Anda di halaman 1dari 3

NAMA : ROMADENI KURNIATIN

NIM : 1813111025 / AP-A / VI

MK : ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK

Penyebab efek pita merah adalah bersifat internal, yaitu dari birokrasi itu sendiri.
Coba Saudara temukan contoh penyakit administrasi yang berekses pita merah dalam
praktek birokrasi di negara kita.

Birokrasi di Indonesia tidak pernah lepas dari permasalahan, permasalahan yang ada
pun masih sama dari zaman dahulu. Saat ini pemerintah baik pusat maupun daerah
menghabiskan lebih dari setengah anggarannya untuk birokrasi.Pengeluaran ini tidak diikuti
dengan kinerja birorasi yang optimal. Di Negara dan pemerintahan manapun, para anggota
birokrasi disebut sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat. Dengan predikat demikian,
mereka diharapkan dan dituntut menampilkan perilaku yang sesuai dengan peranannya selaku
abdi tersebut. Keseluruhan perilaku para anggota birokrasi tercermin pada pelayanan kepada
seluruh masyarakat. Karena penerapan prinsip fungsionalisasi, spesialisasi dan pembagian
tugas, sudah barang tentu terdapat bagian masyarakat yang menjadi “clientele” suatu instansi
tertentu. Sebagai prinsip dapat dikatakan bahwa pelayanan yang diberikan oleh birokrasi
kepada para masyarakat harus bersifat adil, cepat, ramah dan tanpa diskriminasi.

Karena itu, ungkapan yang mengatakan bahwa para pegawai negeri adalah untuk
melayani dan bukan untuk dilayani, hendaknya terwujud dalam praktik administrasi
pemerintahan sehari-hari, sebab apabila tidak ada, ungkapan tersebut hanya akan menjadi
slogan tanpa makna. Dengan kata lain, teramat penting untuk mengupayakan agar para
anggota birokrasi menghindari perilaku yang tidak sesuai dengan peranannya selaku abdi
negara dan abdi masyarakat. Dari segi inilah, penting dipahami patologi birokrasi yang ber-
sumber dari keperilakuan. Pemahaman perilaku dalam kaitannya dengan patologi birokrasi,
mutlak perlu disoroti dari sudut pandang etos kerja dan kultur organisasi yang berlaku dalam
suatu birokrasi tertentu. Dewasa ini, Berbagai keluhan dan kritikan mengenai kinerja
birokrasi memang bukan hal baru lagi, karena sudah ada sejak zaman dulu.
Birokrasi lebih menunjukkan kondisi empirik yang sangat buruk, negatif atau sebagai
suatu penyakit (bureau patology), seperti Parkinsonian (big bureaucracy), Orwellian
(peraturan yang menggurita sebagai perpanjangan tangan negara untuk mengontrol
masyarakat) atau Jacksonian (bureaucratic polity), ketimbang citra yang baik atau rasional
(bureau rationality), seperti yang dikandung misalnya, dalam birokrasi Hegelian dan
Weberian. penyakit birokrasi bersumber dari rekruitmen dan penempatan birokrat yang tidak
berdasarkan merit system (berdasarkan jenjang karir). Selain itu keterlibatan birokrasi dalam
politik dianggap sebagai hal yang harus diwaspadai karena birokrasi bukanlah institusi atau
lembaga yang bisa mewakilkan kepentingan kelompok atau golongan tertentu. Secara makro
atau nasional persoalan birokrasi di Indonesia lebih di dominasi karena kurangnya pemisahan
atau segresi yang jelas antara kepentingan politik dan administrasi. Citra buruk tersebut
semakin diperparah dengan isu yang sering muncul ke permukaan, yang berhubungan dengan
kedudukan dan kewenangan pejabat publik, yakni korupsi dengan beranekaragam bentuknya,
serta lambatnya pelayanan, dan diikuti dengan prosedur yang berbelit-belit.

