bahwa variabel-variabel yang

terdapat dalam aturan tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait

untuk mengelola angkutan umum massal. Aturan tersebut dibuat untuk

menyerempakkan seluruh angkutan umum massal di Indonesia. Berdasarkan

peraturan PM. Nomor 10 untuk kaca film yang harus diperhatikan yaitu

persentase kegelapan maksimal harus 60%. Artinya kondisi kaca harus tidak

terlalu gelap dan tidak terlalu terang, untuk TMB kaca film yang digunakan yaitu

jenis kaca PVB (Polly Vinyl Butyral) kaca jenis ini tidak akan pecah berantakan

ketika terkena hantaman.


62

h. Kondisi Fasilitas Keamanan

Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan

umum massal berbasis jalan raya disebutkan bahwa variabel-variabel yang

terdapat dalam aturan tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait

untuk mengelola angkutan umum massal. Aturan tersebut dibuat untuk

menyerempakkan seluruh angkutan umum massal di Indonesia. Menurut standar

tersebut disebutkan untuk fasilitas keamanan harus berupa suatu alat untuk

melindungi kemanan pengguna yang terdiri dari palu pemecah kaca, tabung

pemadam kebakaran, tombol pintu otomatis. Untuk TMB di semua armada hanya

ada alat palu pemecah kaca dan tombol pintu otomatis saja.

i. Kondisi Fasilitas

Kesehatan Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan

angkutan umum massal berbasis jalan raya disebutkan bahwa variabel-variabel

yang terdapat dalam aturan tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang

terkait untuk mengelola angkutan umum massal. Aturan tersebut dibuat untuk

menyerempakkan seluruh angkutan umum massal di Indonesia. Menurut standar

tersebut disebutkan untuk fasilitas kesehatan harus berupa satu kotak alat

kesehatan dimana di letakan di setiap bus/armada. Untuk TMB cuman masih

dibeberapa armada saja yang di letakkan kotak kesehatan dan itupun peralatannya

cuman terdiri dari 1 botol kecil betadine, perban/Kasa dan gunting, tidak ada obat-

obatan pendukung lainnya. Artinya untuk fasilitas kesehatan belum memenuhi

standar aturan pelayanan


63

j. Kondisi Alat Bantu Pegangan Tangan

Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan

umum massal berbasis jalan raya disebutkan bahwa variabel-variabel yang

terdapat dalam aturan tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait

untuk mengelola angkutan umum massal. Aturan tersebut dibuat untuk

menyerempakkan seluruh angkutan umum massal di Indonesia. Menurut standar

tersebut disebutkan untuk alat bantu pegangan tangan harus berupa alat untuk

pegangan waktu berdiri dimana dilihat dari jumlah yang berfungsi, kondisi dan

100% harus berfungsi sesuai standar teknis. Untuk TMB sendiri memiliki jumlah

pegangan tangan sebanyak 30 buah di sisi kiri ada 15 buah dan sisi kanan 15

buah, kondisinya masih bagus berfungsi dengan baik dan sesuai standar teknis.

k. Kondisi Lampu Penerangan

Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan

umum massal berbasis jalan raya disebutkan bahwa variabel-variabel yang

terdapat dalam aturan tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait

untuk mengelola angkutan umum massal. Aturan tersebut dibuat untuk

menyerempakan seluruh angkutan umum massal di Indonesia. Untuk standar

lampu penerangan di hitung jumlah yang berfungsi dan minimal 95% sudah

sesuai dengan standar teknis, Kondisi lampu penerangan dalam bus TMB sendiri

jumlah lampu yang ada di dalam bus sebanyak 3 berada di depan, tengah dan

belakang bus. Kondisinya nyala semua sesuai standar, akan tetapi secara eksisting
64

lampu yang dinyalakan yaitu lampu di depan dan lampu yang di tengah, namun

demikian kondisinya sangat terang.

l. Kondisi Kapasitas Penumpang

Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan

umum massal berbasis jalan raya disebutkan bahwa variabel-variabel yang

terdapat dalam aturan tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait

untuk mengelola angkutan umum massal. Aturan tersebut dibuat untuk

menyerempakan seluruh angkutan umum massal di Indonesia. Berdasarkan

standar PM No 10 untuk kapasitas penumpang yaitu jumlah penumpang sesuai

kapasitas angkut dan maksimal 100% sesuai kapasitas angkut. Untuk TMB sendiri

jumlah penumpang jika di jam-jam sibuk selalu over kapasitas sehingga mencapai

> 50 orang di dalam bus sedangkan pada saat jam non-sibuk palingan hanya 25 –

30 orang.

m. Kondisi Fasilitas Kebersihan

Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan

umum massal berbasis jalan raya disebutkan bahwa variabel-variabel yang

terdapat dalam aturan tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait

untuk mengelola angkutan umum massal. Aturan tersebut dibuat untuk

menyerempakkan seluruh angkutan umum massal di Indonesia. Menurut standar

tersebut disebutkan fasilitas kebersihan harus berupa alat tempat sampah minimal

terdapat dua buah dimana posisinya harus di depan dan di belakang. Untuk TMB

sendiri masih beberapa armada saja yang terdapat tempat sampah yang lainnya
65

belum ada, yang sudah adapun kondisinya hanya ada 1 alat tempat sampah dan di

posisikannya di depan saja.

n. Kondisi Pengatur Suhu Bus

Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan

umum massal berbasis jalan raya disebutkan bahwa variabel-variabel yang

terdapat dalam aturan tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait

untuk mengelola angkutan umum massal. Aturan tersebut dibuat untuk

menyerempakan seluruh angkutan umum massal di Indonesia. Untuk standar

pengatur suhu bus yaitu berupa AC (Air Conditioner) dan jumlah minimal harus

ada sebanyak 2 buah yang di letakan di depan di belakang. Untuk TMB sendiri

sudah terdapat AC di semua armada TMB dan jumlahnya hampir disetiap sisi

lebih dari standar yang diterapkan. Artinya sudah memenuhi standar pelayanan

teknis.

o. Kondisi Integrasi Moda Lain

Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan

umum massal berbasis jalan raya disebutkan bahwa variabel-variabel yang

terdapat dalam aturan tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait

untuk mengelola angkutan umum massal. Aturan tersebut dibuat untuk

menyerempakkan seluruh angkutan umum massal di Indonesia. Menurut standar

tersebut untuk integrasi moda lain harus tersedia memberikan akses kemudahan

untuk memperoleh trayek angkutan umum lainnya. Untuk TMB sendiri tersedia
66

banyak pengumpan trayek angkutan lainnya jika setelah menggunakan TMB.

