SEJARAH BIROKRASI
Sebagian besar wilayah Indonesia sebelum kedatangan bangsa asing pada abad
sistem kerajaan. Dalam sistem kerajaan, pucuk pimpinan ada di tangan raja
tangan raja dan semua masyarakat harus patuh dan tunduk pada kehendak sang
Raja. Birokrasi pemerintahan yang terbentuk pada saat itu adalah birokrasi
urusan pribadi.
4. “Gaji” dari raja kepada bawahan pada hakikatnya adalah anugerah yang
Para pejabat kerajaan dapat bertindak sekehndak hatinya terhadap rakyat, seperti
seperti daerah pantai raja menunjuk bupati-bupati yang setia kepada raja untuk
menjadi penguasa daerah. Para bupati biasanya bupati lama yang telah
ditaklukkan oleh raja, pemuka masyarakat setempat, atau saudara raja sendiri.
Pelayanan publik pada masa pemerintahan kolonial Belanda tidak terlepas dari
mengenalkan sistem birokrasi dan administrasi modern, sedangkan pada sisi lain,
dibantu oleh para gubernur dan residen. Gubernur merupakan wakil pemerintah
kabupaten terdapat asisten residen dan pengawas yang diangkat oleh gubernur
sehari-hari.
birokrasi pada saat itu. Pertama, bagaimana cara menempatkan pegawai Republik
memiliki keahlian, tetapi dianggap berkhianat atau tidak loyal terhadap NKRI.
Demikian pula penerapan sistem pemerintahan parlementer dan sistem politik
berbagai kepentingan partai politik yang kuat pada masa itu. Banyak kebijakan
atau program birokrasi pemerintah yang lebih kental nuansa kepentingan politik
dari partai yang sedang berkuasa atau berpengaruh dalam suatu departemen.
yang berkuasa dengan mudah dihapuskan oleh menteri baru yang menduduki
suatu departemen. Birokrasi pada masa itu benar- benar mengalami politisasi
sebagai instrument politik yang berkuasa atau berpengaruh. Dampak dari sistem
partai politik yang memenangkan pemilu. Setiap pejabat atau menteri baru selalu
menerapkan kebijakan yang berbeda dari pendahulunya yang berasal dari partai
merit system, tetapi lebih pada pertimbangan loyalitas politik terhadap partainya.
Birokrasi pada masa Orde Baru menciptakan strategi politik korporatisme Negara
dalam rangka mengontrol piblik secara penuh. Strategi politik birokrasi tersebut
merupakan strategi dalam mengatur system perwakilan kepentingan melalui
perizinan, yang bertujuan untuk meniadakan konflik antar kelas atau antar
birokrasi.
kepemimpinan pusat.
Osborne dan Plastrik (1997) mengemukakan bahwa realitas sosial, politik dan
berbeda dengan realitas sosial yang ditemukan pada masyarakat di negara maju.
Realitas empirik tersebut berlaku pula bagi birokrasi pemerintah, dimana kondisi
yang dihadapi oleh para reformis di Negara-negara maju pada sepuluh dekade
sering kali masih terjadi. Kasus Brunei Gate dan Bulog Gate setidak-tidaknya
partai politik tertentu. Terdapat pula kecenderungan dari aparat yang kebetulan
memperoleh kedudukan atau jabatan strategis dalam birokrasi, terdorong untuk
bermain dalam kekuasaan dengan melakukan tindak KKN. Mentalitas dan budaya
kekuasaan ternyata masih melingkupi sebagian besar aparat birokrasi pada masa
kerajaan dan kolonial ternyata masih sulit untuk dilepaskan dari perilaku aparat
atau pejabat birokrasi. Masih kuatnya kultur birokrasi yang menempatkan pejabat
birokrasi sebagai penguasa dan masyarakat sebagai pengguna jasa sebagai pihak
yang dikuasai, bukannya sebagai pengguna jasa yang seharusnya dilayani dengan
baik, telah menyebabkan perilaku pejabat birokrasi menjadi bersikap acuh dan
Dalam kondisi pelayanan yang sarat dengan nuansa kultur kekuasaan, publik
menjadi pihak yang paling dirugikan. Kultur kekuasaan dalam birokrasi yang
praktik penyelewengan yang dilakukan oleh birokrasi terjadi tanpa dapat dicegah
pelayanan publik masih tetap terjadi pada masa reformasi. Birokrasi sipil
kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik terlihat dari masih sering terjadinya
yang terlampau besar merupakan salah satu faktor yang memberikan kontribusi
terhadap inefisiensi pelayanan birokrasi. Lambannya kinerja pelayanan birokrasi
Persepsi yang masih dipegang kuat aparat birokrasi adalah prinsip bahwa gaji
yang diterima selama ini bukan dari masyarakat tetapi dari pemerintah sehingga
