Anda di halaman 1dari 6

Antara Korupsi dan Reformasi Birokrasi

Birokrasi di Indonesia masih bermasalah, banyak sekali penyakitnya mulai dari


strukturnya gemuk, berbelit-belit, tidak efisien dan bahkan juga korup. Bukannya jadi
pelayan masyarakat, mereka malah jadi abdi kepentingan para penguasa. Kementrian
Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi atau yang biasa disebut Kemenpan
RB mengatakan bahwa 30% dari 31 juta ASN berkinerja buruk. Kerjanya tidak mencapai
target dan bahkan kadang mereka tidak mengenali tugas dan fungsinya.

Menurut penelitian ICW birokrat merupakan aktor yang paling banyak melakukan
korupsi. Misalnya tahun 2018 dari 1087 tersangka yaitu 375 diantaranya merupakan ASN,
235 dari pihak swasta, dan 127 dari DPRD. Sebenarnya pemerintah kita sudah sangat
menyadari bahwa ada yang tidak beres dari birokrasi kita. Ibu megawati mengatakan bahwa
pemerintahan yang di pimpinnya seperti keranjang sampah, birokrasinya tidak efektif ,
lambah bahkan jarang atau sangat malas untuk mengecek fakta dilapangan, profesionalisme
dan produktivitasnya juga disebut sangat rendah. Langkah-langkah untuk mengatasi problem
birokrasi juga sudah dilakukan.

Presiden selanjutnya yaitu SBY mengeluarkan peraturan presiden no 21 tahun 2010


tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Perpres ini dibuat untuk mencetak
birokrasi yang bersih, bebas KKN mampu melayani masyarakat dan juga berkarakteristik
adaptif, profesionaldan memegang nilai-nilai serta kode etik sebagai ASN. Modal untuk
mendukung program Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 juga sangat besar yaitu
20,1% diambil dari anggaran APBN setiap tahunnya. Anggaran yang cukup besar ini tidak
terlepas dari strategi pemerintah, pada saat itu pemerintah menekankan pada penghasilan dan
kesejahteraan birokrat, antara lain gaji PNS dinaikkan, tunjangan profesional dan struktural
juga naik, dan uang makannya pun di naikkan. Kalau saja di jalankan dengan baik Grand
Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 akan menghilangkan penyalahgunaan kewenangan
yang dilakukan oleh para birokrat. Negara bisa mempunyai mouse improve birokrasi yang
akan menjadikan birokrat semakin produktif dan meningakatkan kualitas pelayanan public
kepada masyarakat.

Strategi lain yang juga menyertai adalah pemberian Remunirasi . pemberian remunirasi
ini kemudian menjadi ciri khas dari reformasi birokrasi. Uang yang diberikan oleh
pemerintah yang dimaksudkan untuk mendorong kinerja dan juga mencegah korupsi dalam
birokrasi itu jumlahnya tidak kecil yaitu RP 22 Triliun untuk remunerasi PNS tahun 2012.
Substansi reformasi birokrasi seharusnya merupakan peningkatan kualitas kerja dan
integritas aparatur negara, bukan pada persoalan pemberian numerasi. Pada kenyataannya
strategi pemerintah untuk memperbaiki birokrasi dengan cara meningkatkan penghasilan dan
meningkatkan kesejahteraan ASN masih gagal. Meskipun penghasilannya bertambah.
Perilaku buruk birokrat belum banyak berubah terbukti masih ada pegawai yang terseret
kasus korupsi seperti Gayus Tambunan dan Dana Widyatmika padahal direktorat jendral
pajak adalah salah satu lembaga pertama yang mendapat program remunirasi.

Menurut Azwar Abu Bakar (MENPAN RB 2011-2014 era SBY) mengatakan bahwa
reformasi birokrasi sering disalahartikan, sebatas dimaknai sebagai program pemberian
renumerasi . Akhirnya semua kementrian dan lembaga negara menuntut program reformasi
birokrasi tapi dalam artian peningkatan imbalan kerja atau renumerasi. Sayang sekali
reformasi birokrasi yang kita cita-citakan tidak menyentuh substansinya, yaitu upaya untuk
meningkatkan kualitas kerja dan integritas ASN. Selain disalahartikan, kegagalan reformasi
birokrasi juga disebkan karena program ini hanya berkutat pada aspek teknis. Hal ini
tergambar pada area perubahan yang diusulkan oleh pemerintah, diantaranya adalah budaya
kerja aparatur, tatalaksana, peraturan perundang-undangan, SDM Aparatur, akuntabilitas dan
pengawasan.