Artinya untuk integrasi moda lain sudah sesuai dengan standar pelayanan.

p. Tarif/Biaya

Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan

umum massal berbasis jalan raya disebutkan bahwa variabel-variabel yang

terdapat dalam aturan tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait

untuk mengelola angkutan umum massal. Aturan tersebut dibuat untuk

menyerempakkan seluruh angkutan umum massal di Indonesia. Menurut standar

tersebut disebutkan tarif/biaya harus sesuai dengan SK penetapan tarif oleh

pemerintah setempat. Untuk tariff TMB sekali jalan Rp.4.000 dengan harga

semurah tersebut bisa meminimalisisr biaya perjalanan.

q. Kondisi Kursi Prioritas

Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan

umum massal berbasis jalan raya disebutkan bahwa variabel-variabel yang

terdapat dalam aturan tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait

untuk mengelola angkutan umum massal. Aturan tersebut dibuat untuk

menyerempakkan seluruh angkutan umum massal di Indonesia. Menurut standar

tersebut kursi prioritas yaitu tempat duduk yang diperuntukan bagi penyandang

cacat, manusia usia lanjut, anakanak dan wanita hamil utnuk jumlah kursi yang

harus ada minimal 4 buah kursi. Untuk TMB sendiri di dalam semua bus sudah

terdapat kusri prioritas sebanyak 6 kursi posisinya di sisi kanan 3 kursi dan sisi

kiri 3 kursi dengan kondisi baik.


67

r. Kondisi Waktu Tunggu Bus

Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan

umum massal berbasis jalan raya disebutkan bahwa variabel-variabel yang

terdapat dalam aturan tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait

untuk mengelola angkutan umum massal. Aturan tersebut dibuat untuk

menyerempakkan seluruh angkutan umum massal di Indonesia. Berdasarkan

standar pelayanan untuk waktu tunggu bus pada waktu puncak minimal 7 menit

dan waktu non pucak selama 15 menit. Untuk TMB sendiri waktu tunggu bus

tidak menentu untuk waktu puncak bisa terjadi 15 menit menunggu hal itu terjadi

karena TMB tidak memiliki jalur sendiri sehingga perjalanannya terbagi dengan

kendaraan lainnya

s. Kondisi Kecepatan Bus

Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan

umum massal berbasis jalan raya disebutkan bahwa variabel-variabel yang

terdapat dalam aturan tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait

untuk mengelola angkutan umum massal. Aturan tersebut dibuat untuk

menyerempakkan seluruh angkutan umum massal di Indonesia. Berdasarkan

standar pelayanan untuk kecepatan bus pada waktu puncak maksimal perjalanan

30 Km/Jam dan non puncak maksimal 50 Km/Jam. Untuk TMB sendiri kecepatan

bus jika keadaan non puncak menjalankan dengan kecepatan 40 Km/Jam.


68

t. Kondisi Lama Waktu Berhenti di Halte

Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan

umum massal berbasis jalan raya disebutkan bahwa variabel-variabel yang

terdapat dalam aturan tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait

untuk mengelola angkutan umum massal. Aturan tersebut dibuat untuk

menyerempakkan seluruh angkutan umum massal di Indonesia. Berdasarkan

standar tersebut untuk waktu berhenti di halte waktu puncak 45 detik dan waktu

non pucak maksimal 60 detik. TMB selama waktu berhenti di halte mencapai 60

detik di tiap halte nya.

u. Kondisi Layanan Informasi Kedatangan Bus

Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan

umum massal berbasis jalan raya disebutkan bahwa variabel-variabel yang

terdapat dalam aturan tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait

untuk mengelola angkutan umum massal. Aturan tersebut dibuat untuk

menyerempakkan seluruh angkutan umum massal di Indonesia. Untuk kondisi

informasi kedatangan bus berdasarkan standar pelayanan harus berupa bentuk,

tempat dan kondisi. Dalam bentuk bisa berbentuk visual harus ditempatkan di sisi

yang strategis, kondisinya harus berfungsi dengan baik dan sesuai kondisi teknis.

TMB sendiri untuk layanan informasi kedatangan bus belum secara canggih tetapi

pelayanannya masih melalui petugas yang sedang berjaga di depan halte saja.
69

v. Bentuk Fisik Halte dan Lokasi Halte

Halte merupakan tempat menunggu kedatangan bus, halte bus seharusnya

di desain semenarik dan senyaman mungkin agar penguna nyaman pada saat

menunggu kedatangan bus. Untuk halte bus TMB Koridor 2 (Cicaheum-

Cibereum) di desain menyerupai banguanan atap gedung sate dimana

menonjolkan ciri khas Kota Bandung dengan bentuk fisik bangunan terbuat dari

tembok dan kaca. Halte TMB Koridor 2 (Cicaheum-Cibereum) tersebar menjadi

19 titik. Berikut ini titik-titik lokasi halte Trans Metro Bandung Koridor 2

(Cicaheum-Cibereum):

1. Halte TMB 1 - Cicaheum (Type 6,5m)

2. Halte TMB 2 - Jl. A. Yani/depan BCA (Type 6,5m)

3. Halte TMB 3 - Jl. Ibrahim Adji Depan Ex Matahari (Type 8m)

4. Halte TMB 4 - Jl. Jakarta setelah persimpangan antapani (Type 6,5m

5. Halte TMB 5 - Jl. A. Yani depan Stadion PERSIB (Type 6,5)

6. Halte TMB 6 - Jl. A. Yani depan One Day Service (Type 6,5)

7. Halte TMB 7 - Jl. A. Yani depan pos dan giro (type 6,5m

8. Halte TMB 8 - Jl. Asia-Afrika depan Panin Bank (Type 6,5m)

9. Halte TMB 9 - Jl. Asia-Afrika depan Alun-alun (Type 6,5m)

10. Halte TMB 10 - Jl. Sudirman depan SMP/SMA BPK Penabur

11. Halte TMB 11 - Jl. Raya Elang (Cibereum) (Type 8)

12. Halte TMB 12 - Jl.Rajawali timur Perempatan Garuda (Type 6,5m

13. Halte TMB 13 - Jl. Rajawali Timur depan BCA (Type 6,5m)

14. Halte TMB 14 - Jl. Kebon Jati depan RS Kebon Jati (Type 8m)
70

15. Halte TMB 15 - Jl. Kebon Jati depan Ruko Textile (Type 6,5m)

16. Halte TMB 16 - Jl. A. Yani Kosambi Sebeum JPO (Type 6,5m)

17. Halte TMB 17 - Jl. A. Yani depan segitiga mas (Type 8m)

18. Halte TMB 18 - Jl. A. Yani Gereja/Disdik Kota Bandung (Type 6,5m)

19. Halte TMB 19 - Jl. A. Yani Gate Way Appartmen (Type 6,5m)

Akan tetapi halte TMB ini belum beroperasi sampai saat ini, yang

beroperasi hanya di halte awal (Cicaheum) dan halte akhir (Cibereum).

Kondisi bangunannya tidak terawat dan sudah mulai banyak yang rusak

seperti lantai ubin kotor, dan kaca-kaca pecah. Seharusnya hal ini menjadikan

bahan evaluasi pemerintah agar mampu menjalankan semaksimal mungkin

pelayanannya. Dengan kondisi seperti itu akhirnya penumpang pun tidak

menunggu di dalam halte melainkan masih tetap di pinggir jalan saja, dan bus

pun tidak berhenti semua di setiap halte melainkan masih berhenti di

sembarang tempat untuk menaikan dan menurunkan penumpangnya. Jiak

melihat peraturannya hal seperti ini tidak bisa di lakukan karena sudah

melanggar peraturan PM No. 10.