konstruksi nilai yang tertanam dalam birokrasi yang sangat independen terhadap
birokrasi yang masih tetap korup dan belum mengubah kultur pelayanan kepada
publik, semakin terlihat pada masa reformasi. Birokrasi di Indonesia saat ini
masih dikuasai oleh kekuatan yang begitu terbiasa berperilaku buruk selama
Daerah, baik di kalangan pejabat tinggi maupun di kalangan aparat bawah. Masih
Membangun Paradigma Baru
Pembahasan soal pertanyaan pokok apakah birokrasi perlu berpolitik atau tidak,
merupakan persoalan yang sering dibahas dalam studi ilmu politik. Untuk kasus
Indonesia era Orde Lama Dan Orde Baru, dalam praktiknya birokrasi terlibat
dua zaman tersebut, sebagaimana kalangan aktor politik, para ilmuwan politik dan
cendekiawan pun ada yang berbeda pandangan. Ada yang menyatakan setuju
(pro) dan ada pula yang menyatakan menolak (kontra) terhadap peran birokrasi
dalam kehidupan politik. Mereka yang pro terhadap ide birokrasi boleh berpolitik
antara lain mendasarkan diri pada asumsi bahwa semua orang mempunyai hak
memilih dan hak dipilih, sehingga tidak rasional membatasi peran politik pegawai
negeri. Pembatasan seperti itu menurut kubu ini dicarikan alasan sebagai tindakan
pelanggaran HAM. Sedangkan mereka yang kontra, lebih mendasarkan diri pada
pertimbangan kenyataan politik bahwa sangat sulit bagi masyarakat luas yang
dilayani dan tidak adil bagi partai politik lainnya, bila birokrasi boleh dan harus
berperan ganda sebagai pegawai pemerintah yang nota bene menjadi pelayan
Gejala tumpang tindihnya kedua peran tersebut (sebagai pelayan masyarakat dan
akhirnya akan merusak salah satu wadah tersebut, merusak kinerja birokrasi
dalam jangka panjang. Bagian penting yang relevan diperhatikan untuk menyusun
dibiayai oleh pajak yang dibayarkan oleh masyarakat. Begitu juga perlu
yang terbaik, bukan monopoli bidang usaha; bekerja digerakkan oleh misi yang
dikendalikan oleh warga Negara pembayar pajak, bukan aturan sepihak birokrat;
organisasi saja.
Selain itu, ada pemikiran yang terus berkembang misalnya : Adanya keinginan
perlu tumbuhnya kesadaran baru di kalangan PNS dan pejabat struktural maupun
jawabnya.
Keinginan kelompok LSM agar segala sesuatu yang sudah bisa dan diurus oleh
PENGERTIAN BIROKRASI
mengenai biro dan siapa birokrat itu. Biro (bureau) merupakan suatu bentuk
kekuatan dua orang atau lebih yang secara sadar dibentuk untuk mencapai tujuan
tertentu. Kemudian untuk Biro itu sendiri diartikan sebagai organisasi yang
berskala besar, memiliki pekerja yang bekerja secara penuh “full time”, promosi
dalam biro berdasarkan pada penilaian kinerja dan hasil utama bukan dievaluasi
secara langsung atau tidak langsung dalam pasar tempat terjadinya transaksi
secara sukarela.
Kemudian birokrat sendiri menurut Downs, bukanlah diartikan setiap orang yang
menjadi anggota biro. Akan tetapi diartikan sebagai orang yang bekerja yang
ditandai dengan karakteristik organisasi diatas, yaitu birokrat adalah orang yang
bekerja pada organisasi berskala besar, orang yang bekerja full time, kemudian
bagian penting dari anggota orgaanisasi dan didasarkan pada kinerja mereka,
serta hasil kerja dalam organisasi yang mereka kerjakan yang dinilai. Beberapa
3. Secara individual birokrat lebih kurang memiliki ciri efisien, jujur, bekerja
nonbirokrat.
biasanya menunjuk pada suatu lembaga atau tingkatan lembaga khusus. Dalam
pengertian ini, birokrasi dinyatakan sebagai suatu konsep yang sama dengan
biro. Kedua, birokrasi juga dapat berarti sebagai suatu metode tertentu untuk
distinguishes bureaus from other types of organization”. Dalam hal ini birokrasi
merujuk pada kualitas yang dihasilkan oleh suatu organisasi. Pengertian tersebut
diatas dapat digunakan sesuai dengan konteks yang digunakan dalam mengartikan
birokrasi.
Max Weber adalah seorang sosiolog Jerman, dalam bukunya “The Protestant
Ethic and Spirit of Capitalism” dan “The Theory of Social and Economic
berkembang cukup lama, yakni mulai abad 20. Konsep-konsep birokrasi secara
awam lekat dengan istilah “tak efektif”, “lambat”, “kaku”, bahkan
6. Pegawai yang berorientasi pada karier dan mendapatkan gaji yang tepat
(Efisiensi).
