Anda di halaman 1dari 7

TUGAS 2 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Tugas 2 Ilmu Administrasi Negara (ADPU4130)

TUGAS 2

MKDU            : ILMU ADMINISTRASI NEGARA 4130

TUTOR           :  Wira Haryanti SH.,M.Si

NAMA            : TUTI INDRIANI AHMAD

NIM                : 041875209

UNIVERSITAS TERBUKA
FAKULTAS HUKUM, ILMU SOSIAL DAN POLITIK
S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA SIPAS NON TTM
Tugas Tutorial 2

Jawab pertanyaan di bawah ini dengan menggunakan konsep dan teori yang tepat!

1. Seperti apakah kelemahan dan problema dalam birokrasi dan sertakan contohnya pada
organisasi pemerintahan daerah?  (Skor 40)

Jawab :

Kelemahan-kelemahan birokrasi terletak dalam hal :

 Penetapan standar efisiensi yang dapat di laksanakan secara fungsional;


 Terlampau menekankan aspek-aspek rasionalita, impersonalitas dan hierarki;
 Kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi.

Kelemahan-kelemahannya yang terdapat dalam birokrasi sebenarnya tidak


berarti bahwa birokrasi adalah satu bentuk organisasi yang negatif, tetapi seperti di
kemukakan oleh K. Merton lebih merupakan bureaucratic dysfunction dengan ciri
utamanya trained incapacity.

Usaha-untuk memperbaiki penampilan birokrasi diajukan dalam bentuk


teoribirokrasi sistem perwakilan. Asumsi yang dipergunaksn adalah bahwa birokrat
dipengaruhi oleh pandangan nilai-nilai kelompok sosial dari mana ia berasal.
Padagilirannya aktivitas administrasi diorientasikan pada kepen-tingan
kelompoksosialnya. Sementara itu, kontrol internal tidak dapat dijalankan. Sehingga
denganbirokrasi sistem perwakilan diharapkan dapat diterapkan mekanisme
kantrolinternal. Teori birokrasi sistem perwakilan secara konseptual amat
merangsang,tetapi tidak mungkin untuk diterapkan. Karena teori ini tidak realistik,
tidak jelaskriteria keperwakilan, emosional dan mengabaikan peranan pendidikan.

Pita merah di sebabkan olehh kecenderungan alamiah dari manusia yang berada dalam
lingkungan birokratik untuk merutinkan aktivitas-aktivitas mereka. Karakteristik weber
mengenai birokrasi sangat rasional dan amat tidak peduli melayani pembuat kebijakan
dan publik telah mendorong perhatian yang sungguh-sungguh pada ketetapan prosedur,
sekalipun, sasaran-sasaran pelayanan publik dapat mudah i ubah. Pita merah adalah suatu
istilah yang di maksudkan untuk menunjukkan adanya prosedur-prosedur birokratik yang
mempunyai ciri ketaatan mekanis pada peraturan, formalitas yang berkelebihan dan lebih
banyak memperhatikan hal-hal yang rutin, dan kompilasi sejumlah informasi eksternal
yang mengakibatkan berkepanjangannya penundaan dan kemandekaan. Konsep pita
merah memberikan ekspresi negatif, yang di gambarkan Alvin W. Gauldner sebagai
analisa, impersonalisasi dan regulasi yang mempengaruhi birokrasi. Seorang
cendekiawan politik, herbert haufiman berusaha menjelaskan mengapa pita merah selalu
di gunakan dalam pengertian negatif. Ia mengatakan bahwa pita merah sering kali di
pergunakan sebagai sinonim dari istilah-istilah prosedur, peraturan, dan regulasi.

Ketiga hal tersebut di maksudkan untuk melindungi hak-hak rakyat. Satu sistem
demokratik pada uumumnya akan merancang peraturan-peraturan dan regulasi-regulasi
untuk melindungi individu. Makanakala peraturan dan regulasi berjalan menyimpang
dari pagar-pagar proteksi dan menjadi berlebihan, mka pada saat inilah pita merah ada
dan berkembang.
Dengan adanya berbagai kelemahan sebagaimana di uraikan di atas problema yang
muncul adalah persoalan eksistensi birokrasi.