71

B. Pelaksanaan Perda no. 16 dalam menangani penggunaan halte bus Trans


Metro Bandung koridor 2 Cicaheum-Cibeureum
Pembahasan berikut ini akan menganalisa dan menjelaskan mengenai

bagaimana proses dari kebijakan penggunaan halte bus TMB (Trans Metro

Bandung) Koridor 2 Cicaheum-Cibeureum. Untuk dapat menganalisa dan

menjelaskan hal tersebut maka peneliti menggunakan landasan teori dari Van

Metter dan Van Horn yang dikutip oleh Leo Agustino dalam bukunya “Dasar-

Dasar Kebijakan Publik” bahwa terdapat beberapa dimensi yang menjadi penentu

berhasil atau tidaknya implementasi suatu kebijakan.

Berikut ini akan di uraikan hasil penelitian dan analisis pembahasan

berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan berdasarkan dimensi yang di

uraikan oleh Van Metter dan Van Horn dan dalam pelaksanaan wawancara juga

yang peneliti lakukan di UPT Angkutan Umum Dinas Perhubungan Kota

Bandung dalam penggunaan halte bus TMB (Trans Metro Bandung) koridor 2

Cicaheum-Cibeureum terdapat beberapa kendala yang nanti peneliti akan uraikan

pembahasannya berdasarkan hasil wawancara.

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan.

Kriteria pertama yang menjadi penentu berhasil tidaknya implementasi

suatu kebijakan adalah ukuran dan tujuan kebijakan. Pada kritea ini, ketepatan

ukuran dan tujuan kebijakan yang di rencanakan oleh pemerintah harus sesuai

dengan keadaan yang ada di lapangan, sehingga kebijakan tersebut dapat berjalan

sesuai apa yang telah di rencanakan.


72

a. Ukuran

Pihak UPT Angkutan Umum dalam menentukan ukuran dari pelaksanaan

penggunaan kebijakan penggunaan bus TMB (Trans Metro Bandung) koridor 2

Cicaheum-Cibeureum, pertama melakukan perhitungan dan mempertimbangkan

penambahan maupun pengurangan halte bus, dimana setiap tahunnya selalu ada

potensi baru yang muncul. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang peneliti

lakukan dengan kepala UPT Angkutan Umum, sebagai berikut:

“Setiap beberapa tahun pasti ada perubahan atau penambahan koridor


maupun halte, dimana setiap koridor sebagai penopang kebutuhan
masyarakat untuk menaikan dan menurunkan penumpang, untuk tahun
sekarang kita masih mempunyai 4 koridor, mungkin kedepannya ada
penambahan koridor” (Hasil wawancara dengan Kepala UPT Angkutan
Umum Bapak Yudhiyana S.MM di Dinas Perhubungan Kota Bandung, 17
Juli 2019).
Seperti yang sudah dijelaskan oleh Bapak Yudhiyana S.MM selaku Kepala

UPT Angkutan Umum, bahwa memang pasti ada penambahan atau pembaharuan

halte maupun penambahan koridor untuk menunjang masyarakat sebagai tempat

untuk berhenti dan menaikan penumpang, pelayanan tentu yang lebih

diuatamakan untuk menunjang pelayanan publik di halte koridor 2. Dalam

membangun sebuah koridor atau halte juga Dinas Perhubungan memang harus

bisa memberikan efek yang baik bagi pembangunan sebuah halte ataupun koridor

tersebut, supaya dengan adanya halte tersebut bisa dipergunakan semestinya oleh

masyarakat.
73

b. Tujuan Kebijakan

Tujuan kebijakan terkait dengan penggunaan halte bus TMB (Trans Metro

Bandung) koridor 2 Cicaheum-Cibereum adalah sebagai tempat untuk naik dan

turun para penumpang dan sebagai pelayanan publik untuk naik bus Trans Metro

Bandung angkutan umum yang relatif murah dan memudahkan masyarakat dalam

berpegian dekat maupun jauh. Dalam hal ini dapat membuat masyarakat lebih

nyaman menaiki kendaraan umum tersebut karena di dalam bus terdapat ac agar

para penumpang nyaman dan tidak kepanasan saat berpegian. Hal ini sesuai yang

di tegaskan oleh Bapak Yudhiyana S.MM berikut ini:

“ya harapan kami dengan adanya kebijakan penggunaan halte bus di TMB
para penumpang tersebut bisa lebih nyaman untuk menunggu bus dan bisa
menaiki bus sesuai tujuan yang diinginkan. juga dinas perhubungan
sedang mau membangun fasilitas shalter yang layak lah mungkin ada
perosotannya ada ayunannya yang tidak membosankan kita juga tidak
menutup kemungkinan bahwa masih banyak shalter yang masih digunakan
oleh para pedagang atau untuk pengemis untuk tidur bahwa ada yang
mecahin atau vandalisme lah. (Hasil wawancara dengan Kepala UPT
Angkutan Umum Bapak Yudhiyana S.MM di Dinas Perhubungan Kota
Bandung, 17 Juli 2019).

Hasil wawancara apa yang di jelaskan oleh Bapak Yudhiyana S.MM

selaku kepala Angkutan Umum, bahwa dengan adanya kebijakan penggunaan

halte bus di koridor 2 Cicaheum-Cibeureum seharusnya bisa membuat para

penumpang nyaman saat menunggu di halte bus karena pada dasarnya dengan

adanya halte para penumpang bisa naik dan turun di tempat sesuai halte. Tapi

pada kenyataanya setiap penumpang yang ingin menaiki bus TMB malah turun di

sembarag tempat atau naik di sembarang tempat. Peneliti mewawancararai

langsung dengan Bapak Yudhiyana S.MM selaku Kepala UPT Angkutan Umum
74

terkait dengan masalah penumpang naik turun disembarang tempat, hasil

wawancara tersebut menjelaskan bahwa:

”Perda di maksud kita sudah instrupsikan kepada seluruh awak bus supir
maupun kondektur dan petugas di lapangan bahwa untuk bus itu wajib di
shalter, halte atau rambu lalu lintas yang disediakan jadi tidak boleh ada
kru kita yang menaikan dan menurunkan penumpang disembarang tempat,
namun pada kenyataannya dilapangan sering kali shalter- shalter kita
banyak digunakan sebagai tempat parkir dan juga pedagang yang
menyulitkan kita berhenti di tempat yang telah disediakan untuk supir,
kalau memang bisa berhenti di tempat shalter yang sudah di sediakan tapi
malah tidak berhenti di sesuai shalter. (Hasil wawancara dengan Kepala
UPT Angkutan Umum Bapak Yudhiyana S.MM di Dinas Perhubungan
Kota Bandung, 17 Juli 2019).
Hasil wawancara apa yang di jelaskan oleh Bapak Yudhiyana S.MM

selaku kepala Angkutan Umum, bahwa UPT sudah memberikan arahan kepada

setiap kru atau supir agar bisa berhenti sesuai dengan halte yang sudah di

sesuaikan oleh pemerintah, namun kenyataan dilapangan supir berhenti dimana

saja karena memang keinginan penumpang yang tidak ingin berhenti di sesuai

halte ini menyebabkan penggunaan halte sebagai tempat menaikan dan

menurunkan tidak sesuai yang di harapkan oleh pihak UPT.

2. Sumber Daya.

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari

pemanpaatan sumber daya manusia yang tersedia. Manusia merupakan sumber

daya yang terpeting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi.

tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut adanya

sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang di isyaratkan

oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik.


