Anda di halaman 1dari 3

Tugas Tutorial 2

Jawab pertanyaan di bawah ini dengan menggunakan konsep dan teori yang tepat!

1. Seperti apakah kelemahan dan problema dalam birokrasi dan sertakan contohnya pada
organisasi pemerintahan daerah?  (Skor 40)
2. Seperti apakah pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah?  (Skor 30)
3. Sebutkan dan jelaskan fungsi-fungsi manajemen personalia menurut Robert Presthus dalam
Public Administration?  (Skor 30)

 Jawab :

1. - Kelemahan dan Problema dalam Birokrasi :


A. Kelemahan-kelemahan birokrasi terletak dalam hal:
 Penetapan standar efisiensi yang dapat dilaksanakan secara fungsional
 Terlalu menekankan aspek-aspek rasionalitas, impersonalitas dan hirarki.
 Kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi.
 Berlakunya pita merah dalam kehidupan organisasi
B. Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam birokrasi sebenarnya tidak berarti
bahwa birokrasia dalah satu bentuk organisasi yang negatif, tetapi seperti
dikemukakan oleh K. Mertonlebihmerupakan “bureaucratic dysfunction” dengan ciri
utamanya “trained incapacity”.
C. Usaha-untuk memperbaiki penampilan birokrasi diajukan dalam bentuk teori
birokrasi sistem perw akilan. As umsi yang dipergunakan adalah bahwa
birokrat di pengaruhi oleh pandangan nilai-nilai kelompok sosial dari mana ia
berasal. Pada gilirannya aktivitas administrasi diorientasikan pada kepentingan
kelompok sosialnya. Sementara itu, kontrolinternal tidak dapat dijalankan. Sehingga
dengan birokrasi sistem perwakilan diharapkan dapat diterapkan mekanisme kontrol
internal. Teori birokrasi sistem perwakilan secara konseptual amat merangsang,
tetapi tidak mungkin untuk diterapkan.
- Contoh pada organisasi pemerintah : Kurangnya transparansi rekrutmen pegawai
penerimaan calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di setiap instansi KLDI
(Kementerian, Lembaga, Daerah dan Instansi) cenderung kurang transparan. Artinya,
ada beberapa calon PNS yang masih berani u n t u k b a y a r f o r m a s i t e r t e n t u . S e l a i n
itu, ada pula beberapa titipan dari anak pejabat-pejabat tertentu.
Nepotisme dalam hal ini wajar, tetapi caranya yang kurang wajar. Nah, ini yang membuat
pegawai itu tidak profesional dan jujur dalam bekerja, sehingga mereka bekerja dengan
orientasi uang yang besar dengan cara apapun.
2. - Pola-general competence (otonomi luas)
Dalam pola otonomi luas dirumuskan bahwa urusan-¬urusan yang dilakukan oleh
Pemerintah Pusat bersifat limitatif dan sisanya (urusan residu) menjadi kewenangan
Pemerintah Daerah.
- Pola ultra vires (otonomi terbatas).
Prinsip Ultra Vires adalah urusan-urusan Daerah yang ditentukan secara limitatif dan
sisanya (urusan residu) menjadi kewenangan Pusat.
Dalam rangka melaksanakan otonomi daerah Provinsi dipimpin oleh Kepala Daerah
Provinsi yang disebut Gubernur yang juga bertindak sebagai wakil Pusat di Daerah.
Sebagai wakil Pemerintah di Daerah, Gubernur melakukan supervisi, monitoring,
evaluasi, fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas (capacity building) terhadap
Kabupaten/Kota yang ada di wilayahnya agar otonomi daerah Kabupaten/Kota tersebut
bisa berjalan secara optimal. Sebagai wakil Pemerintah di daerah, Gubernur juga
melaksanakan urusan-urusan nasional yang tidak termasuk dalam otonomi daerah dan
tidak termasuk urusan instansi vertikal di wilayah Provinsi yang bersangkutan.
Disamping itu, sebagai wakil Pemerintah di daerah, Gubernur mempunyai peranan
selaku “Integrated Field Administration” yang berwenang mengkoordinir semua
instansi vertikal yang ada di Provinsi yang bersangkutan disamping melakukan
supervisi dan fasilitasi terhadap Kabupaten/ Kota yang ada di wilayahnya.
Gubernur mempunyai “Tutelage Power” yaitu menjalankan kewenangan Pusat untuk
membatalkan kebijakan Daerah bawahannya yang bertentangan dengan kepentingan
umum ataupun peraturan perundangan yang lebih tinggi. Sebagai konsekuensi dari
prinsip tersebut maka diperlukan pengaturan yang sistematis yang menggambarkan
adanya kewenangan Gubernur yang berkaitan dengan koordinasi, pembinaan dan
pengawasan.
Selain urusan pemerintahan yang diselenggarakan secara sentralisasi, terdapat urusan
pemerintahan yang diselenggarakan secara desentralisasi. Desentralisasi dalam arti luas
dapat dilakukan secara devolusi, dekonsentrasi, privatisasi dan delegasi (Rondinelli &
Cheema, 1983). Pemahaman devolusi di Indonesia mengacu kepada desentralisasi
sedangkan delegasi terkait dengan pembentukan lembaga semi pemerintah (Quasi
Government Organisation/Quango) yang mendapatkan delegasi Pemerintah untuk
mengerjakan suatu urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah (Muthallib & Khan,
1980). Lembaga yang terbentuk berdasarkan prinsip delegasi dapat berbentuk Badan
Otorita, Badan Usaha Milik Negara, Batan, LEN, Bakosurtanal dsb.
Dalam konsep otonomi luas, maka urusan pemerintahan yang tersisa di Daerah (residual
functions) atau Tugas Pemerintah lainnya yang belum ditangani dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah. Hal inilah yang sering dikelompokkan dalam pelaksanaan azas vrisj
bestuur. Vrisj Bestuur yang bersifat lintas Kabupaten/Kota menjadi kewenangan
Propinsi sedangkan yang lokal menjadi kewenangan Kabupaten/ Kota. Konsep
privatisasi berimplikasi pada dilaksanakannya sebagian fungsi-fungsi yang sebelumnya
merupakan kewenangan Pemerintah ataupun Pemerintah Daerah oleh pihak swasta.
Variant lainnya dari privatisasi adalah terbukanya kemungkinan kemitraan (partnership)
antara pihak Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan pihak swasta dalam bentuk
Built Operate Own (BOO), Built Operate Transfer (BOT), management contracting out
dsb.
Penyelenggaraan tugas pembantuan (Medebewind) diwujudkan dalam bentuk
penugasan oleh pemerintah pusat kepada Daerah atau Desa atau oleh Provinsi kepada
Kabupaten/Kota dan Desa untuk melaksanakan suatu urusan pemerintahan. Pembiayaan
dan dukungan sarana diberikan oleh yang menugaskan sedangkan yang menerima
penugasan wajib untuk mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas tersebut kepada
yang menugaskan.