Contoh Kelemahan dan Problema dalam birokrasi :

1. Orang yang tepat di posisi dan pekerjaan yang tepat (The right man in the right
place & job) seharusnya, orang yang tepat berada di posisi yang tepat dan memiliki
pekerjaan yang tepat pula. Mari kita perhatikan seksama dari pejabat setingkat
menteri!Ada seorang menteri yang tiga kali menjabat kementerian yang berbeda
dalam 1 periode, pertama beliau menjabat menteri perhubungan, kemudian menjadi
menteri sekretaris negara, dan menjadi Menteri koordinator perekonomian. Begitu
juga menteri lainnya. Apalagi tidak sedikit pejabat publik yang rangkap jabatan,
bukan begitu ?
2. Kurangnya transparansi Rekrutmen pengawai penerimaan Calon pengawai negeri
sipil (CPNS) di setiap instansi KLDI (Kementerian, lembaga, Daerah dan Istansi)
cenderung kurang transparan. Artinya, ada beberapa calon PNS yang masih berani
untuk bayar formasi tertentu. Selain itu, ada pula beberapa ‘titipan’ dari anak
pejabat-pejabat tertentu. Nepotisme dalam hal ini wajar,tetapi caranya yang kurang
wajar. Nah ini yang membuat pengawai itu tidak profesional dan jujur dalam
bekerja, sehingga mereka bekerja dengan orientasi uang yang besar dengan cara
apapun.

Organisasi pemerintah daerah tidak dapat melepaskan diri dari aspek birokratis.
Birokrasi tidak membantu mempercepat pelayanan, tapi menghambat dan bahkan
dimanfaatkan oleh aparatur yang mempunyai kewenangan dan kekuasaan dalam hal
perijinan untuk kepentingan diri sendiri maupun kelompok.
Aparatur pemerintah daerah harus menerapkan budaya kerja positif serta
mampu menerapkan sifat kewirausahaan seperti yang dimiliki organisasi swasta
seperti sifat peka dan tanggap atas peluang dan tantangan yang dihadapi, tidak
terpaku pada hal-hal rutin, memiliki etos kerja yang tinggi serta inovatif dan kreatif.
Sifat kewirausahaan ini juga akan menimbulkan pelayanan publik dibandingkan
dengan menggunakan pendekatan kewenangan dan kekuasaan serta kecenderungan
memerintah orang lain.
Dalam menjalankan tugas, aspek moral tidak dapat diabaikan. Harus ada
perasaan bersalah dan takut akan hukuman apabila aparatur pemerintah daerah
melakukan praktek kolusi, korupsi dan Darmanto, Organisasi Pemerintah Daerah
49 nepotisme (KKN) serta penyuapan. Harus dihilangkan anggapan bahwa aparatur
negara memiliki sifat korup, terbukti banyak pejabat yang kekayaannya tidak
sepadan dengan kondisi atau statusnya sebagai pegawai negeri.
Aparatur Pemerintah Daerah sebagai abdi masyarakat tidak hanya mampu
mengerjakan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang sudah ada tapi juga harus
selalu menambah wawasan dan pengetahuan sesuai dengan bidangnya sehingga
tidak tertinggal dalam mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi serta tidak
tergerus oleh arus globalisasi.

REFERENSI :
 ADPU4130/Model 5 Birokrasi ; Kegiatan belajar 5 kelemahan dan
problema dalam birokrasi,
 Jurnal.ut.ac.id Organisasi pemerintah daerah-Jurnal UT-Uiversitas
Terbuka
2. Seperti apakah pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah?  (Skor 30)

Jawab :

Pemerintah merupakan sistem yang menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur


kehidupan sosial, ekonomi dan politik suatu negara atau bagian-bagiannya. Dalam
pemerintah bangsa Indonesia terbagi menjadi dua untuk mengurusi semua urusan
tersebut, yakni pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), pemerintah pusat adalah penguasa yang bertugas di pusat yang
melengkapi seluruh pemerintah daerah. Pemerintah pusat merupakan penyelenggara
pemerintahan bangsa Indonesia. Di mana mereka adalah presiden dan wakil presiden
yang dibantu para menteri. Sementara pemerintah daerah adalah penguasa yang
memerintah pemerintahan di daerah lewat otonomi daerah.

Hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah

Dalam menjalankan pemerintahannya, hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah


harus terjalin dengan baik dan harmonis. Tujuan yang terjalin tersebut untuk kemakmuran
rakyat. Baca juga: Istana Ingatkan Lockdown Kewenangan Pemerintah Pusat Ada
sejumlah hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, yakni:

1. Hubungan struktural
Hubungan struktural merupakan hubungan yang didasarkan pada tingkat dan
jenjang di pemerintahan. Pemerintah daerah dalam bertugas menyelanggarakan
urusan daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang berdasarkan
asas otonom dan tugas pembantuan. Presiden merupakan penyelenggaran urusan
pemerintahan di tingkat pusat. Presiden dibantu para menteri untuk menjalankan
pemerindah. Kepala daerah merupakan penyelenggara urusan daerah masing-masing.

2. Hubungan fungsional
Hubungan fungsional merupakan hubungan yang didasarkan dengan fungsi yang
dimiliki oleh masing-masing pemerintah. Hubungan tersebut saling memengaruhi dan
bergantung antara satu dengan yang lain. Hubungan tersebut juga terletak pada visi,
misi, tujuan hingga fungsi yang dimiliki masing-masing pemerintah. Visi dan misi
yang dimiliki tersebut bersama-sama untuk melindungi dan memberi ruang kebebasan
kepada daerah untuk mengolah dan mengurusi rumah tangganya. Baca juga: Stok
APD Menipis, Pemprov NTT Minta Bantuan Pemerintah Pusat   Dalam buku Teori
dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah (2007) karya Hanif Nurcholis,
pemerintah daerah adalah subvisi pemerintahan nasional.

Dalam negara kesatuan pemerintah daerah langsung di bawah pemerintah pusat.


Dalam negara kesatuan, pemerintah daerah adalah dependent dan subordinate
terhadap pemerintah pusat. Pemerintah daerah hanya bagian atau subsistem dari
sistem pemerintah nasional. Karena pemerintah daerah merupakan bagian dari sistem
pemerintah nasional, maka antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terdapat
hubungan antar pemerintah yang saling terjalin sehingga membentuk satu kesatuan
pemerintahan nasional. Jika demikian, maka dalam suatu pemerintah nasional
terdapat dua subsistem.
Yakni subsistem pemerintahan pusat dan subsistem pemerintahan daerah. Dalam
subsistem pemerintahan daerah terdapat subsistem pemerintahan daerah yang lebih
kecil. Seperti contoh, Indonesia terdapat subsistem pemerintahan pusat yang terdiri
atas presiden dan para menteri. Di daerah terdapat subsistem pemerintahan provinsi
yang terdiri atas gubernur dan DPRD Provinsi.

Bahkan subsistem pemerintah desa yang terdiri atas kepala desa dan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD). Jalinan antar sub sistem dan antar sub dan sub sistem
pemerintahan tersebut membentuk sistem pemerintahan nasional yang merupakan
wahana untuk mencapai tujuan negara. Kondisi tersebut akan tersebut ketika
hubungan antar sub sistem dapat menghasilkan jalinan sistemik dan dapat berjalan
dengan fungsi masing-masing secara serasi, selaras dan harmonis. 

Ketika berjalan tidak terkoordinasi dengan baik, tidak fokus pada tujuan yang telah
ditetapkan. Maka penyelenggaraan pemerintahan menjadi tidak efisien yang hanya
menghasilkan kesengsaraan rakyat. Untuk dapat membentuk jalinan hubungan
pemerintahan yang sistemik dengan hasil guna yang maksimal. Setiap negara
mengembangkan hubungan antar lembaga negara dan hubungan antar pemerintahan
pada semua jenjang pemerintahan. Pada tingkat nasional diatur hubungan antar
lembaga tinggi negara dan hubungan antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Di daerah diatur hubungan antar lembaga daerah dan hubungan antar pemerintahan
daerah.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang


diundangkan pada tanggal 2 Oktober 2014 merubah wajah hubungan Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah. Otonomi daerah yang dijalankan selama ini semata-
mata hanya dipahami sebagai perpindahan kewajiban pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk masyarakat. Padahal substansi penting dari otonomi daerah
adalah pelimpahan kewenangan dari pusat ke daerah secara politik dan ekonomi agar
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi berlangsung secara adil dan merata di
daerah. Sehingga konsep otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia ini yang ditekankan lebih tajam dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun
2014. Perubahan yang mendasar lain yang tidak ada dalam Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 ialah ditetapkannya Urusan Wajib Daerah, dan pola hubungan Urusan
Konkuren antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota yang langsung
dimasukkan dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Dalam Pasal 9
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 diklasifikasi urusan Pemerintahan terdiri atas
urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan
pemerintahan umum. Dapat Dapat disimpulkan bahwa ketentuan UU Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah masih mengarah pada desentralisasi, dilihat
dari adanya pembagian urusan meskipun diklasifikasikan secara rinci ke dalam 3
urusan pemerintahan.