75

Terkait dengan jumlah sumber daya manusia yang melaksanakan

kebijakan penggunaan halte bus TMB (Trans Metro Bandung) koridor 2

Cicaheum-Cibeureum adalah jumlah petugas kebersihan halte yang

membersihkan dan merawat halte di koridor 2 Cicaheum-Cibeureum. Peneliti

mewawancararai langsung dengan Bapak Harry S.Sos selaku Seksi Sarana

Prasarana, hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa:

“Seperti kita ketahui setiap tahun kita selalu ada perawatan atau
pembersihan halte baik dari koridor 1, 2, 3 dan 4, nah untuk koridor 2
selalu rutin dari cicaheum sampai cibeureum, kita selalu ada tim
kebersihan yang mobile ya, mungkin satu hari itu bisa sampe 6 atau 7 halte
yang kita bersihkan atau kita perawatan di halte, itu harus bisa memilah
ada jasa kebersihan membersihkann halte yang kumuh dan kotor, kalaupun
ada peralatan kita lihat juga kerusakannya ringan atau berat ya, nah itu
anggaranya khusus lagi itu ada biaya perawatan halte kalau untuk
kebersihan kita rutin ya seperti jasa kebersihan, nah kadang-kadang kita
ada laporan juga dari medsos ya ini kotor, kumuh banyak gelandangan
yang tidur disitu kita koordinasi dengan tim dilapangan dengan tim kami
kita langsung action di lapangan supaya apa yang dilihat di medsos itu kita
langsung gitu ya reaksi cepat bahwa kita langsung tanggap di lapangan. Itu
tidak hanya untuk halte TMB saja mungkin hallte angkot juga kita
berlakukan seperti itu, karena kita fokusnya di TMB 2 ada tim khusus ya
yang tiap koridor itu di isi tim kebersihan” . (Hasil wawancara dengan
Seksi Sarana Prasarana Bapak Harry S.Sos di Dinas Perhubungan Kota
Bandung, 17 Juli 2019).
Hasil wawancara dengan Bapak Harry S.Sos selaku Seksi Sarana

Prasarana menegaskan bahwa setiap harinya ada beberapa halte yang dibersihkan

oleh para petugas kebersihan utuk menjaga kebersihan dan kenyamanan halte

supaya para penumpang lebih nyaman untuk menunggu bus yang akan mereka

naiki, dengan adanya media sosial dinas perhubungan lebih bisa mengontrol dan

lebih siap mengantisipasi jikalau ada keluhan masyrakat terhadap halte yang tidak

terawat atau terbengkalai.


76

3. Karekter Agen Pelaksana.

Kritea selanjutnya yang menentukan berhasil tidak nya implementasi suatu

kebijakan adalah karekteristik agen pelaksana. Van Mtter dan Van Horn

mengatakan bahwa kinerja implementasi kebijakan akan sangat banyak

dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan agen pelaksananya.

Selain itu cakupan atau wilayah implementasi kebijakan perlu juga di

perhitungkan mana kala hendak menentukan agen pelaksana

Proses dalam pelaksanaan penggunaan halte bus TMB (Trans Metro

Bandung) koridor 2 Cicaheum-Cibeureum, yang menjadi agen pelaksana

kebijakan ialah terdiri dari supir dan para penumpang. Disini peneliti

mewawancarai Bapak Asep Saepullah yang menjelaskan sebagai berikut:

“Sebagai agen pelaksana, saya sebagai supir sudah berusaha


memaksimalkan halte sebagai tempat menurunkan dan menaikan
penumpang, karena memang dari atasan kami ada aturannya, tapi kadang
para penumpang enggan turun di halte yang sesuai tujuan malah mereka
berhenti dimana saja. (Hasil wawancara dengan Supir Koridor 2
Cicaheum-Cibeureum Bapak Asep Saepullah di terminal Cicaheum, 15
Juli 2019).
Penjelasan tersebut diperkuat juga oleh salah satu supir koridor 2

Cicaheum-Cibeureum.

“Saya memang selalu megikuti aturan yang diterapkan untuk berhenti dan
menaikan para penumpang, tapi yang jadi masalah penempatan halte yang
tidak sesuai membuat para penumpang ingin berhenti dimana saja, karena
mungkin membuat penumpang lebih dekat untuk sampai tujuan” (Hasil
wawancara dengan Supir Koridor 2 Cicaheum-Cibeureum Bapak Yayat
Supendi di terminal Cicaheum, 15 Juli 2019).
77

Kemudian Bapak Anwar Suteja selaku supir bus TMB (Trans Metro

Bandung) koridor 2 Cicaheum-Cibeureum menjelaskan sebagai berikut:

“Saya juga kepenginnya kami ngambil dari tiap halte untuk penumpamg
pengen para penumpang itu naik turunnya di halte, ya seharusnya bisa di
sosialisasikan untuk penggunaan halte, karena buat apa adanya shalter atau
halte tapi tidak dipergunakan” (Hasil wawancara dengan Bapak Anwar
Suteja Supir Koridor 2 Cicaheum-Cibeureum Bapak Yayat di terminal
Cicaheum, 15 Juli 2019).

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa Supir koridor 2 Cicaheum-

Cibeureum terkait dengan karekter agen pelaksana, sebenarnya supir sudah

bekerja dengan baik dan mengikuti arahan dari pihak UPT Angkutan Umum,

namun yang jadi permasalahnya penumpang yang seenaknya turun dan naik

dimana saja, dengan hal ini butuh sosialisasi ataupun arahan kepada penumpang

agar mentaati peraturan yang berlaku.

4. Sikap/ Kecendrungan (disposition) Para Pelaksana.

Kriteria selanjutnya yang menentukan berhasil tidak nya suatu

implementasi kebijakan adalah sikap/ kecendrungan (disposition) para pelaksana.

Sikap yang dimakud adalah sikap penerimaan ataupun penolakan dari pelaksana

kebijakan. Sikap ini sangat mempengaruhi keberhasilan suatu kebijakan karena

hal ini akan berdampak kepada kinerja pelaksana kebijakan.

Sikap penerimaan ataupun penolakan dapat terjadi dikarenakan kebijakan

yang dilaksanakan bukanlah hasil dari formulasi pelaksana lapangan yang

memang mamahami persoalan dan permasalahan di lapangan. Tetapi kebijakan

yang akan di implementasikan adalah kebijakan “dari atas” (top down) yang
78

sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui

kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang ingin masyarakat capai.

Terkait dengan sikap penerimaan maupun penolakan dari pelaksana suatu

pelaksanaan kebijakan penggunaan halte bus TMB (Trans Metro Bandung)

koridor 2 Cicaheum-Cibeureum. Maka peneliti mewawancarai Bapak Yayat

Supendi selaku supir koridor 2 Cicaheum-Cibeureum, dari hasil wawancara

dengan Bapak Yayat menyatakan bahwa:

“ Kalau dari kami sebagai supir tidak keberatan selalu menerima kebijakan
penggunaan halte yang harus berhenti di setiap halte, tapi tetep saja para
penumpang ingin berhenti di tempat halte, ya supir hanya bisa mengikuti
keinginan para penumpang, agar penumpang supaya bisa naik bus dan
setoran kita tercapai.” (Hasil wawancara dengan Bapak Yayat Supendi
selaku Supir koriodr 2 Cicaheum-Cibereum di terminal Cicaheum, 15 Juli
2019).
Penjelasan lainnya dari supir bus TMB (Trans Metro Bandung) koridor 2

Cicaheum-Cibeureum bapak Asep Saepullah menyatakan bahwa:

“Kebanyakan halte koridor 2 kotor-kotor jadi jarang di isi sama


penumpang jadi sepi halte tersebut, mengacu ke SOP sebetulnya sop nya
ada tapi orang di bandung mah pada susah diatur, kalau kita mengikuti
SOP pasti bakal ga ada penumpangnya dijamin lah.”(Hasil wawancara
dengan Bapak Asep Saepullah selaku Supir koriodr 2 Cicaheum-Cibereum
di terminal Cicaheum, 15 Juli 2019).
Penjelasan lainnya juga dari supir bus TMB (Trans Metro Bandung)
koridor 2 Cicaheum-Cibeureum yakni Bapak Anwar Suteja menjelaskan:
“Kalau dari bapak sebagai supir sulit untuk berhenti atau menaikan dan
penumpang di halte, ya karena itu penumpang yang naik bus dan turun bus
disembarang tempat, mungkin alasannya supaya deket dengan tujuan
mereka kalau menurut bapakmah”.(Hasil wawancara dengan Bapak Asep
Saepullah selaku Supir koriodr 2 Cicaheum-Cibereum di terminal
Cicaheum, 15 juli 2019).
Terkait dengan sikap para supir bu TMB (Trans Metro Bandung) Koridor

2 Cicaheum-Cibeureum, bisa disimpulkan bahwa supir bus Trans Metro Bandung


79

koridor 2 sebenarnya sudah berusaha menerapkan aturan yang berlaku dari Dinas

Perhubungan, tapi yang menjadi kendala para penumpang yang turun atau naik

bus selalu tidak ditempat halte, karena pada dasarnya penempatan halte yang tidak

strategis dan tidak sesuaiyang diharapkan oleh penumpang. Dengan kata lain para

penumpang sebenarnya membutuhkan tempat halte sebagai berteduh karena

sebagian orang malah memilih menunggu dipinggir jalan untuk menunggu bus

yang mereka naiki.

Tidak hanya penjelasan salah satu supir saja yang menjelaskan sikap para

pelaksana, berikut hasil wawancara dengan para penumpang.

“Sebenarnya saya lebih nyaman menunggu di jalan tidak di halte soalnya


jarak dari rumah ke halte memang jauh, jadi saya langsung nunggu setelah
saya jalan kaki dari rumah. (Hasil wawancara dengan Ibu Supriati selaku
penumpang koridor 2 Cicaheum-Cibereum di terminal Cicaheum, 15 Juli
2019).
Penjelasan lainnya dari penumpang pengguna bus di koridor 2 Cicaheum-

Cibeureum menyatkan bahwa:

“Kebetulan rumah saya dekat sama halte jadi kalau saya mau berangkat
kerja atau mau pergi saya nunggu di halte biar bisa nunggu nya enak kan
ga panas kalau di luar kan panas kalau cuaca nya lagi siangmh” (Hasil
wawancara dengan Bapak Asep Sandhy Putra selaku penumpang koridor 2
Cicaheum-Cibereum di terminal Cicaheum, 15 Mei 2019).
Penjelasan lainnya dari penumpang pengguna bus di koridor 2 Cicaheum-

Cibeureum menyatkan bahwa:

“Saya sebagai pengguna bus TMB untuk ketempat halte lumyan jauh jadi
mendingan saya neduh di warung pinggir jalan atau neduh dipohon biar
gak kepanasan.”(Hasil wawancara dengan Bapak Juli Aji selaku
penumpang koridor 2 Cicaheum-Cibereum di terminal Cicaheum, 15 mei
2019).
80

Penjelasan lainnya dari penumpang pengguna bus di koridor 2 Cicaheum-

Cibeureum menyatkan bahwa:

“Kalau saya pergi ke sekolah kadang saya dianterin sama orang tua terus
saya pulangnya naik bus, kebetulan saya nunggu di halte soalnya deket
dari sekolah tempat haltenya, ya walaupun kadang suka nunggu diluar
halte soalnya haltenya kurang nyaman buat nunggu”. (Hasil wawancara
dengan Bapak Vini Ramadhani selaku penumpang koridor 2 Cicaheum-
Cibereum di terminal Cicaheum, 15 Mei 2019).
Penjelasan lainnya dari penumpang pengguna bus di koridor 2 Cicaheum-

Cibeureum menyatkan bahwa:

“Saya sih jarang ya naik bus dan kurang tau tentang halte, soalnya saya
seringnya berangkat naik kendaraan pribadi, tapi sih saya suka liat halte
kalau pas naik motor ya memang tidak terurus sebagian halte” (Hasil
wawancara dengan Muhammd Yusuf Maulana selaku penumpang koridor
2 Cicaheum-Cibereum di terminal Cicaheum, 15 mei 2019).
Terkait para penumpang bus TMB (Trans Metro Bandung) Koridor 2

Cicaheum-Cibeureum, bisa disimpulkan bahwa dengan adanya halte di koridor 2

cicaheum-Cibeureum tidak semua penumpang bisa menggunkan halte semestinya,

beberapa faktor terjadi halte tidak terpakai karena letak halte dengan penumpang

memang jauh, belum lagi halte yang tidak nyaman membuat para penumpang

enngan menunggu atau istirahat di halte. Sebenarnya jika halte mempunyai letak

yang strategis maka tidak mungkin para penumpang bisa menunggu bus di tempat

halte.

5. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Para Pelaksana.

Kritea selanjutnya peneliti akan membahas yaitu kritea komunikasi antar

organisasi dan aktivitas pelaksana. Dalam suatu implementasi kebijakan, selalu

terdapat kegiatan koordinasi baik antara internal maupun pihak pelaksana maupun
81

dengan pihak organisasi lain yang terlibat dalam suatu proses implementasi suatu

kebijakan.

a. Komunkasi Antar Organisasi.

Baik tidaknya komunikasi yang terjalin diantara pihak stake holder yang

terlibat dalam pelaksanaan implementasi suatu kebijakan akan menentukan besar

kecilnya kemungkinan terjadi kesalahan atau miscommunication. Untuk

komunikasi antar organisasi peneliti melihat proses komunikasi yang dilakukan

oleh pihak terlibat dalam proses pelaksanaan penggunaan halte bus TMB (Trans

Metro Bandung) koridor 2 Ciacheum-Cibeureum. Komunikasi disini diantaranya

pihak UPT Angkutan Umum dengan Sarana Prasarana dan Supir, dimana setiap

terjadi kerusakan di halte UPT Angkutan Umum atau supir bisa melaporkan

kepada bagian sarana prasarana untuk bisa diperbaiki lagi jika terjadi kerusakan di

dalam halte.