Konsep-konsep inilah yang sekarang dikenal sebagai teori klasik (classical theory)
atau terkadang beberapa orang mengenalnya sebagai teori tradisional. Hingga hari
ini, dampak dari teori klasik pada organisasi masih mendominasi. Birokrasi adalah
kata kunci utama yang dapat menghantarkan pada pemaknaan praktik classical
telah membudaya. Dalam memahami teori organisasi klasik, maka nama besar
Weber akan sulit untuk dilepaskan. Tokoh paradigm interpretatif yang menjadi
birokrasi menekankan pada aspek “disiplin.” Sebab itu, Weber juga memasukkan
birokrasi sebagai sistem legal-rasional. Legal oleh sebab tunduk pada aturan-
aturan tertulis dan dapat disimak oleh siapa pun juga. Rasional artinya dapat
2. Pejabat terikat pada disiplin dan pengawasan yang ketat dan sistematis
5. Pejabat hanya terikat pada satu tugas formal dan tidak personal
bukan dipilih
yang memungkinkan agar keputusan yang dibuat pada tingkat atas akan
berdasarkan keahlian.
4. Mempunyai sebuah misi target yang akan dituju atau yang sedang
antar jabatan, bukan antar individu. Teori ini juga termasuk dalam tradisi
posisional karena masih berada satu payung kajian mahzab klasik, selain teori
empat sistem dari Likert. Dalam membahas mengenai otorita. Weber mengajukan
3 tipe idealnya yang terdiri dari: otorita tradisional, kharismatik dan legal
pada keengganan untuk mengakui adanya konflik di antara otorita yang disusun
jabatan.
description).
5. Sistem aturan dan regulasi yang umum tetapi tegas yang ditetapkan secara
6. Prosedur bersifat formal dan impersonal. Perlu adanya catatan tertulis demi
organisasi.
Martin Albrow adalah sosiolog dari Inggris. Ia banyak menulis seputar pandangan
mengenai birokrasi. Ketujuh cara pandang ini dipergunakan sebagai pisau analisa
Weber. Namun, rasional di sini patut dipahami bukan sebagai segalanya terukur
secara pasti dan jelas. Kajian sosial tidap pernah menghasilkan sesuatu yang pasti
dan efisiensi dalam organisasi-organisasi yang besar dan kompleks. Birokrasi juga
mengacu pada susunan kegiatan yang rasional yang diarahkan untuk pencapaian
itu, birokrasi juga mengacu pada ketidaksempurnaan dalam struktur dan fungsi
sesuatu. Juga, seringkali dikatakan birokrasi adalah kekuasaan para elit pejabat.
diimplementasikan.
staf itu terdiri dari orang-orang yang diangkat. Mereka inilah yang disebut
Birokrasi merupakan suatu bentuk organisasi berskala besar, formal, dan modern.
Suatu organisasi dapat disebut birokrasi atau bukan mengikut pada ciri-ciri yang
sudah disebut.
Untuk itu, tidak dibedakan antara birokrasi perusahaan swasta besar ataupun
birokrasi negara. Selama masyarakat tunduk kepada aturan-aturan yang ada di dua
modern.
CONTOH
Banyak sekali contoh-contoh birokrasi, karena birokrasi itu sendiri ada di setiap
contok bentuk birokrasi dan setelah itu akan kami jelaskan tentang peran
paling mendekati adalah BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Meskipun negara
memiliki otoritas untuk menentukan jenis modal dan juga memutuskan apakah
Tidak hanya itu masih ada beberapa bentuk birokrasi dalam pemerintahan
berfungsi untuk melakukan rekstrukturisasi kalangan bisnis tanah air yang di masa
lalu dianggap banyak merugikan keuangan negara, dan secara lebih jauh,
1. Administrasi
kebijaksanaan umum suatu negara, di mana kebijakan umum itu sendiri telah
1. Pelayanan
merupakan contoh yang bagus untuk hal ini, di mana badan tersebut ditujukan
beberapa korporasi negara seperti PJKA atau Jawatan POS dan Telekomunikasi
1. Pengaturan (regulation)
birokrasi, oleh sebab itu menjadi ujung tombak pelaksanaan kebijaksanaan negara
pelanggaran atas idealisme administrasi negara, oleh sebab itu harus ditindak.
untuk pembuatan SIM dan STNK agar tidak memberi ruang bagi kesempatan
melakukan pungli.
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia( UI-Press)
Bayumedia Publishing.
Sumber Lain :
http://setabasri01.blogspot.com/2009/05/pengantar.html
http://enikkirei.multiply.com/journal/item/115/TEORI-BIROKRASI-MAX-
WEBER
http://muslimpoliticians.blogspot.com/2011/12/perjalanan-birokrasi-indonesia-
dari.html
Posted by ipahipeh ilmu politik Subscribe to RSS feed