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan birokrasi terlibat korupsi yaitu :

1) Rendahnya kesejahteraan birokrasi


2) Birokrasi ditempatkan sebagai pelayan pejabat politik
3) Birokrasi ditekan oleh pihak lain seperti anggota DPR,DPD, atau kerabat dari pejabat
daerah

Birokrasi bisa menjadi pelaku sekaligus korban korupsi tapi sayangnya cara pemerintah
untuk menangani korupsi birokrasi cenderung menempatkan birokrasi sebagai sumber
masalah sehingga solusi yang diberikan hanya otak atik birokrasi saja. Dampak buruk korupsi
birokrasi yaitu buruknya pelayan kepada public. Hasil studi analisis Litbang Kompas
terhadap 139 perkara korupsi yang ditangani KPK menunjukkan 57,6% kasus terkait hak
public secara langsung, kasus tersebut tekait dengan penyalahguanaan anggaran dan proye-
proyek infastruktur seperti pembangunan jalan, jembatan, gedung sekolah dll disinilah public
yang paling dirugikan .

Salah satu penyakit dalam birokrasi di Indonesia antara lain birokrasi masih sering
dijadikan alat kepentingan penguasa, dijadikan sebagai kaki tangan untuk tujuan politik dan
ekonomi mereka. Politisasi Birokrasi adalah masalah besar yang masih membuat birokrasi
kita melakukan korupsi. Max Weber mengatakan bahwa birokrasi merupakan instrument
yang prasional dan netral tetapi pendapat max weber itu tidak sepenuhnya berlaku di
Indonesia . di Indonesia birokrasi seringkali digunakan sebagai alat para penguasa untuk
mereproduksi kesejahteraan dan kekuasaan. Alih-alih netral birokrasi seringkali digunakan
oleh politisi yang sedang berkuasa antara lain untuk mengumpulkan sumber perkembangan
politik . Watak birokrasi kita cenderung taat pada pimpinannya, mereka menempatkan diri
mereka sebagai abdi sedangkan politisi atau pemimpin daerah sebagai rajanya. Hal itulah
yang membuat birokrasi menjadi pelayan para penguasa bukan menjadi pelayan rakyat.
Akibatnya apapun perintah dari atasan mereka tetap jalankan temasuk yang mungkin
melawan hukum.

Penyakit menahun birokrasi di Indonesia pada dasarnya merupakan warisan dari


penyakit birokrasi yang sudah terjadi sejak zaman penjajahan bahkan kerajaan-kerajaan di
Indonesia. Fenomena ini dipelihara dan dimanfaatkan oleh penguasa agar birokrasi bisa
menjadi kaki tangan mereka untuk mencapai tujuan politik dan ekonomi yang tentu bukan
untuk rajyat teapi untuk kelompok mereka sendiri. Padahal birokrasi pada zaman penjajahan
lebih ke penindasan atau pembodohan. Birokrasi di eksploitasi agar dapat menunjang
kekuasaan dari penjajah pada zaman itu. Sedangkan birokrasi pada zaman kerajaan-kerajaan
di kembangkan untuk melanggengkan kekuasaan para raja dan keturunannya, dan rakyat
tentu saja hanya sebagai obyek kekuasaan.

Untuk menjadi birokrat pada zaman kerajaan dan penjajahan birokrat atau calon
birokrat itu harus mempunyai loyalitas dan pengabdian yang tinggi kepada penguasa. Jadi
memang pada saat itu birokrasi tidak di desain untuk melayani masyarakat melainkan
melayani penguasa. Birokrat pada saat itu sudah sangat korup mereka tidak memerlukan gaji,
mereka tidak bergantung pada gaji tapi karena mereka punya kekuasaan mereka bisa
mendapatkan kekuasaan itu bahkan untuk menjadi birokrat pada saat itu merekapun
membayar pengusa . Sejak pra kemerdekaan hingga orde baru, ada indikasiyang
menunjukkan pola agar birokrasi berpolitik atau menjadi mesin politik. Birokrasi belum
ditempatkan sebagai institusi netral yang menjalankan peren-peran professional tanpa ada
diskriminasi dan pembedaan politik. Birokrasi pemerintah sejak awal digunakan untuk
kepentingan politik penguasa.
Pada masa kerajaan mataram birokrasi digunakan sebagai alat raja untuk menegakkan
kewibawaannya. Sedangkan pada masa colonial belanda birokrasi banyak digunakan sebagai
alat untuk melestarikan kepentingan politik penguasa. Dan pada masa demokrasi liberal
birokrasi seringkali dijadikan sebagai alat partai politik salah satunya adalahuntuk
mengumpulkan pendanaan. Kemudian pada masa orde lama birokrasi digunakan sebagai alat
penetrasi polilik. Dan Di era orde baru birokrasi dijadikan sebagai alat stabilitas politik dan
pembangunan.

Belajar dari sejarahnya dan memperhatikan bagaimana problem birokrasi itu muncul
maka jelas bahwa yang dibutruhkan untuk reformasi birokrasi tidak hanya semata-mata soal
renumerasi saja, bukan hanya formula teknis juga hal-hal yang substansial dan juga tidak
kalah penting yang diperlukan adalah kemauan yang kuat dari kepala negara dan pemerintah
daerah agar birokrasi kita lepas dari kungkungan kepentingan partai politik atau kepentingan-
kepentingan kelompok tertentu. Faktor kepemimpinan dalam politik ini memiliki andil yang
sangat besar untuk mengurangi potensi birokrasi melakukan korupsi .