“Sebenarnya kita koordinasi tidak ada masalah ya lancar kadang-kadang


ada laporan dari tim seniri atau UPT angkutan , supir kan mereka tau
kondisi dilapangan ada halte halte kotor atau kumuh atau kurang terawat
kadang-kadang mereka suka memberi laporan ke pimpinannya ke UPT
angkutan dan setelah itu mereka koordinasi ke kita permasalahan
perawatan sarana prasarana karena UPT angkutan bagian operasionalnya
saja, alhamdulillah koordinasi berjalan dengan lancar tidak permasalahan
di lapangan selalu aktif jika ada laporan-laporan dilapangan seperti apa
haltenya kurang terawat kita suk ada laporan kepada kami, kamipun akan
berkoordinasi lagi dengan tim di lapangan, nah dilihat dari lapora-laporan
itu semua kita eksekusi secepatnya ya sesuai dengan laporan yang ada dari
tim lapangan. (Hasil wawancara dengan Bapak Harry S.Sos selaku Seksi
Sarana Prasarana di Dinas Perhubungan, 17 Juli 2019).
Penjelasan tersebut diperkuat kembali oleh hasil wawancara dengan

Kepala UPT Angkutan Umum Dinas Perhubungan Kota Bandung.


82

“Oh iya pasti kitakan pasti koordinasi perawatan kalau misalkan halte
kotor petugas yang pertama melihat kita sampaikan misalkan ada yang
rusak kita sampaikan ya seperti itu” (Hasil wawancara dengan Bapak
Yudhiyana selaku Kepala UPT Angkutan Umum di Dinas Perhubungan,
17 Juli 2019).
Terkait hasil wawaancara dengan pihak UPT Angkutan Umum dan Seksi

Prasarana, bisa disimpulkan bahwa dari bagian UPT Angkutan dan bagian Sarana

Prasarana sejauh ini selalu berkoordinasi dengan baik ketika halte terjadi

kerusakan atau kotor UPT Angkutan Umum memberitahukan keadaan dilapangan

supaya bagian Sarana Prasarana bisa memperbaiki atau membersihkan halte

jikalau ada laporan laporan dari petugas lapangan.

Tidak hanya penjelasan dari pihak UPT Angkutan Umum saja yang

menjelaskan mengenai komunikasi antar organisasi, berikut hasil wawancara

dengan supir bus TMB (Trans Metro Bandung) koridor 2 Cicaheum-Cibeureum.

“Jika saya ngelewat halte terus ada halte yang rusak atau kotor kadang
saya melaporkan ke bagian UPT Angkutan Umum buat ngejaga juga
supaya bisa diurus” (Hasil wawancara dengan Bapak Yayat Supendi Supir
bus TMB koridor 2 Cicaheum-Cibeureum, 15 Juli 2019).
Penjelasan lainnya dari supir bus TMB (Trans Metro Bandung) koridor 2

Cicaheum-Cibeureum.

“ ya kalau lihat halte di koridor 2 memang banyak yang kotor dan kurang
terawat, mau gimana lagi para penumpang jarang nempatin halte, jadi
kalau kotor paling saya kasih tau ke atasan supaya dibersihkan kadang
suka ada yang bersihin kadang ngga ada soalnya ga nentu saya liatnya”.
(Hasil wawancara dengan Bapak Anwar Suteja Supir bus TMB koridor 2
Cicaheum-Cibeureum, 15 Juli 2019).
Penjelasan lainnya dari supir bus TMB (Trans Metro Bandung) koridor 2

Cicaheum-Cibeureum.
83

”saya sendiri sangat prihatin liat halte ga kepake sebagai mestinya,


keinginannya pemerintah mengatur lagi bagaimana caranya halte bisa
digunakan mungkin dengan cara mewajibkan membeli tiket dihalte supaya
mereka penumpang tidak naik sembarangan” (Hasil wawancara dengan
Bapak Asep Saepullah Supir bus TMB koridor 2 Cicaheum-Cibeureum, 15
Juli 2019).
Terkait wawancara dari supir bus TMB (Trans Metro Bandung)

menjelaskan bahwa setiap mereka melewati kadang-kadang mereka berkoordinasi

atau melaporkan kepada pihak UPT terkait halte kotor atau rusak, karena mereka

juga prihatin melihat halte tidak bisa digunakan dengan semestinya oleh para

penumpang, dengan hal ini pemerintah harus bisa mencari jalan supaya halte yang

ada di koridor 2 bisa digunakan sepenuhnya oleh para penumpang agar menjadi

pelayanan publik yang terjaga dan berguna.

5. Lingkungan Sosial, Ekonomi, dan Politik.

Kritea terakhir yang menentukan berhasil tidaknya suatu implementasi

kebijakan adalah ligkungan sosial, ekonomi, dan politik yang merupakan aspek

eksternal yang dapat mendorong keberhasilan suatu kebijakan publik. Disini

peneliti akan membahas mengenai ketiga aspek lingkungan sosial, ekomoni dan

politik bagi pelaksanaan kebijakan pengelolaan retribusi parkir di tepi jalan

umum.

a. Lingkungan Ekonomi

Pelaksanaan suatu kebijakan tidak pernah lepas dari kondisi ekonomi

masyarakat yang menjadi objek kebijakan apalagi jika kebijakan tersebut

menyangkut pekerjaan yang sehari-hari dalam mencari nafkah seperti para supir

dan para penumpang bus. Masyarakat sebagai aktor penggerak dalam membangun
84

kondisi ekonomi suatu wilayah dan pemerintah sebagai aktor yang mengatur

keselarasan ekonomi masyarakat tentunya memiliki kewajiban untuk menciptakan

lapangan pekerjaan. Terkait dengan lingkungan ekonomi, maka peneliti

mewawancarai para penumpang selaku pengguna bus TMB (Trans Metro

Bandung) Koridor 2 Cicaheum-Cibeureum.

“Ibu alhamdulillah selama ini berpegian selalu naik bus ini kalau mau
jualan ke pasar baru, ya untuk ongkosnya relatif terjangkau hanya Rp.
4.000 terus di bus nya nyaman ada ac nya jadi ga kepanasan” (Hasil
wawancara dengan Ibu Supriati Selaku penumpang bus TMB koridor 2
Cicaheum-Cibeureum, 8 mei 2019).
Penjelasan lainnya dari penumpang pengguna bus TMB (Trans Metro

Bandung) di koridor 2 Cicaheum-Cibeureum menyatkan bahwa:

“Kebetulan kalau saya mau pergi ke sekolah saya suka naik bus ini
soalnya searah dari rumah ke tempat sekolah saya, jadi setiap hari saya
pergi sekolah saya naik bus koridor 2.”(Hasil wawancara dengan Vini
Ramadhani penumpang bus TMB koridor 2 Cicaheum-Cibeureum, 15 Juli
2019).
Penjelasan lainnya dari penumpang pengguna bus TMB (Trans Metro

Bandung) koridor 2 Cicaheum-Cibeureum.