Keseluruhan kondisi empirik yang terjadi secara akumulatif telah meruntuhkan


konsep birokrasi Hegelian dan Weberian yang menfungsikan birokasi untuk
mengkoordinasikan unsur-unsur dalam proses pemerintahan. Birokrasi, dalam keadaan
demikian, hanya berfungsi sebagai pengendali, penegak disiplin, dan penyelenggara
pemerintahan dengan kekuasaan yang sangat besar, tetapi sangat mengabaikan fungsi
pelayanan masyarakat. Buruk serta tidak transparannya kinerja birokrasi bisa mendorong
masyarakat untuk mencari ''jalan pintas'' dengan suap atau berkolusi dengan para pejabat
dalam rekrutmen pegawai atau untuk memperoleh pelayanan yang cepat. Situasi seperti ini
pada gilirannya seringkali mendorong para pejabat untuk mencari ''kesempatan'' dalam
''kesempitan'' agar mereka dapat menciptakan rente dari pelayanan berikutnya. Menurut De
Gournay dalam Albrow ( 1989 : 2), salah seorang perintis studi birokrasi pada tahun 1764 di
Perancis menemukan sebuah penyakit pemerintahan yang disebut” Buruemania” , untuk
menyebutkan bentuk pemerintahan yang banyak di keluhkan dimana para pejabat juru tulis,
sekertaris, para inspektur dan manajer diangkat bukan menguntukan kepentingan umum.
Akan tetapi lebih mengutamakan kepentingan pribadi, dan atau golongan. Dan berikut adalah
bebrapa penyakitdari birokrasi adalah :

1. Masih banyaknya pemerintah daerah yang memiliki persentase belanja operasional


untuk kebutuhan internal pemerintah yang lebih besar dari belanja publik. Kondisi
seperti ini sangat membatasi bagi pemerintah daerah untuk dapat memberikan
pelayanan yang baik kepada publik.
2. Tingkat korupsi yang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari adanya sejumlah kepala
daerah yang ditangkap KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT) akhir-akhir ini.

3. Inefektivitas dan inefisiensi dalam pengelolaan pembangunan. Dikatakan, banyak


perencanaan pembangunan dilakukan secara serampangan, copy dan paste dari tahun-
tahun sebelumnya, dan tidak fokus pada outcome yang ingin dicapai. Kegiatan yang
sengaja diajukan hanya untuk memperoleh tambahan penghasilan atau memberikan
keuntungan pribadi, diajukan dengan biaya yang jauh lebih besar dari harga pasar, dan
lainnya. Akibatnya, banyak anggaran pembangunan yang digunakan tetapi tidak tepat
sasaran dan boros
4. Kualitas ASN masih belum optimal dalam mendukung kinerja pemerintah.
Disebutkan, secara kuantitas, jumlah PNS sekitar 4,5 juta orang. Dari segi kuantitas,
sebenarnya jumlah ini sudah cukup untuk melaksanakan tugas penyelenggaraan
pemerintahan.Tetapi, dilihat dari sisi kualitasnya yang mayoritas adalah PNS
golongan II ke bawah, dengan latar belakang pendidikan SMA ke bawah, maka tidak
mudah untuk diandalkan menjadi birokrasi yang berkualitas,
5. Organisasi pemerintah yang cenderung besar, baik di pusat maupun di daerah, yang
cenderung memanfaatkan kemungkinan untuk memperbesar struktur tanpa melihat
kebutuhan nyata, ketersediaan sumber daya yang dimiliki, kondisi terkini yang
dihadapi, dan cakupan wilayah pelayanan.

6. Kualitas pelayanan publik yang masih belum memenuhi harapan publik. Dijelaskan,
pelayanan publik bisa dalam bentuk perizinan, pelayanan dasar, ataupun pelayanan
jasa, menjadi tanda kehadiran pemerintah di masyarakat. Pelayanan publik yang buruk
akan memberikan kesan bahwa pemerintah tidak memperhatikan kebutuhan
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai