JUDUL ARTIKEL :
JUDUL ARTIKEL :
MANAJEMEN TALENTA APARATUR SIPIL NEGARA DALAM PRAKTIK DAN PELUANG INOVASI
Pada prinsipnya semua Aparatur Sipil Negara adalah individu yang otonom dan
bebas dalam kepentingan politik praktis. Namun ASN tetap memiliki hak politik, memilih
pemimpin, disetiap momentum pemilu. ini adalah interpertasi dan pembeda dengan
masyarakat sipil lainnya. Syarat dan ketentuan ini telah diatur diberbagai aturan dan
norma hukum yang menyangkut independensi penyelenggara Negara, baik untuk ASN,
pegawai BUM dan TNI POLRI.
Namun dalam fakta administrasi publik, paradigm birokrasi yang sarat atas politik
praktis dapat kita jumpai dibeberapa sektor, misalnya : politik anggaran, politik
perencanaan program, dan politik hukum. Semua itu berhubungan dengan jalur
administrasi publik. Sebagai studi kasus adalah politik anggaran, didalam penyusunan
RAPBD kerap kali kita temukan mata anggaran yang tidak pro terhadap masyarakat kecil,
namun justeru melonggrakan para kartel dan oligarki untuk mendapatkan keuntungan
yang banyak dari setiap program pembangunan, menciptakan administrasi public yang
urgensitasnya mendukung kartel bebas dalam menjalankan misinya. Dan biasanya kartel
ini muncul dari kalangan karebat dengan pimpinan tinggi dalam birokrasi.
Sehingga administasi sebagai media untuk memperkuat persekutuan antara
kekuasaan dan kartel. Ketika anggaran pemerintah telah didokumentasi melalui
administrasi publik. Dan telah mendapat persetujuan antara legislative dan eksekutive,
maka administrasi publik bagaikan mensin robot yang dikendalikan oleh tangan politisi
yang berbaju birokrasi. Sehingga paradigm birokrasi yang mestinya otonom dan bebas
mandiri akan sulit dikendalikan lagi. Hal inilah yang membuat ASN sangat kesulitan untuk
berimpropisasi dan berinovasi dalam pelayanan publik.
Sementara talenta ASN dalam berunjuk kualitas itu sangat potensial karena telah
memiliki ruang yang memadai dan supporting dana yang cukup untuk memajukan
kapasitas dan kualitas diri dalam memberikan pelayanan.
C. Praktek Politik dalam Birokrasi atau Pemerintahan
Tiga kekuatan partai politik Nasakom tersebut berambisi menggunakan jabatan birokrasi
dalam lembaga pemerintah sebagai building block untuk kepentingan membangun
organisasi partainya. Pada masa ini, lembaga pemerintah sudah mulai memihak kepada
kekuatan politik yang ada. Atau lebih tepatnya lembaga pemerintah kita sudah
terperangkap ke dalam jaring yang dipasang oleh kekuatan politik Nasakom. Hal ini
terbukti ketika terjadi tragedi nasional pemberontakan PKI 30 September 1965. Dari data
yang diungkap, ternyata kekuatan partai politik PKI telah menyusup ke hampir semua
departemen pemerintah. Sementara itu, kekuatan agama dan nasionalis mendominasi
kavling kementerian masing-masing.
Di era Orde Baru, kelembagaan birokrasi pemerintah dipimpin dan dikuasai oleh Golkar.
Birokrasi pemerintah terang-terangan memihak ke Golkar, dan ini berlangsung cukup
lama selama 32 tahun. Dengan dikuasainya birokrasi oleh Golkar, sebagaimana yang kita
ketahui setiap pemilu di era Orde Baru selalu dimenangkan oleh Golkar.
Di era reformasi, Presiden terpilih bukan berasal dari partai mayoritas pemenang pemilu,
hal ini menyebabkan Presiden membentuk pemerintahan koalisi. Jabatan Menteri
dibagikan kepada parpol koalisi sebagai sharing of power, akibatnya Menteri yang berasal
dari parpol menancapkan pengaruh ke dalam kementerian yang pimpinnya. Kondisi ini
menyebabkan birokrasi tidak bisa benar-benar netral dari kepentingan politik. Dan masing
banyak fenomena lainnya yang membuktikaan bahwa politiklah yang mempengaruhi
birokrasi dan pemerintahan.
Dari :
Tandi Lantu Basri
NIM : P2MA 230102001