“Jarang saya sih kalau naik bus, kadang-kadang saya naik bus kadang-
kadang saya naik angkutan ojeg online untuk bepergian ke tempat kerja”
(Hasil wawancara dengan Bapak Asep Sandhy Putra penumpang koridor 2
Cicaheum-Cibeureum, 8 mei 2019).
Penjelasan lainnya dari penumpang pengguna bus TMB (Trans Metro

Bandung) koridor 2 Cicaheum-Cibeureum

“Sangat terjangkau menurut saya untuk harga bus TMB ini tidak mahal
tidak murah untuk harga Rp. 4.000 mah.”(Hasil wawancara dengan Juli
Aji penumpang bus TMB koridor 2 Cicaheum-Cibeureum, 15 Juli 2019).
85

Penjelasan lainnya dari penumpang pengguna bus TMB (Trans Metro

Bandung) koridor 2 Cicaheum-Cibeureum

“Dengan adanya bus TMB sekarang fasilitas transportasi umum di Bandung


semakin bagus dan tinggal memperbaiki fasilitas penunjang lainnya ya seperti
halte, sangat murah sekali untuk harga bus nya sangat terjangkau.”(Hasil
wawancara dengan Muhammad Yusuf Maulana penumpang bus TMB koridor 2
Cicaheum-Cibeureum, 15 Juli 2019).
b. Lingkungan Sosial

Interaksi yang dilakukan masyarakat dengan lingkungannya, taupun

lingkungan yang juga terdiri dari makhluk sosial atau manusia yang akan

menciptakan sebuah lingkungan sosial. Lingkungan sosial inilah yang kemudian

memiliki peranan besar di dalam membentuk sebuah kepribadian seseorang, dan

kemudian terjadilan sebuah interaksi diantara orang atau juga masyarakat dengan

lingkungannya.

Jika dihubungan dengan pelaksanaan kebijakan penggunaan halte bus,

lingkungan sosial disini adalah keadaan sosial yang dihadapi oleh supir dan para

penumpang di lapangan. Demikian wawancara dengan penumpang bus TMB

(Trans Metro Bandung) koridor 2 Cicaheum-Cibeureum.

“Kadang saya kurang merasa nyaman dengan para kru supir maupun
kondektur kurang ramah atau someah dalam pelayanan di bus”(Hasil
wawancara dengan Ibu Supriati selaku penumpang bus TMB koridor 2
Cicaheum-Cibeureum, 8 mei 2019).
Penjelasan dari penumpang bus TMB (Trans Metro Bandung) Koridor 2

Cicaheum-Cibeureum menjelaskan bahwa.

”Ya tadi ada parkir sembarangan ada yang berdagang dan penumpang
yang ingin turun dimana saja, ada penumpang yang ingin turun dimana
saja tapi diturunin di shalter mereka komplen di medsos mereka inhgin
86

berhenti di tempat yang merek inginkan padahal kami upayakan mereka


berhenti di shalter. Penumpang harus bisa mengerti dan juga harus paham
bahwa ada tempat pemberhentian yang sudah di tentukan di shalter atau
halte yang kami sudah sediakan” (Hasil wawancara dengan Bapak Asep
Sandhy Putra selaku penumpang bus TMB koridor 2 Cicaheum-
Cibeureum, 8 mei 2019)
c. Lingkungan Politik

Hasil lingkungan politik yang teregalisasi hukum melalui persetujuan

terkait akan membentuk sebuah regulasi. Tidak jarang bahwa politik selalu di

anggap sebagai satu kesatuan yang negatif. Politik merupakan alat yang

digunakan dalam kekuasaan oleh pemegang kekuasaan untuk mewujukan

kepentinggannya. Kekuasaan politik juga sangat berpengaruh terhadap suatu

kelompok dalam menjalankan kepentingan-kepentingan publik. Maka peneliti

mewawancarai Bapak Harry S.Sos selaku Seksi Sarana Prasarana Dinas

Perhubungan menjelaskan:

“Untuk koridor 1 Cibiru-Cibeureum memang yang menang tendernya


bukan dari damri dan dulu ini menjadi permasalahan masalah tender halte
ini, dan akhirnya tetap koridor 1 diambil oleh tender lain dan sekarang kita
mau ambil alih untuk dikelola, dan untuk koridor 2, 3 dan 4 sebelumnya
kita mau menyerahkan pengelolaannya tapikita yang kelola oleh dinas
perhubungan karena melihat permasalahan di koridor 1 sebelumnya”(Hasil
wawancara dengan Bapak Yayat Supir bus TMB koridor 2 Cicaheum-
Cibeureum, 8 mei 2019).
Hasil kesimpulan dari wawancara dengan Bapak Harry S.Sos selaku Seksi

Sarana Prasarana, bisa disimpulkan bahwa kaitan penggunaan halte bus Trans

Metro Bandung koridor 2 Cicaheum-Cibeureum dengan lingkungan politik

sebenarnya ada kaitannya, dengan adanya penempatan atau pembuatan halte

banyak sekali tender yang ingin mengambil alih halte tersebut untuk dibangun,

tapi pada kenyataanya halte yang dibangun oleh tander tersebut malah
87

terbengkalai dan bisa dibilang rusak dan gagal seperti hal nya koridor 1 yang di

tenderkan oleh pihak kedua.

C. Kendala yang dihadapi dalam menerapkan Perda no. 16 tahun 2012

tentang penggunaan halte bus Trans Metro Bandung koridor 2 Cicaheum-

Cibeureum

Kendala dalam mengimplementasikan penggunaan halte bus TMB (Trans

Metro Bandung) koridor 2 Cicaheum-Cibeureum adalah masih belum adanya

kesadaran para penumpang yang ingin menaiki bus. Terkait dengan kendala hal

ini disampaikan oleh Bapak Yudhiyana S.MM selaku Kepala UPT Angkutan

Umum menyatakan sebagai berikut:

“Ya tadi ada parkir sembarangan ada yang berdagang dan penumpang
yang ingin turun dimana saja, ada penumpang yang ingin turun dimana
saja tapi diturunin di shalter mereka komplen di medsos mereka ingin
berhenti di tempat yang mereka inginkan padahal kami upayakan mereka
berhenti di shalter. Penumpang harus bisa mengerti dan juga harus paham
bahwa ada tempat pemberhentian yang sudah di tentukan di shalter atau
halte yang kami sudah sediakan.”(Hasil wawancara dengan Bapak
Yudhiyana S.MM selaku Kepala UPT Angkutan Umum, 17 Juli 2019).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Yudhiyana S.MM selaku

Kepala Angkutan Umum, menjelaskan bahwa adanya halte atau shalter malah

disalah gunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab seperti angkutan

umum yang parkir didepan halte membuat kenyamanan halte bagi para

penumpang terganggu, para belum adanya para pedagang yang berjualan di dalam

halte juga para pengemis yang tidur didalam adalagi orang-orang yang tidak

bertanggungjawab membuat kerusakan di dalam halte seperti vandalisme, ada


88

lagi penumpang yang ingin turun dimana saja tidak mengkitu aturan yang berlaku

yang seharusnya bisa turun dan naik di tempat halte yang sudah disediakan oleh

pemerintah kota bandung. Belum mengerti dan memahaminya para penumpang

dalam penggunaan halte bus menjadi pekerjaan rumah bagi Dinas Perhubungan

agar penerapan halte bisa dijalankan dengan semestinya.

Penjelasan dari supir bus TMB (Trans Metro Bandung) Koridor 2

Cicaheum-Cibeureum menjelaskan bahwa.

“Harus benar-benar disosialisikan naik turun pada pengguna bus TMB,


kalau membahayakan tidak bus berhenti dimana saja, cuma tidak teratur
aja lalu lintasnya, karena buat apa adanya shalter kalau tidak digunakan.
Pelayanan seharusmnya diutamakan, tapi harus di sesuaikan dengan
gajinya. Kalau TMB masih dibutuhkan karena banyak pengguna yang
memang menggunakan.”(Hasil wawancara dengan Bapak Yayat Supendi
selaku Supir bus Trans Metro Bandung di Cicaheum, 15 Juli 2019).
Penjelasan dari supir bus TMB (Trans Metro Bandung) Koridor 2

Cicaheum-Cibeureum menjelaskan bahwa.

“Kebanyakan halte di koridor 2 Cicaheum-Cibeureum koktor-kotor, jadi


jarang di isi oleh penumpang, Sebetulnya sop nya ada tapi orang bandung
mah susah diatur, kalau kita mengikuti sop pasti bakal ga ada
penumpangnya dijamin lah.”(Hasil wawancara dengan Bapak Asep
Saepullah selaku Supir bus Trans Metro Bandung di Cicaheum, 15 Juli
2019).

D. Upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan kendala-kendala yang di

hadapi

Upaya dalam mengimplementasikan penggunaan halte bus TMB (Trans

Metro Bandung) adalah tentang masalah halte yang seharusnya digunakan oleh

masyarakat sebagai tempat menunggu dan supir untuk menaikan dan menurunkan
89

para penumpang yang ingin naik bus Trans Merto Bandung. Terkait dengan hal

ini disampaikan oleh Bapak Yudhiyana S.MM selaku Kepala UPT Angkutan

Umum yang menyatakan sebagai berikut:

“Baik Perda di maksud kita sudah instrupsikan kepada seluruh awak bus
supir maupun kondektur dan petugas di lapangan bahwa untuk bus itu
wajib di shalter, halte atau rambu lalu lintas yang disediakan jadi tidak
boleh ada kru kita yang menaikan dan menurunkan disembarang tempat.
Kita mewajibkan seluruh kru kita naik turun di halte kita memberikan
sanksi bilamana mereka tidak melakukan atau melaksanakan dan juga
sosialisasi kepada masyarakat supaya naik dan turun yang telah di
sediakan, kita juga punya medos kita sampaikan tentang aturan-aturannya
demikian. kita memberikan sanksi kepada mereka baik pemberian tidak
beroperasi beberapa hari dan ada juga pemberhentian. .”(Hasil wawancara
dengan Bapak Yudhiyana S.MM selaku Kepala UPT Angkutan Umum, 17
Juli 2019).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Yudhiyana S.MM selaku

Kepala UPT Angkutan Umum, bisa disimpulkan bahwa dalam upaya penggunaan

halte bus memang banyak sekali hambatan yang dirasakan baik dari UPT maupun

dari supir sebagai petugas lapangan, padahal pihak Upt sudah mensosialisasikan

lewat media sosial maupun lewat sosialisi langsung kelapangan. UPT sudah

memberikan arahan kepada supir agar bisa menjankan aruran supaya penumpang

bisa naik dan turun di halte, dengan penegasan dari aturan tersebut UPT angkutan

Umum juga memberikan tindakan kepada para supir yang tidak menjalankan

aturan tersebut sanki tersebut berupa sanksi tidak diizinkan untuk tidak beroperasi

dan pemberhentian supir.


90

E. Analisis

Analisis SWOT adalah singkatan daru Strength, Wearkness,

Opportunities, dan Threats. Seperti hal namanya, Analisis SWOT merupakan

perencanaan suatu teknik perencenaan strategi yang bermanfaat untuk

mengavaluasi kekuatan (Strength) dan kelemahan (Wearkness), Peluang

(Opportunities), dan ancaman (Threats) dalam suatu proyek, baik yang sedang

berlangsung maupupun dalam perencanaan baru.

Kekuatan (Strength), yang ada dalam pelaksanaan pengunaan bus TMB

(Trans Metro bandung) koridor 2 Cicaheum-Cibeureum telah sesuai berjalan

sesuai dengan apa yang direncanakan. Para stake holder yang yang ditugaskan

seperti petugas kebersihan atau tim khusus atau tim pengawas yang mengecek

setiap halte. Dalam hal ini hubungan komunikasi dan kinerja antara pihak stake

holder sudah terjalin dengan baik. Hal ini didukung oleh kerjasama antara dari

petugas lapangan dengan pihak UPT Angkutan Umum dan Sarana Prasarana.

Kelemahan (Wearkness), yang dijumpai dalam pelaksanaan penggunaan

halte bus TMB Koridor 2 Cicaheum-Cibeureum adalah terkait dengan tanggung

jawab supir bus yang menurunkan dan menaikan penumpang disembarangan

tempat. Tanggung jawab pelaksanaan daripenggunaan halte bus TMB (Trans

Metro Bandung) koridor 2 Cicaheum-Cibeureum belum terlaksana secara efektif

karena adanya halte yang tidak sesuai penempatannya membuat para penumpang

enggan untuk berhenti di halte yang diarahkan oleh supir bus.


91

Peluang keberhasilan (Opportunities), dalam pelaksanaan penggunaan

hallte bus TMB (Trans Metro Bandung) koridor 2 Cicaheum-Cibeureum adalah

hubungan kerja sama komunikasi yang sudah terjalin dengan baik. Antara pihak

UPT Angkutan Umum dan Sarana Prasarana, dalam kaitannya ini mereka

bekerja sama untuk melakukan kerja sama dalam menjaga dan merawat halte di

sepanjang semua koridor yang ada di kota bandung termasuk koridor 2

Cicaheum-Cibeureum. Dalam keyamanan halte sebagai tempat menunggu

penumpag disediakan kursi sebagai tempat untuk beristirahat. Disamping dari

fator lingkungan ekenomi dan politik sangat berpengaruh dimana dari

lingkungan ekonomi dengan banyak masyarakat yang baanyak menggunakan

angkutan umum yaitu sebagai moda transportasi umum yang ada di kota

Bandung untuk mengantisipasi kemacetan agar masyrakat beralih dari

transportasi pribadi ke transportasi umum.

Ancaman (Threats), yang dijumpai dalam pelaksanaan penggunaan halte

bus TMB (Trans Metro Bandung) koridor 2 Cicaheum-cibeureum penggunaan

halte di koridor 2 tidak efektif digunakan oleh para penumpang pengguna bus.

Dengan penempatan halte yang tidak sesuai dan ada halte yang terbengkalai dan

tidak terawat menjadikan halte sepi jarang ada yang menempati, hal tersebut

menunjukan tidak berjalannya Peraturan Daerah kota bandung nomor 12 tahun

2012 dalam pasal pasal 28. Banyaknya penumpang yang naik sembarangan

membuat halte semakin tidak terpakai dan tidak berjalan semestinya, dalam hal ini

perlu ada kesadaran dari peumpang selaku pengguna agar menyadari bahwa

pentingnya sarana publik yang dibuat pemerintah untuk menunjang kemajuan


92

suatu kota atau daerah supaya lebih baik kedepannya. Menjadi bahan evalusi

Pemerintah agar mempunyai solusi lebih pas dalam menuntaskan dan lebih

mematangkan penggunaan halte agar bisa dimamfaatkan dengan semestinya.

Anda mungkin juga menyukai