Sebenarnya yang kita butuhkan untuk mangatasi hal ini tidak sesederhana remunerasi
lebih jauh lagi kita butuh komitmen yang tinggi baik itu dari pimpinan di level nasional
maupun di level daerah agar kemudian reformasi birokrasi benar-benar berjalan.

Secara umum ada 5 delik korupsi ASN/birokrasi yaitu :

1) Suap menyuap : pemberian sesuatu baik barang ataupun jasa atau dalam bentuk lain
kepada penyelenggara negara atau ASN karena jabatannya atu terkait kewenangan
yang sedang diembannya. Biasanya terjadi dalam proses perizinan dan
penyelenggaraan pelayan public agar prosesnya bisa lebih cepat atau lebih ringkas
maka masyarakat atau pengusha memberikan uangnya kepada ASN
2) Gratifikasi : pemberian dalam konteks yang lebih luas, untuk membuktikan apakan itu
hadiah biasa atau merupakan suap, ASN yang menerima gratifikasi wajib melaporkan
kepada UPG (unit Pengendalian Gratifikasi) atau kepada KPK. Lembaga tersebut
yang akan menetukan apakah itu suap atau hadiah biasa. ASN wajib melaporkan
gratifikasi sebab jika tidak dilaporkan dan terbukti itu bagian dari suap maka ASN
bisa terjerat pidana korupsii
3) Pemerasan : pemerasan merupakan tindakan yang dilakukan oleh ASN dengan
maksud menguntungkan diri sebdiri atau orang lain secara melawan hukum atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa orang memberikan sesuatu
membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu
bagi dirinya sendiri. Praktik ini banyak terjadi dalam proyek-proyek yang akan
diberikan kepada institusi pelayanan yang lebih bawah. Misalnya relasi sekolah
dengan dinas pendidikan dalam banyak kasus yang ditemukan oleh ICW praktek
pemerasan banyak dilakukan dalam proyek-proyek sekolah, contoh kepala sekolah
yang ingin mendapatkan bantuan dari dinas/pemerintah kabupaten di paksa untuk
memberikan setoran kepada dinas, jika tidak mereka tidak akan mendapatkan
proyek/bantuan tersebut. Dalam kasus ini kepala dinas sebagai delik kasus pemerasan.
Atau yang paling banyak terjadi yaitu kasus pungli.
4) Penggelapan dalam jabatan : terjadi ketika pegawai negeri melakukan penggelapan
uang, memalsukan dokumen, membiarkan orang lain menghancurkan barang bukti
yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri dengan jalan merugikan negara.
5) Merugikan keuangan negara : merupakan tindakan melawan hukumuntuk
memperkaya diri atau menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri
sendiri dan dapat merugikan keuangan negara. Delik ini yang paling banyak menjerat
ASN.

Kesimpulan yang dapat diambil yaitu bahwasanya Birokrasi memiliki peran penting
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Mereka yang secara langsung menjalankan tugas
melayani dan menghadapi masalah masyarakat modern yang kompleks. Karena itu, birokrasi
harus sehat agar bisa menjalankan peran dan fungsinya. Tapi kenyataannya, berbagai
penelitian menunjukkan bahwa birokrasi di Indonesia masih berkutat dengan banyak
masalah, di antaranya terkait dengan korupsi. Akan tetapi korupsi birokrasi tidak semuanya
berasal dari inisiatif para abdi negara tersebut. Banyak kasus korupsi yang melibatkan
birokrasi karena dilatarbelakangi tekanan atau paksaan pihak luar khususnya politisi. Posisi
birokrasi sebagai pelaku tapi juga korban korupsi. Karena itu, upaya mereformasi birokrasi
mestinya juga menyasar politisi.

Bagi para mahasiswa dapat melakukan peran preventif terhadap korupsi dengan
membantu masyarakat dalam mewujudkan ketentuan dan peraturan yang adil dan berpihak
pada rakyat banyak, sekaligus mengkritisi peraturan yang tidak adil dan tidak berpihak pada
masyarakat. Pendidikan anti korupsi sesungguhnya berperan sangat penting guna mencegah
tindak pidana korupsi. Jika KPK dan beberapa instansi anti korupsi lainnya menangkapi para
koruptor, maka pendidikan anti korupsi juga penting guna mencegah adanya koruptor.
Seperti pentingnya pelajaran akhlak dan moral guna mencegah terjadinya kriminalitas. Begitu
halnya pendidikan anti korupsi, memiliki nilai penting guna mencegah aksi korupsi. Maka
dari itu, kita sebagai pemelihara bangsa dan generasi penerus bangsa, sudah pasti harus
mampu memberikan sumbangsih dalam hal pemberantasan korupsi.

Anda mungkin juga menyukai