3. Menurut Robert Presthus dalam Public Administration adalah adalah pendekatan


institusional, struktural, perilaku, dan pasca perilaku.

1.The Institutional Approach (pendekatan institusional)

Merupakan pendekatan yang menekankan pada kelembagaan dan organisasi ke-


pemerintahan. Jantung utama pendekatan ini terletak pada studi mengenai struktur,
fungsi, hukum dan regulasi dari lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif.

2.The Structural Approach (pendekatan struktural)

Pendekatan struktural pada ilmu administrasi publik merupakan istilah yang diadaptasi
dari ilmu sosiologi dan anthropologi yang menginterpretasikan sosial kemasyarakatan
sebagai sebuah struktur dengan bagian yang saling berhubungan. Pendekatan ini
menjelaskan mengenai mekanisme untuk memahami proses-proses sosial dan struktur di
dalamnya. Berdasarkan konsep pendekatan struktur, lembaga pemerintah merupakan
contoh nyata dari struktur sosial dengan aturan; sebuah struktur dapat menjalan berbagai
fungsi dan vice versa (sebuah fungsi dapat dijalankan oleh berbagai struktur)

3.The Behavioral Approach (pendekatan perilaku)

Pendekatan ini menekankan bahwasannya aktivitas administrasi tidak dapat terlepas dari
studi mengenai behaviourism yang meneliti perilaku individu dan kesadaran perilaku
kolektif manusia serta dampaknya dalam ruang lingkup administrasi publik (Herbort
Sumon).

Menurut Presthus, pendekatan perilaku seringkali bergantung pada keadaan politik dan
bersifat temporal belaka. Seringkali terjadi ketimpangan antara idealisme dan kenyataan
yang ada. Pendekatan Perilaku bagi Presthus kadang sangat membingungkan, runyam
dan usaha yang sia-sia (embarassing effort). Akan tetapi, Presthus meyakini bahwasannya
pendekatan perilaku (behaviourism approach) pada ilmu administrasi akan meningkatkan
nilai dan mutu keilmuan jika dilaksanakan secara gamblang sesuai sudut pandang kaum
behaviouralist dengan konsep matang yang diaplikasikan pada metodologi ilmu
administrasi publik.

4. The Post Behavioral Approach (pendekatan pasca perilaku)

Merupakan produk lanjutan daripada Pendekatan Perilaku aka pendekatan yang muncul
untuk menentang Pendekatan Perilaku yang 'cacat' dalam penerapannya. Walau lebih
condong ke political science, pendekatan ini berkaitan erat dengan ilmu administrasi
publik/negara utamanya dalam penerapan nilai-nilai administrasi yang dianut.
Pendekatan post-behavioural menekankan pada tindakan untuk menyelesaikan masalah
dalam konteks masa depan dan saat ini. Pendekatan ini lebih praktikal daripada
Pendekatan Perilaku.

Nama : Tria Ristiani Fathiras

Prodi: Ilmu Administrasi Negara (042078876)

Anda mungkin juga menyukai