Jika merujuk pada teori model hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah secara teoritis menurut Clarke dan Steward, desentralisasi seperti ini
termasuk The Agency Model. Model dimana pemerintah daerah tidak mempunyai
kekuasaan yang cukup berarti sehingga keberadaannya terlihat lebih sebagai agen
pemerintah pusat yang bertugas untuk menjalankan kebijaksanaan pemerintah
pusatnya.

REFERENSI: https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/27/120000669/hubungan-
pemerintah-pusat-dan-pemerintah-daerah?page=all
Kompas.com-27/03/2020,12:00WIB Penulis : Ari Welianto

3. Sebutkan dan jelaskan fungsi-fungsi manajemen personalia menurut Robert Presthus


dalam Public Administration?  (Skor 30)

Jawab :

Menurut Robert Presthus dalam Public Administration adalah adalah pendekatan


institusional, struktural, perilaku, dan pasca perilaku.
1. The Institutional Approach (pendekatan institusional)
Merupakan pendekatan yang menekankan pada kelembagaan dan organisasi ke-
pemerintahan. Jantung utama pendekatan ini terletak pada studi mengenai struktur,
fungsi, hukum dan regulasi dari lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif.

2. The Structural Approach (pendekatan struktural)


Pendekatan struktural pada ilmu administrasi publik merupakan istilah yang
diadaptasi dari ilmu sosiologi dan anthropologi yang menginterpretasikan sosial
kemasyarakatan sebagai sebuah struktur dengan bagian yang saling berhubungan.
Pendekatan ini menjelaskan mengenai mekanisme untuk memahami proses-proses
sosial dan struktur di dalamnya. Berdasarkan konsep pendekatan struktur, lembaga
pemerintah merupakan contoh nyata dari struktur sosial dengan aturan; sebuah struktur
dapat menjalan berbagai fungsi dan vice versa (sebuah fungsi dapat dijalankan oleh
berbagai struktur).

3. The Behavioral Approach (pendekatan perilaku)


Pendekatan ini menekankan bahwasannya aktivitas administrasi tidak dapat terlepas
dari studi mengenai behaviourism yang meneliti perilaku individu dan kesadaran
perilaku kolektif manusia serta dampaknya dalam ruang lingkup administrasi publik
(Herbort Sumon). Menurut Presthus, pendekatan perilaku seringkali bergantung pada
keadaan politik dan bersifat temporal belaka. Seringkali terjadi ketimpangan antara
idealisme dan kenyataan yang ada. Pendekatan Perilaku bagi Presthus kadang sangat
membingungkan, runyam dan usaha yang sia-sia (embarassing effort). Akan tetapi,
Presthus meyakini bahwasannya pendekatan perilaku (behaviourism approach) pada
ilmu administrasi akan meningkatkan nilai dan mutu keilmuan jika dilaksanakan secara
gamblang sesuai sudut pandang kaum behaviouralist dengan konsep matang yang di
aplikasikan pada metodologi ilmu administrasi publik.
4. The Post Behavioral Approach (pendekatan pasca perilaku)
Merupakan produk lanjutan dari pada Pendekatan Perilaku aka pendekatan yang
muncul untuk menentang Pendekatan Perilaku yang 'cacat' dalam penerapannya. Walau
lebih condong ke political science, pendekatan ini berkaitan erat dengan ilmu
administrasi publik/negara utamanya dalam penerapan nilai-nilai administrasi yang
dianut. Pendekatan post-behavioural menekankan pada tindakan untuk menyelesaikan
masalah dalam konteks masa depan dan saat ini. Pendekatan ini lebih praktikal daripada
Pendekatan Perilaku.
REFERENSI :
https://www.academia.edu/27830027/Pengantar_Ilmu_Administrasi_Negara_Bag_1
Terbit 29 Oktober 2020

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai